SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA- CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB III PENUTUP. simpulkan menjadi tiga, legal aid yaitu bantuan hukum yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Negara hukum. Dalam negara hukum (rechsstaat), Negara berada

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PENUNJUKAN PENASEHAT HUKUM SECARA PRODEO OLEH HAKIM UNTUK TERDAKWA PEMBUNUHAN. (Studi Di Pengadilan Negeri Padang)

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat.

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB VI ANALISIS YURIDIS TERHADAP PROSES BERACARA PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I. PENDAHULUAN. persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG.

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. sederajat dengan individu. Hak-hak individu selalu dilindungi Undang-Undang. Perlindungan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum. Negara

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip persamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law), diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju atau tidaknya suatu negara dari aspek kesejahteraan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas Pancasila dan

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DI KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam masyarakat. Dalam konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia No 8

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PENANGKAPAN DAN HAM. ( Studi Terhadap Praktek Penangkapan Tersangka Pelaku Tindak Pidana di. Wilayah Polres Sukoharjo ) SKRIPSI

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU 1 Oleh: Ricko Mamahit 2

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

JURNAL ILMIAH PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA YANG DIBERIKAN OLEH ADVOKAT KEPADA MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU DALAM PERSPEKTIF TEORI KEADILAN BERMARTABAT

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

KAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh :

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

I.PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

Transkripsi:

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA- CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : RENDY ARDIANSYAH C. 100.060.095 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mana hal itu terdapat dalam UUD 1945. Dalam negara hukum, negara menjamin persamaan dihadapan hukum serta mengakui dan melindungi hak asasi manusia, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus disertai pula dengan persamaan perlakuan (equal treatment), salah satu bentuk adanya persamaan perlakuan adalah pemberian bantuan hukum kepada fakir miskin, di mana tidak hanya orang mampu yang dapat memperoleh pembelaan dari advokad atau pembela umum tetapi juga fakir miskin dalam rangka memperoleh keadilan (access to justice). 1 Fakir miskin adalah kaum miskin orang yang sangat kekurangan, fakir mempuyai arti orang yang sangat berkekurangan orang yang sangat miskin, orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin. 2 Miskin mempuyai arti tidak berharta benda, serba kekurangan, berpenghasilan sangat rendah. 3 1 Frans Hendra Winarta. 2009. Hak Konstitusional Fakir Miskin Untuk Memperoleh Bantuan Hukum. Jakarta.: Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 2. 2 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Hlm. 273. 3 Ibid. Hlm. 660. 1

2 Bantuan hukum yang diberikan pada tersangka atau terdakwa pada hakekatnya adalah membela peraturan hukum dan juga perlindungan yang diberikan agar tersangka atau terdakwa terlindungi haknya. Bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa bukanlah semata-mata membela kepentingan tersangka atau terdakwa untuk bebas dari segala tuntutan tetapi tujuan pembelaan dalam perkara pidana pada hakekatnya adalah untuk membela peraturan hukum jangan sampai peraturan hukum tersebut salah atau tidak adil diterapkan dalam suatu perkara. Dengan demikian tujuan pembelaan dalam perkara pidana disetiap proses beracara mengandung makna sebagai pemberian bantuan hukum kepada aparat atau penegak hukum dalam membuat atau memutuskan suatu keputusan yang adil dan benar menurut peraturan hukum yang berlaku. Jadi tugas pembela bukan mati-matian membela kesalahan tersangka atau terdakwa akan tetapi adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam masyarakat. 4 Berdasarkan isi dari Undang-Undang Dasar 1945 maka Negara menjamin bantuan hukum bagi rakyatnya, hal itu di dasari dari Pasal 28D Ayat (1) yang telah memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warganya tanpa membedakan suku, agama atau kedudukan derajat hidupnya, hal itu dapat diartikan bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagai bagian dari hak asasi manusia harus di anggap sebagai hak konstitusional warga Negara Indonesia, selain itu di dalam 4 Riduan Syaharani. 1983. Beberapa Hal Tentang Hukum Acara Pidana. Bandung. Alumni. Hlm. 26.

3 Pasal 27 Ayat (1) disebutkan segala warga negara bersamaan kedudukanya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahanya itu dengan tidak ada terkecuali, artinya setiap warga Indonesia mempunyai hak untuk di bela, hak di berlakukan sama di hadapan hukum dan hak untuk mendapatkan keadilan. Selain di dalam Undang-Undang Dasar ketentuan bahwa Negara harus memberikan bantuan hukum kepada masyarakat khususnya di dalam perkara pidana juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat dalam Pasal 54 menyebutkan bahwa demi kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, dalam Pasal 56 Ayat (1) menyebutkan bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjukkan penasehat hukum begi mereka, pada Ayat (2) menerangkan bahwa setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, selain itu dalam Pasal 114 juga menyebutkan dalam hal seseorang disangka melakukan tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik,

4 penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56. Bantuan hukum itu sendiri mempunyai beragam definisi. Menurut Clarence J. Dias Research on Legal Service and Poverty dalam Washington University Law Quarterly 5 mengemukakan bahwa bantuan hukum merujuk pada peraturan jasa profesi hukum untuk memastikan tidak ada seseorangpun yang dapat dihalangi haknya untuk menerima nasehat hukum atau diwakili di hadapan pengadilan oleh karena tidak mampu secara financial. Dalam Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum merumuskan bantuan hukum adalah jasa memberi nasehat hukum di luar pengadilan dan atau bertindak baik sebagai pembela dari seorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai kuasa alam perkara perdata atau tata usaha negara di muka pengadilan. Bantuan hukum itu sendiri mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda seperti yang dilihat di bawah ini: 6 1. Legal aid, yang berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam kasus atau perkara: a. Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cara cuma-cuma b. Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin 5 Frans Hendra Winarta. Opcit.. Hlm. 22 6 M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta:Sinar Grafika.. Hlm. 333

5 c. Dengan demikian motivasi utama dalam konsep legal iad adalah menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang tak mempunyai dan buta hukum. 2. Legal assistance, yang mengandung pengertian lebih luas lagi dari legal aid. Karena pada legal assistance, di samping mengandung makna dan tujuan memberi jasa bantuan hukum, lebih dekat dengan pengertian yang kita kenal dengan profesi advokad, yang memberi bantuan: a. Baik kepada mereka yang mampu membayar prestasi b. Maupun pemberian bantuan kepada rakyat miskin secara cuma-cuma Berdasarkan pengertian di atas maka pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sering di sebut dengan istilah legal aid yaitu bantuan hukum merupakan jasa hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma baik diluar maupun di dalam pengadilan secara pidana, perdata, dan tata usaha negara dari seseorang yang mengerti pembelaan hukum, kaidah hukum, serta hak asasi manusia. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma Pasal 1 mendefinisikan bantuan hukum cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan advokad tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain utuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. Definisi pencari keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa

6 hukum untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukumnya. Berdasarkan Intruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.03-UM.06.02 Tahun 1999 Yang termasuk orang kurang mampu adalah orang-orang yang mempuyai penghasilan yang sangat kecil, sehingga penghasilanya tidak cukup untuk membiayai perkaranya di pengadilan, keadaan ketidakmampuan ini ditentukan oleh Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan keterangan Kepala Desa atau Lurah. Agar bantuan hukum kepada para pencari keadilan yang tidak mampu dapat dilaksanakan dengan baik dan untuk memenuhi prinsip-prinsip Negara hukum maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang mana masalah tentang bantuan hukum di atur tersendiri di dalam Bab XI Pasal 56 dan Pasal 57, serta pada Undang- Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum yang di bahas di Pasal 68B dan Pasal 68C, yang isinya adalah setiap orang yang berperkara mendapat bantuan hukum, Negara yang menanggung biaya perkara tersebut, pihak yang tidak mampu harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersangkutan, serta setiap Pengadilan Negeri agar di bentuk pos bantuan hukum kepada para pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap terdakwa yang menjalani pemeriksaan di pengadilan mempuyai hak untuk mendapatkan bantuan hukum atau didampingi oleh penasehat hukumnya

7 secara cuma-cuma, ukuran untuk ketidakmampuan terdakwa dapat ditentukan berdasarkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa di tempat tinggal terdakwa. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi terdakwa yang yang tidak mampu di Pengadilan Negeri Surakarta serta permasalahan-permasalahan apa saja yang di hadapi dalam penyelesaian perkara pidana dengan bantuan hukum secara cuma-cuma di Pengadilan Negeri Surakarta, dengan judul: PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana cara untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma ini dalam perkara pidana? 2. Upaya optimalisasi apa saja yang dilakukan oleh posbakum di Pengadilan Negeri Surakarta dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa?

8 3. Kendala-kendala apa yang di hadapi oleh penasehat hukum dalam proses pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa? C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis menentukan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui cara mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana bagi dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Untuk mengetahui upaya optimalisasi yang dilakukan oleh posbakum di Pengadilan Negeri Surakarta dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala apa yang di hadapi oleh penasehat hukum dalam pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa. D. Manfaat penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

9 b. Untuk menambah bahan referensi dan bahan masukan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri Surakarta. b. Sebagai bahan masukan mengenai pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri Surakarta. E. Kerangka Pemikiran Proses tumbuh dan berkembangnya hukum nasional pasca kemerdekaan (hingga kini) ditandai dengan tidak hanya tumbuh kembangnya pranatapranata hukum serta semakin canggihnya pengaturan berbagai bidang sosial oleh hukum, akan tetapi juga terlihat pada tingkatan lain yaitu yang berwujud pada perubahan-perubahan yang lebih paradigmatik yang mengandung didalamnya dimensi-dimensi ideologik. 7 Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat mencenderungkan terjadinya perkaitan yang erat antara hukum dengan masalah-masalah sosial menjadi semakin erat dan intensif. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi saat ini sebenarnya bukan lagi sekedar masalah legalitas formal, penafsiran dan peneterapan 7 Bambang Sunggono.Aries Harianto. 2009. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandung: Mandar Maju. Hlm. 2

10 pasal-pasal suatu peraturan hukum, melainkan lebih dari itu, telah bergerak kearah penyusunan suatu tata kehidupan yang menunjang pembangunan yang berkelanjutan bagi usaha-usaha peningkatan kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu bantuan hukum dapat dipandang sebagai upaya langsung untuk mewujudkan paradigma diatas. Dengan demikian, penempatan hukum secara khusus pada jalur pemerataan keadilan sebenarnya merupakan cerminan perhatian yang besar atau tampak sebagai Political Will dari pihak penguasa atas masalah-masalah yang berkaitan dengan pemerataan keadilan yang nantinya akan berpengaruh pada keberhasilan pencapaian sasaran pemerataan hasil-hasil pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN. 8 Pembicaraan tentang bantuan hukum, hak asasi manusia dan atau negara hukum dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum menjadi penting artinya bahwa dalam membangun negara hukum itu terlekati ciri-ciri yang mendasar yaitu: 9 a. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, cultural, dan pendidikan. b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan lain apapun. c. Legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya. 8 Ibid. Hlm. 6. 9 Ibid. Hlm. 8.

11 Oleh karena itu, suatu negara tidak dapat dikatakan sebagai negara hukum apabila negara yang bersangkutan tidak memberikan penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap masalah hak asasi manusia. Salah satu hak dari warga negara Indonesia adalah hak setiap orang untuk memperoleh kesamaan di hadapan hukum dengan cara memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma yang biayanya ditanggung oleh negara untuk mereka yang tidak mampu menyewa penasehat hukum. Bantuan hukum adalah upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. Upaya ini mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu: 10 a. Aspek perumusan aturan hukum. b. Aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar aturan ditaati. c. Aspek pendidikan masyarakat agar aturan itu di hayati. Fungsi dan tujuan bantuan hukum di negara berkembang khususnya di Indonesia, merupakan hal yang menarik karena bantuan hukum bagi fakir miskin tidak dapat di pisahkan dari nilai-nilai moral, budaya, pandangan politik, dan filosofi hukum di Indonesia. Bantuan hukum bagi kaum miskin mempuyai kedudukan strategis dalam sistim peradilan pidana di Indonesia yang menganut sistem akusatur (due process of law) atau penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum, tetapi dalam praktik sehari-hari sistem inkuisitur (crime control arbitrary process) masih dijalankan sehingga fakir miskin sering menjadi sasaran penyiksaan, perlakuan 10 Adnan Buyung Nasution. 2007. Bantuan Hukum Di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES. Hlm. 100.

13 didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. Sementara dalam Ayat (2) nya dinyatakan setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. Namun harus diakui, ketentuan ini masih mengandung kelemahan. KUHAP hanya menyebutkan tersangka atau terdakwa yang diperiksa oleh pejabat aparat penegak hukum itu berhak mendapatkan bantuan hukum dengan kriteria-kriteria tertentu. Dari ketentuan tersangka atau terdakwa itu sebenarnya bisa dikatakan sangat limitatif, karena di Indonesia dalam proses penyidikan suatu perkara pidana itu seseorang sebelum ditentukan, disahkan statusnya sebagai tersangka bisa jadi dia sudah menjalani tahap-tahap pemeriksaan awal. Jadi sebelum dia disahkan statusnya sebagai tersangka dia sama sekali tidak punya hak, dan polisi atau jaksa tidak punya kewajiban untuk menjamin adanya bantuan hukum. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma juga sudah dalam diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam Pasal 22 (Bab VI: Bantuan Hukum cuma-cuma) Ayat 1 UU ini dinyatakan : Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No 83 Tahun 2008. Hak orang

14 yang tersangkut perkara untuk mendapatkan bantuan hukum ini juga diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang diatur dalam Bab XI tentang Bantuan Hukum yang terdiri dari dua Pasal dan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum, ini diatur dalam Pasal 68B dan Pasal 68C, yang mana isinya ditegaskan kembali prinsip bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma dan yang menanggung biayanya adalah negara. Semua peraturan tentang bantuan hukum yang di berikan oleh tersangka atau terdakwa tidak akan bisa dilakukan secara efektif apabila aparat penegak hukum menjalankan tugasnya dalam proses pengadilan lalai dalam menerapkan hukum acara yang bisa berakibat pada batalnya proses hukum yang sudah berjalan serta kesadaran hukum masyarakat tentang hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai manusia yang terhormat yang menyadari harkat dan martabatnya sangatlah kecil. F. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal maka peneliti mempergunakan beberapa metode sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yaitu mengkaji konsep normatif/yuridis mengenai

15 pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi terdakwa yang tidak mampu dan praktik pelaksanaanya di Pengadilan Negeri Surakarta,implementasinya dan Kendala-kendala apa yang di hadapi oleh penasehat hukum dalam proses pemberian bantuan hukum secara cumacuma kepada terdakwa. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, 12 karena bermaksud menggambarkan selengkap-lengkapnya tentang pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri, upaya optimalisasi posbakum di Pengadilan Negeri Surakarta dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa serta kendala-kendala yang dihadapi oleh penasehat hukum dalam pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma secara jelas dan sistematis. 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian adalah di Pengadilan Negeri Surakarta, dengan alasan bahwa peneliti tertarik memilih lokasi penelitian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta karena disana pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa yang tidak mempunyai penasehat hukum pada Tahun 2009 cukup banyak yaitu 5 kasus, selain itu lokasi penelitian 12 Bambang Sunggono. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 35. Peneliitian deskriptif pada umumnya bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifatsifat, karakteristik atau faktor-faktor tertentu.

16 juga dekat dan mudah dijangkau dengan tempat tinggal peneliti jadi dalam melakukan penelitian dapat menghemat waktu dan biaya. 4. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data dan metode pengumpulan data sebagai berikut : a. Data Primer Data primer yaitu sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui penelitian di lapangan yaitu penjelasan mengenai proses pelaksanaan bantuan hukum secara cuma-cuma dalam perkara pidana, termasuk didalamnya upaya optimalisasi yang dilakukan oleh pos bantuan hukum di Pengadilan Negeri Surakarta dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Penasehat Hukum dalam proses pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Metode yang digunakan adalah wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. 13 Metode ini dilakukan secara langsung terhadap informan, adapun informanya adalah Hakim yang memeriksa dan memutus perkara pidana terhadap terdakwa 13 Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 186.

17 yang tidak mampu serta Penasehat Hukum yang mendampingi terdakwa tidak mampu yang ada di posbakum pengadilan Negeri Surakarta. b. Data Sekunder Data sekunder berupa bahan-bahan pustaka yang diolah dengan studi kepustakaan yaitu dengan cara mencari, mencatat, menginventarisasi, dan mempelajari buku, arsip, dokumen, dan peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan penelitian ini dan terdiri dari: a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan itu maka bahan hukum primer yang di gunakan adalah: - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. - Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum. - Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. - Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokad.

18 - Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. - Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999, tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara. b) Bahan Hukum Sekunder, meliputi literatur-literatur yang terkait dengan bantuan hukum sehinggga menunjang penelitian yang dilakukan. c) Bahan Hukum Tersier, meliputi bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa kamus. 5. Metode analisis Data Setelah data mengenai pelaksanaan bantuan hukum bagi terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri terkumpul kemudian dianalisisa menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu analisa yang diperoleh baik dari observasi, wawancara, maupun studi kepustakaan kemudian dituangkan dalam bentuk uraian yang logis dan sistematis. Oleh karena itu, data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan bantuan hukum khususnya bantuan hukum yang diperoleh secara cuma-cuma di Pengadilan Negeri akan didiskusikan dengan data yang diperoleh dari Pengandilan Negeri Surakarta sehingga ditemukan hukum dalam kenyataanya. Penelitian ini

19 menghasilkan data deskriptif analisa yaitu apa yang dikatakan oleh responden sacara lisan atau tulisan dan juga secara nyata di teliti dan di pelajari sebagai sesuatu yang utuh. 14 G. Sistematika Skripsi Penelitian skripsi ini terdiri dari empat Bab yang disusun secara sistematis, dimana antara bab saling berkaitan sehingga merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: Bab I adalah pendahuluan yang berisikan gambaran singkat mengenai keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, manfaat penelitian, metode penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka, yang di dalamnya terdiri dari empat subbab, yaitu tentang tinjauan acara pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Negeri, tentang hak-hak terdakwa, bantuan hukum dan tinjauan tentang terdakwa tidak mampu. Bab III adalah hasil penelitian dan pembahasan dimana penulis akan menguraikan dan membahas peranan pemberian bantuan hukum secara cumacuma dalam proses perkara pidana khususnya terhadap terdakwa yang tidak mampu, upaya optimalisasi yang dilakukan oleh posbakum di Pengadilan Negeri Surakarta dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma 14 Soerjono Sukanto. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Ui Press. Hlm. 15

20 kepada terdakwa dan kendala-kendala apa yang di hadapi oleh penasehat hukum dalam proses pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa. Bab IV adalah kesimpulan dan saran, yang berisikan kesimpulan dari uraian skripsi pada bab-bab terdahulu, serta saran menjadi penutup.