PENGEMBANGAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA PASCA PERMENPAN NOMOR 14 TAHUN Penulis : Adang Karyana S

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA MELALUI PENELITIAN ILMIAH KEDIKLATAN

KONSEP DASAR DAN HAKIKAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pegawai negeri sipil atau karyawan sangat dibutuhkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berwibawa (good gavernance) serta untuk mewujudkan pelayanan publik yang

STRATEGI PENCAPAIAN ANGKA KREDIT WIDYAISWARA

2015, No Mengingat : c. bahwa penyesuaian substansi peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga Admi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru berperan. dalam mengembangkan kurikulum yang berpedoman pada standar isi dan

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

PENILAIAN PRESTASI KINERJA PEGAWAI MAKNANYA BAGI WISYAISWARA Oleh : Sumaryono, SE, M.Si, Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Papua

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan pada saat ini. Bukan karena adanya peningkatan melainkan

Standar Kompetensi Widyaiswara sesuai Perka LAN Nomor 5 Tahun 2008

2017, No atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

KARYA TULIS ILMIAH 1

SALINAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ORASI ILMIAH WIDYAISWARA

BAB I PENDAHULUAN Nurul Ramadhani Makarao, 2013

TELAAH KRITIS ATAS PENGATURAN ANGKA KREDIT PEMELIHARAAN BAGI WIDYAISWARA DAN KONSEKUENSINYA. Oleh: Wakhyudi. Widyaiswara Madya Pusdiklatwas BPKP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEDOMAN PENGEMBANGAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

2014, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lemb

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROBLEM KENAIKAN PANGKAT GURU Oleh : Istamaji, S.I.Kom (Analis Kepegawaian Pertama Kantor Kementerian Agama Kab. Way Kanan)

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Faraserianti, 2013

RINCIAN KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

TELAAH KRITIS ATAS PENGATURAN ANGKA KREDIT PEMELIHARAAN BAGI WIDYAISWARA DAN KONSEKUENSINYA. Oleh: Wakhyudi. Widyaiswara Madya Pusdiklatwas BPKP

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah kota Malang mengharapkan supaya semua pegawai negeri tak

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/Permentan/OT.140/2/ / 07/2003 TENTANG

BAB II TINJAUAN BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

KONSEP DASAR DAN HAKIKAT PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan terhadap sumberdaya manusia yang ada, materi, dan sumberdaya

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PEMBINAAN TEKNIS TIM PENILAI PRANATA KOMPUTER - ADMINISTRASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEMENTERIAN AGAMA,

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/ JASA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SALINAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGARAAN PELATIHAN KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pembangunan yang semakin meningkat menuntut adanya SDM

BAB I PENDAHULUAN. persaingan tersebut akan ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA

menetapkan profesional kompetensi

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

ORGANISASI BERKINERJA TINGGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TAHUN 2010

MENYONGSONG REGULASI PEDOMAN PENULISAN DAN PELAKSANAAN PRESENTASI KARYA TULIS ILMIAH PENYULUH PERIKANAN, SINTESIS DAN EKSPEKTASINYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Sumber daya manusia

Catatan Kecil Tentang Arsiparis Indonesia

5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi, baik organisasi publik maupun organisasi swasta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. SERTIFIKASI. Widyaiswara. Pedoman.

Peluang Jabatan Widyaiswara Utama Berkembang di Lembaga Diklat Pemerintah Daerah Oleh: Irwan Widyaiswara Muda BKPP Aceh

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia di aparat pemerintahan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

PERATURAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2010 NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER 1274/K/JF/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. Tujuan dan Keuntungan. Dasar Hukum Jabatan Fungsional Pranata Komputer

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22,

PENTINGNYA WORKSHOP DAN PELATIHAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN WIDYAISWARA DALAM MEMBUAT KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem

DASAR HUKUM JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEPEGAWAIAN :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

2 Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (L

KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MASA DEPAN DIKLATPIM TINGKAT III DAN IV PASCA DISAHKANNYA UU APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI WIDYAISWARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENUJU ASN YANG PROFESIONAL BERBASIS SISTEM MERIT MELALUI PENGUATAN JABATAN FUNGSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa. Pendidik sangat berperan dalam mewujudkan kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

Profesionalisme di Tempat Kerja

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN UMUM AKREDITASI DAN SERTIFIKASI KEARSIPAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Irma Riswanti, 2013

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

PEDOMAN UMUM AKREDITASI DAN SERTIFIKASI KEARSIPAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 0100 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Teras, 2009), hlm Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam: Konsep, Strategi dan Aplikasi, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal ini berkaitan dengan ha kikat pendidikan yaitu sebagai upaya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jabatan Fungsional Pustakawan Berdasarkan Permenpan dan RB Nomor 9 Tahun 2014

ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI. Oleh Opong Sumiati. Dasar Hukum

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah ( Renstra SKPD )

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA PASCA PERMENPAN NOMOR 14 TAHUN 2009 Penulis : Adang Karyana S Widyaiswara Madya pada Pusdiklat Bea dan Cukai I. PENDAHULUAN Pengertian Widyaiswara berasal dari bahasa sangsekerta, yaitu dari kata Vidya yang berarti ilmu pengetahuan, kata Ish yang berarti memiliki, dan kata Vara berarti terpilih. Sehingga secara sederhana Widyaiswara dapat diartikan sebagai seorang yang berilmu dan telah terpilih berdasarkan ketentuan atau standar kompetensi tertentu. Dari pengertian tersebut, maka seorang widyaiswara harus memiliki kompetensi yang mumpuni dan oleh karenanya kualitas yang dipersyaratkan untuk menjadi Widyaiswara bukanlah hal yang ringan. Hal inilah yang membuat tidak semua orang dapat lolos dalam babak kualifikasi untuk menjadi Widyaiswara. Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009 Tentang Jabatan Widyaiswara dan Angka Kreditnya, menyebutkan Widyaiswara adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Lembaga Diklat Pemerintah. Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah jabatan yang diduduki oleh PNS dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. Untuk terpilih menjadi Widyaiswara harus memenuhi beberapa persyaratan seperti diatur didalam Permenpan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam pasal 25, 26, dan 27. Secara ideal, Permenpan Nomor 14 Tahun 2009 1

harus kita maknai sebagai ketentuan dan standar kompetensi bagi pejabat fungsional Widyaiswara yang berkecimpung dalam dunia kediklatan agar Widyaiswara dapat lebih professional dalam bekerja sesuai dengan spesialisasinya. Walaupun dalam tatanan praktis Widyaiswara telah bergerak ke arah profesionalisme, namun kenyataannya percepatan profesionalitasnya belum menuju ke arah yang ideal yang diharapkan oleh lembaga diklat. Permasalahan tersebut diduga berasal dari internal dan eksternal Widyaiswara. Di satu sisi, beban Widyaiswara yang begitu menumpuk dengan segudang tugas mandiri telah membuat banyak waktu tersita. Di sisi lain, Widyaiswara juga dituntut melakukan pengembangan kapasitas dan profesionalisme sendiri. Sejak diberlakukannya Permenpan nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya ada beberapa perubahan yang perlu dicermati oleh para Widyaiswara, khususnya bagi mereka yang harus melakukan orasi ilmiah karena ingin menaikkan jabatannya menjadi Widyaiswara utama atau perubahan dari pangkat IV/c ke IV/d. Selain itu, dalam rangka untuk kenaikan pangkat Widyaiswara juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi angka kredit pada bidang pengembangan profesi yang terdiri atas: pembuatan karya tulis ilmiah, penerjemahan atau penyaduran buku, pembuatan peraturan/panduan dalam lingkup kediklatan dan orasi ilmiah. Oleh karena itu, semua hal tersebut harus mendapat perhatian bagi Widyaiswara untuk waktu kedepan, artinya setiap Widyaiswara dituntut untuk mengumpulkan angka kredit dalam bidang pengembangan profesi melalui penulisan karya tulis ilmiah, dan karenanya suka atau tidak suka Widyaiswara dituntut untuk melakukan penelitian, penulisan 2

ilmiah dan ikut serta dalam penyusunan peraturan yang berkaitan dengan kediklatan. Lalu bagaimana pengembangan profesionalisme tersebut? II. PROFESIONALISME WIDYAISWARA A. Peranan Widyaiswara Di BPPK Dalam era globalisasi, Widyaiswara di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan dituntut memiliki keahlian di bidang Keuangan Negara di samping paradigma yang baru dalam mentransfer pengetahuan, melalui proses pendidikan, pengajaran dan pelatihan sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Keuangan. Hal ini untuk menjawab adanya kondisi dimana aparat di lingkungan Kementerian Keuangan banyak dikeluhkan oleh masyarakat sebagai akibat layanan yang diberikan kurang didukung oleh aparat yang kompeten dan profesional. Keluhan tidak profesionalnya pelayanan publik yang muncul dari masyarakat seringkali diperburuk oleh rendahnya kompetensi aparat. Disini lah peran lembaga pendidikan, khusunya Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) menjadi strategis dalam menghasilkan SDM Kementerian Keuangan yang profesional dengan kinerja yang baik. Ke depan, BPPK diharapkan akan menjadi center of excellence yang mampu menghasilkan SDM yang kompeten di bidang pengetahuan dan juga attitude. BPPK juga diharapkan memiliki komitmen untuk mengembangkan SDM yang merupakan kunci dari setiap keberhasilan kinerja suatu instansi. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan suatu proses pencerahan dan pemperdayaan. Bukan lagi proses doktrinisasi terstruktur transfer pengetahuan secara tradisional. Relasi Widyaiswara dengan peserta Diklat dan pihak-pihak lain merupakan relasi humanis yaitu memanusiakan manusia. 3

Diperlukan Widyaiswara yang kreatif, yang berdimensi melayani peserta dan pihak lain agar tercipta proses kediklatan yang partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan, bukan sebaliknya. Semua pihak mengakui, bahwa Widyaiswara memegang posisi strategis dan kunci utama sukses tidaknya proses kediklatan. Tugas utama Diklat adalah menciptakan ruang agar ruang untuk proses pembelajaran secara kritis dan systemik. Diklat harus menciptakan manusia unggul dan handal dengan cara yang profesional. Dalam kerangka tersebut maka diperlukan suatu usaha yang bertujuan meletakan diklat dalam proses trasformasi dalam keseluruhan system pelatihan yang profesional. Setiap usaha diklat harus melakukan transformasi hubungan antara Widyaiswara dan peserta diklat. Sehingga posisi diklat lebih pada menyiapkan sumber daya manusia untuk memberikan pelayanan yang lebih tepat, lebih cepat, dan lebih murah kepada masyarakat. Untuk mensuksekan tujuan tersebut di atas maka perlu membangun komunikasi yang harmonis dengan berbagai pihak yang terlibat dalam proses kediklatan. Juga diperlukan koordinasi terpadu diantara berbagai pihak yang terlibat dalam proses kediklatan, hasil evaluasi dan peran masing-masing agar penyelengaraan diklat lebih baik, bermutu, dan bermakna bagi peserta diklat, dan utamanya pengguna atau user diklat. B. Standar Kompotensi Standar kompetensi Widyaiswara adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh Widyaiswara dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS, yang 4

terdiri atas kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi substantif. Menjadi Widyaiswara adalah pilihan mulia, karena Widyaiswara adalah orang yang akan digugu dan ditiru dan menjadi sosok panutan bagi para peserta diklatnya. Oleh karena itu, bagi yang menyandang profesi tersebut seyogyanya harus memiliki pengetahuan, terpercaya dan professional dalam menjalankan tugasnya. Selanjutnya, ke arah manakah kompetensi Widyaiswara akan dibawa? Bila kita mengkaji apa yang ada dalam Permenpan No.14 Tahun 2009, maka paling tidak seorang Widyaiswara harus memiliki kompetensi atau kemampuan sebagai berikut: 1. Menganalisis kebutuhan diklat; 2. Menyusun kurikulum diklat; 3. Menyusun bahan diklat sesuai spesialisasinya; 4. Melaksanakan tatap muka di depan kelas sesuai spesialisasinya; 5. Memeriksa ujian diklat sesuai spesialisasinya; 6. Membimbing peserta diklat pada diklat struktural sesuai spesialisasinya; 7. Mengelola program diklat di instansinya; 8. Mengevaluasi program diklat; 9. Membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang terkait lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya; 10. Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan ilmiah lainnya selain buku yang terkait lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya; 11. Membuat peraturan/panduan dalam lingkup kediklatan; dan 12. Melaksanakan orasi ilmiah sesuai spesialisasinya. 5

III. WIDYAISWARA DAN PENGEMBANGAN PROFESI SESUAI PERMENPAN NOMOR 14 TAHUN 2009 Kesuksesan suatu program pengajaran diklat juga akan sangat ditentukan oleh profesionalisme yang dimiliki oleh Widyaiswara. Widyaiswara yang profesional akan memiliki kompetensi atau kemampuan mengajar dan kemampuan memfasilitasi secara unggul dalam suatu proses pembelajaran. Widyaiswara yang kompeten akan lebih mampu membawa dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif serta akan lebih mampu mengelola kelasnya dan membawa peserta diklat pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah sudah profesionalkah kita sebagai Widyaiswara? Dengan kata lain, apakah kita sebagai Widyaiswara telah menjadi akar yang kuat bagi lembaga diklat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Widyaiswara juga perlu menjawab pertanyaan berikut, yaitu sudahkah kita sebagai Widyaiswara mau dan mampu untuk meningkatkan profesionalisme dimana didalamnya terdapat upaya untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi profesi? A. Membangun Kapasitas untuk Pengembangan Profesi Membangun kapasitas diri sesuai yang dibutuhkan dalam mengemban jabatan khususnya dalam pengembangan profesi sesuai Permenpan adalah dalam hal pembuatan Karya Tulis Ilmiah, penerjemahan atau penyaduran buku dan bahan ilmiah lainnya. Pengembangan kapasitas Widyaiswara dapat melalui program diklat atau secara otodidak dalam rangka meningkatkan keahlian 6

pengembangan profesi seperti : penterjemahan, penyaduran, penelitian dan penulisan karya ilmiah. Setiap individu Widyaiswara hendaknya menyadari bahwa Permenpan nomor 14 tahun 2009 menuntut Widyaiswara agar dapat secara mandiri mengembangkan dirinya dalam pengembangan profesi tersebut diatas. Permenpan tersebut menuntut agar Widyaiswara selalu belajar terus menerus dan berusaha agar dirinya dapat mencapai derajat profesionalisme khususnya dibidang penulisan karya ilmiah mengingat tuntutan dan tantangan pekerjaan serta harapan masyarakat yang semakin meningkat. B. Menjadi Ilmuwan Agar memiliki kemampuan pengembangan profesi dalam meneliti, menulis dan mempresentasikannya, maka seorang Widyaiswara harus menjadi seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan akan memiliki ilmu yang mumpuni. Ilmuwan harus memiliki kemampuan untuk merancang gagasan ilmu, melakukan pembelajaran, penelitian, penulisan, presentasi, dan penilaian hasil karya keilmuan yang baik. Salah satu wujud pengetahuan yang dimiliki manusia adalah pengetahuan ilmiah yang lazim dikatakan sebagai ilmu. Ilmu adalah pengetahuan yang didasari oleh dua teori kebenaran yaitu koherensi dan korespondensi. Koherensi menyatakan bahwa sesuatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Koherensi dalam pengetahuan diperoleh melalui pendekatan logis atau berpikir secara rasional. Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah melalui penelitian ilmiah. Banyak definisi tentang penelitian tergantung sudut pandang masing-masing. Penelitian ilmiah dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar 7

atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta empirik. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian ilmiah adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolah data, serta menarik kesimpulan berdasarkan data dengan menggunakan metode dan teknik tertentu. Pengertian tersebut di atas menyiratkan bahwa penelitian adalah langkah sistematis dalam upaya memecahkan masalah. Penelitian merupakan penelaahan terkendali yang mengandung dua hal pokok yaitu logika berpikir dan data atau informasi yang dikumpulkan secara empiris. Logika berpikir tampak dalam langkah-langkah sistematis mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penafsiran dan pengujian data sampai diperolehnya suatu kesimpulan. Informasi dikatakan empiris jika sumber data mengambarkan fakta yang terjadi bukan sekedar pemikiran atau rekayasa peneliti. Penelitian menggabungkan cara berpikir rasional yang didasari oleh logika/penalaran dan cara berpikir empiris yang didasari oleh fakta/realita. Penelitian sebagai upaya untuk memperoleh kebenaran harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangka dalam metode ilmiah. Metode ilmiah adalah kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode ilmiah mengandung dua unsur penting yakni pengamatan (observation) dan penalaran (reasoning). Metode ilmiah didasari oleh pemikiran bahwa apabila suatu pernyataan ingin diterima sebagai suatu kebenaran maka pernyataan tersebut harus dapat diverifikasi atau diuji kebenarannya secara empirik. 8

C. Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Penelitian karya tulis ilmiah adalah penelitian yang beranjak dari teori yang sudah ada dan dengan menggunakan teori sebagai landasan penyusunan struktur pertanyaan penelitian, konstruk yang dibangun, hipotesis yang diajukan, ataupun pembahasan terhadap hasil yang didapat. Langkah penelitian meliputi: mendefinisikan dan merumuskan masalah; menyusun landasan teori atau melakukan studi kepustakaan; memformulasikan hipotesis, mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data; menganalisis dan membuat kesimpulan serta laporan. Seorang penulis harus mampu mengekpresikan suatu ide sesuai dengan kaidah penulisan. Jadi dapat dikatakan bahwa seorang penulis harus mampu menghidupkan dunia subyek melalui ekspresinya, dan menuangkannya sesuai kaidah penulisan. Karya tulis ilmiah umumnya serius, akrab, dan mudah dicerna. Bahasa penulisan yang dibuat juga harus sesuai dengan azas penelitian ilmiah yang baik, yaitu menghasilkan penulisan atau bacaan sehat, informasi jujur, jelas dan jernih. Sayangnya, dalam kenyataannya banyak Widyaiswara yang belum mampu melakukan hal tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir banyak Widyaiswara yang telah dibebas tugaskan, karena tidak mampu memenuhi angka kredit yang telah ditetapkan, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan profesi yang di dalamnya meliputi penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI). IV. PENUTUP Widyaiswara dalam proses kediklatan memegang posisi yang strategis, apa yang terjadi kalau Widyaiswara tidak ada dalam lembaga diklat?. Tentu 9

akan sulit menemukan suatu keprofesionalan dalam pelatihan karena profesionalisme perlu kesungguhan, bidang yang khusus dan memerlukan proses. Disatu sisi pengembangan profesionalisme secara menyeluruh perlu dilakukan, khususnya pengembangan profesi sesuai Kepmenpan nomor 14 yang terdiri dari pembuatan karya tulis ilmiah, penerjemahan dan penyaduran buku atau bahan ilmiah. Peran Widyaiswara mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman, maka spesialisasi bidang ilmu pengetahuan harus diwujudkan agar Widyaiswara menjadi lebih berkualitas dan profesional. Dalam hal membuat karya tulis ilmiah, menerjemahkan atau menyadur buku dan orasi ilmiah merupakan tantangan dan peluang Widyaiswara ke depan. Apabila masing-masing Widyaiswara mau dan mampu membangun kapasitas khususnya dalam pengembangan profesi sesuai Permenpan tersebut bukan tak mungkin akan meningkatkan kualitas atau mutu profesionalisme Widyaiswara itu sendiri. Referensi: 1. Abu Samman Lubis, Tantangan dan Peluang Widyaiswara. 2000 2. Keputusan Menteri Penertiaban Aparatur Negara nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. 3. http://www.arsury.blogspot.com 10