Kualitas Semen Beku Domba Garut dalam Berbagai Konsentrasi Gliserol

dokumen-dokumen yang mirip
MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

Pengaruh Penambahan Trehalosa dalam Pengencer Tris terhadap Kualitas Semen Cair Domba Garut (Ovis aries)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta 2. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon 3

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Sitrat... Ayunda Melisa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

OPTIMALISASI KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA GARUT MELALUI PENAMBAHAN TREHALOSA KE DALAM PENGENCER TRIS KUNING TELUR

Penambahan krioprotektan dalam bahan pengencer untuk pembuatan semen beku melalui teknologi sederhana dalam menunjang pelaksanaan IB di daerah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW

INTEGRITAS SPERMATOZOA KERBAU LUMPUR (BUBALUS BUBALIS) PADA BERBAGAI METODE PEMBEKUAN SEMEN

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PERAN MALTOSA SEBAGAI KRIOPROTEKTAN EKSTRASELULER DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS SEMEN BEKU DOMBA GARUT

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH MALTOSA SEBAGAI KRIOPROTEKTAN EKSTRASELULER DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SEMEN BEKU GUNA MENDUKUNG KEBERHASILAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

T.L.Yusuf, R.I. Arifiantini, dan N. Rahmiwati Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Tris-Sitrat... Muthia Utami Islamiati

PENGARUH GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

Peranan Beberapa Jenis Gula dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Domba Garut

SKRIPSI OLEH SARI WAHDINI

PENGARUH PENAMBAHAN LAKTOSA DI DALAM PENGENCER TRIS TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR DOMBA GARUT

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

Penambahan Bovine Serum Albumin Mempertahankan Motilitas Progresif Spermatozoa Kalkun pada Penyimpanan Suhu 4 C

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Jurnal Nukleus Peternakan (Juni 2014), Volume 1, No. 1: ISSN :

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

Pengaruh Level Glutathione dalam Pengencer Tris-Kuning... Riga Pradistya Hardian

Efektivitas Berbagai Konsentrasi Laktosa dalam Pengencer Tris terhadap Viabilitas Semen Cair Kambing Saanen

PEMBEKUAN VITRIFIKASI SEMEN KAMBING BOER DENGAN TINGKAT GLISEROL BERBEDA

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

MEDIA PENGENCER TRIS KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR DOMBA GARUT

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta 2. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong 3

Pengaruh Plasma Semen Domba Priangan terhadap Daya Hidup Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah yang Disimpan pada Suhu 3 5 o C

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

PENGARUH PLASMA SEMEN SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis)

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

STUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

POTENSI DAN KUALITAS SEMEN KAMBING DALAM RANGKA APLIKASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

KRIOPRESERVASI SEMEN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DALAM GLISEROL

VIABILITAS SEMEN SAPI SIMENTAL YANG DIBEKUKAN MENGGUNAKAN KRIOPROTEKTAN GLISEROL

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

KUALITAS SPERMA SAPI BEKU DALAM MEDIA TRIS KUNING TELUR DENGAN KONSENTRASI RAFFINOSA YANG BERBEDA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Peningkatan Kualitas Semen Beku Domba Garut melalui Penambahan α-tokoferol ke dalam Pengencer Susu-Skim Kuning Telur

PENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

PENGARUH JENIS PENGENCER DAN WAKTU EKUILIBRASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

Efektivitas Konsentrasi Kuning Telur di dalam Pengencer Tris dengan dan tanpa Plasma Semen terhadap Kualitas Semen Beku Kambing Saanen

Daya Hidup Spermatozoa Epididimis Domba Garut yang Dikriopreservasi Menggunakan Modifikasi Pengencer Tris

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

Penambahan Fruktosa Mempertahankan Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Kalkun yang Disimpan pada Suhu 4 C

J. Ternak Tropika Vol. 15, No.1:

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING

Transkripsi:

RIZAL et al.: Kualitas semen beku domba Garut dalam berbagai konsentrasi gliserol Kualitas Semen Beku Domba Garut dalam Berbagai Konsentrasi Gliserol MUHAMMAD RIZAL 1, M.R. TOELIHERE 2, T.L. YUSUF 2, B. PURWANTARA 2, dan P. SITUMORAN 1 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon 97233 2 Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga 16680 3 Laboratorium Fisiologi Reproduksi, Balai Penelitian Ternak, PO BOX 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 29 Nopember 2002) ABSTRACT RIZAL, M., M. R. TOELIHERE, T. L. YUSUF, B. PURWANTARA and P. SITUMORANG. 2003. Quality of Garut ram frozen semen in various glycerol concentrations. JITV 7(3): 194-199. Semen was collected once a week using artificial vagina from four mature Garut rams. Immediately after initial evaluation, semen was divided into three parts and diluted with tris extender containing 3% ( ), 5% ( ), and 7% ( ) glycerol, respectively, each with the concentration of 100 million motile sperm 0.25 ml -1. Semen was loaded in 0.25 ml mini straws, and equilibrated at 5 0 C for three hours, then frozen and stored in liquid nitrogen container. Results indicated that percentages of post thawing motility and live sperm for (40 and 50.50%) were significantly higher than (32.50 and 45.33%) (P<0.05), but not significantly different with (39.17 and 47.67%) (P>0.05). Percentages of post thawing intact acrosomal and plasma membrane for (42.67 and 43.17%) were significantly higher than (36.17 and 38.17%) (P<0.05), but not significantly different with (38 and 39.83%) (P>0.05). In conclusion, concentration of 5% glycerol is the optimal dose in maintaining frozen semen quality of Garut rams. Key words: Glycerol concentrations, frozen semen, Garut ram ABSTRAK RIZAL, M., M. R. TOELIHERE, T. L. YUSUF, B. PURWANTARA dan P. SITUMORANG. 2003. Kualitas semen beku domba Garut dalam berbagai konsentrasi gliserol. JITV 7(3): 194-199. Semen ditampung dari empat pejantan domba Garut satu kali dalam satu minggu menggunakan vagina buatan. Segera setelah dievaluasi, semen dibagi ke dalam tiga buah tabung reaksi dan masing-masing diencerkan dengan pengencer tris yang mengandung gliserol 3% ( ), 5% ( ), dan 7% ( ). Semen dikemas di dalam straw mini (0,25 ml) dengan dosis 100 juta sperma motil, kemudian diekuilibrasi pada suhu 5 0 C selama tiga jam dan dibekukan serta disimpan di dalam tabung N 2 cair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap setelah thawing, persentase motilitas dan hidup perlakuan (40 dan 50,5%) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan (32,5 dan 45,33%) (P<0,05), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan (39,17 dan 47,67%) (P>0,05). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada parameter persentase TAU dan MPU. Pada tahap setelah thawing, persentase TAU dan MPU perlakuan (42,67 dan 43,17%) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan (36,17 dan 38,17%) (P<0,05), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan (38 dan 39,83%) (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 5% gliserol merupakan dosis yang optimal dalam mempertahankan kualitas semen beku domba Garut. Kata kunci: Konsentrasi gliserol, semen beku, domba Garut PENDAHULUAN Saat ini keberhasilan program inseminasi buatan (IB) yang menggunakan semen beku pada ternak termasuk domba belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya angka kebuntingan adalah kualitas semen beku yang digunakan. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembuatan semen beku terdapat beberapa perlakuan yang sebenarnya tidak menguntungkan bagi upaya mempertahankan kualitas sperma. Pada proses pembuatan semen beku, akibat perlakuan suhu yang sangat rendah (sekitar -196 0 C) akan terbentuk kristal-kristal es dan perubahan konsentrasi elektrolit yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel. Guna mengurangi efek yang tidak menguntungkan bagi sperma ini, di dalam pengencer harus ditambahkan senyawa krioprotektan. Jenis krioprotektan yang baik dan sudah sangat lazim digunakan dalam proses pembekuan semen adalah gliserol. Gliserol berfungsi memodifikasi pembentukan kristal es melalui pencegahan peningkatan konsentrasi elektrolit di atas efek yang membahayakan dalam medium (KUMAR et al., 1992) serta mencegah pengumpulan molekul H 2 O dan kristalisasi es pada daerah titik beku larutan (MAZUR, 1980). Sementara itu, menurut HOLT (2000a) selain berfungsi sebagai senyawa krioprotektan, gliserol juga menjadi salah satu 194

JITV Vol. 7. No.3. Th. 2002 senyawa sumber energi bagi sperma karena dapat dimetabolisme oleh sperma domba, sapi, babi, dan kambing. Namun demikian penggunaan gliserol harus memperhatikan konsentrasi yang tepat, agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila konsentrasi kurang, daya protektif gliserol tidak akan optimal, sebaliknya bila berlebih akan meracuni sperma. Konsentrasi gliserol yang dimasukkan ke dalam pengencer untuk pembekuan semen domba dibatasi oleh sifat toksiknya (FAHY, 1986) yang bergantung pada tingkat pendinginan dan pembekuan, komposisi pengencer, metode penambahan, dan jenis sperma. Pada penelitian ini dicoba beberapa konsentrasi gliserol dalam pengencer tris untuk mengetahui dosis yang optimal pada semen domba Garut. Hewan percobaan MATERI DAN METODE Hewan percobaan yang digunakan adalah empat ekor pejantan domba Garut dewasa kelamin berumur sekitar tiga sampai empat tahun dan berat badan 70 98 kg dengan kondisi tubuh dan kesehatan baik, sebagai sumber semen yang diuji kualitasnya. Setiap domba dikandangkan secara individu dan diberikan pakan berupa rumput dan leguminosa segar sekitar 7 9 kg ekor -1 hari -1. Metode percobaan Semen ditampung menggunakan vagina buatan satu kali dalam satu minggu. Semen ditampung dua sampai tiga ejakulat setiap ekor kemudian dicampur. Segera setelah ditampung, semen dinilai secara makroskopik dan mikroskopik dari masing-masing individu. Penilaian makroskopik meliputi: volume, warna, konsistensi (kekentalan), dan derajat keasaman (ph). Penilaian mikroskopik meliputi: gerakan massa, motilitas, jumlah sperma hidup, konsentrasi, dan abnormalitas sperma, serta integritas membran plasma sel sperma, yakni tudung akrosom utuh (TAU) dan membran plasma utuh (MPU). Semen segar yang memenuhi syarat (motilitas 70%, konsentrasi 2000 juta sel ml -1, gerakan massa ++ atau +++, dan abnormalitas <15%) diencerkan sesuai dengan perlakuan yang dicobakan. Semen diencerkan dengan pengencer tris yang terdiri atas: 3,32 g tris (Merck, Germany, Cat. K27219882 003), 1,86 g asam sitrat (Merck, Germany, Cat. K22939944 632), 1,37 g fruktosa (Merck, Germany, Cat. K27917123 038) dilarutkan dengan akuabidestilata (Supracointra, Indonesia) hingga mencapai volume 100 ml, kemudian ditambahkan antibiotika penisilin (Meiji, Japan, Cat. APG. 0598 J) 1000 IU ml -1 dan streptomisin (Meiji, Japan, Cat. SSL. 1095 A) 1000 µg ml -1. Pengenceran semen dilakukan dengan satu tahap pada suhu kamar. Komposisi perlakuan konsentrasi gliserol (Merck, Germany, Cat. K28328694 044) yang dicobakan adalah sebagai berikut: 1. 77% pengencer tris + 20% kuning telur + 3% gliserol (G3). 2. 75% pengencer tris + 20% kuning telur + 5% gliserol (G5). 3. 73% pengencer tris + 20% kuning telur + 7% gliserol (G7). Semen yang telah diencerkan diperiksa kualitasnya dan apabila memenuhi syarat (motilitas maksimal turun sekitar 10% dari semen segar) dikemas ke dalam straw mini (0,25 ml) dengan konsentrasi 100 juta sperma motil per straw, kemudian diekuilibrasikan di dalam lemari es pada suhu sekitar 5 0 C selama tiga jam. Setelah ekuilibrasi, semen diperiksa kualitasnya dan apabila memenuhi syarat (motilitas minimal 50%) dilakukan pembekuan dengan cara meletakkan straw 10 cm di atas permukaan nitrogen cair (suhu sekitar 130 0 C) selama 15 menit, kemudian straw dimasukkan ke dalam nitrogen cair (suhu sekitar 196 0 C) dan disimpan di dalam tabung nitrogen cair. Setelah disimpan selama satu minggu, semen beku dicairkan kembali (thawing) dengan cara memasukkan straw ke dalam air hangat bersuhu 37 0 C selama 30 detik untuk diperiksa kualitasnya. Parameter yang diamati Parameter kualitas semen yang diamati adalah: persentase motilitas, persentase hidup, persentase TAU, dan persentase MPU sperma masing-masing setelah tahap pengenceran, ekuilibrasi, dan thawing. Persentase sperma yang bergerak progresif ke depan dihitung secara subjektif pada delapan pandang yang berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Sperma yang hidup ditandai oleh kepala yang berwarna putih, sedangkan yang mati ditandai oleh kepala yang berwarna merah dengan menggunakan pewarna eosin (TOELIHERE, 1993). Tudung akrosom utuh (TAU) ditandai oleh ujung kepala sperma yang berwarna hitam tebal apabila semen dipaparkan di dalam larutan NaCl fisiologis-1% formalin (modifikasi metode SAACKE dan WHITE, 1972). Membran plasma utuh (MPU) ditandai oleh ekor sperma yang melingkar atau menggembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor yang lurus apabila semen dipaparkan di dalam larutan hipoosmotik dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 60 menit (REVELL dan MRODE, 1994). Jumlah sperma yang dievaluasi minimal 200. 195

RIZAL et al.: Kualitas semen beku domba Garut dalam berbagai konsentrasi gliserol Analisis data Data dianalisis dengan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan jumlah penampungan semen sebanyak enam kali sebagai ulangan. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji beda nyata terkecil (STEEL dan TORRIE, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik semen segar Evaluasi terhadap kuantitas dan kualitas semen segar dimaksudkan untuk mengetahui kadar pengenceran yang dibutuhkan serta untuk menentukan apakah semen tersebut layak atau tidak diproses lebih lanjut. Kuantitas dan kualitas semen yang diperoleh menunjukkan karakteristik semen segar domba Garut (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata sifat fisik semen segar domba Garut Parameter Volume (ml) : Ejakulat pertama Ejakulat kedua Ejakulat ketiga Warna Derajat keasaman (ph) Konsistensi (kekentalan) Gerakan massa Konsentrasi (x 10 6 ml -1 ) Persentase motilitas (%) Persentase hidup (%) Persentase abnormalitas (%) Persentase tudung akrosom utuh, TAU (%) Persentase membran plasma utuh, MPU (%) Ukuran 0,77 ± 0,19 0,95 ± 0,31 0,77 ± 0,19 Putih susu 7,12 ± 0,09 Kental +++ 2845,00 ± 355,33 76,67 ± 2,36 88,33± 2,87 4,33 ± 0,74 84,50 ± 2,06 87,33 ± 2,87 INOUNU et al. (2001) melaporkan bahwa volume semen domba Garut rata-rata 0,76 ml (kisaran 0,3 2 ml), warna bening hingga krem, konsistensi encer hingga kental, gerakan massa rata-rata 2,81 (kisaran 1 4), persentase motilitas rata-rata 58,08% (kisaran 10 80%), persentase hidup rata-rata 64,32% (kisaran 19 95%), dan konsentrasi rata-rata 2490,60 juta sperma ml -1 (kisaran 950 4080 juta sperma ml -1 ). Hasil penelitian FERADIS (1999) pada domba St. Croix didapatkan volume rata-rata 1,66 ml, ph 6,80, konsentrasi 3785 juta sperma ml -1, motilitas 81,67%, sperma hidup 89,33%, abnormalitas 8,33%, TAU 94%, dan MPU 86,33%. Sementara itu, SUTAMA et al. (2001) menyatakan bahwa semen kambing Boer memiliki volume rata-rata 0,5 ml, motilitas 72,5%, sperma hidup 78,52%, TAU 78,79%, dan MPU 83,26%. Berdasarkan nilai karakteristik semen yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semen segar domba percobaan memiliki kualitas yang baik sehingga layak diproses lebih lanjut, baik dalam bentuk semen cair maupun semen beku. Efek perlakuan terhadap kualitas sperma Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase motilitas, hidup, TAU, dan MPU sperma pada tahap setelah pengenceran dan ekuilibrasi (Tabel 2). Tetapi pada tahap setelah thawing, rata-rata persentase motilitas dan hidup perlakuan (40 dan 50,5%) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan (32,5 dan 45,33%), tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan (39,17 dan 47,67%). Rata-rata persentase TAU dan MPU perlakuan (42,67 dan 43,17%) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan (36,17 dan 38,17%), tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan (38 dan 39,83%) (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa gliserol berperan dalam menjaga kualitas sperma pada saat pembekuan dan thawing semen beku. Ini dapat dipahami karena pada saat pembekuan, akibat perlakuan suhu yang sangat rendah terjadi pengeluaran molekul air secara besarbesaran dari dalam sel sperma sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi elektrolit intraseluler dan terbentuknya kristal-kristal es, yang kesemuanya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Pada kondisi seperti inilah gliserol dapat mengurangi efek negatif tersebut, dan itu bergantung pada ketepatan dosis yang diberikan. Menurut LEIBO (1992), SUPRIATNA dan PASARIBU (1992) gliserol akan menggantikan air yang keluar dari dalam sel saat pembekuan berlangsung, sehingga keseimbangan konsentrasi elektrolit intra dan ekstraseluler tetap terjaga. Gliserol juga menurunkan titik beku larutan, sehingga memberikan kesempatan kepada sel mengeluarkan air dan memperpanjang aklimatisasi sel terhadap perubahan suhu yang drastis sehingga memperkecil jumlah air yang membeku intraseluler. Selain itu gliserol juga mengubah secara fisik kristal-kristal es yang terbentuk menjadi lebih lembut dan ikut melindungi membran plasma sel. 196

JITV Vol. 7. No.3. Th. 2002 Tabel 2. Rata-rata persentase motilitas, persentase hidup (viabilitas), TAU, dan MPU sperma Parameter Perlakuan Tahap pengolahan semen Pengenceran Ekuilibrasi Thawing Motilitas (%) 76,67 ± 2,36 a 64,17 ± 4,49 a 32,50 ± 2,50 a 76,67 ± 2,36 a 66,67 ± 2,36 a 40,00 ± 2,50 b 76,67 ± 2,36 a 65,83 ± 3,43 a 39,17 ± 1,86 b Viabilitas (%) 84,50 ± 2,36 a 77,83 ± 1,57 a 45,33 ± 5,59 a 84,00 ± 2,77 a 77,83 ± 1,86 a 50,50 ± 4,35 b 84,83 ± 2,67 a 76,17 ± 3,13 a 47,67 ± 5,62 ab TAU (%) 82,00 ± 1,82 a 71,50 ± 2,99 a 36,17 ± 3,02 a 82,17 ± 2,11 a 73,17 ± 3,24 a 42,67 ± 2,87 b 82,33 ± 2,36 a 73,00 ± 4,08 a 38,00 ± 3,70 ab MPU (%) 82,17 ± 3,93 a 72,83 ± 1,86 a 38,17 ± 1,07 a 81,50 ± 4,07 a 73,17 ± 2,85 a 43,17 ± 2,97 b 81,67 ± 3,99 a 72,50 ± 2,81 a 39,83 ± 4,22 ab Angka dengan huruf yang berbeda dalam satu kolom masing-masing parameter, berarti berbeda nyata (P<0,05) PARKS dan GRAHAM (1992) menyatakan bahwa peranan gliserol dalam membran plasma sel sperma adalah mengikat gugus pusat fosfolipid sehingga menurunkan ketidakstabilan membran dan berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein sehingga menyebabkan partikel-partikel intra membran terkumpul. Dengan demikian gliserol selain berfungsi sebagai krioprotektan intraseluler juga sebagai krioprotektan ekstraseluler (menjaga kelenturan membran sel). Apabila membran plasma sel dapat dipertahankan keutuhannya selama proses pembekuan, maka akan memberikan efek yang baik terhadap motilitas, daya hidup, dan keutuhan tudung akrosom sperma. Motilitas (daya gerak) sperma sangat bergantung pada suplai energi berupa ATP hasil metabolisme. Metabolisme sendiri akan berlangsung dengan baik apabila membran plasma sel ada dalam keadaan yang utuh, sehingga mampu dengan baik mengatur lalu lintas keluar masuk sel substrat dan elektrolit-elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Perlakuan (konsentrasi gliserol 5%) memberikan hasil yang terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa pada semen domba Garut, konsentrasi 5% gliserol di dalam pengencer tris adalah dosis yang paling optimal dalam mempertahankan motilitas, viabilitas, serta keutuhan tudung akrosom dan membran plasma sperma. Sebaliknya TAMBING (1999) menyatakan bahwa konsentrasi 6% gliserol dalam pengencer tris lebih efektif mempertahankan motilitas, daya hidup dan keutuhan membran plasma sel sperma kambing peranakan Etawah dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 7%. Sementara itu, LEBOEUF et al. (2000) melaporkan bahwa pada semen kambing konsentrasi gliserol yang optimum adalah 4 7%. Perbedaan hasil ini diduga karena respon sperma terhadap gliserol berbeda berdasarkan spesies hewan. Konsentrasi gliserol yang berlebihan akan menimbulkan efek toksik pada sel sperma, sebaliknya apabila kurang, gliserol tidak akan memberikan efek yang optimal. Menurut FAHY (1986) konsentrasi gliserol yang dimasukkan ke dalam pengencer untuk pembekuan semen domba dibatasi oleh sifat toksiknya yang bergantung pada tingkat pendinginan dan pembekuan, komposisi pengencer, metode penambahan, dan spesies hewan. FISER dan FAIRFULL (1986) menyatakan bahwa konsentrasi gliserol optimal dalam proses pembekuan semen domba adalah 4 6%, dan pada konsentrasi 8% terjadi kerusakan sel. Selanjutnya FISER dan FAIRFULL (1986) yang dilaporkan oleh WATSON (1995) menyatakan bahwa konsentrasi 9% gliserol akan menyebabkan toksik terhadap sperma domba apabila ditambahkan pada suhu 30 0 C. Beberapa peneliti yang lain juga melaporkan bahwa konsentrasi gliserol yang optimal dalam pembekuan semen domba dengan metode konvensional adalah 6 8% (FIRST et al., 1961; SALAMON dan MAXWELL, 1995a,b; OLLERO et al., 1998; HOLT, 2000b), sedangkan CURRY (1995) melaporkan konsentrasi gliserol sekitar 3 4%. Menurut MOLINIA et al. (1994) persentase motilitas dan akrosom utuh setelah thawing semen domba yang dikriopreservasi dengan pengencer tris yang mengandung 6% gliserol (51,7 dan 58,5%) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 3% gliserol (44,6 dan 53%) dan 1,5% gliserol (40,9 dan 44,5%). Hasil penelitian EL-ALAMY dan FOOTE (2001) 197

RIZAL et al.: Kualitas semen beku domba Garut dalam berbagai konsentrasi gliserol didapatkan persentase motilitas setelah thawing sebesar 41% pada semen domba Finn dan 47% pada semen domba Dorset yang diencerkan dengan pengencer tris yang mengandung 7% gliserol. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perlakuan gliserol tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas sperma pada tahap setelah pengenceran dan ekuilibrasi. 2. Konsentrasi 5% gliserol nyata lebih baik memperbaiki kualitas sperma setelah pembekuan dibandingkan dengan konsentrasi 3%, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 7%. Untuk mendapatkan semen beku domba Garut dengan kualitas yang baik, sebaiknya semen diencerkan dengan pengencer tris yang mengandung 5% gliserol. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta dan peternakan domba Lesan Putra PT. Sarbi Moerhani Lestari, Ciomas, Bogor atas dukungan dana, hewan percobaan, dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan baik. DAFTAR PUSTAKA CURRY, M.R. 1995. Cryopreservation of semen from domestic livestock dalam J.G. DAY and M.R. MCLELLAN (editors), Cryopreservation and Freeze-Drying Protocols. Humana Press, Totowa, New Jersey. EL-ALAMY, M. and R.H. FOOTE. 2001. Freezability of spermatozoa from Finn and Dorset rams in multiple semen extenders. Anim. Reprod. Sci. 65:245-254. FAHY, G.M. 1986. The relevance of cryoprotectant toxity to cryobiology. Cryobiology. 23:1-13. FERADIS. 1999. Penggunaan Antioksidan dalam Pengencer Semen Beku dan Metode Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan Domba St. Croix. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. FIRST, N.L, H.A. HANNEMAN, and J.A. WILLIAMS. 1961. The frozen storage of ram semen. J. Anim. Sci. 20:74-78. FISER, P.S. and R.W. FAIRFULL. 1986. The effect of glycerol concentration and cooling velocity on cryosurvival of ram semen. Cryobiology. 21:542-551. HOLT, W.V. 2000a. Basic aspects of frozen storage of semen. Anim. Reprod. Sci. 62:3-22. HOLT, W.V. 2000b. Fundamental aspects of sperm cryobiology: the importance of species and individual differences. Theriogenology. 53:47-58. INOUNU, I., N. HIDAJATI, S.N. JARMANI, D. PRIYANTO, HASTONO, B. SETIADI, dan SUBANDRIYO. 2001. Pengaruh interaksi genetik dan lingkungan terhadap produksi domba persilangan dan domba lokal pada beberapa lokasi pengamatan: evaluasi kualitas semen domba hasil persilangan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP II. Puslitbang Peternakan. hlm. 64-73. KUMAR, S., K.L. SAHNI, and G. MOOHAN. 1992. Effect of different levels of glycerols and egg yolk on freezing and stored of buffalo semen in milk, tris and sodium citrate buffers. Buffalo J. 2:151-156. LEBOEUF, B., B. RESTALL, and S. SALAMON. 2000. Production and storage of goat semen for artificial insemination. Anim. Reprod. Sci. 62:113-141. LEIBO, S.P. 1992. A one-step method for direct non-surgical transfer of frozen thawed bovine embryos. Theriogenology. 21:767-787. MAZUR, P. 1980. Fundamental aspects of the freezing of cells, with emphasis on mammalian ova and embryos. Proceeding 9 th International Congress on Animals Reproduction and AI 1: pp. 99-114. MOLINIA, F.C., G. EVANS, and W.M.C. MAXWELL. 1994. Incorporation of penetrating cryoprotectants in diluents for pellet-freezing ram spermatozoa. Theriogenology. 42:849-858. OLLERO, M., R. PEREZ-PE, T. MUINO-BLANCO, and J.A. CEBRIAN-PEREZ. 1998. Improvement of ram sperm cryopreservation protocols assessed by sperm quality parameters and heterogeneity analysis. Cryobiology. 37:1-12. PARKS, J.E. and J.K. GRAHAM. 1992. Effects of cryopreservation procedures on sperm membranes. Theriogenology. 38:202-222. REVELL, S.G. and R.A. MRODE. 1994. An osmotic resistance test for bovine semen. Anim. Reprod. Sci. 36:77-86. SAACKE, R.G. and J.M. WHITE. 1972. Semen quality tests and their relationship to fertility. Proceeding 4 th Tech. Conf. on AI and Reprod., NAAB. pp. 22-27. SALAMON, S. and W.M.C. MAXWELL. 1995a. Frozen storage of ram semen. 1. Processing, freezing, thawing and fertility after cervical insemination. Anim. Reprod. Sci. 37:185-249. SALAMON, S. and W.M.C. MAXWELL. 1995b. Frozen storage of ram semen. 2. Causes of low fertility after cervical insemination and methods of improvement. Anim. Reprod. Sci. 38:1-36. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 198

JITV Vol. 7. No.3. Th. 2002 SUPRIATNA, I. dan F.H. PASARIBU. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUTAMA, I.K., B. SETIADI, P. SITUMORANG, U. ADIATI, I.G.M. BUDIARSANA, T. KOSTAMAN, MAULANA, MULYAWAN, dan R. SUKMANA. 2001. Uji kualitas semen beku kambing peranakan Etawah dan kambing Boer. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP II. Puslitbang Peternakan. hlm. 88-111. TAMBING, S.N. 1999. Efektivitas Berbagai Dosis Gliserol di dalam Pengencer Tris dan Waktu Ekuilibrasi terhadap Kualitas Semen Beku Kambing Peranakan Etawah. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. TOELIHERE, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung. WATSON, P.F. 1995. Recent developments and concepts in the cryopreservation of spermatozoa and the assessment of their post-thawing function. Reprod. Fertil. Dev. 7:871-891. 199