Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

Presentasi Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

UNJUK KERJA FREQUENCY HOPPING PADA KANAL SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK YANG MENGALAMI RAYLEIGH FADING INTISARI

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

EVALUASI KINERJA TEKNIK ESTIMASI KANAL BERDASARKAN POLA PENGATURAN SIMBOL PILOT PADA SISTEM OFDM

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

PENGARUH MODULASI M-PSK PADA UNJUK KERJA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

SIMULASI PERBANDINGAN KINERJA MODULASI M-PSK DAN M-QAM TERHADAP LAJU KESALAHAN DATA PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk Kerja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm)

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

ABSTRAK. 2. PERENCANAAN SISTEM DAN TEORI PENUNJANG Perencanaan sistem secara sederhana dalam tugas akhir ini dibuat berdasarkan blok diagram berikut:

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

III. METODE PENELITIAN

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

PERBANDINGAN KINERJA ANTARA OFDM DAN OFCDM PADA TEKNOLOGI WiMAX

SISTEM TRANSMISI MULTICARRIER ORTHOGONAL CDMA Sigit Kusmaryanto

Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA. dengan Teknik Alamouti-STBC. Oleh Sekar Harlen NIM:

Analisis Kinerja Jenis Modulasi pada Sistem SC-FDMA

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

KINERJA AKSES JAMAK OFDM-CDMA

EVALUASI KINERJA OFDMA DENGAN MODULASI ADAPTIF PADA KANAL DOWNLINK

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Reno Satyogana 1, Muhammad Fauzan Edy Purnomo S.T., M.T. 2, Ali Mustofa S.T., M.T. 3

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

Analisa Kinerja Sistem MIMO-OFDM Pada Estimasi Kanal LS Untuk Modulasi m-qam

ANALISIS KINERJA SISTEM AKSES JAMAK PADA ORTHOGONAL FREKUENSI DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) MENGGUNAKAN TEKNIK CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA)

Analisis Estimasi Kanal Dengan Menggunakan Metode Invers Matrik Pada Sistem MIMO-OFDM

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

KINERJA TEKNIK TRANSMISI OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS)

TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

SIMULASI ESTIMASI FREKUENSI UNTUK QUADRATURE AMPLITUDE MODULATION MENGGUNAKAN DUA SAMPEL TERDEKAT

Tekno Efisiensi Jurnal Ilmiah KORPRI Kopertis Wilayah IV, Vol 1, No. 1, Mei 2016

ANALISIS MODEM AKUSTIK OFDM MENGGUNAKAN TMS320C6416 PADA LINGKUNGAN KANAL BAWAH AIR

ESTIMASI KANAL MIMO 2x2 DAN 2x3 MENGGUNAKAN FILTER ADAPTIF KALMAN

TEKNIK EQUALIZER UNTUK SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISON MULTIPLEXING (OFDM) PADA KANAL MOBILE TUGAS AKHIR

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Modulasi Digital: PSK dan ASK

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Carrier dibagi menjadi beberapa subcarrier. Bila bandwidth keseluruhan adalah W, maka bandwidth masing-masing

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

ANALISIS KINERJA SISTEM MIMO-OFDM PADA KANAL RAYLEIGH DAN AWGN DENGAN MODULASI QPSK

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

KINERJA MODULASI DIGITAL DENGAN METODE PSK (PHASE SHIFT KEYING)

BAB III MODEL SISTEM MIMO OFDM DENGAN SPATIAL MULTIPLEXING

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI

Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, siny

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISISNYA

Analisis Kinerja Sistem MIMO-OFDM pada Kanal Rayleigh dan AWGN dengan Modulasi QPSK

TUGAS AKHIR. PENGARUH PANJANG CYCLIC PREFIX TERHADAP KINERJA SISTEM OFDM PADA WiMAX MUHAMMAD FAISAL

BAB II KONSEP DASAR. 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan

EVALUASI KINERJA TEKNIK ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA MOBILE WiMAX MIMO-OFDM

Transkripsi:

UNJUK KERJA TRELLIS CODE ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING ( TCOFDM ) PADA KANAL MULTIPATH FADING Andreas Ardian Febrianto Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email : andreas_ardian@yahoo.com INTISARI Pada teknik modulasi single carrier dengan semakin tinggi laju data maka periode simbol akan semakin pendek. Jika periode simbol lebih kecil dibandingkan delay spread kanal maka kemungkinan akan menimbulkan efek intersymbol interference ( ISI ). Fenomena ini dalam ranah frekuensi dijelaskan dengan adanya efek frequency selective fading.teknik modulasi multicarrier Orthogonal Frequency Division Multiplexing ( OFDM ) dikembangkan untuk mengatasi gangguan yang terjadi pada sistem modulasi single carrier. Dengan mentransmisikan isyarat secara paralel pada beberapa subcarrier maka periode simbol akan lebih panjang dan dengn penggunaan guard interval maka efek ISI bias dihilangkan. Dengan subcarrier yang memiliki lebar pita yang lebih kecil dibandingkan dengan lebar pita koheren kanal maka akan terhindar efek frequency selective fading. Pemakaian subcarrier yang saling orthogonal dan overlap akan meningkatkan efisiensi lebar pita.penggunaan teknik penyandian Trellis Code Modulation ( TCM ) diharapkan akan meningkatkan kinerja sistem. Spesifikasi TCM yang digunakan adalah rate ½, susunan generator g 0 = 7 g 1 = 5, dan menggunakan teknik pemetaan isyarat Quadrature Phase Shift Keying ( QPSK ). Untuk lebih meningkatkan kinerja system dilakukan juga estimasi kanal untuk mengatur karakteristik kanal yang digunakan untuk mengkompensasi kanal pada penerima. Teknik estimasi kanal yang digunakan adalah dengan metode pilot tones.hasil simulasi pada kanal AWGN menunjukkan penggunaan TCM mampu 5 memberikan coding gain sekitar 2 db pada nilai BER 10. Pada kanal multipath fading penggunaan 5 estimator kanal dan penyandian mampu memberikan coding gain total pada nilai BER 10 sebesar 2,7 db untuk kanal dengan frekuensi Doppler 0 Hz. Kata kunci : Trellis Code, Orthogonal Frequency Division Multiplexing, Multipath Fading 1. Orthogonal Frequency Division Multiplexing 1.1. Model Matematis Sistem OFDM Isyarat OFDM terdiri dari penjumlahan subcarrier yang dimodulasi dengan menggunakan Phase Shift Keying (PSK) atau quadrature amplitude shift keying (QAM). Jika d k adalah simbol kompleks hasil pemetaan ke-k, N s adalah jumlah subcarrier dan T s adalah periode simbol, maka persamaan isyarat OFDM dalam bentuk kompleks dituliskan sebagai berikut. 69

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 S(t) = 1 1 Ns Ns k= 0 d k exp(j2π k Ts t ),untuk 0 t Ts (1) 0, untuk t yang lainnya Gambar 1. Spektrum isyarat OFDM dengan 8 subcarrier. 1.2. Modulasi dan Demodulasi isyarat OFDM dengan Fast Fourier Transform (FFT) Pasangan DFT dan inverse DFT (IDFT) N titik berturut-turut diberikan pada Persamaan (2) dan (3) N X(k) = n= 1 0 x( n) N 1 X(n) = 1 N k = 0 -j2π kn N X ( k) j2π kn N,k = 0,1,2,,N-1 (2),n = 0,1,2,,N-1 (3) Apabila dilakukan pencuplikan terhadap s(t) pada Persamaan (3) sebanyak N s cuplikan pada satu periode simbol T s, maka diperoleh isyarat cuplikan pada t = nt s /N s sebagai berikut : 70

S(n) = 1 Ns Ns 1 k= 0 d k exp (j2π N kn ),0 < n < N s -1 (4) Spektrum isyarat OFDM kompleks yang dihasilkan oleh operasi IFFT ditunjukkan pada Gambar 2 berikut, dengan f s adalah frekuensi pencuplikan. (a) (b) Gambar 2. Spektrum isyarat OFDM kompleks: (a)spektrum isyarat sebelum ditapis (b)spektrum hasil keluaran tapis anti aliasing. 71

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 Pada kebanyakan aplikasi, subcarrier yang memiliki frekuensi 0 Hz atau DC tidak digunakan, karena hal ini akan mengurangi kompleksitas realisasi sistem. Realisasi sistem OFDM digambarkan pada Gambar 3, dengan I (in-phase) merupakan bagian real keluaran IFFT dan Q (quadrature) adalah bagian imajiner keluaran IFFT. Apabila subcarrier DC digunakan maka pada keluaran IQ membutuhkan kopel DC ke mixer IQ. Ini menyebabkan realisasi hardware yang sulit karena akan menyebabkan terjadinya kesalahan pada pembangkitan vector IQ. Penggunaan kopel AC jauh lebih memudahkan dalam realisasi, oleh karena itu subcarrier DC biasanya tidak digunakan. Pada penerima dilakukan proses kebalikan dengan proses yang dilakukan pada pemancar. Isyarat yang diterima digeser dengan menggunakan IQ demodulator dan dijumlahkan bagian real (I) dan imajinernya (Q) setelah didigitalisasi terlebih dahulu. Dilakukan proses FFT dengan jumlah titik N yang sama dengan proses IFFT pada pemancar, keluaran FFT diubah ke dalam bentuk serial dan dijadikan masukan signal demapper. Keluaran signal demapper merupakan bit yang diterima, untuk jelasnya digambarkan pada Gambar 4. Gambar 3. Blok diagram tipikal realisasi pemancar OFDM. 72

Gambar 4. Blok diagram tipikal realisasi penerima OFDM. 1.3. Guard Time dan Ekstensi Siklik Untuk lebih meminimalisasi pengaruh delay spread, OFDM menggunakan guard time yang ditambahkan pada setiap simbol. Panjang guard time dipilih lebih panjang daripada nilai rata-rata delay spread, biasanya antara dua sampai empat kali nilai root-mean-square dari delay spread, sehingga nilai multipath satu simbol tidak bisa menginterferensi simbol setelahnya. Guard time dapat diisi dengan isyarat zero pada keseluruhan periode guard time. Akan tetapi hal ini akan menyebabkan terjadinya efek ICI karena frekuensi antar subcarrier menjadi tidak orthogonal lagi. Efek ini ditunjukkan pada Gambar 5. Penambahan guard time menyebabkan periode simbol T s berubah menjadi periode simbol total T T = T S + T G, dengan T G adalah periode guard time. 73

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 Gambar 5. Efek multipath pada isyarat OFDM. Gambar 6. Proses penambahan ekstensi siklik pada simbol OFDM. 74

Gambar 7. Tiga subcarrier isyarat OFDM dengan ekstensi siklik. Untuk menghilangkan ICI, guard time diisi dengan ekstensi siklik, prosesnya sebagaimana terlihat pada Gambar 6. Pengaruh penggunaan ekstensi siklik pada proses FFT di penerima ditunjukkan pada Gambar 7. Meskipun sebenarnya yang terlihat di penerima hanyalah bentuk gelombang hasil penjumlahan dari gelombang ketiga subcarrier, akan tetapi dengan penggambaran bentuk gelombang masingmasing subcarrier akan lebih mempermudah dalam pemahaman. Kurva terputusputus menunjukkan bentuk gelombang ter-delay dari kurva bentuk gelombang kontinyu. Terlihat bahwa pada periode guard time diisi dengan copy dari bagian akhir simbol. Mapping isyarat pada masing-masing subcarrier dilakukan dengan binary phase shift keying (BPSK) dan perubahan fasa pada kurva kontinyu terletak pada perbatasan guard time dengan simbol sebelumnya. Pada gelombang ter-delay, kurva terputus-putus, perubahan fasa terjadi setelah daerah batas antara guard time dan simbol sebelumnya, akan tetapi masih berada pada periode guard time asalkan delay spread tidak melebihi periode guard time. Ortogonalitas gelombang pada interval FFT tidak rusak karena masing-masing subcarrier memiliki jumlah gelombang yang bulat dan selisih gelombangnya juga bulat pada interval FFT. Ortogonalitas akan rusak apabila delay spread melebihi guard time. 75

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 1.4. Estimasi Kanal dengan Pilot Based Channel Estimator Metode estimasi kanal dengan menggunakan isyarat pilot dilakukan dengan cara menyisipkan isyarat pilot pada subcarrier tertentu. Subcarrier yang digunakan untuk mengirimkan isyarat pilot disebut pilot subcarrier. Isyarat pilot adalah isyarat yang nilainya sudah diketahui oleh pengirim dan penerima. Berdasarkan respon kanal yang dialami oleh pilot subcarrier maka bisa dilakukan estimasi terhadap respon kanal yang dialami subcarrier lainnya dengan cara melakukan interpolasi terhadap nilai respon kanal pilot subcarrier. Penentuan jarak spasi antara pilot subcarrier adalah sebagai berikut : T m f subcarrier N f ¼ (5) dengan T m adalah delay spread maksimum, f subcarrier adalah jarak frekuensi antara subcarrier yang berdekatan dan N f adalah jarak spasi antara pilot subcarrier yang berdekatan. Format isyarat OFDM yang dikirimkan dengan adanya pilot subcarrier ditunjukkan pada Gambar 8. Diagram blok realisasi estimator kanal pada pengirim maupun penerima ditunjukkan pada Gambar 9. Isyarat pilot disisipkan pada subcarrier tertentu dengan jarak antara pilot subcarrier sebagaimana telah ditentukan pada Persamaan (5). Misalkan x p adalah isyarat pilot pada ranah waktu, h p adalah respon impuls kanal yang dialami isyarat pilot dan n adalah derau AWGN pada ranah waktu, maka isyarat z p yang merupakan nilai isyarat yang diterima dari hasil pengiriman isyarat pilot adalah sebagai berikut: Z p = h p * x p + n (6) dengan * adalah operator konvolusi. Selanjutnya dilakukan proses demodulasi OFDM pada isyarat yang diterima dengan menggunakan operasi FFT, yaitu mengubah dari ranah waktu ke ranah frekuensi, sehingga isyarat hasil hasil demodulasi Z P adalah Z p = H p X p + N (7) 76

dengan H p adalah respon frekuensi kanal pilot, X p adalah isyarat pilot dalam ranah frekuensi dan N adalah derau AWGN pada ranah frekuensi. Apabila kita membagi Z P dengan isyarat pilot yang dikirimkan, yang juga diketahui oleh penerima, maka kita dapat memperoleh respon frekuensi kanal hasil estimasi H^p sebagai berikut: Zp N H^p = = Hp + Xp Xp (8) Berdasarkan nilai H^p ini maka nilai respon frekuensi pada setiap subcarrier bisa diestimasi dengan melakukan interpolasi nilai H^p. Kompensasi kanal pada setiap subcarrier dilakukan dengan cara membagi isyarat yang ada pada setiap subcarrier dengan nilai respon frekuensi hasil estimasinya. f Ο Ο Ο Ο Ο Ο posisi isyarat data Ο Ο Ο Ο Ο Nf posisi isyarat pilot Ο Ο Ο Ο Ο Ο Ο Ο Ο Ο Gambar 8. Format isyarat OFDM dengan pilot subcarrier. 77

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 Gambar 9. Blok diagram pemancar dan penerima OFDM dengan Estimator kanal. 2. Trellis Coded Modulation (TCM) Trellis Coded Modulation (TCM) adalah penggabungan teknik penyandian dan teknik modulasi untuk menambah kehandalan sistem transmisi data digital tanpa menambah kebutuhan daya dan lebar pita. Suatu sistem transmisi digital dengan laju transmisi R b akan membutuhkan lebar pita B (null to null bandwidth) 2 Rb B = = 2Rs = 2 Ts R dengan T s dan R s berturut-turut menunjukkan periode simbol dan laju simbol, sedangkan R menunjukkan jumlah bit per simbol. TCM direalisasikan dengan memilih orde modulasi yang lebih tinggi pada versi terkodenya dibandingkan dengan versi tanpa penyandian. Misalkan suatu transmisi data tanpa penyandian menggunakan modulasi quadrature phase shift (9) 78

keying (QPSK) dengan laju transmisi R b, maka sistem ini membutuhkan lebar pita B uncoded Rb Rb B uncoded = 2 = 2 = Rb (10) R 2 dengan R = 2 bit/simbol. Apabila sistem dengan laju bit R b yang sama direalisasikan dengan TCM dengan menggunakan coding rate r = 2/3 dan menggunakan modulasi 8-phase shift keting (8-PSK), maka dibutuhkan lebar pita B coded Rb B coded = 2 R r = 2 3Rb = Rb (11) 3 2 dengan R = 3 bit/simbol. Bila kita bandingkan B uncoded dan B coded menunjukkan bahwa baik sistem tanpa penyandian maupun dengan penyandian TCM membutuhkan lebar pita yang sama. Penggunaan modulasi 8-PSK membutuhkan daya tambahan untuk menghasilkan unjuk kerja yang sama dengan QPSK. Akan tetapi, penyandian dengan coding rate r = 2/3 akan menghasilkan coding gain yang melebihi kebutuhan tambahan daya 8-PSK untuk menghasilkan unjuk kerja yang sama dengan QPSK. 3. Gaftar Alir Program Simulasi Dilihat dari subsistem pendukung yang diintegrasikan pada sistem OFDM, pada naskah ini akan disimulasikan empat varian sistem OFDM, yaitu : sistem OFDM tanpa penyandian dan tanpa estimasi kanal, sistem OFDM dengan penyandian dan tanpa estimasi kanal, sistem OFDM tanpa penyandian dan dengan estimasi kanal, sistem OFDM dengan penyandian dan dengan estimasi kanal. Gaftar alir program simulasi ditunjukkan pada Gambar 10. 79

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 Mulai Selesai Input parameter simulasi Simpan hasil Hitung BER Pakai penyand ian Y Penyandi TCM Signal demapper BPSK T T T Signal mapper BPSK Signal mapper QPSK Hard decision viterbi decoder Y Pakai penyand ian Pakai estimasi kanal Y Jumlah subcarrier = jumlah subcarrier jumlah subcarrier pilot P to S converter T S to P converter S to P converter Penyisipan pilot pada subcarrier tertentu Kompensasi kanal Pemisahan isyarat pilot Y T Pakai estimasi kanal Over sampling Time spreading dan time variant IFFT Y FFT T P to S converter Kanal AWGN Kanal multipat h fading T Y S to P converter Penambah ekstensi siklik Gambar 10. Gaftar alir simulasi. Penghilang eksistansi siklik 80

4. ANALISIS UNJUK KERJA SISTEM TCOFDM 4.1. Unjuk Kerja Sistem OFDM Pada Kanal AWGN 4.1.1. Unjuk Kerja Tanpa Penyandian Pada Gambar 11 ditunjukkan unjuk kerja sistem OFDM tanpa penyandian dengan teknik mapping isyarat BPSK pada kanal AWGN. Jumlah subcarrier yang digunakan adalah 32, 128, 512, 1024. Hasil simulasi menunjukkan tidak ada perbedaan unjuk kerja yang signifikan bila digunakan jumlah subcarrier yang berlainan. Nilai BER 10-5 dicapai pada saat nilai SNR sekitar 6,5 db. Unjuk kerja sistem OFDM pada kanal AWGN tidak dipengaruhi oleh jumlah subcarrier yang digunakan. Noise AWGN memberikan distribusi yang sama kepada sistem dengan jumlah subcarrier yang berbeda sehingga akan memberikan nilai BER yang hampir sama. Gambar 11. Unjuk kerja OFDM tanpa penyandian dengan teknik pemetaan isyarat BPSK pada kanal AWGN. 81

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 4.1.2. Unjuk Kerja Penyandian Unjuk kerja sistem OFDM dengan penyandian TCM pada kanal AWGN ditunjukkan pada Gambar 12. Penyandi TCM yang digunakan memiliki coding rate ½ dan menggunakan teknik pemetaan isyarat QPSK, jumlah subcarrier yang digunakan adalah 32 dan 1022. Unjuk kerja sistem OFDM dengan penyandian tidak dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah subcarrier yang digunakan. Nilai BER 10-5 untuk sistem dengan penyandian dicapai pada saat nilai SNR sekitar 5 db, sehingga unjuk kerja penyandian memberikan coding gain sebesar 1,5 db. Gambar 12. Unjuk kerja OFDM dengan penyandian dengan teknik pemetaan isyarat QPSK pada kanal AWGN. Seperti pada sistem tanpa penyandian, noise AWGN memberikan distribusi yang sama untuk jumlah subcarrier yang berbeda sehingga diperoleh nilai BER yang hampir sama. Penggunaan teknik pemetaan isyarat QPSK membutuhkan nilai SNR yang lebih tinggi daripada teknik pemetaan isyarat BPSK untuk mencapai nilai BER yang sama sehingga timbul selisih nilai SNR antara hasil simulasi yang menggunakan 82

teknik pemetaan QPSK dengan teknik pemetaan BPSK dimana selisih tersebut dinamakan coding gain. 4.2. Unjuk Kerja Sistem OFDM Pada Kanal Multipath Fading 4.2.1. Unjuk Kerja Tanpa Estimator Kanal dan Tanpa Penyandian Pada Gambar 13 ditunjukkan unjuk kerja sistem OFDM tanpa estimator kanal dan tanpa penyandian untuk jumlah subcarrier 32 dan 1024 pada kanal multipath fading dengan frekuensi doppler 0 Hz, 9 Hz, 74 Hz dan 140 Hz. Teknik pemetaan isyarat yang digunakan adalah BPSK. Pada frekuensi doppler 0 Hz, unjuk kerja sistem OFDM pada kanal multipath fading tidak dipengaruhi oleh jumlah subcarrier yang digunakan. Nilai BER 10-5 pada kanal dengan frekuensi doppler 0 Hz untuk sistem dengan jumlah subcarrier 32 dan 1022 dicapai pada saat nilai SNR sekitar 7,6 db dan 7,8 db. Tetapi dengan semakin bertambahnya nilai frekuensi doppler maka unjuk kerja sistem akan semakin menurun, sistem dengan jumlah subcarrier yang lebih besar memberikan unjuk kerja yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sistem dengan jumlah subcarrier yang lebih kecil. Pada frekuensi doppler 9 Hz, sistem dengan jumlah subcarrier 32 dan 1022 mencapai nilai BER 10-5 pada nilai SNR sekitar 17,7 db dan 19,8 db. Sedangkan sistem dengan jumlah subcarrier 32 yang diterapkan pada kanal dengan frekuensi doppler 74 Hz dan 140 Hz tidak layak karena hanya mampu mencapai nilai irreducible BER. Sistem dengan jumlah subcarrier 1022 pada frekuensi doppler 74 dan 140 Hz memberikan unjuk kerja lebih rendah daripada sistem dengan jumlah subcarrier 32, ini ditunjukkan dengan pencapaian nilai irreducible BER yang lebih tinggi. 83

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 Gambar 13. Unjuk kerja OFDM tanpa estimator kanal dan tanpa penyandian dengan teknik mapping isyarat BPSK pada kanal multipath fading. 4.2.2. Unjuk Kerja Estimator Kanal Pada Gambar 14 ditunjukkan unjuk kerja sistem OFDM dengan estimator kanal tanpa penyandian pada kanal multipath fading. Sistem menggunakan 32 subcarrier dan teknik mapping isyarat BPSK. 84

Gambar 14. Unjuk kerja OFDM dengan estimator kanal dan tanpa penyandian dengan teknik mapping isyarat BPSK dan jumlah subcarrier = 32 pada kanal multipath fading. Pada kanal dengan frekuensi doppler 0 Hz penggunaan estimator kanal tidak meningkatkan unjuk kerja sistem dan memberikan gain sebesar 2 db. Pada kanal dengan frekuensi doppler 9 Hz, penggunaan estimator kanal memberikan nilai SNR sebesar 19 db pada nilai BER 10-5 dan pada kanal dengan nilai frekuensi doppler 74 Hz dan 140 Hz mengalami irreducible BER. 4.2.3. Unjuk Kerja Penyandian Pada Gambar 15 ditunjukkan unjuk kerja sistem OFDM dengan penyandian tanpa estimator kanal pada kanal multipath fading. Teknik penyandian yang dipakai adalah TCM dengan coding rate ½, dan teknik mapping isyarat QPSK. Jumlah subcarrier yang digunakan 32. Pada kanal multipath fading dengan frekuensi doppler 0 Hz diperoleh coding gain 3 db pada nilai BER 10-5, sedangkan pada kanal dengan frekuensi doppler 9 Hz, penggunaan penyandian mampu memberikan coding gain 1,5 db pada nilai BER 10 5. Sistem OFDM dengan penyandian tanpa estimator kanal yang diterapkan multipath 85

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 fading dengan frekuensi doppler 74 Hz dan 140 Hz tidak layak untuk komunikasi data karena sistem mencapai irreducible BER pada nilai BER lebih besar dari 10-5. Gambar 15. Unjuk kerja OFDM tanpa estimator kanal dan dengan penyandian dengan teknik mapping isyarat QPSK dan jumlah subcarrier =32 pada kanal multipath fading. Dari pengamatan unjuk kerja sistem OFDM dengan penyandian tanpa estimator kanal diatas diperoleh kesimpulan bahwa dengan semakin besarnya frekuensi doppler, penggunaan penyandian memberikan coding gain yang semakin kecil. 4.2.4. Unjuk Kerja Gabungan Estimator Kanal dan Penyandian Gambar 16 menunjukkan unjuk kerja sistem OFDM dengan estimator kanal dan penyandian pada kanal multipath fading. Jumlah subcarrier yang digunakan adalah 32 dengan teknik penyandian TCM memiliki coding rate ½, dan teknik mapping isyarat QPSK. Pada kanal dengan frekuensi doppler 0 Hz, sistem mengalami gain 2,7 db pada nilai BER 10-5, dimana dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa gain ini diperoleh dari penggunaan penyandian. Penggunaan estimator kanal dan pilot tidak 86

meningkatkan unjuk kerja sistem. Penggunaan estimator kanal dan penyandian pada kanal multipath fading dengan frekuensi doppler 9 Hz mampu mencapai nilai BER 10-5 pada nilai SNR 19 db dan pada kanal dengan frekuensi doppler 74 Hz dan 140 Hz, sistem mampu mencapai BER 10-5 pada nilai SNR berturut-turut adalah 31,7 db dan 37,7 db. Gambar 16. Unjuk kerja OFDM dengan estimator kanal dan penyandian dengan teknik mapping isyarat QPSK dan jumlah subcarrier = 32 pada kanal mutipath fading. 5. Kesimpulan 1. Dengan semakin besarnya nilai frekuensi doppler pada kanal multipath fading, maka unjuk kerja sistem OFDM semakin menurun. Sistem OFDM yang menggunakan 32 subcarrier yang diterapkan pada kanal dengan frekuensi doppler 0 Hz memerlukan nilai SNR 7,6 db untuk mencapai nilai BER 10-5 sedangkan jika diterapkan pada kanal dengan frekuensi doppler 9 Hz diperlukan SNR 17,7 db untuk mencapai BER 10-5. 2. Teknik penyandian TCM dengan coding rate 1/2, jumlah state., generator polinomial oktal g 0 = 111 g 1 = 101 dengan teknik pemetaan isyarat QPSK 87

Techné Jurnal Ilmiah Elektronika Vol. 5 no. 2 Oktober 2006 Hal 69 89 memberikan unjuk kerja yang cukup baik pada sistem OFDM yang diterapkan pada kanal AWGN, dengan coding gain sebesar 1,5 db. 3. Semakin besar nilai frekuensi doppler pada kanal multipath fading, unjuk kerja TCM pada OFDM semakin menurun. Pada sistem OFDM dengan 32 subcarrier, penggunaan penyandian TCM mampu memberikan coding gain 3 db dan 1,5 db pada kanal dengan frekuensi doppler 9 Hz. Penggunaan penyandian tidak memberikan perbaikan yang cukup berarti pada sistem yang diterapkan pada kanal dengan frekuensi doppler 74 Hz dan 140 Hz karena sistem hanya mampu mencapai irreducible BER pada nilai BER yang lebih besar dari 10-5. 4. Penggunaan estimator kanal dengan metode isyarat pilot tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan unjuk kerja sistem yang diterapkan pada kanal multipath fading. 5. Pada kanal multipath fading dengan frekuensi doppler 9 Hz, 74 Hz dan 140 Hz, penggunaan estimator kanal tidak memberikan pengaruh yang berarti pada terhadap peningkatan unjuk kerja sistem karena pada pada kanal dengan frekuensi doppler 74 Hz dan 140 Hz mengalami irreducible BER. 6. Unjuk kerja gabungan estimator kanal dan penyandian pada sistem OFDM dengan 32 subcarrier pada kanal multipath fading dengan frekuensi doppler 0 Hz memberikan gain 2,7 db. Sistem OFDM dengan estimator kanal dan dengan penyandian yang diterapkan pada kanal dengan frekuensi doppler 9 Hz mampu mencapai nilai BER 10-5 pada nilai SNR sebesar 19 db sedangkan pada kanal dengan frekuensi doppler 74 Hz dan 140 Hz mengalami irreducible BER. 88

DAFTAR PUSTAKA [1]. Richard Van Nee, Ramjee Prassad. OFDM for Wireless Multimedia Communication, Artech House, London. 2000. [2] Bernard Sklar. Digital Communication. Prentice Hall. Englewood Cliffs, New Jersey. 1998 [3] Proakis, John G, Digital Communication, McGraw-Hill Book Company,1984 [4] Bernard Sklar. Rayleigh Fading Channels in Mobile Digital Communication sistems Part I : CharACterization. IEEE Communication Magazine. 1997. [5] Stephen B, Wicker. Error Control Sistem For Digital Communication and Storage, Prentice Hall. [6] Ezio Biglieri, Dariush Divsalar, Peter J Mc Lane, Marvin K Simon. Introduction to Trellis-Coded Modulation with Aplication, MACmillian, New York. 1991. [7] Jaap-Jaap van de Beek. DFT and OFDM. Departemen Of Electroscience, Lund University. Sweden. [8] Bernard Sklar. Rayleigh Fading Channels in Mobile Digital Communication sistems Part II : Mitigation. IEEE Communication Magazine. 1997. [9] Alister Burr, Modulation and Coding for Wireless Communication, Prentice Hall. [10] John G Proakis, Dimitris Manolakis. Digital Signal Communication, Prentice Hall, New Jersey 1995. 89