HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

POTONGAN KOMERSIAL DAN IMBANGAN DAGING-TULANG KARKAS PADA DOMBA EKOR GEMUK DENGAN PEMBERIAN PAKAN SIANG DAN / ATAU MALAM SKRIPSI OLEH :

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

Hasnudi dan Tri Hesti Wahyuni. (Staf Pengajar Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU)

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

Gambar 1. Domba Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KAMBING KACANG JANTAN DAN DOMBA LOKAL JANTAN TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI DAGING

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. Oleh RIFA TIKA SARI

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi dan Konversi Pakan

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

S. Mawati, F. Warastuty, dan A. Purnomoadi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan No Bahan Protein (%)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

PENDAHULUAN. bermanfaat bagi manusia. Daging banyak dikonsumsi oleh manusia untuk

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

YIELD GRADE DOMBA LOKAL JANTAN YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI PAKAN KOMPLIT SERTA BOBOT POTONG YANG BERBEDA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Tumbuh-Kembang Karkas dan Komponennya Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot tubuh kosong yang nyata lebih tinggi (1,1782) dibandingkan dengan pada Sungei Putih (1,1092). Secara relatif terdapat perbedaan dalam kecepatan pertumbuhan, dimana karkas pada Sungei Putih tumbuh lebih dini, sedangkan pada Lokal Sumatera lebih lambat. Hal ini memperlihatkan perbedaan sangat nyata pada intersepnya, yang berarti bahwa pada bobot tubuh kosong yang sama terdapat perbedaan dalam bobot karkasnya (P< 0.01). Pada bobot tubuh kosong sebesar 11.235,31 gram, karkas Sungei Putih adalah 5.511,50 gram (49,06%) dan Lokal Sumatera adalah 5.398,82 gram (48,05%). Kedua bangsa mempunyai karkas dengan koefisien pertumbuhan relatif terhadap bobot tubuh kosong lebih besar dari 1,0 (b>1,0), yang berarti bahwa persentase karkasnya meningkat dengan meningkatnya bobot tubuh kosong. Model persamaan regresi logaritma hubungan antara bobot karkas dengan bobot tubuh kosong, bobot komponen karkas dengan bobot karkas serta bobot komponen lemak karkas dengan lemak karkas terdapat pada Tabel 10. Komponen karkas mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot karkasnya secara berurutan adalah <1,0 untuk tulang, <1,0 untuk jaringan ikat, >1,0 untuk otot dan >1,0 untuk lemak pada kedua bangsa. Koefisien pertumbuhan relatif untuk otot >1,0 diduga karena sampai bobot 20 kg kedua bangsa domba masih tumbuh dan nilai b tersebut adalah 1,1076 dan 1,0926 masing-masing untuk Sungei Putih dan Lokal Sumatera, nilai tersebut sudah

mendekati nilai 1,0, yang berarti persentasenya terhadap karkas sudah mendekati konstan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Herman (1993) dimana dinyatakan bahwa persentase otot berkurang (b<1) dengan meningkatnya bobot karkas. Bobot potong yang digunakan dalam penelitiannya berkisar antara bobot 10 kg sampai bobot dewasa (40 kg). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Murray dan Slezacek (1976), Wood et al. (1980), Pulungan dan Rangkuti (1981) yang mendapatkan bahwa persentase tulang karkas berkurang sesuai dengan pertambahan umur maupun bobot tubuh karena nilai koefisien pertumbuhan relatif (b) <1. Nilai b untuk jaringan lemak >1,0 berarti jaringan ini tumbuh terakhir (masak lambat). Pengaruh bangsa terhadap tumbuh kembang keempat komponen karkas tidak nyata pada bobot hidup 10-20 kg. Nilai intersep (a) bobot komponen karkas (otot, tulang, lemak dan jaringan ikat) tidak nyata, berarti bahwa pada bobot karkas yang sama, domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera mempunyai bobot komponen karkas yang sama bobotnya. Nilai intersep pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Herman (1993) dimana bangsa domba (Priangan dan Ekor Gemuk) sangat nyata berpengaruh pada intersep (a) bobot otot, tulang, lemak dan jaringan ikat. Hal ini disebabkan perbedaan bangsa domba yang nyata. Lemak ginjal + pelvis, intermuskuler dan subkutan (Tabel 9) mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot lemak karkas masing-masing 0,4485 (<1,0), 0,8548 (<1,0) dan 1,2720 (>1,0) pada Sungei Putih dan 0,4714 (<1,0), 0,9547 (=1,0) dan 1,2141 (>1,0) pada Lokal Sumatera. Hal ini berarti bahwa persentase lemak ginjal + pelvis dan lemak intermuskuler berkurang

(b<1,0) dan lemak subkutan meningkat (b>1,0) dengan meningkatnya bobot lemak karkas. Lemak subkutan memperlihatkan perbedaan nyata pada intersepnya (a), yang berarti bahwa pada bobot lemak karkas yang sama terdapat perbedaan dalam bobot lemak subkutannya (P< 0.05). Pada bobot lemak karkas sebesar 1.015,29 gram, lemak subkutan Sungei Putih adalah 321,66 gram (37,01%) dan Lokal Sumatera adalah 345,66 gram (40,42%). Distribusi lemak karkas menunjukkan bahwa 37,01% lemak subkutan, 56,74% lemak intermuskuler dan 6,25% lemak ginjal + pelvis pada Sungei Putih dan 40,42% lemak subkutan, 53,29% lemak intermuskuler dan 6,29% lemak ginjal + pelvis pada Lokal Sumatera, pada bobot lemak karkas yang sama (1.015,29 gram). Pengaruh bangsa terhadap tumbuh kembang lemak karkas dan distribusinya tidak nyata pada bobot hidup 10-20 kg. Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian Herman (1993) yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya lemak karkas maka persentase lemak subkutan konstan (b=1), lemak intermuskuler berkurang (b<1), lemak ginjal dan lemak pelvis meningkat (b>1) pada domba Priangan jantan. Pengaruh pakan terhadap tumbuh kembang karkas dan komponennya terdapat pada Tabel 11. Model persamaan regresi logaritma hubungan antara bobot karkas dengan bobot tubuh kosong, bobot komponen karkas dengan bobot karkas serta bobot komponen lemak karkas dengan lemak karkas dalam pakan yang berbeda terdapat pada Tabel 12. Koefisien pertumbuhan relatif (b) karkas terhadap bobot tubuh kosong adalah >1,0 kecuali untuk Sungei Putih pada pakan limbah sawit dengan nilai

b=1,0, tetapi pengaruh pakan pada tumbuh kembang karkas tidak nyata. Bobot karkas Sungei Putih yang mendapat pakan kontrol tidak berbeda nyata dengan yang mendapat pakan limbah sawit, tetapi berbeda nyata dengan bobot karkas Lokal Sumatera yang mendapat kedua macam pakan. Pada Lokal Sumatera, bobot karkas yang mendapat kedua pakan tidak berbeda nyata. Koefisien pertumbuhan relatif (b) komponen karkas terhadap bobot karkas adalah >1,0 untuk otot dan lemak dan <1,0 untuk tulang dan jaringan ikat, urutan tumbuh kembang komponen karkas dalam pakan yang berbeda adalah tulang, jaringan ikat, otot dan lemak. Pengaruh pakan pada tumbuh kembang komponen karkas tidak nyata pada bobot hidup 10-20 kg, Koefisien pertumbuhan relatif (b) komponen lemak karkas terhadap lemak karkas adalah >1.0 untuk lemak subkutan, kecuali untuk Lokal Sumatera adalah =1 yang mendapat pakan limbah sawit, b=1,0 untuk lemak intermuskuler kedua bangsa dan <1,0 untuk lemak ginjal + pelvis. Tumbuh kembang lemak karkas mempunyai urutan lemak ginjal + pelvis, lemak intermuskuler dan lemak subkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Judge et al. (1989). Pakan tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap tumbuh kembang komponen lemak karkas kedua bangsa domba pada bobot hidup 10-20 kg.. Tumbuh-Kembang Potongan Komersial Karkas Tumbuh kembang karkas berdasarkan potongan komersial (Tabel 13) memperlihatkan bahwa koefisien pertumbuhan relatif (b) masing-masing terhadap bobot tubuh kosong mempunyai nilai >1,0, berarti bahwa persentasenya meningkat dengan meningkatnya bobot tubuh kosong pada bobot hidup 10 20 kg. Pengaruh bangsa tidak nyata pada tumbuh kembang potongan komersial

karkas, kecuali untuk bobot loin (P<0.05), rack (P<0.01) dan shoulder (P<0.05). Koefisien pertumbuhannya pada Sungei Putih lebih rendah, yang berarti bahwa pertumbuhannya lebih dini dibandingkan dengan Lokal Sumatera. Pengaruh bangsa terhadap intersep (a) terdapat pada potongan loin (P<0.01), rack (P<0.05), shoulder (P<0.01) dan breast (P<0.01). Pada bobot tubuh kosong yang sama (11.235,31 gram) potongan loin, rack, shoulder dan breast lebih besar pada Sungei Putih dibandingkan pada Lokal Sumatera. Potongan tersebut merupakan potongan karkas yang penting. Model persamaan regresi hubungan antara komponen potongan komersial karkas dengan bobot tubuh kosong terdapat pada Tabel 14. Pada bobot tubuh kosong yang sama, potongan leg, loin, rack dan shoulder adalah 30,86, 9,19, 8,16 dan 25,86% pada Sungei Putih dan 31,01, 9,08, 8,14 dan 25,76% pada Lokal Sumatera. Bagian potongan komersial karkas yang penting tersebut untuk kedua bangsa adalah berbeda. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Beermann et al. (1986) bahwa peningkatan bobot karkas segar akan meningkatkan bobot leg, neck, loin, rack dan shoulder dan hasil penelitian Sugana et al. (1983) bahwa persentase loin meningkat (b>1) dan persentase leg berkurang (b<1) dengan meningkatnya bobot karkas, tetapi tidak sama dengan hasil penelitian Owen dan Norman (1977) bahwa proporsi neck, shoulder dan leg berkurang, sedangkan rack dan loin meningkat dengan semakin bertambahnya umur pada kambing dan domba Boswana kastrasi, dalam hal ini kalau umur bertambah maka bobot tubuh juga akan bertambah. Pengaruh pakan terhadap tumbuh kembang potongan komersial karkas terdapat pada Tabel 15. Model persamaan regresi logaritma hubungan antara

komponen potongan komersial karkas dengan bobot tubuh kosong dalam pakan yang berbeda terdapat pada Tabel 16. Koefisien pertumbuhan relatif (b) potongan komersial karkas terhadap bobot tubuh kosong adalah >1,0, kecuali untuk shank dan flank yang mendapat pakan limbah sawit nilai b=1 untuk Lokal Sumatera,.sedangkan untuk Sungei Putih adalah >1,0 untuk leg, shoulder dan breast, 1,0 untuk loin, rack, shank, flank dan neck dengan pakan kontrol, >1,0 untuk rack, shank dan neck, 1,0 untuk leg, loin, shoulder, breast dan flank dengan pakan limbah sawit. Pengaruh pakan pada tumbuh kembang potongan komersial karkas kedua bangsa tidak nyata. Nilai intersep (a) untuk hubungan antara bobot loin, rack, shoulder dan breast terhadap bobot tubuh kosong yang sama antara perlakuan pakan yang berbeda diperoleh perbedaan yang nyata (P<0.05). Hal ini berarti bahwa ada perbedaan persentase bobot loin, rack, shoulder dan breast antara perlakuan kedua pakan pada bobot tubuh kosong yang sama pada domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera pada bobot hidup 10-20 kg.. Bobot loin, shoulder dan breast Sungei Putih yang mendapat pakan kontrol tidak berbeda nyata dengan yang mendapat pakan limbah sawit, tetapi berbeda nyata (P<0.05) dengan bobot loin, shoulder dan breast Lokal Sumatera yang mendapat pakan kontrol dan pakan limbah sawit, sedangkan bobot loin, rack, shoulder dan breast Lokal Sumatera yang mendapat pakan kontrol tidak berbeda nyata dengan yang mendapat pakan limbah sawit. Bobot rack Sungei Putih yang mendapat pakan limbah sawit berbeda nyata (P< 0.05) dengan yang mendapat pakan kontrol dan dengan bobot rack Lokal Sumatera yang mendapat

pakan kontrol dan limbah sawit pada bobot tubuh kosong yang sama pada bobot hidup 10-20 kg. Penampilan Domba Penampilan domba selama penelitian yang meliputi bobot tubuh kosong, waktu mencapai bobot potong, pertambahan bobot hidup, konsumsi dan konversi pakan. terdapat pada Tabel 17 dan 18. Kurva pertumbuhan domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera untuk mencapai bobot potong 12, 14, 16, 18 dan 20 kg terdapat pada Gambar 2, 3, 4, 5 dan 6. Kurva pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu untuk menampilkan potensi genetik dan sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian-bagian tubuh sampai mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada. Pengaruh bangsa terhadap penampilan domba tidak berbeda nyata kecuali terhadap bobot tubuh kosong pada bobot potong 12 kg (P<0.01), waktu mencapai bobot potong pada bobot potong 16 kg (P<0.01), konsumsi bahan kering pakan pada bobot potong 14 dan 18 kg (P<0.05). Jenis pakan (pakan kontrol dan limbah sawit) juga tidak berpengaruh nyata terhadap penampilan domba, kecuali terhadap bobot tubuh kosong dan waktu mencapai bobot potong pada bobot potong 16 kg (P<0.05), pertambahan bobot hidup pada bobot potong 12 kg (P<0.01) dan pada bobot potong 14 kg (P<0.05), konsumsi bahan kering pakan pada bobot potong 18 kg (P<0.05) dan pada bobot potong 20 kg (P<0.01), konversi pakan pada bobot potong 12 kg (P<0.05) dan pada bobot potong 14 kg (P<0.01).

Bobot Hidup (kg) 21 19 17 15 13 11 9 DSP-PK DSP-PLS DLS-PK DLS-PLS 7 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 Waktu (minggu) Gambar 6. Kurva pertumbuhan domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera untuk mencapai bobot potong 20 kg Pertambahan bobot hidup domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera tidak berbeda nyata karena ternak tersebut mengkonsumsi pakan yang jumlahnya tidak berbeda nyata, hal ini membawa konsekwensi konversi pakan juga tidak berbeda nyata. Walaupun demikian ada kecenderungan domba Sungei Putih mengkonsumsi lebih banyak pakan, pertambahan bobot hidup lebih tinggi, tetapi konversi pakan juga lebih tinggi dibandingkan dengan domba Lokal Sumatera. Interaksi bangsa dan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap penampilan, kecuali terhadap bobot tubuh kosong dan pada bobot potong 12 kg dan 18 kg (P<0.05), waktu mencapai bobot potong pada bobot potong 16 kg (P<0.01) dan pertambahan bobot hidup pada bobot potong 12 kg. (P<0.05). Cole (1982) menyatakan bahwa laju pertumbuhan ternak setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masingmasing individu ternak dan pakan yang tersedia, potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour) dan jenis kelamin. Dalam hal ini berarti Sungei Putih dan Lokal Sumatera mempunyai

potensi pertumbuhan yang sama yang ditopang oleh pakan yang berkualitas baik (protein = 16,27-16,88% dan TDN = 73%). Hal ini didukung juga oleh Soeparno dan Davies (1987) bahwa jenis, komposisi kimia (kandungan zat gizi) dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa bobot tubuh kosong domba Sungei Putih pada bobot potong 12 kg (9,31 kg) sangat nyata lebih berat dibandingkan dengan Lokal Sumatera (8,98 kg). Domba Sungei Putih sangat nyata lebih cepat mencapai bobot potong 16 kg dibandingkan Lokal Sumatera (85,50 vs 109,50 hari). Pada bobot potong 14 dan 18 kg domba Sungei Putih lebih banyak mengkonsumsi pakan (311,74 dan 360,71 gram/ekor/hari) dibandingkan dengan Lokal Sumatera (267,64 dan 309,61 gram/ekor/hari) Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pengaruh bangsa domba terhadap penampilan sangat beragam, ada yang nyata, ada juga yang tidak nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Herman (1993) pada penampilan Priangan dan Ekor Gemuk Pada bobot potong 14 kg, waktu mencapai bobot potong tersebut untuk kedua bangsa domba relatif singkat (33,5 dan 55,5 hari) bila dibandingkan dengan pada bobot potong 12 kg (64 hari), hal ini disebabkan bobot awal domba pada kelompok tersebut cukup tinggi yaitu rataan 11,13 kg, sehingga untuk mencapai bobot potong 14 kg relatif sangat cepat. Pada peubah pertambahan bobot hidup pada bobot potong 14 kg, terlihat standard deviasinya sangat tinggi yaitu sebesar 33,86 gram untuk Sungei Putih dan 27,31 gram untuk Lokal Sumatera. Hal ini disebabkan tingginya keragaman pertambahan bobot hidup, yaitu 74,36 142,86 gram/ekor/hari untuk Sungei Putih dan 66,22 128,57 gram/ekor/hari untuk Lokal Sumatera.

Pada Tabel 18 didapat bahwa pada bobot potong 12 kg, bobot tubuh kosong Sungei Putih yang diberi pakan kontrol (9,50 kg) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (9,13 kg), Tanggapan kedua bangsa domba yang diberi pakan kontrol terhadap bobot tubuh kosong berbeda nyata (P<0.05), pada Sungei Putih (9,50 kg) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Lokal Sumatera (8,97 kg). Pada bobot potong 16 kg, bobot tubuh kosong yang diberi pakan kontrol (11,99 kg) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (11,78 kg). Pada bobot potong 18 kg, bobot tubuh kosong Sungei Putih yang diberi pakan kontrol (13,61 kg) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (13,32 kg), bobot tubuh kosong Lokal Sumatera yang diberi pakan kontrol (13,51 kg) nyata lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (13,78 kg). Tanggapan kedua bangsa yang diberi pakan limbah sawit terhadap bobot tubuh kosong berbeda nyata (P<0.05), pada Sungei Putih (13,32 kg) nyata lebih rendah dibandingkan dengan Lokal Sumatera (13,78 kg). Waktu untuk mencapai bobot potong 16 kg, Sungei Putih yang diberi pakan kontrol (70,5 hari) sangat nyata (P<0.01) lebih cepat dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (100,5 hari). Tanggapan kedua bangsa yang diberi pakan kontrol sangat nyata (P<0.01) terhadap waktu, untuk mencapai bobot potong Sungei Putih yang diberi pakan kontrol (70,5 hari) sangat nyata lebih cepat dibandingkan dengan domba Lokal Sumatera (113 hari). Pertambahan bobot hidup Sungei Putih untuk mencapai bobot potong 12 kg dengan pakan kontrol (68,85 gram/ekor/hari) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (41,04 gram/ekor/hari), pertambahan

bobot hidup Lokal Sumatera yang diberi pakan kontrol (59,36 gram/ekor/hari) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (48,62 gram/ekor/hari). Tanggapan kedua bangsa yang diberi pakan kontrol terhadap pertambahan bobot hidup nyata berbeda (P<0.05), pada domba Sungei Putih (68,85 gram/ekor/hari) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Lokal Sumatera (59,36 gram/ekor/hari). Pada bobot potong 14 kg, pertambahan bobot hidup domba yang diberi pakan kontrol (120,27 gram/ekor/hari) nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan yang diberi pakan limbah sawit (75,53 gram/ekor/hari). Konsumsi pakan kontrol untuk mencapai bobot potong 18 kg (361,74 gram/ekor/hari) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi pakan limbah sawit (308,58 gram/ekor/hari). Konversi pakan kontrol untuk mencapai bobot potong 12 kg (3,92) nyata lebih rendah dibandingkan dengan pakan limbah sawit (5,26), sedangkan untuk mencapai bobot potong 14 kg, konversi pakan kontrol (2,48) sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan pakan limbah sawit (3,85). Nilai pertambahan bobot hidup hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Hutagalung (1995) pada Sungei Putih yang mendapat rumput Paspalum dilatatum dengan suplementasi molases, urea dan mineral dimana pertambahan bobot hidup hanya 31,10 45,55 gram per ekor per hari. Angka konversi pakan sebesar 10,23 13,86 jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian ini yang hanya 2,48 5,26, tetapi hasil penelitian ini pertambahan bobot hidupnya lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Pasaribu (2000) pada Sungei Putih yaitu 120,5 gram per ekor per hari.

Komposisi Kimia dan Kadar Kolesterol Otot Karkas Komposisi kimia dan kadar kolesterol otot karkas yang dianalisis berasal dari Mm. Longissimi thorachis et lumborum. Komposisi kimia tersebut terdapat pada Tabel 19 dan 20. Pengaruh bangsa domba terhadap kadar abu, protein dan air sangat nyata (P<0.01) pada bobot potong 14-20 kg. kadar ketiga bahan tersebut sangat nyata lebih tinggi pada Sungei Putih. Pada bobot potong 12 kg, kadar protein nyata (P<0.05) dan kadar air sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi pada Sungei Putih, sedangkan kadar abu tidak berbeda nyata. Pengaruh bangsa pada kadar kolesterol dan lemak pada semua bobot potong tidak nyata berbeda (Tabel 19). Pengaruh pakan terhadap kadar abu dan protein sangat nyata (P<0.01) untuk semua bobot potong, kecuali untuk kadar abu pada bobot potong 12 kg, terhadap kadar air sangat nyata (P<0.01) pada bobot potong 12 dan 16 kg sedangkan pada bobot potong 18 kg berbeda nyata (P<0.05). Pengaruh pakan pada kadar kolesterol dan lemak pada semua bobot potong tidak nyata berbeda (Tabel 20). Secara umum kadar abu dan protein sangat nyata lebih tinggi pada pakan kontrol. Pengaruh bangsa dan pakan yang tidak nyata terhadap kadar kolesterol pada penelitian ini sesuai dengan hasil penlitian Wheeler et al. (1987) dan Solomon et al. (1991). Interaksi yang sangat nyata (P<0.01) terdapat pada kadar abu pada bobot potong 14-20 kg. Domba Sungei Putih yang mendapat pakan kontrol mempunyai kadar abu sangat nyata lebih tinggi dari pada yang mendapat pakan limbah sawit. Pada Lokal Sumatera, kadar abu otot yang mendapat pakan kontrol dan limbah sawit tidak berbeda nyata. Pada pakan kontrol, Sungei Putih

mempunyai kadar abu otot sangat nyata lebih tinggi dari pada Lokal Sumatera. Interaksi yang nyata (P<0.05) juga terdapat pada kadar protein untuk bobot potong 14 dan 16 kg. Pakan kontrol menghasilkan kadar protein otot lebih tinggi dari pada pakan limbah sawit pada Sungei Putih, sedangkan pengaruhnya pada Lokal Sumatera tidak nyata. Pakan kontrol menghasilkan kadar protein lebih tinggi, begitu juga pakan limbah sawit menghasilkan kadar protein lebih tinggi pada Sungei Putih dibandingkan Lokal Sumatera. Pengaruh pakan pada kadar air nyata pada bobot potong 12, 16 dan 18 kg. Hewan yang mendapat pakan kontrol mempunyai kadar air otot yang nyata lebih tinggi (Tabel 20). Sifat kimia daging bervariasi tergantung pada spesies hewan, umur, jenis kelamin, makanan serta letak dan fungsi bagian daging tersebut dalam tubuh (Romans dan Ziegler, 1977). Protein otot mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air daging, karena protein otot ini mempunyai sifat hidrofilik, yaitu dapat mengikat molekul-molekul air daging (Judge et al., 1989). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar protein daging antara kedua bangsa berbeda sangat nyata yang disebabkan oleh kadar air yang berbeda sangat nyata pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Judge et al. (1989) bahwa kadar air yang berbeda pada daging menyebabkan perbedaan kadar protein. Ngadiyono (1995) menyatakan bahwa kadar air yang berbeda nyata diantara bangsa sapi dapat menyebabkan perbedaan kadar protein. Menurut Judge et al. (1989) kadar lemak daging bervariasi dan dipengaruhi bangsa ternak, umur, spesies, lokasi otot dan pakan. Secara statistik hasil penelitian ini memang tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kadar lemak otot pada kedua bangsa, namun terdapat kesenderungan bahwa kadar lemak kedua

bangsa berbeda nilainya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ngadiyono (1995) mendapatkan bahwa kadar lemak daging tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara bangsa sapi dan bobot potong. Diduga kondisi lemak ini disebabkan oleh keragaman yang tinggi dari kadarnya. Pada Tabel 20 terlihat bahwa kadar lemak yang mendapatkan pakan limbah sawit cenderung lebih kecil dibandingkan dengan yang mendapat pakan kontrol walaupun secara statistik tidak nyata, hal ini karena diduga kadar glukosa pakan limbah sawit terbatas, sehingga NADP yang dihasilkan juga terbatas untuk mengubah asam asetat yang berasal dari serat kasar limbah kelapa sawit menjadi lemak tubuh. Penelitian ini mendapatkan bahwa kadar abu otot relatif tinggi (9,25-13,60%) karena berasal dari sampel daging tanpa lemak (lean). Hal ini sesuai dengan pernyataan Judge et al. (1989) bahwa kadar abu daging berhubungan erat dengan air, protein dan lemak daging, sehingga daging tanpa lemak secara relatif lebih banyak mengandung mineral. Kadar kolesterol pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Rachmadi (2003) pada domba Priangan yang mendapat konsentrat yang mengandung 45% bungkil inti sawit tetapi berbeda dengan hasil penelitian Solomon et al. (1991). Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Wheeler et al (1987) yang menyatakan bahwa kadar kolesterol jaringan tidak berubah dengan meningkatnya bobot hidup dan umur ternak, sedangkan pada penelitain ini kadar kolesterol semakin berkurang dengan bertambahnya bobot hidup sampai bobot 20 kg dan penlitian ini sesuai dengan hasil penelitian Arnim (1992).