BAB III DATA DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III DATA DAN ANALISIS

PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

III. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data

BAB II KAJIAN LITERATUR

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

5. ANALISIS HASIL PENELITIAN

pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

produk dan jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kegiatankegiatan

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian digunakan untuk memecahkan suatu masalah, memahami, serta

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2005:247) Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

BAB 4 PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

III. METODE PENELITIAN. atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan

BAB IV. Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB ~1. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB III DESAIN RISET III.1 Pendekatan Studi

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Arahan Peningkatan Daya Saing Daerah Kabupaten Kediri

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi.

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT BISNIS KABUPATEN WONOGIRI TAHUN Oleh : Dra. L.V. Ratna Devi, M.Si

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN III TAHUN 2016

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN yaitu sebanyak 41 bank bank tersebut terdiri dari: 1. Bank umum BUMN terdiri dari 4 bank

BERITA RESMI STATISTIK

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di CV. Duta Luwak Brother s Link Jln. Raden Intan Gg.

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2005 KAWASAN INDUSTRI JELITIK SUNGAILIAT B U P A T I B A N G K A,

Astari Kalsum. Eny Wahyuningsih Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau. Abstrak

BAB IV INTEPRETASI DATA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah preferensi dan tingkat kepuasan peternak

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PADA DINAS PERHUBUNGAN KOTA BANDUNG TAHUN 2016

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

DAFTAR REFERENSI Buku Teks dan Jurnal Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

STATISTIK DESKRIPTIF. Abdul Rohman, S.E

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi masyarakat

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

5. ANALISIS HASIL DAN INTERPRETASI DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menganalisis bagaimana pengaruh Pengetahuan, Objek Fisik Bank, pelayanan

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3. METODE 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Teknik Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

Transkripsi:

BAB III DATA DAN ANALISIS 3.1 Data Penelitian mengenai Penyediaan Set Pelayanan Umum Perkotaan yang Sesuai dengan Preferensi Local Business di Kota Depok ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan survey ke instansi-instansi pemerintahan. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner terhadap 3 local business di Kota Depok. Pengumpulan data sekunder dan data primer dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik local business, preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan, serta hubungan antara karakteristik local business dengan preferensi yang dimilikinya. 3.1.1 Pengumpulan Data Data sekunder diperoleh dari kegiatan survey ke beberapa Instansi Pemerintahan, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Biro Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok, Dinas Pendapatan Daerah Kota Depok, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok, Bagian Keuangan Kantor Walikota Depok, serta Bagian Infokom Kantor Walikota Depok. Data sekunder yang dihasilkan dari survey instansi ini diantaranya adalah data populasi local business di Kota Depok, APBD Kota Depok, serta rencana-rencana penyediaan set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok. Sementara itu, data primer diperoleh melalui kegiatan penyebaran kuesioner yang dilakukan terhadap 3 responden local business yang diambil secara acak proporsional dari populasi unit bisnis kecil dan menengah di Kota Depok. Pada pelaksanaannya di lapangan, terdapat 1 responden utama yang 3

tidak dapat ditemukan karena alasan usaha yang sudah tutup dan pindah ke lokasi yang tidak diketahui. Oleh karena itu, kekurangan 1 responden tersebut ditutupi oleh 1 responden cadangan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Meskipun ketiga puluh responden tersebut tidak seluruhnya berasal dari kelompok responden utama, semuanya masih memenuhi syarat keacakan dalam pengambilan sampel. Penyebaran kuesioner ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan. Data primer yang diperoleh kuesioner ini diantaranya adalah data karakteristik local business, lokasi local business, kondisi pelayanan umum perkotaan yang ada saat ini, preferensi terhadap pelayanan umum perkotaan, serta mekanisme untuk memasukkan preferensi tersebut ke dalam rencana penyediaan set pelayanan umum kota. Untuk lebih jelasnya, sebaran spasial dari ketiga puluh local business yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3

37

3.1.2 Keacakan dan Distribusi Data Sebelum data yang diperoleh dari sampel bisa diintepretasikan sebagai data populasi, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap keacakan dan distribusi data. Uji keacakan data dilakukan dengan Uji Runs (Runs Test) yang pada prinsipnya dilakukan untuk mengetahui apakah suatu rangkaian kejadian merupakan hasil dari proses yang acak atau tidak. Sementara itu, uji distribusi dilakukan dengan menggunakan uji statistik deskriptif dengan membandingkan nilai skewness dan kurtosis yang diperoleh dari setiap variabel data. Dalam uji keacakan data digunakan uji hipotesa dengan Ho dan H1 sebagai berikut: Ho = variabel-variabel berasal dari proses pengambilan sampel yang acak H1 = variabel-variabel berasal dari proses pengambilan sampel yang tidak acak Apabila nilai signifikansi yang diperoleh dalam Runs Test >,; hipotesa null (Ho) akan diterima, artinya variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian muncul dari proses pengambilan sampel secara acak. Sementara itu, apabila nilai signifikansi yang diperoleh <,; hipotesa null (Ho) ditolak. Hal ini berarti variabel-variabel data diperoleh dari kegiatan pengambilan sampel yang tidak acak. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan bantuan software SPSS, diperoleh nilai signifikansi yang berkisar antara, 2 hingga 1. Nilai signifikansi ini seluruhnya lebih besar dari, (>,), sehingga keputusan yang diambil adalah menerima Ho. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh variabel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari proses pengambilan sampel yang acak. Berdasarkan perbandingan nilai skewness dan kurtosis dari setiap variabel, diperoleh nilai yang masih berada dalam rentang -2 hingga 2. Hal ini 38

menunjukkan bahwa seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi dengan normal. Karena data diperoleh dari sampling yang acak dan terdistribusi dengan normal, informasi-informasi yang diperoleh tentang sampel dapat digeneralisir menjadi informasi mengenai populasi. 3.2 Analisis Data-data yang terkumpul melalui survey research selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif, metode analisis statistik inferensi, metode analisis preferensi (dengan metode rank sum), serta metode analisis kualitatif. Dengan menggunakan metode-metode tersebut, analisis yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya adalah analisis karakteristrik local business di Kota Depok, analisis preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok, serta analisis hubungan karakteristik local business dengan preferensi yang dimilikinya terhadap set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok. 3.2.1 Metode Analisis Data Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian, terdapat empat macam metode analisis yang digunakan. Metode-metode analisis tersebut diantaranya adalah metode analisis statistik deskriptif, metode analisis statistik inferensi, metode analisis preferensi dengan perhitungan Rank Sum dan pertimbangan terhadap kriteria Borda, serta metode analisis kualitatif. Penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing metode adalah sebagai berikut: Metode Analisis Statistik Deskriptif Metode analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan pemusatan dan penyebaran data. Ukuran-ukuran 39

pemusatan digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah mean (rataan), median (nilai tengah), serta modus (nilai yang paling sering muncul). Sementara itu, ukuran penyebaran data yang digunakan diantaranya adalah variansi dan jangkauan data. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik local business di Kota Depok. Metode Analisis Statistik Inferensi Metode analisis statistik inferensi digunakan untuk mengetahui karakteristik populasi berdasarkan informasi dari sampel. Generalisasi dari informasi sampel ke populasi ini dilakukan karena kegiatan observasi menyeluruh terhadap populasi tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini umumnya terjadi karena ukuran populasi yang terlalu besar. Namun untuk melakukannya, sampel yang digunakan harus memenuhi syarat keacakan dan kenormalan distribusi. Metode Analisis Preferensi (Rank Sum Method dengan Pertimbangan atas Kriteria Borda) Untuk memperoleh tujuan yang diharapkan, analisis utama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis urutan kepentingan penyediaan pelayanan umum perkotaan berdasarkan preferensi local business di Kota Depok. Analisis ini dilakukan dengan metode Rank Sum, dengan pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemenuhan kriteria Borda. Berdasarkan kriteria ini, opsi pilihan dengan jumlah skor (rank sum) paling rendah akan menjadi prioritas utama untuk disediakan. Dengan metode ini, setiap opsi jawaban diberi nilai yang sesuai dengan urutan kepentingan penyediaannya. Opsi pelayanan fisik perkotaan akan memperoleh nilai 1 apabila tingkat kepentingan penyediaannya sangat penting, dan 8 apabila tingkat kepentingan penyediaannya sangat kurang. Sementara itu, opsi pelayanan non fisik perkotaan akan memperoleh nilai 4

1 apabila sangat penting untuk disediakan, dan apabila sangat kurang penting untuk disediakan. Nilai dari masing-masing opsi ini kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut disebut sebagai skor Borda (Borda score) yang nantinya digunakan menentukan urutan pelayanan umum perkotaan yang harus disediakan oleh pemerintah. Metode Analisis Kualitatif Analisis ini dilakukan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atas temuan-temuan khusus yang diperoleh dari hasil analisis data. 3.2.2 Analisis Karakteristik Local Business di Kota Depok Setiap unit usaha memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Oleh karena itu, bagian ini secara spesifik akan memberikan hasil analisis mengenai keragaman karakteristik local business di Kota Depok. Informasi mengenai karakteristik ini penting untuk diketahui, karena diduga kuat akan memberikan pengaruh pada urutan preferensi yang diberikan local business terhadap penyediaan set pelayanan umum perkotaan. Karakteristik yang akan dianalisis dalam bagian ini diantaranya adalah jenis kegiatan usaha, lama operasi, serta kecenderungan tingkat mobilitas unit bisnis. 41

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa jenis kegiatan usaha pokok yang paling mendominasi di Kota Depok adalah kegiatan Usaha Perdagangan Eceran (3,3 %). Menyusul kemudian kegiatan di bidang reparasi alat (1 %), industri pakaian jadi dan jasa boga (masingmasing,7 %). Sementara itu, kegiatan usaha lainnya merupakan campuran dari usaha jasa konstruksi, jasa kontraktor, kursus, dan persewaan alat. Lebih jelasnya mengenai ragam kegiatan usaha ini adalah sebagai berikut: GAMBAR 3.2 RAGAM KEGIATAN USAHA POKOK DI KOTA DEPOK 3.33% 1.%.7%.7% 3.33% 3.33% 3.33% Industri pakaian jadi Jasa boga Jasa konstruksi Jasa kontraktor Kursus Perdagangan eceran Persewaan alat Reparasi alat 3.33% Sumber: Analisis, 27 Jenis kegiatan usaha pokok di bidang perdagangan eceran ini pada dasarnya terdiri atas berbagai variasi usaha. Untuk di Kota Depok sendiri, variasi usaha perdagangan eceran yang ada meliputi: perdagangan eceran yang barang utamanya makanan dan minuman dalam bangunan selain pasar swalayan, 42

perdagangan eceran khusus barang farmasi di apotik, perdagangan eceran khusus barang farmasi selain di apotik, perdagangan eceran khusus barang elektronik di dalam bangunan, perdagangan eceran mobil, perdagangan eceran khusus kacamata di dalam bangunan, perdagangan eceran khusus bahan konstruksi di dalam bangunan, serta perdagangan eceran khusus pakaian jadi dalam bangunan. Tempat usaha yang digunakan untuk melakukan kegiatan usaha ini jenisnya bermacam-macam. Ada yang berupa gerai di salah satu mall, kios di dalam pasar, hingga di rumah-rumah pribadi. Namun karena unit bisnis yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah unit bisnis yang termasuk ke dalam klasifikasi usaha kecil dan menengah, sebagian besar kegiatan usaha dilakukan di rumah pribadi. Usaha bisnis di Kota Depok umumnya merupakan usaha rintisan sendiri dengan lama operasi yang cukup bervariasi. Sebanyak 7 % kegiatan usaha di kota ini telah beroperasi dalam kurun waktu 1-8 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa lebih dari setengah kegiatan usaha tersebut baru dibuka setelah Kota Administratif Depok berubah statusnya menjadi Kota Depok. Sementara itu, sebanyak 43 % kegiatan lainnya merupakan kegiatan yang sudah berdiri saat Depok masih menjadi bagian dari Kabupaten Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah menjadi sebuah kota otonom, iklim investasi di Kota Depok mengalami perkembangan yang cukup signifikan. 43

GAMBAR 3.3 LAMA USAHA 23% 1% 7% 3% 7% 1-8 tahun >8 - tahun > - 22 tahun >22-29 tahun >29-3 tahun Sumber: Analisis, 27 Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh bahwa 73,3 % kegiatan usaha tersebut sudah sejak awal di buka di Kota Depok dan 23,3 % lainnya merupakan pindahan dari salah satu kota di Jabodetabek, seperti Jakarta. Kota Depok dipilih menjadi lokasi usaha karena alasan kedekatan dengan tempat tinggal pemiliknya, ke-strategisan lokasi usaha, dan ketersediaan peluang usaha yang cukup besar. Dengan kata lain, ketersediaan fasilitas kota yang memadai bukanlah alasan utama yang dipertimbangkan oleh local business ketika memilih Kota Depok sebagai lokasi usaha. GAMBAR 3.4 LOKASI AWAL USAHA 23.33% 3.33% sejak semula di kota ini di salah satu di jabodetabek di luar jabodetabek (dalam negeri) 73.33% Sumber: Analisis, 27 44

Kegiatan usaha yang berdiri di Kota Depok umumnya tidak memiliki cabang, baik di dalam maupun di luar Kota Depok. Hal ini sangat erat kaitannya dengan klasifikasi usaha yang termasuk ke dalam kelompok usaha kecil dan menengah dengan jumlah modal yang terbatas. Dengan demikian, membuka cabang usaha bukan merupakan prioritas utama dari local business yang beroperasi di Kota Depok ini. Dari segi kecenderungan mobilisasi, local business di Kota Depok memiliki karakteristik mobilitas yang rendah. Sebanyak 73,3 % local business yang saat ini sudah beroperasi di Kota Depok tidak memiliki rencana untuk pindah ke tempat/ kota lainnya. Meskipun demikian, terdapat juga 2,7 % local business yang berencana untuk memindahkan usaha ke DKI Jakarta dengan alasan memperluas pemasaran. Tingkat mobilitas local business yang rendah ini mengindikasikan bahwa daya tarik Kota Depok sebagai lokasi usaha pada dasarnya masih cukup besar. Namun demikian, Kota Depok juga harus terus melakukan upaya untuk meningkatkan daya tariknya sebagai lokasi investasi bagi local business. Hal ini terjadi karena kota terdekatnya (terutama DKI Jakarta) juga memiliki potensi yang besar untuk menarik minat investasi dari local business di Kota Depok. GAMBAR 3. RENCANA KEPINDAHAN LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK ya tidak 2.7% 73.33% Sumber: Analisis, 27 4

3.2.3 Analisis Preferensi Local Business di Kota Depok Sebelum dilakukan analisis mengenai urutan preferensi local business di Kota Depok, terlebih dahulu dilakukan analisis penilaian local business terhadap pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh Pemerintah Kota Depok. Analisis terhadap performa pelayanan umum perkotaan ini nantinya akan menjadi dasar bagi local business untuk mengurutkan kepentingan penyediaan pelayanan umum perkotaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa local business di Kota Depok menganggap pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan sebuah loncatan menuju ke arah yang lebih baik. Local business ini menilai bahwa sejak otonomi daerah diberlakukan, pemerintah Kota Depok menjadi semakin bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan umum perkotaan dalam mendukung kelangsungan usaha di kota ini. Meskipun demikian, 3,3 % local business di Kota Depok masih merasa kurang dan tidak dengan kondisi pelayanan umum perkotaan yang ada saat ini. Dengan demikian, peningkatan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan pelayanan umum perkotaan ternyata tidak dibarengi dengan upaya mempertahankan kondisi pelayanan umum sesuai dengan yang diharapkan oleh local business. GAMBAR 3. TINGKAT KEPUASAN Tingkat Kean TERHADAP Terhadap PELAYANAN Pelayanan Perkotaan Secara Umum PELAYANAN PERKOTAAN SECARA UMUM kurang tidak 2.% 4.7% 33.33% Sumber: Analisis, 27 4

Untuk mengetahui tingkat kean local business terhadap set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok secara detail, dilakukan analisis terhadap kinerja pelayanan umum yang sifatnya fisik dan non fisik dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan kinerja pelayanan umum perkotaan pada tahun 27 dengan tahun 2, tahun 2 dengan tahun 2, serta tahun 2 dengan tahun 24. Jenis pelayanan umum fisik yang dinilai kinerjanya adalah jaringan air bersih, jaringan air kotor dan drainase, jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, ketersediaan kawasan untuk bisnis, pengumpulan dan pengelolaan sampah, serta terminal angkutan orang dan barang. Sementara itu, pelayanan non fisik perkotaan yang juga ikut dinilai kinerjanya adalah jaminan keamanan usaha, pengurusan izin usaha, kepastian hukum, kesesuaian antara besar pajak dengan pelayanan yang diperoleh, serta kemudahan untuk menyuarakan aspirasi. PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS FISIK PERKOTAAN Berdasarkan hasil analisis, local business di Kota Depok menilai bahwa kondisi pelayanan air bersih di kota ini dari tahun 24 hingga tahun 27 tidak mengalami perubahan yang berarti. Performa pelayanan yang ditunjukkan oleh jaringan air bersih ini cenderung konstan. Oleh karena itu, tingkat kean yang diberikan oleh local business terhadap pelayanan air bersih ini adalah sama saja. 47

GAMBAR 3.7 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN AIR BERSIH DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 2 2 1 1 semakin sama saja semakin tidak Kean semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN TAHUN 27 DENGAN DIBANDINGKAN TAHUN DENGAN 2 TAHUN 2 2 1 Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kean Sama halnya dengan pelayanan air bersih, performa pelayanan air kotor dan drainase di kota ini selama kurun waktu 24 hingga 2 juga tidak mengalami perubahan yang berarti. Meskipun performanya cenderung konstan, tingkat kean yang dirasakan oleh local business di Kota Depok pada tahun 27/2 dibandingkan dengan tahun 2/2 menjadi semakin meningkat. 48

GAMBAR 3.8 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN AIR KOTOR DAN DRAINASE DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 2 2 1 1 semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 semakin sama saja semakin tidak Kean 14 1 8 4 2 Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kean Kondisi yang sedikit berbeda dialami oleh fasilitas pelayanan fisik perkotaan berupa jalan. Meskipun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini berbagai upaya perbaikan jalan sudah sangat gencar dilakukan, tingkat kean yang ditunjukkan oleh local business umumnya cukup berfluktuasi. Tingkat kean tertinggi dirasakan oleh local business Kota Depok pada tahun 2, setelah pada dua tahun sebelumnya, kondisi pelayanan dinilai stagnan. Pada tahun 2, telah terjadi perbaikan jaringan jalan secara besar-besaran, sehingga kean local business berada pada kondisi tertinggi. 49

Karena perbaikan ini tidak dibarengi dengan pengelolaan yang baik, pada tahun 27, keputusan mereka terhadap pelayanan jaringan jalan kembali mengalami penurunan hingga ke titik kean yang paling rendah. GAMBAR 3.9 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN JARINGAN JALAN DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 2 1 8 1 4 2 semakin sama saja semakin tidak Kean semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 1 8 4 2 Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kean Sementara itu, kean local business terhadap pelayanan jaringan listrik di Kota Depok setiap tahunnya selalu sama, dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa sifat dari pelayanan listrik yang diberikan PLN di Kota Depok ini pada dasarnya berada dalam kondisi stagnan, sehingga tidak memberikan peningkatan maupun penurunan kean bagi

local business di kota ini. Meskipun demikian, pada tahun 27 kean local business mengalami peningkatan. Untuk memahami lebih jauh tingkat kean para local business terhadap pelayanan jaringan listrik di Kota Depok, lihat gambar 3.1 berikut ini: GAMBAR 3.1 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN JARINGAN LISTRIK DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 2 2 1 1 semakin sama saja semakin tidak Kean semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 2 1 Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kean Untuk pelayanan jaringan telekomunikasi di Kota Depok, tingakt ketidakan yang dirasakan oleh local business umumnya sangat rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum, pelayanan telekomunikasi di kota ini sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh local business Kota 1

Depok. Apabila terdapat gangguan telekomunikasi, pihak penyedia layanan telekomunikasi di Kota Depok secara sigap menanggapinya. Lebih jelasnya mengenai fluktuasi kean terhadap pelayanan jaringan telekomunikasi di Kota Depok adalah sebagai berikut: GAMBAR 3.11 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 2 1 9 3 semakin Kean sama saja semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 14 1 8 4 2 Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kean Selama kurun waktu tahun 24 hingga 2, local business merasakan bahwa ketersediaan kawasan untuk bisnis di Kota Depok tidak memberikan pengaruh yang cukup besar, sehingga tingkat kean yang dirasakan tidak 2

mengalami perubahan. Kesempatan yang dimiliki oleh local business untuk memanfaatkan kawasan bisnis tersebut sangat kecil. Kawasan-kawasan untuk bisnis di Kota Depok saat ini umumnya hanya dapat dimanfaatkan oleh usahausaha menengah ke atas yang memiliki cukup modal. Usaha kecil dan menengah sendiri merasa kesulitan dalam mengakses ketersediaan kawasan untuk bisnis ini, karena harga sewa tempat yang cukup mahal dan adanya saingan usaha yang tergolong berat. Meskipun demikian, pada tahun 27 ini, kondisi tersebut sedikit demi sedikit telah berubah. Pada tahun ini, local business menjadi semakin dengan ketersediaan kawasan untuk bisnis. Meningkatnya kean ini bisa disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu alasan terpenting yang mendasari perubahan tingkat kean ini adalah karena kesempatan yang diberikan kepada local business untuk memanfaatkan kawasan bisnis tersebut menjadi semakin besar. Apalagi dengan adanya rencana Disperindag Kota Depok untuk bekerja sama dengan pihak pengelola kawasan bisnis untuk memberikan ruang usaha bagi local business di kawasan tersebut. 3

GAMBAR 3. KEPUASAN TERHADAP KETERSEDIAAN KAWASAN UNTUK BISNIS DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 2 2 1 1 semakin sama saja semakin tidak Kean semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 1 8 4 2 Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kean Sementara itu, tingkat kean local business di Kota Depok terhadap pelayanan persampahan kota cenderung konstan, sama seperti yang mereka terhadap pelayanan air bersih, air kotor, serta listrik. Dari tahun 24 hingga tahun 27, local business tidak merasakan ada yang berubah dari kondisi pelayanan persampahan ini. Pengelolaan sampah tetap dilakukan sendiri dengan cara membakar atau membuangnya langsung ke TPA. Dengan begitu local business menilai bahwa stagnansi pelayanan juga dimiliki oleh sektor 4

pengelolaan sampah perkotaan di Kota Depok. Gambar 3.13 berikut akan memberikan ilustrasi mengenai tingkat kean local business terhadap pelayanan persampahan di Kota Depok. GAMBAR 3.13 KEPUASAN TERHADAP PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 9 9 3 3 semakin sama saja semakin tidak Kean semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 1 8 4 2 Sumber: analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kean Pelayanan fisik perkotaan terakhir yang memperoleh penilaian dari local business di Kota Depok adalah fasilitas terminal angkutan orang maupun barang. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa pada kurun waktu 24 hingga 2, local business menilai pelayanan yang diberikan oleh terminal-terminal di Kota Depok tidak mengalami perubahan

yang berarti. Dengan kata lain, tingkat kean yang dirasakan local business yang menggunakan fasilitas terminal tersebut adalah sama saja. Namun ketika diminta untuk membandingkan kondisi yang ada pada tahun 27 dengan kondisi tahun sebelumnya, sebagian besar local business menyatakan semakin tidak dengan kondisi pelayanan terminal yang ada tahun ini. Hal ini terjadi karena semakin lama, kondisi terminal semakin semerawut, sehingga tidak dapat memberikan pelayanan secara optimal. Lebih jelas mengenai tingkat kean local business ini terhadap pelayanan terminal dapat dilihat pada gambar 3.14 berikut: GAMBAR 3.14 KEPUASAN TERHADAP FASILITAS TERMINAL ANGKUTAN ORANG DAN BARANG DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 14 14 1 1 8 8 4 4 2 2 semakin sama saja semakin tidak Kean semakin sama saja semakin tidak Kean TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 1 8 Sumber: analisis, 27 4 2 semakin sama saja semakin tidak Kean