BAB III DATA DAN ANALISIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III DATA DAN ANALISIS"

Transkripsi

1 BAB III DATA DAN ANALISIS 3.1 Data Penelitian mengenai Penyediaan Set Pelayanan Umum Perkotaan yang Sesuai dengan Preferensi Local Business di Kota Depok ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan survey ke instansi-instansi pemerintahan. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner terhadap 3 local business di Kota Depok. Pengumpulan data sekunder dan data primer dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik local business, preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan, serta hubungan antara karakteristik local business dengan preferensi yang dimilikinya Pengumpulan Data Data sekunder diperoleh dari kegiatan survey ke beberapa Instansi Pemerintahan, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Biro Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok, Dinas Pendapatan Daerah Kota Depok, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok, Bagian Keuangan Kantor Walikota Depok, serta Bagian Infokom Kantor Walikota Depok. Data sekunder yang dihasilkan dari survey instansi ini diantaranya adalah data populasi local business di Kota Depok, APBD Kota Depok, serta rencana-rencana penyediaan set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok. Sementara itu, data primer diperoleh melalui kegiatan penyebaran kuesioner yang dilakukan terhadap 3 responden local business yang diambil secara acak proporsional dari populasi unit bisnis kecil dan menengah di Kota Depok. Pada pelaksanaannya di lapangan, terdapat 1 responden utama yang 3

2 tidak dapat ditemukan karena alasan usaha yang sudah tutup dan pindah ke lokasi yang tidak diketahui. Oleh karena itu, kekurangan 1 responden tersebut ditutupi oleh 1 responden cadangan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Meskipun ketiga puluh responden tersebut tidak seluruhnya berasal dari kelompok responden utama, semuanya masih memenuhi syarat keacakan dalam pengambilan sampel. Penyebaran kuesioner ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan. Data primer yang diperoleh kuesioner ini diantaranya adalah data karakteristik local business, lokasi local business, kondisi pelayanan umum perkotaan yang ada saat ini, preferensi terhadap pelayanan umum perkotaan, serta mekanisme untuk memasukkan preferensi tersebut ke dalam rencana penyediaan set pelayanan umum kota. Untuk lebih jelasnya, sebaran spasial dari ketiga puluh local business yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 36

3 37

4 3.1.2 Keacakan dan Distribusi Data Sebelum data yang diperoleh dari sampel bisa diintepretasikan sebagai data populasi, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap keacakan dan distribusi data. Uji keacakan data dilakukan dengan Uji Runs (Runs Test) yang pada prinsipnya dilakukan untuk mengetahui apakah suatu rangkaian kejadian merupakan hasil dari proses yang acak atau tidak. Sementara itu, uji distribusi dilakukan dengan menggunakan uji statistik deskriptif dengan membandingkan nilai skewness dan kurtosis yang diperoleh dari setiap variabel data. Dalam uji keacakan data digunakan uji hipotesa dengan Ho dan H1 sebagai berikut: Ho = variabel-variabel berasal dari proses pengambilan sampel yang acak H1 = variabel-variabel berasal dari proses pengambilan sampel yang tidak acak Apabila nilai signifikansi yang diperoleh dalam Runs Test >,; hipotesa null (Ho) akan diterima, artinya variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian muncul dari proses pengambilan sampel secara acak. Sementara itu, apabila nilai signifikansi yang diperoleh <,; hipotesa null (Ho) ditolak. Hal ini berarti variabel-variabel data diperoleh dari kegiatan pengambilan sampel yang tidak acak. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan bantuan software SPSS, diperoleh nilai signifikansi yang berkisar antara, 62 hingga 1. Nilai signifikansi ini seluruhnya lebih besar dari, (>,), sehingga keputusan yang diambil adalah menerima Ho. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh variabel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari proses pengambilan sampel yang acak. Berdasarkan perbandingan nilai skewness dan kurtosis dari setiap variabel, diperoleh nilai yang masih berada dalam rentang -2 hingga 2. Hal ini 38

5 menunjukkan bahwa seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi dengan normal. Karena data diperoleh dari sampling yang acak dan terdistribusi dengan normal, informasi-informasi yang diperoleh tentang sampel dapat digeneralisir menjadi informasi mengenai populasi. 3.2 Analisis Data-data yang terkumpul melalui survey research selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif, metode analisis statistik inferensi, metode analisis preferensi (dengan metode rank sum), serta metode analisis kualitatif. Dengan menggunakan metode-metode tersebut, analisis yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya adalah analisis karakteristrik local business di Kota Depok, analisis preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok, serta analisis hubungan karakteristik local business dengan preferensi yang dimilikinya terhadap set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok Metode Analisis Data Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian, terdapat empat macam metode analisis yang digunakan. Metode-metode analisis tersebut diantaranya adalah metode analisis statistik deskriptif, metode analisis statistik inferensi, metode analisis preferensi dengan perhitungan Rank Sum dan pertimbangan terhadap kriteria Borda, serta metode analisis kualitatif. Penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing metode adalah sebagai berikut: Metode Analisis Statistik Deskriptif Metode analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan pemusatan dan penyebaran data. Ukuran-ukuran 39

6 pemusatan digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah mean (rataan), median (nilai tengah), serta modus (nilai yang paling sering muncul). Sementara itu, ukuran penyebaran data yang digunakan diantaranya adalah variansi dan jangkauan data. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik local business di Kota Depok. Metode Analisis Statistik Inferensi Metode analisis statistik inferensi digunakan untuk mengetahui karakteristik populasi berdasarkan informasi dari sampel. Generalisasi dari informasi sampel ke populasi ini dilakukan karena kegiatan observasi menyeluruh terhadap populasi tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini umumnya terjadi karena ukuran populasi yang terlalu besar. Namun untuk melakukannya, sampel yang digunakan harus memenuhi syarat keacakan dan kenormalan distribusi. Metode Analisis Preferensi (Rank Sum Method dengan Pertimbangan atas Kriteria Borda) Untuk memperoleh tujuan yang diharapkan, analisis utama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis urutan kepentingan penyediaan pelayanan umum perkotaan berdasarkan preferensi local business di Kota Depok. Analisis ini dilakukan dengan metode Rank Sum, dengan pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemenuhan kriteria Borda. Berdasarkan kriteria ini, opsi pilihan dengan jumlah skor (rank sum) paling rendah akan menjadi prioritas utama untuk disediakan. Dengan metode ini, setiap opsi jawaban diberi nilai yang sesuai dengan urutan kepentingan penyediaannya. Opsi pelayanan fisik perkotaan akan memperoleh nilai 1 apabila tingkat kepentingan penyediaannya sangat penting, dan 8 apabila tingkat kepentingan penyediaannya sangat kurang. Sementara itu, opsi pelayanan non fisik perkotaan akan memperoleh nilai 4

7 1 apabila sangat penting untuk disediakan, dan apabila sangat kurang penting untuk disediakan. Nilai dari masing-masing opsi ini kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut disebut sebagai skor Borda (Borda score) yang nantinya digunakan menentukan urutan pelayanan umum perkotaan yang harus disediakan oleh pemerintah. Metode Analisis Kualitatif Analisis ini dilakukan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atas temuan-temuan khusus yang diperoleh dari hasil analisis data Analisis Karakteristik Local Business di Kota Depok Setiap unit usaha memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Oleh karena itu, bagian ini secara spesifik akan memberikan hasil analisis mengenai keragaman karakteristik local business di Kota Depok. Informasi mengenai karakteristik ini penting untuk diketahui, karena diduga kuat akan memberikan pengaruh pada urutan preferensi yang diberikan local business terhadap penyediaan set pelayanan umum perkotaan. Karakteristik yang akan dianalisis dalam bagian ini diantaranya adalah jenis kegiatan usaha, lama operasi, serta kecenderungan tingkat mobilitas unit bisnis. 41

8 Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa jenis kegiatan usaha pokok yang paling mendominasi di Kota Depok adalah kegiatan Usaha Perdagangan Eceran (63,3 %). Menyusul kemudian kegiatan di bidang reparasi alat (1 %), industri pakaian jadi dan jasa boga (masingmasing 6,7 %). Sementara itu, kegiatan usaha lainnya merupakan campuran dari usaha jasa konstruksi, jasa kontraktor, kursus, dan persewaan alat. Lebih jelasnya mengenai ragam kegiatan usaha ini adalah sebagai berikut: GAMBAR 3.2 RAGAM KEGIATAN USAHA POKOK DI KOTA DEPOK 3.33% 1.% 6.67% 6.67% 3.33% 3.33% 3.33% Industri pakaian jadi Jasa boga Jasa konstruksi Jasa kontraktor Kursus Perdagangan eceran Persewaan alat Reparasi alat 63.33% Sumber: Analisis, 27 Jenis kegiatan usaha pokok di bidang perdagangan eceran ini pada dasarnya terdiri atas berbagai variasi usaha. Untuk di Kota Depok sendiri, variasi usaha perdagangan eceran yang ada meliputi: perdagangan eceran yang barang utamanya makanan dan minuman dalam bangunan selain pasar swalayan, 42

9 perdagangan eceran khusus barang farmasi di apotik, perdagangan eceran khusus barang farmasi selain di apotik, perdagangan eceran khusus barang elektronik di dalam bangunan, perdagangan eceran mobil, perdagangan eceran khusus kacamata di dalam bangunan, perdagangan eceran khusus bahan konstruksi di dalam bangunan, serta perdagangan eceran khusus pakaian jadi dalam bangunan. Tempat usaha yang digunakan untuk melakukan kegiatan usaha ini jenisnya bermacam-macam. Ada yang berupa gerai di salah satu mall, kios di dalam pasar, hingga di rumah-rumah pribadi. Namun karena unit bisnis yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah unit bisnis yang termasuk ke dalam klasifikasi usaha kecil dan menengah, sebagian besar kegiatan usaha dilakukan di rumah pribadi. Usaha bisnis di Kota Depok umumnya merupakan usaha rintisan sendiri dengan lama operasi yang cukup bervariasi. Sebanyak 7 % kegiatan usaha di kota ini telah beroperasi dalam kurun waktu 1-8 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa lebih dari setengah kegiatan usaha tersebut baru dibuka setelah Kota Administratif Depok berubah statusnya menjadi Kota Depok. Sementara itu, sebanyak 43 % kegiatan lainnya merupakan kegiatan yang sudah berdiri saat Depok masih menjadi bagian dari Kabupaten Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah menjadi sebuah kota otonom, iklim investasi di Kota Depok mengalami perkembangan yang cukup signifikan. 43

10 GAMBAR 3.3 LAMA USAHA 23% 1% 7% 3% 7% 1-8 tahun >8 - tahun > - 22 tahun >22-29 tahun >29-36 tahun Sumber: Analisis, 27 Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh bahwa 73,3 % kegiatan usaha tersebut sudah sejak awal di buka di Kota Depok dan 23,3 % lainnya merupakan pindahan dari salah satu kota di Jabodetabek, seperti Jakarta. Kota Depok dipilih menjadi lokasi usaha karena alasan kedekatan dengan tempat tinggal pemiliknya, ke-strategisan lokasi usaha, dan ketersediaan peluang usaha yang cukup besar. Dengan kata lain, ketersediaan fasilitas kota yang memadai bukanlah alasan utama yang dipertimbangkan oleh local business ketika memilih Kota Depok sebagai lokasi usaha. GAMBAR 3.4 LOKASI AWAL USAHA 23.33% 3.33% sejak semula di kota ini di salah satu di jabodetabek di luar jabodetabek (dalam negeri) 73.33% Sumber: Analisis, 27 44

11 Kegiatan usaha yang berdiri di Kota Depok umumnya tidak memiliki cabang, baik di dalam maupun di luar Kota Depok. Hal ini sangat erat kaitannya dengan klasifikasi usaha yang termasuk ke dalam kelompok usaha kecil dan menengah dengan jumlah modal yang terbatas. Dengan demikian, membuka cabang usaha bukan merupakan prioritas utama dari local business yang beroperasi di Kota Depok ini. Dari segi kecenderungan mobilisasi, local business di Kota Depok memiliki karakteristik mobilitas yang rendah. Sebanyak 73,3 % local business yang saat ini sudah beroperasi di Kota Depok tidak memiliki rencana untuk pindah ke tempat/ kota lainnya. Meskipun demikian, terdapat juga 26,7 % local business yang berencana untuk memindahkan usaha ke DKI Jakarta dengan alasan memperluas pemasaran. Tingkat mobilitas local business yang rendah ini mengindikasikan bahwa daya tarik Kota Depok sebagai lokasi usaha pada dasarnya masih cukup besar. Namun demikian, Kota Depok juga harus terus melakukan upaya untuk meningkatkan daya tariknya sebagai lokasi investasi bagi local business. Hal ini terjadi karena kota terdekatnya (terutama DKI Jakarta) juga memiliki potensi yang besar untuk menarik minat investasi dari local business di Kota Depok. GAMBAR 3. RENCANA KEPINDAHAN LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK ya tidak 26.67% 73.33% Sumber: Analisis, 27 4

12 3.2.3 Analisis Preferensi Local Business di Kota Depok Sebelum dilakukan analisis mengenai urutan preferensi local business di Kota Depok, terlebih dahulu dilakukan analisis penilaian local business terhadap pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh Pemerintah Kota Depok. Analisis terhadap performa pelayanan umum perkotaan ini nantinya akan menjadi dasar bagi local business untuk mengurutkan kepentingan penyediaan pelayanan umum perkotaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa local business di Kota Depok menganggap pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan sebuah loncatan menuju ke arah yang lebih baik. Local business ini menilai bahwa sejak otonomi daerah diberlakukan, pemerintah Kota Depok menjadi semakin bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan umum perkotaan dalam mendukung kelangsungan usaha di kota ini. Meskipun demikian, 3,3 % local business di Kota Depok masih merasa kurang dan tidak dengan kondisi pelayanan umum perkotaan yang ada saat ini. Dengan demikian, peningkatan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan pelayanan umum perkotaan ternyata tidak dibarengi dengan upaya mempertahankan kondisi pelayanan umum sesuai dengan yang diharapkan oleh local business. GAMBAR 3.6 TINGKAT KEPUASAN Tingkat TERHADAP Terhadap PELAYANAN Pelayanan Perkotaan Secara Umum PELAYANAN PERKOTAAN SECARA UMUM kurang tidak 2.% 46.67% 33.33% Sumber: Analisis, 27 46

13 Untuk mengetahui tingkat kean local business terhadap set pelayanan umum perkotaan di Kota Depok secara detail, dilakukan analisis terhadap kinerja pelayanan umum yang sifatnya fisik dan non fisik dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan kinerja pelayanan umum perkotaan pada tahun 27 dengan tahun 26, tahun 26 dengan tahun 2, serta tahun 2 dengan tahun 24. Jenis pelayanan umum fisik yang dinilai kinerjanya adalah jaringan air bersih, jaringan air kotor dan drainase, jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, ketersediaan kawasan untuk bisnis, pengumpulan dan pengelolaan sampah, serta terminal angkutan orang dan barang. Sementara itu, pelayanan non fisik perkotaan yang juga ikut dinilai kinerjanya adalah jaminan keamanan usaha, pengurusan izin usaha, kepastian hukum, kesesuaian antara besar pajak dengan pelayanan yang diperoleh, serta kemudahan untuk menyuarakan aspirasi. PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS FISIK PERKOTAAN Berdasarkan hasil analisis, local business di Kota Depok menilai bahwa kondisi pelayanan air bersih di kota ini dari tahun 24 hingga tahun 27 tidak mengalami perubahan yang berarti. Performa pelayanan yang ditunjukkan oleh jaringan air bersih ini cenderung konstan. Oleh karena itu, tingkat kean yang diberikan oleh local business terhadap pelayanan air bersih ini adalah sama saja. 47

14 GAMBAR 3.7 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN AIR BERSIH DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 2 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN TAHUN 27 DENGAN DIBANDINGKAN TAHUN DENGAN 26 TAHUN Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Sama halnya dengan pelayanan air bersih, performa pelayanan air kotor dan drainase di kota ini selama kurun waktu 24 hingga 2 juga tidak mengalami perubahan yang berarti. Meskipun performanya cenderung konstan, tingkat kean yang dirasakan oleh local business di Kota Depok pada tahun 27/26 dibandingkan dengan tahun 26/2 menjadi semakin meningkat. 48

15 GAMBAR 3.8 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN AIR KOTOR DAN DRAINASE DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 26 semakin sama saja semakin tidak Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Kondisi yang sedikit berbeda dialami oleh fasilitas pelayanan fisik perkotaan berupa jalan. Meskipun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini berbagai upaya perbaikan jalan sudah sangat gencar dilakukan, tingkat kean yang ditunjukkan oleh local business umumnya cukup berfluktuasi. Tingkat kean tertinggi dirasakan oleh local business Kota Depok pada tahun 26, setelah pada dua tahun sebelumnya, kondisi pelayanan dinilai stagnan. Pada tahun 26, telah terjadi perbaikan jaringan jalan secara besar-besaran, sehingga kean local business berada pada kondisi tertinggi. 49

16 Karena perbaikan ini tidak dibarengi dengan pengelolaan yang baik, pada tahun 27, keputusan mereka terhadap pelayanan jaringan jalan kembali mengalami penurunan hingga ke titik kean yang paling rendah. GAMBAR 3.9 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN JARINGAN JALAN DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Sementara itu, kean local business terhadap pelayanan jaringan listrik di Kota Depok setiap tahunnya selalu sama, dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa sifat dari pelayanan listrik yang diberikan PLN di Kota Depok ini pada dasarnya berada dalam kondisi stagnan, sehingga tidak memberikan peningkatan maupun penurunan kean bagi

17 local business di kota ini. Meskipun demikian, pada tahun 27 kean local business mengalami peningkatan. Untuk memahami lebih jauh tingkat kean para local business terhadap pelayanan jaringan listrik di Kota Depok, lihat gambar 3.1 berikut ini: GAMBAR 3.1 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN JARINGAN LISTRIK DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Untuk pelayanan jaringan telekomunikasi di Kota Depok, tingakt ketidakan yang dirasakan oleh local business umumnya sangat rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum, pelayanan telekomunikasi di kota ini sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh local business Kota 1

18 Depok. Apabila terdapat gangguan telekomunikasi, pihak penyedia layanan telekomunikasi di Kota Depok secara sigap menanggapinya. Lebih jelasnya mengenai fluktuasi kean terhadap pelayanan jaringan telekomunikasi di Kota Depok adalah sebagai berikut: GAMBAR 3.11 KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Selama kurun waktu tahun 24 hingga 26, local business merasakan bahwa ketersediaan kawasan untuk bisnis di Kota Depok tidak memberikan pengaruh yang cukup besar, sehingga tingkat kean yang dirasakan tidak 2

19 mengalami perubahan. Kesempatan yang dimiliki oleh local business untuk memanfaatkan kawasan bisnis tersebut sangat kecil. Kawasan-kawasan untuk bisnis di Kota Depok saat ini umumnya hanya dapat dimanfaatkan oleh usahausaha menengah ke atas yang memiliki cukup modal. Usaha kecil dan menengah sendiri merasa kesulitan dalam mengakses ketersediaan kawasan untuk bisnis ini, karena harga sewa tempat yang cukup mahal dan adanya saingan usaha yang tergolong berat. Meskipun demikian, pada tahun 27 ini, kondisi tersebut sedikit demi sedikit telah berubah. Pada tahun ini, local business menjadi semakin dengan ketersediaan kawasan untuk bisnis. Meningkatnya kean ini bisa disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu alasan terpenting yang mendasari perubahan tingkat kean ini adalah karena kesempatan yang diberikan kepada local business untuk memanfaatkan kawasan bisnis tersebut menjadi semakin besar. Apalagi dengan adanya rencana Disperindag Kota Depok untuk bekerja sama dengan pihak pengelola kawasan bisnis untuk memberikan ruang usaha bagi local business di kawasan tersebut. 3

20 GAMBAR 3.12 KEPUASAN TERHADAP KETERSEDIAAN KAWASAN UNTUK BISNIS DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: Analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Sementara itu, tingkat kean local business di Kota Depok terhadap pelayanan persampahan kota cenderung konstan, sama seperti yang mereka terhadap pelayanan air bersih, air kotor, serta listrik. Dari tahun 24 hingga tahun 27, local business tidak merasakan ada yang berubah dari kondisi pelayanan persampahan ini. Pengelolaan sampah tetap dilakukan sendiri dengan cara membakar atau membuangnya langsung ke TPA. Dengan begitu local business menilai bahwa stagnansi pelayanan juga dimiliki oleh sektor 4

21 pengelolaan sampah perkotaan di Kota Depok. Gambar 3.13 berikut akan memberikan ilustrasi mengenai tingkat kean local business terhadap pelayanan persampahan di Kota Depok. GAMBAR 3.13 KEPUASAN TERHADAP PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Pelayanan fisik perkotaan terakhir yang memperoleh penilaian dari local business di Kota Depok adalah fasilitas terminal angkutan orang maupun barang. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa pada kurun waktu 24 hingga 26, local business menilai pelayanan yang diberikan oleh terminal-terminal di Kota Depok tidak mengalami perubahan

22 yang berarti. Dengan kata lain, tingkat kean yang dirasakan local business yang menggunakan fasilitas terminal tersebut adalah sama saja. Namun ketika diminta untuk membandingkan kondisi yang ada pada tahun 27 dengan kondisi tahun sebelumnya, sebagian besar local business menyatakan semakin tidak dengan kondisi pelayanan terminal yang ada tahun ini. Hal ini terjadi karena semakin lama, kondisi terminal semakin semerawut, sehingga tidak dapat memberikan pelayanan secara optimal. Lebih jelas mengenai tingkat kean local business ini terhadap pelayanan terminal dapat dilihat pada gambar 3.14 berikut: GAMBAR 3.14 KEPUASAN TERHADAP FASILITAS TERMINAL ANGKUTAN ORANG DAN BARANG DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, semakin sama saja semakin tidak 6

23 Berdasarkan analisis tingkat kean local business terhadap fasilitas pelayanan umum perkotaan yang sifatnya fisik, diperoleh informasi bahwa: jenis pelayanan yang cenderung memberikan kean yang lebih tinggi bagi local business di Kota Depok adalah pelayanan Telekomunikasi dan Ketersediaan Kawasan untuk Usaha, jenis pelayanan yang cenderung memberikan tingkat kean yang sama (stagnan) bagi local business di Kota Depok adalah pelayanan air bersih, pelayanan air kotor dan drainase, pelayanan listrik, dan pelayanan sampah perkotaan, jenis pelayanan yang cenderung memberikan ketidakan kepada local business diantaranya adalah pelayanan jaringan jalan, serta terminal angkutan orang dan barang. PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN Setelah menganalisis kean local business terhadap fasilitas fisik perkotaan, kini dilakukan analisis tingkat kean local business di Kota Depok terhadap fasilitas non fisik perkotaan. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, tingkat kean para local business terhadap jaminan keamanan perkotaan dari tahun 24 hingga 27 tidak mengalami perubahan. Local business umumnya cukup dengan jaminan keamanan yang diberikan, meskipun dari tahun ke tahunnya tidak banyak mengalami perubahan. Apabila diperhatikan dengan seksama, pada tahun 26, terjadi peningkatan jumlah local business yang merasa semakin dengan kondisi keamanan di kota ini. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun tersebut pemerintah Kota Depok telah melakukan sesuatu untuk menjamin keamanan berusaha di kota ini. Namun kondisi tersebut tidak dibarengi dengan upaya 7

24 mengelola yang cukup baik, sehingga pada tahun 27, jumlah local business yang merasakan peningkatan kean tersebut kembali mengalami penurunan. GAMBAR 3. KEPUASAN TERHADAP JAMINAN KEAMANAN USAHA DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak 2 TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak Sumber: analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Sementara itu, masalah pengurusan izin usaha di Kota Depok dirasakan local business sebagai sesuatu yang tidak pernah mengalami perubahan dari tahun 24 hingga 27. Prosedur perizinan yang diberlakuan tidak banyak mengalami perubahan. 8

25 Pelayanan yang diberikan dalam pengurusan izin usaha bisa menjadi sangat rumit, karena kurangnya sosialisasi mengenai tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh local business dalam mengurus perizian ini. Padahal pelayanan ini merupakan salah satu pelayanan mendasar yang dibutuhkan oleh mereka. Kondisi seperti ini membuat local business berharap di masa yang akan datang, bisa terjadi perubahan perubahan ke arah yang lebih baik dalam pengurusan izin usaha ini. GAMBAR 3.16 KEPUASAN TERHADAP PENGURUSAN IZIN USAHA DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak 9

26 Sama halnya dengan pengurusan izin usaha, aspek kepastian hukum di kota ini dinilai oleh sebagian besar local business sebagai sesuatu yang tidak mengalami perubahan secara signifikan dari tahun ke tahunnya. Menurut local business, kebijakan dan peraturan usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah hingga saat ini umumnya tidak banyak mengalami perubahan dan pergantian. Meskipun demikian, local business di Kota Depok juga banyak yang masih tidak paham mengenai masalah hukum ini. Bagi local business, asalkan usaha bisa berjalan dengan lancar, masalah kepastian hukum tidak terlalu mendesak untuk diperhatikan. Meskipun pada kenyataannya, kelancaran usaha sangat dipengaruhi oleh aspek tersebut. GAMBAR 3.17 KEPUASAN TERHADAP KEPASTIAN HUKUM DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak Selain jaminan keamanan usaha, 6

27 pengurusan izin usaha dan kepastian hukum, fasilitas non fisik perkotaan yang juga dinilai kondisinya oleh local business ini adalah aspek kesesuaian pajak dengan pelayanan yang diperoleh. Pada kurun waktu tahun 24 sampai tahun 27, local business merasa cukup dengan besaran pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Depok. Local business juga menilai besaran pajak yang perlu dibayarkan secara umum sudah cukup sesuai dengan pelayanan yang diterima. Dengan kata lain, pelayanan non fisik perkotaan yang terkait dengan aspek perpajakan ini dinilai tidak banyak mengalami perubahan oleh local business di Kota Depok. GAMBAR 3.18 KEPUASAN TERHADAP KESESUAIAN BESARAN PAJAK DENGAN PELAYANAN YANG DIPEROLEH DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak 61

28 Dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah, seharusnya pola kehidupan yang demokratis bisa lebih dinikmati oleh local business di Kota Depok. Pemberlakuan sistem otonomi tersebut seharusnya dapat memberikan kemudahan bagi local business untuk menyampaikan aspirasinya. Namun sejak kurun waktu tahun 24 hingga tahun 27, local business tidak merasakan perubahan pada aspek kemudahan penyampaian aspirasi ini. Local business tetap saja sulit menyalurkan aspirasi yang dimilikinya. Oleh karena itu, penilaian yang local business berikan terhadap aspek kemudahan menyuarakan aspirasi ini adalah sama saja. GAMBAR 3.19 KEPUASAN TERHADAP KEMUDAHAN MENYUARAKAN ASPIRASI DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja semakin tidak TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 26 semakin sama saja semakin tidak 2 1 Sumber: analisis, 27 semakin sama saja semakin tidak 62

29 Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa tingkat kean yang dirasakan dari penyediaan pelayanan non fisik perkotaan adalah sama. Local business selama ini belum merasakan perubahan yang berarti dalam penyediaan fasilitasn non fisik di kota ini. Padahal secara teori, justru aspek non fisik inilah yang memberikan dukungan terbesar dalam peningkatan iklim investasi di sebuah kawasan. Berdasarkan analisis kinerja pelayanan umum perkotaan ini diperoleh indikasi bahwa Pemerintah Kota Depok umumnya masih mengutamakan penyediaan fasilitas perkotaan yang sifatnya fisik daripada yang non fisik. Padahal, pelayanan non fisik juga memberikan dukungan yang tidak sedikit terhadap kelangsungan usaha local business di kota ini. Dengan penilaian-penilaian yang mereka berikan terhadap fasilitas fisik dan non fisik perkotaan tersebut, local business menyimpulkan bahwa kondisi pelayanan yang saat ini ada sudah mendukung kegiatan usaha yang mereka lakukan. Walaupun beberapa diantaranya, seperti jalan dan terminal masih jauh dari harapan, local business tetap menilai bahwa pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sudah cukup untuk membuat kegiatan usahanya terus bertahan hingga saat ini. Meskipun demikian, kondisi pelayanan perkotaan ini tidak bisa terus dibiarkan dalam kondisi stagnan seperti yang banyak ditemukan saat ini. Untuk dapat terus mendukung keberhasilan usaha di Kota Depok, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kondisi pelayanan perkotaan ini. Sampai saat ini pemerintah Kota Depok sudah berupaya meningkatkan kondisi pelayanan perkotaan melalui rencana-rencana penyediaan sarana dan prasarana kota yang tertuang secara umum dalam RTRW Kota. Namun, rencana-rencana tersebut masih disusun tanpa memperhatikan preferensi local business di Kota Depok. Penelitian ini berusaha melihat fasilitas-fasilitas perkotaan mana yang seharusnya menjadi prioritas untuk ditingkatkan kualitasnya oleh pemerintah 63

30 berdasarkan sudut pandang preferensi local business. Oleh karena itu, bagian selanjutnya akan memberikan informasi mengenai urutan pelayanan fisik dan non fisik perkotaan berdasarkan tingkat kepentingan penyediaannya dari yang sangat penting hingga yang kurang penting. PREFERENSI LOCAL BUSINESS TERHADAP PELAYANAN FISIK DAN NON FISIK PERKOTAAN Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan metode rank sum berbasis kriteria Borda, diperoleh urutan penyediaan fasilitas fisik perkotaan di Kota Depok dari yang sangat penting hingga yang kurang penting menurut local business Kota Depok sebagai berikut: 1. Jaringan jalan 2. Jaringan air bersih 3. Jaringan listrik 4. Jaringan telekomunikasi. Ketersediaan kawasan usaha untuk bisnis 6. Jaringan air kotor dan drainase 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Terminal angkutan orang dan barang Jaringan jalan adalah jenis pelayanan fisik perkotaan yang penyediaannya menjadi paling penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan tingkat kean yang dirasakan local business terhadap jaringan jalan yang semakin lama menjadi semakin baik. Dengan menempatkan jaringan jalan sebagai prioritas utama, local business berharap supaya kondisi jaringan jalan di Kota Depok bisa menjadi lebih baik dan lebih mendukung kelancaran usaha (distribusi) yang dilakukan. Selanjutnya, local business menempatkan penyediaan jaringan air bersih dan jaringan listrik sebagai prioritas kedua dan ketiga yang penyediaannya 64

31 perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mendukung usaha yang mereka lakukan. Kedua jenis pelayanan ini, selama kurun waktu 3 tahun terakhir hanya mampu memberikan kondisi yang kean yang cenderung konstan kepada local business. Oleh karena itu, dengan menempatkannya di urutan kedua dan ketiga, local business ini sebenarnya mengharapkan kedua pelayanan ini bisa disediakan dengan lebih baik lagi. Pada urutan keempat dan kelima, local business menempatkan jaringan telekomunikasi dan ketersediaan kawasan untuk bisnis sebagai prioritas, meskipun kondisi yang ada saat ini sudah memberikan tingkat kepusan yang memadai. Sementara itu pada urutan keenam dan ketujuh, local business menempatkan dua jenis pelayanan yang selama ini memiliki performa cukup stabil, yaitu jaringan air kotor dan drainase, serta pengumpulan dan pengelolaan sampah. Namun yang cukup mengejutkan, local business menempatkan terminal angkutan barang yang mereka nilai kondisinya sudah sangat buruk. Hal ini terjadi karena local business jarang menggunakan fasilitas terminal untuk mendukung usaha yang dilakukannya. Berdasarkan uji keselarasan yang dilakukan dengan bantuan software SPPS, diketahui bahwa sudah terdapat keselarasan urutan preferensi penyediaan pelayanan fisik perkotaan di antara local business di Kota Depok. Artinya, seluruh unit usaha lokal di Kota Depok akan memberikan jawaban yang cenderung sama. Sementara itu, urutan penyediaan fasilitas non fisik perkotaan yang diharapkan oleh local business di Kota Depok dari yang penyediaannya sangat penting dilakukan hingga yang kurang penting adalah sebagai berikut: 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kepastian hukum 6

32 4. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. Kemudahan menyuarakan aspirasi. Sama halnya dengan preferensi terhadap pelayanan fisik perkotaan, urutan preferensi di atas juga sudah diuji keselarasannya dengan uji keselarasan Kendall. Berdasarkan uji tersebut, urutan kepentingan di atas sudah selaras di antara local business di Kota Depok. Apabila preferensi tersebut dijabarkan berdasarkan kecamatan, diperoleh hasil sebagai berikut: TABULASI PREFERENSI III.1 PREFERENSI LOCAL BUSINESS TERHADAP SET PELAYANAN FISIK PERKOTAAN DI KOTA DEPOK 27 NAMA KECAMATAN SAWANGAN PANCORAN MAS SUKMAJAYA URUTAN PREFERENSI 1. Jaringan listrik 2. Jaringan jalan 3. Jaringan telekomunikasi 4. Jaringan air bersih. Kawasan usaha untuk bisnis 6. Terminal angkutan orang dan barang 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Jaringan air kotor dan drainase 1. Jaringan jalan 2. Jaringan listrik 3. Jaringan air bersih 4. Pengumpulan dan pengelolaan sampah. Jaringan telekomunikasi 6. Jaringan air kotor dan drainase 7. Terminal angkutan orang dan barang 8. Kawasan usaha untuk bisnis 1. Jaringan air bersih 2. Jaringan jalan 3. Jaringan telekomunikasi 4. Kawasan usaha untuk bisnis. Jaringan listrik 6. Pengumpulan dan pengeloaan sampah 7. Jaringan air kotor dan drainase 8. Terminal angkutan orang dan barang 66

33 NAMA KECAMATAN CIMANGGIS BEJI LIMO URUTAN PREFERENSI 1. Jaringan jalan 2. Kawasan usaha untuk bisnis 3. Jaringan air bersih 4. Jaringan air kotor dan drainase. Jaringan telekomunikasi 6. Jaringan listrik 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Terminal angkutan orang dan barang 1. Jaringan jalan 2. Jaringan air bersih 3. Jaringan listrik 4. Jaringan telekomunikasi. Jaringan air kotor dan drainase 6. Kawasan usaha untuk bisnis 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Terminal angkutan orang dan barang 1. Jaringan air bersih 2. Jaringan jalan 3. Jaringan air kotor dan drainase 4. Jaringan listrik. Kawasan usaha untuk bisnis 6. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 7. Terminal angkutan orang dan barang 8. Jaringan telekomunikasi Sumber: Analisis, 27 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tabel rekapitulasi di atas, dapat diketahui bahwa jaringan jalan merupakan fasilitas fisik perkotaan yang penyediaannya dianggap paling penting oleh sebagian besar local business di Kota Depok. Untuk lebih jelasnya mengenai urutan prerferensi local business terhadap pelayanan fisik perkotaan menurut kecamatan adalah sebagai berikut: 67

34 68

35 Sementara itu, preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan yang sifatnya non fisik per kecamatan adalah sebagai berikut TABULASI PREFERENSI III.2 PREFERENSI LOCAL BUSINESS TERHADAP SET PELAYANAN NON FISIK PERKOTAAN DI KOTA DEPOK 27 NAMA KECAMATAN SAWANGAN PANCORAN MAS SUKMAJAYA CIMANGGIS BEJI LIMO URUTAN PREFERENSI 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kemudahan menyuarakan aspirasi 4. Kepastian hukum. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kepastian hukum 4. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. kepastian hukum 4. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 4. Kepastian hukum. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 4. Kepastian hukum. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kepastian hukum 3. Kemudahan perizinan usaha 4. Kemudahan menyuarakan aspirasi. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh Sumber: Analisis, 27 69

36 7

37 Berdasarkan paparan tabulasi preferensi III.2 dan gambar 3.21, diperoleh informasi bahwa untuk tingkat kecamatan, pelayanan non fisik perkotaan yang perlu disediakan terlebih dahulu adalah jaminan keamanan usaha. Urutan ini sudah sesuai dengan preferensi local business Kota Depok terhadap set pelayanan umum non fisik perkotaan yang disampaikan pada awal bagian ini. Sebagai catatan, urutan kepentingan penyediaan pelayanan umum perkotaan yang sifatnya fisik dan non fisik di atas dilakukan dengan asumsi bahwa biaya yang diperlukan untuk membangun setiap jenis pelayanan di atas adalah sama. Dalam kondisi nyata, tentunya hal ini akan sulit terjadi. Namun dalam penelitian ini ingin diketahui urutan kepentingan penyediaan dari setiap fasilitas tersebut dalam mendukung usaha local business apabila biaya penyediaan yang dibutuhkan untuk setiap jenisnya adalah sama Analisis Hubungan antara Karakteristik dan Lokasi Usaha dengan Preferensi Local Business di Kota Depok Setelah mengetahui karakteristik local business serta preferensinya terhadap pelayanan umum perkotaan, penelitian ini juga ingin mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut. Untuk itu, pada bagian ini akan dilakukan analisis lebih dalam dengan cara mengaitkan preferensi tersebut dengan karakteristik usaha bisnis yang terdapat di Kota Depok. HUBUNGAN ANTARA PREFERENSI LOCAL BUSINESS DENGAN JENIS KEGIATAN USAHA POKOK Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa jenis kegiatan usaha pokok pada dasarnya memberikan pengaruh kepada urutan preferensi yang dimiliki oleh local business di Kota Depok. Usaha bisnis yang bergerak di bidang perdagangan eceran dan industri pakaian jadi memerlukan kelancaran dalam kegiatan distribusi barang. Oleh karena itu, kedua jenis 71

38 usaha ini menempatkan jaringan jalan sebagai jenis pelayanan fisik perkotaan yang penyediaannya perlu diutamakan. Sementara itu, kegiatan reparasi alat (yang didominasi oleh reparasi alat berat) memerlukan jaringan air bersih yang memadai untuk mendukung kegiatan reparasi yang dilakukannya. Untuk kegiatan jasa boga yang umumnya banyak menghasilkan sampah dapur, ketersediaan fasilitas pengumpulan dan pengelolaan sampah yang memadai sangat diperlukan. Apabila ditinjau dari sisi kebutuhan pelayanan non fisik perkotaan, kegiatan perdagangan eceran dan industri pakaian jadi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan produksi dan pemasaran barang. Akibatnya, jaminan keamanan usaha menjadi prioritas utama yang perlu disediakan oleh pemerintah kota. Sementara itu, fasilitas non fisik perkotaan yang juga menjadi prioritas bagi kegiatan reparasi alat dan lainnya adalah kemudahan perizinan usaha. Kondisi seperti ini memberikan informasi bahwa urutan preferensi local business di Kota Depok dipengaruhi oleh kegiatan usaha pokok yang dilakukannya. TABULASI PREFERENSI III.3 HUBUNGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DENGAN JENIS KEGIATAN USAHA POKOK DI KOTA DEPOK 27 JENIS USAHA BISNIS PERDAGANGAN ECERAN URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN FISIK PERKOTAAN 1. jaringan jalan 2. jaringan air bersih 3. jaringan listrik 4. ketersediaan kawasan untuk bisnis. jaringan telekomunikasi 6. jaringan air kotor dan drainase 7. pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. terminal angkutan orang dan barang URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN NON FISIK PERKOTAAN 1. jaminan keamanan usaha 2. kemudahan perizinan usaha 3. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 4. kepastian hukum. kemudahan menyuarakan aspirasi 72

39 JENIS USAHA BISNIS REPARASI ALAT INDUSTRI PAKAIAN JADI JASA BOGA LAINNYA URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN FISIK PERKOTAAN 1. jaringan air bersih 2. jaringan jalan 3. jaringan listrik 4. jaringan air kotor dan drainase. jaringan telekomunikasi 6. terminal angkutan orang dan barang 7. ketersediaan kawasan untuk bisnis 8. pengumpulan dan pengelolaan sampah 1. jaringan jalan 2. pengumpulan dan pengelolaan sampah 3. jaringan air bersih 4. jaringan listrik. jaringan air kotor dan drainase 6. jaringan telekomunikasi 7. ketersediaan kawasan untuk bisnis 8. terminal angkutan orang dan barang 1. pengumpulan dan pengelolaan sampah 2. jaringan telekomunikasi 3. ketersediaan kawasan untuk bisnis 4. jaringan air bersih. jaringan listrik 6. jaringan jalan 7. jaringan air kotor 8. terminal angkutan orang dan barang 1. jaringan jalan 2. jaringan listrik 3. jaringan telekomunikasi 4. jaringan air bersih. terminal angkutan orang dan barang 6. jaringan air kotor dan drainase 7. ketersediaan kawasan untuk bisnis 8. pengumpulan dan pengelolaan sampah URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN NON FISIK PERKOTAAN 1. kemudahan perizinan usaha 2. jaminan keamanan usaha 3. kepastian hukum 4. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. kemudahan menyuarakan aspirasi 1. jaminan keamanan usaha 2. kemudahan perizinan usaha 3. kepastian hukum 4. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. kemudahan menyuarakan aspirasi 1. kepastian hukum 2. jaminan keamaan usaha 3. kemudahan menyuarakan aspirasi 4. kemudahan perizinan usaha. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 1. kemudahan perizinan usaha 2. jaminan keamanan usaha 3. kepastian hukum 4. kesesuaikan antara pajak yang dibayarkan dengan pelayanan yang diperoleh. kemudahan menyuarakan aspirasi Sumber: Analisis, 27 73

40 HUBUNGAN ANTARA PREFERENSI LOCAL BUSINESS DENGAN LOKASI USAHA Selain dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha pokok, preferensi local business ini juga sangat dipengaruhi oleh tempat di mana unit bisnis tersebut berlokasi. Apabila kita perhatikan Tabel II.1 dan II. 2 di atas, kita bisa melihat bahwa pada lokasi yang berbeda, local business akan memberikan urutan preferensi yang juga berbeda. Local business di Kecamatan Sawangan menempatkan penyediaan jaringan listrik sebagai prioritas utama yang penyediaannya perlu diperhatikan oleh pemerintah. Menurut local business, pelayanan listrik yang diberikan di kecamatan ini masih kurang baik. Ketika hujan lebat terjadi, sering dilakukan pemadaman listrik yang tentunya sangat mengganggu kelancaran kegiatan usaha bisnis di lokasi ini. Sementara itu, local business di Kecamatan Pancoran Mas, Cimanggis dan Beji memberikan prioritas utama pada penyediaan jaringan jalan yang memadai. Apabila ditinjau secara spasial, Kecamatan Pancoran Mas dan Beji pada dasarnya terletak pada daerah poros utara selatan Kota Depok. Oleh karena itu, jalan-jalan yang berada di sekitar kecamatan ini merupakan jalur padat yang sering dilalui oleh kendaraan-kendaraan berat. Tingginya beban pergerakan yang harus ditampung oleh ruas-ruas jalan ini membuat kondisi jalan saat ini banyak yang rusak. Kerusakan jalan pada dasarnya akan sangat menghambat kelancaran distribusi barang dan jasa yang dilakukan oleh local business di kecamatan-kecamatan ini. Itulah sebabnya mengapa local business ini mendudukkan penyediaan jaringan jalan sebagai prioritas utama dalam penyediaan set pelayanan fisik perkotaan. Sementara itu, sebagian besar local business di Kecamatan Cimanggis menghadapi persoalan yang sama dengan local business di Kecamatan Pancoran Mas dan Beji, karena dilalui oleh Jalan Raya Bogor-Jakarta. Namun, sebagian dari local business lain yang berada di Cimanggis justru 74

41 memprioritaskan penyediaan jalan karena saat ini di daerahnya belum tersedia jaringan jalan yang memadai. Kegiatan usaha bisnis yang terletak di Kp. Sindang Karsa, Kecamatan Cimanggis umumnya mengalami persoalan distribusi karena kondisi jaringan jalan yang saat ini masih kurang memadai. Kondisi yang hampir sama juga terjadi di Kecamatan Limo dan Sukmajaya. Local business yang berlokasi di kedua kecamatan ini menilai kondisi pelayanan air bersih yang diperoleh saat ini masih kurang memadai. Usaha-usaha yang berlokasi di Kawasan Pasar Musi seringkali mengeluhkan kurangnya ketersediaan air bersih yang memadai. Oleh karena itu, local business yang beroperasi di kawasan ini menempatkan penyediaan air bersih sebagai prioritas utama dalam penyediaan set pelayanan fisik perkotaan di Kota Depok. Meskipun memiliki prioritas penyediaan pelayanan fisik yang berbedabeda, local business di seluruh kecamatan memiliki prioritas penyediaan pelayanan non fisik yang cenderung seragam. Seluruh local business mengharapkan jaminan keamanan usaha menjadi prioritas utama dalam penyediaan pelayanan non fisik perkotaan. Hal ini terjadi karena umumnya kondisi keamanan usaha yang dirasakan oleh local business cenderung seragam di semua tempat. Dengan melihat penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa preferensi local business di Kota Depok sesungguhnya dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha pokok, dan lokasi tempat unit usaha tersebut beroperasi. Sebagai ilustrasi, gambar-gambar berikut menunjukkan kondisi jaringan pelayanan fisik di Kota Depok yang dinilai sangat mengganggu oleh local business 7

42 GAMBAR 3.22 KONDISI RUAS JALAN DI KOTA DEPOK Sumber: Dokumentasi, 27 GAMBAR 3.23 KONDISI JARINGAN AIR KOTOR DAN DRAINASE DI KOTA DEPOK Sumber: Dokumentasi, 27 GAMBAR 3.24 KONDISI PERSAMPAHAN DI KOTA DEPOK Sumber: Dokumentasi, 27 76

BAB III DATA DAN ANALISIS

BAB III DATA DAN ANALISIS BAB III DATA DAN ANALISIS 3.1 Data Penelitian mengenai Penyediaan Set Pelayanan Umum Perkotaan yang Sesuai dengan Preferensi Local Business di Kota Depok ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder

Lebih terperinci

PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN

PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN Berdasarkan analisis tingkat kean local business terhadap fasilitas pelayanan umum perkotaan yang sifatnya fisik, diperoleh informasi bahwa: jenis pelayanan yang cenderung memberikan kean yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil studi mengenai penyediaan set pelayanan umum perkotaan yang sesuai dengan preferensi local business di Kota Depok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses demokratisasi yang berlangsung sejak tahun 1998 memberikan pengaruh besar terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Proses yang menawarkan mekanisme keterbukaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 99 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal sebagai temuan studi yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK Analisis yang telah dilakukan terhadap data sekunder dan primer telah menghasilkan informasi

Lebih terperinci

BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 38 BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 3.1 Survey Preferensi Lokal Terhadap Prioritas Pembangunan Kota Bandung Penelitian mengenai preferensi lokal terhadap prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR Untuk membangun framework teoritis yang jelas sebagai dasar dilakukannya penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan review terhadap beberapa literatur yang terkait dengan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Kota Depok 5.1.1 Letak dan Keadaan Geografi Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o 19 00 sampai 6 o 28 00 Lintang Selatan dan 106 o 43 00 sampai 106

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (cross

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (cross 67 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional), dimana seluruh variabel yang diamati diukur pada saat

Lebih terperinci

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 51 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Suyanto dan Sutinah (2008) melibatkan lima komponen informasi ilmiah

Lebih terperinci

http://www.gunadarma.ac.id/ KAJIAN PENAMPUNGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA DEPOK ISI PRESENTASI: LATAR BELAKANG IDENTIFIKASI MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI PENELITIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya kawasan bisnis maupun kawasan niaga. Gejala menjamurnya pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI Buku Teks dan Jurnal Ilmiah

DAFTAR REFERENSI Buku Teks dan Jurnal Ilmiah DAFTAR REFERENSI Buku Teks dan Jurnal Ilmiah Buchanan, James M. An Economic Theory of Clubs. Economica 32, Februari 1965. Cullis, John G dan Phillip R. Jones. 1992. Public Finance and Public Choice Analytical

Lebih terperinci

BAB 4 PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK

BAB 4 PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK BAB 4 PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK 4.1 Analisis Uji Instrumen Penelitian (Pre-test) Pre-test dilakukan untuk menguji pertanyaan dalam bentuk pernyataan yang dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan yaitu meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Latar Belakang

Pendahuluan. Bab Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang sebagai salah satu pusat pertumbuhan di wilayah metropolitan Jabodetabek, yang berada di wilayah barat DKI Jakarta, telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Depok Jawa Barat. Depok sebagai penyangga DKI Jakarta dihuni oleh masyarakat yang sangat heterogen dengan tingkat

Lebih terperinci

pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal

pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan desentralisasi pembangunan di Indonesia pada era otonomi daerah tidak dapat terpisahkan dari upaya perwujudan demokrasi dalam pembangunan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Peneltitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan proses pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

produk dan jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kegiatankegiatan

produk dan jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kegiatankegiatan 1 PENDAHULUAN Perkembangan dunia usaha dewasa ini ditandai dengan permintaan kebutuhan konsumen semakin tinggi. Hal ini menyebabkan banyaknya pesaing yang bermunculan memenuhi kebutuhan konsumen untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi merupakan salah satu komponen yang ikut mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungan yang secara tidak langsung juga turut berkontribusi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan terhadap pedagang bakso mangkal dan pedagang bakso keliling di Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan alasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era modern seperti sekarang ini, alat transportasi merupakan suatu kebutuhan bagi setiap individu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Permasalahan sarana prasarana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PENELITIAN. tinjauan pustaka yaitu melakukan kegiatan mengumpulkan literatur-literatur yang

BAB III METODOLOGI DAN PENELITIAN. tinjauan pustaka yaitu melakukan kegiatan mengumpulkan literatur-literatur yang BAB III METODOLOGI DAN PENELITIAN 3.1. Umum Metode penelitian merupakan penjelasan tentang pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini studi pendahuluan dengan mengidentifikasi masalah tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dunia usaha yang semakin maju dan pesat menyebabkan peran pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dunia usaha yang semakin maju dan pesat menyebabkan peran pemasaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia usaha yang semakin maju dan pesat menyebabkan peran pemasaran sangat penting dalam menunjang kemajuan usaha. Persaingan antar pengusaha pada masa kini bukan lagi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB ~1. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai

BAB ~1. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai BAB ~1 3.1. Lokasi Kajian. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai kota Pekanbaru. Alasan pemilihan lokasi kajian pada terminal AKAP Mayang Terurai adalah : a Terminal AKAP

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 15 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pada penelitian ini, lokasi yang menjadi objek penelitian adalah wilayah PPN Brondong, Kabupaten Lamongan propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini didasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 92 BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 4.1 Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Pada Era Otonomi Daerah Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 48 TAHUN 1983 (48/1983) TENTANG PENANGANAN KHUSUS PENATAAN RUANG DAN PENERTIBAN SERTA PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PADA KAWASAN PARIWISATA PUNCAK DAN WILAYAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah preferensi konsumen smartphone merek Blackberry. Adapun yang menjadi subjek dari penelitian ini, yaitu konsumen smartphone

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian 3.1.1. Pendekatan Penelitian Substansi yang diteliti dari penelitian ini ialah pola persebaran permukiman yang terdapat di Kawasan Rawan III dan

Lebih terperinci

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH Penyusunan garis besar langkah kerja merupakan suatu tahapan kegiatan dengan menggunakan metodologi. Metodologi pendekatan analisis dilakukan dengan penyederhanaan

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian mengenai analisis sensitivitas harga dan loyalitas konsumen kecap ini dilakukan di Kota Depok. Penentuan lokasi penelitian di Kota Depok didasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data yang dilakukan dibatasi hanya di dalam wilayah Jabodetabek. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer maupun data sekunder. Data primer meliputi kriteria drainase

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh berbagai macam faktor-faktor perubahan yang menyangkut segi-segi sosial, ekonomi, politik

Lebih terperinci

BAB III DESAIN RISET III.1 Pendekatan Studi

BAB III DESAIN RISET III.1 Pendekatan Studi BAB III DESAIN RISET Dalam bab ini akan dibahas metodologi penelitian yang digunakan, unit analisis yang digunakan, data yang mendukung penelitian, pengumpulan data, lokasi penelitian, pemilihan sampel,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Masalah Depok adalah sebuah Kotamadya di provinsi Jawa Barat. Luas wilayahnya 275 km² dengan populasi 1.369.461 jiwa. Terdapat enam Kecamatan di Kotamadya Depok yaitu:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan

III. METODE PENELITIAN. atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tempat wisata yang ada di Bogor, diantaranya yaitu kebun raya Bogor, taman wisata mekarsari, taman matahari, dan taman safari

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) Widiastuti Hapsari dan Ria Asih Aryani Soemitro Bidang Keahlian Manajemen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PRABUMULIH TAHUN 2002 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota yang pesat merupakan salah satu ciri dari suatu negara yang sedang berkembang. Begitu pula dengan Indonesia, berbagai kota berkembang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan minuman dan barang lain dari sumber daya alam. Aktivitas tersebut

Lebih terperinci

BAB IV. Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke

BAB IV. Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH KAJLAN 4.1. Kota Pekanbaru 4.1.1. Geografis Kota Pekanbaru terletak di tengah-tengah pulau Sumatera yang mengarah ke daratan Sumatera. Secara geografis, kota Pekanbaru terletak

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kota Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tangerang propinsi Banten. Kota Tangerang Selatan mempunyai luas wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebuah upaya pemerintah Indonesia meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebuah upaya pemerintah Indonesia meningkatkan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan Millenium (MDGs) yang akan dicapai pada tahun 2015 adalah sebuah upaya pemerintah Indonesia meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Setidaknya

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA DI PURWOKERTO. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2

KAJIAN KINERJA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA DI PURWOKERTO. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2 KAJIAN KINERJA PELAYANAN ANGKUTAN UMUM DALAM KOTA DI PURWOKERTO Juanita 1, Tito Pinandita 2* 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, dengan lingkup wilayah studi area PKL di BWK I. Alasan dipilihnya BWK I karena kawasan ini merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS UMUM OLEH PENGEMBANG PERUMAHAN BERDASARKAN PERATURAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DI KOTA MALANG

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS UMUM OLEH PENGEMBANG PERUMAHAN BERDASARKAN PERATURAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DI KOTA MALANG EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS UMUM OLEH PENGEMBANG PERUMAHAN BERDASARKAN PERATURAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DI KOTA MALANG Acramanila Magha Rastra, Ludfi Djakfar, Yulvi Zaika Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan sebagai suatu dampak semakin ketatnya persaingan perusahaan pada saat ini telah membawa dampak pada perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kota adalah kumpulan tempat tinggal dan lainnya dengan ukuran lebih besar dibanding desa. Kota mengandung empat hal utama, yaitu menyediakan fasilitas perdagangan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari ribuan pulau yang besar dan kecil, sehingga tanpa sarana angkutan transportasi yang memadai

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 PEMERINTAH KOTA DENPASAR SKPD BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK LAPORAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 1 DESEMBER 2014 (Dalam Rupiah) 5. BELANJA 7.206.227.000,00 6.275.0.01,00 91.19.699,00 91.19.699,00

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Perkembangan transportasi pada saat ini sangat pesat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Perkembangan transportasi pada saat ini sangat pesat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu aspek penunjang kemajuan bangsa terutama dalam kegiatan perekonomian negara yang tidak lepas dari pengaruh pertambahan jumlah penduduk.

Lebih terperinci