BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. 2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya kesehatan.

dokumen-dokumen yang mirip
1. Pendahuluan ANALISIS PENGARUH TINGKAT EFISIENSI TENAGA KESEHATAN TERHADAP ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS (TB) PARU DI GORONTALO

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

BAGIAN 1 KONSEP-KONSEP DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN. STIE MAHARDIKA 2016 Prepared by Yuli Kurniawati

Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi

Teori Produksi dan Biaya. Pertemuan 5

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. klasifikasi dari biaya sangat penting. Biaya-biaya yang terjadi di dalam

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

BAB III METODOLOGI. Sudah banyak sekali penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai efisiensi dari DMU,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Hansen dan Mowen (2004:40) mendefinisikan biaya sebagai:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN AKTIVITAS DAN STRATEGI

KONSEP-KONSEP DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN

Hipotesis 4 METODE PENELITIAN Lokasi, Waktu, dan Metode Penelitian

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Dimana sarana kesehatan pemerintah maupun swasta semakin

Pengantar Ekonomi Mikro

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

I. PENDAHULUAN. serangkaian deregulasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) telah membawa

BAB II ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DAN PELAPORAN SEGMEN

Materi 4 Ekonomi Mikro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Harga Pokok Produk. rupa sehingga memungkinkan untuk : a. Penentuan harga pokok produk secara teliti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2016

3 KERANGKA PEMIKIRAN. Konsep Efisiensi Produksi

BAB II LANDASAN TEORI. Ada definisi lainnya, yaitu menurut Marelli (2000) Clinical pathway merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

Konsep Biaya dan Penentuan Kurva Penawaran

BAB III METODE PENELITIAN

Pengantar Ekonomi Mikro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEORI PRODUKSI DAN ESTIMASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DATA ENVELOPMENT ANALYSIS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak dan secara psikologis membantu proses penyembuhan. Untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan intermediasi memandang bahwa sebuah lembaga keuangan

9 Universitas Indonesia Efisiensi relatif..., RR. Retno Wulansari, FE UI, 2010.

Soal kasus 5.1 Jawaban soal kasus 5.1 Soal kasus 5.2 Jawaban soal kasus 5.2 Soal kasus 5.3 Jawaban soal kasus 5.3

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor jasa yang begitu cepat diantaranya dipicu oleh berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

MANAGERIAL ECONOMICS. Referensi :

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, hal itu disebabkan karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan

cost classification) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku biaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTEMUAN KE-3 KONSEP DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Seminar Nasional Waluyo Jatmiko II FTI UPN Veteran Jawa Timur

BAB II LANDASAN TEORI. produksi dilakukan proses pengolahan input menjadi output. Semakin sedikit

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

UPTD PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. II.1. Arti dan Tujuan Akuntansi Manajemen. Definisi normatif Akuntansi Manajemen menurut Management

KONSEP EKONOMI MANAJERIAL ILMU MANAJEMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II PENENTUAN BIAYA OVERHEAD PABRIK (BOP) BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) 2.1. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktiftas pelayanan kesehatan baru dimulai pada akhir abad ke -19,

Ruang Lingkup Manajemen Operasional

BAB I PENDAHULUAN. berbasis unit, dengan penghitungan unit cost yang detail sehingga mudah dalam

III KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

BAB 1 PE DAHULUA. Universitas Indonesia. Analisis hubungan bauran..., Tri Yuliana, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

I. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat

Gambar 1 Konsep Efisiensi dan Produktivitas

BAB II LANDASAN TEORI. Persaingan global berpengaruh pada pola perilaku perusahaan-perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bank-bank besar di Jepang masih beroperasi di atas skala efisiensi minimum, hasil

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TEORI BIAYA PRODUKSI

EFISIENSI RUMAH SAKIT DI SUKOHARJO DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap

Y u s t i n a N g a t i l a h Teknik Industri FTI-UPNV Jatim

Kata Kunci : Data Envelopment Analysis, Technical Efficiency, Scale Effficiency

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dari

TEORI BIAYA PRODUKSI

BAB V PERUSAHAAN dan PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Klasifikasi Kos (Cost) dan Biaya (Expense) 1. Kos (Cost) a. Pengertian Kos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

ANALISIS EFISIENSI KINERJA MENGGUNAKAN MODEL DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) PADA PT XYZ

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4.2 Instalasi Gizi Rumah Sakit Instalasi gizi rumah sakit merupakan unit khusus atau penunjang di rumah sakit yang melakukan pelayanan gizi rumah sakit. Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pelayanan gizi rumah sakit memiliki visi pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna. Visi tersebut dijabarkan dalam misi pelayanan gizi rumah sakit sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan klien (pasien) dalam aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif untuk meningkatkan kualitas hidup. 2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya kesehatan. 3. Mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelayanan gizi rumah sakit memiliki tujuan umum terciptanya sistem pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sedangkan tujuan khusus pelayanan gizi rumah sakit dijabarkan sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi rawat jalan dan rawat inap. 17

18 2. Menyelenggarakan makanan sesuai standar kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi. 3. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling gizi pada klien (pasien) dan keluarganya. 4. Menyelenggarakan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietetik sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengorganisasian pelayanan gizi rumah sakit mengacu pada SK Menkes Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit dan Peraturan Menkes Nomor 1045/ MENKES/ PER/ XI/ 2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan. Berdasarkan dasar hukum tersebut, kegiatan pelayanan gizi rumah sakit meliputi empat hal, yaitu asuhan gizi rawat jalan, asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan. 1. Asuhan gizi rawat jalan Asuhan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang berkesinambungan dimulai dari pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring evaluasi kepada klien (pasien) di rawat jalan. Asuhan gizi rawat jalan pada umumnya disebut kegiatan konseling gizi dan dietetik atau edukasi (penyuluhan gizi). Asuhan gizi rawat jalan bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada klien (pasien) rawat jalan atau kelompok dengan membantu mencari solusi masalah gizinya melalui nasihat gizi mengenai jumlah asupan makanan yang sesuai, jenis diet yang tepat, jadwal makan dan cara makan, serta jenis diet dengan kondisi kesehatannya.

19 2. Asuhan gizi rawat inap Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan makanan, penyuluhan (edukasi), dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi. Tujuan asuhan gizi rawat inap adalah memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi. 3. Penyelenggaraan makanan Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi, pencatatan, pelaporan, serta evaluasi. Tujuan penyelenggaraan makanan dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal. 4. Penelitian dan pengembangan Penelitian dan pengembangan gizi terapan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guna menghadapi tantangan dan masalah gizi terapan yang kompleks. Ciri suatu penelitian adalah proses yang berjalan terus-menerus dan selalu mencari, sehingga hasilnya selalu mutakhir. Tujuan penelitian dan pengembangan gizi terapan adalah untuk mencapai kualitas pelayanan gizi rumah sakit secara berdaya guna dan berhasil guna di bidang pelayanan gizi,

20 penyelenggaraan makanan rumah sakit, penyuluhan, konsultasi, konseling, dan rujukan gizi sesuai kemampuan institusi. Hasil penelitian dan pengembangan gizi terapan berguna sebagai bahan masukan bagi perencanaan kegiatan, evaluasi, pengembangan teori, dan tatalaksana atau standar pelayanan gizi rumah sakit. Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya merupakan salah satu instalasi di Rumah Sakit PHC Surabaya yang melakukan pelayanan gizi. Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya merupakan unit yang pada awalnya tidak diproyeksikan sebagai unggulan penghasil laba. Namun, pada perkembangannya, Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya menjadi unit yang diunggulkan untuk menghasilkan laba. Menjadi unit unggulan penghasil laba, dalam melakukan pelayanan gizi, Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya memiliki tiga segmen usaha, yaitu: 1. Segmen usaha gizi rawat inap Segmen usaha gizi rawat inap adalah segmen usaha Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya yang melakukan pelayanan gizi untuk pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit PHC Surabaya. 2. Segmen usaha cafe Segmen usaha cafe adalah segmen usaha yang memberikan pelayanan bagi pegawai, keluarga pasien, dan masyarakat umum. Pelayanan segmen usaha cafe dilakukan di tiga tempat, yaitu Cafe Pisang I, Cafe Pisang Grha, dan Cake Shop. Ketiga tempat pelayanan segmen usaha cafe terletak di dalam lokasi Rumah Sakit PHC Surabaya.

21 3. Segmen usaha outside catering Segmen usaha outside catering adalah segmen usaha yang memberikan pelayanan bagi 9 rumah sakit dan 2 klinik di Surabaya serta catering diet yang melayani masyarakat umum. 4.3 Konsep Produksi Mansfield et al. (2005) mendefinisikan produksi sebagai keseluruhan aktivitas yang terkait dengan penyediaan barang dan jasa, yang meliputi kegiatan pekerja, akuisisi modal, dan distribusi produk. Produksi tidak hanya dipandang sebagai transformasi fisik input menjadi output. Pemahaman terhadap proses produksi merupakan dasar dalam melakukan analisis biaya. Analisis produksi juga diperlukan untuk memahami sifat perusahaan, hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan, serta hubungan antara unit-unit fungsional dalam perusahaan. Sedangkan menurut Colander (2008), produksi merupakan suatu transformasi dari faktor-faktor produksi menjadi barang atau jasa. Faktor-faktor produksi dimaksud adalah land, labor, dan capital. Konsep kunci dalam produksi adalah perusahaan, yaitu suatu institusi ekonomi yang melakukan transformasi faktor-faktor produksi menjadi barang atau jasa. Sebagai konsep kunci dalam produksi, perusahaan memiliki tiga peran, yaitu: 1. Mengorganisasi faktor-faktor produksi dan atau 2. Melakukan produksi barang dan atau 3. Menjual barang yang diproduksi kepada individu, bisnis, ataupun pemerintah

22 Berdasarkan tiga peran yang dimiliki oleh perusahaan terkait produksi, maka dapat dipahami bahwa perusahaan memiliki peran penting dalam produksi. Peran penting perusahaan terjadi karena perusahaan mengontrol proses produksi. Seiring dengan perkembangan dunia bisnis, saat ini semakin banyak struktur organisasi bisnis yang terpisah dari proses produksi yang disebut sebagai perusahaan virtual. Perusahaan virtual tidak melakukan sendiri proses produksi, melainkan melakukan kontrak dengan pihak lain yang melakukan proses produksi. Tujuan dari suatu kegiatan usaha adalah mengoptimalkan keuntungan. Keuntungan didefinisikan sebagai pendapatan total dikurangi dengan biaya total. Keuntungan dapat dipelajari melalui dua sudut pandang, yaitu sudut pandang akuntansi dan sudut pandang ekonomi. Keuntungan dalam sudut pandang akuntansi dihitung terbatas berdasarkan pada pendapatan dan biaya eksplisit. Sedangkan dalam sudut pandang ekonomi, pendapatan dan biaya yang dihitung meliputi pendapatan dan biaya eksplisit serta pendapatan dan biaya implisit. Pendapatan dan biaya eksplisit adalah pendapatan dan biaya yang memiliki ukuran kuantitatif. Contoh pendapatan eksplisit adalah penjualan total dikalikan dengan harga. Sedangkan contoh biaya eksplisit adalah biaya yang dibayarkan untuk mendapatkan faktor-faktor produksi. Sementara itu, pendapatan dan biaya implisit adalah pendapatan dan biaya yang tidak secara langsung memiliki ukuran kuantitatif. Contoh pendapatan implisit adalah pertambahan pendapatan dari pertambahan nilai aset. Sedangkan contoh biaya implisit adalah biaya atas kesempatan yang hilang.

23 Colander (2008) mengklasifikasikan proses produksi berdasarkan tingkat fleksibilitas perusahaan dalam merubah tingkat output. Proses produksi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu a long-run planning decision dan a short-run adjustment decision. 1. A long-run planning decision Keputusan dalam rencana jangka panjang proses produksi ditentukan dengan menggunakan asumsi semua input adalah variabel. Kondisi yang demikian memungkinkan semua teknik produksi dapat dilaksanakan. Hal ini berarti perusahaan dapat memilih ukuran pabrik, tipe mesin produksi, lokasi pabrik, serta penggunaan faktor-faktor produksi yang lain secara bebas. Pada rencana jangka panjang proses produksi, perusahaan akan memilih teknik produksi yang paling kecil biayanya. 2. A short-run adjustment decision Keputusan jangka pendek dalam proses produksi dibuat dengan kondisi dimana tidak semua input bersifat variabel, tetapi ada beberapa input yang diasumsikan bersifat tetap. Beberapa input diasumsikan tetap karena biaya untuk merubah input dinilai terlalu besar bagi perusahaan. Kondisi yang demikian menimbulkan batasan dalam pengambilan keputusan jangka pendek untuk proses produksi. Proses produksi yang dilakukan di Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya dilakukan secara terpisah antar segmen usaha. Proses produksi segmen usaha gizi rawat inap menghasilkan produk makanan dan minuman yang diperuntukkan bagi pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit PHC Surabaya.

24 Proses produksi segmen usaha gizi menghasilkan produk makanan dan minuman yang diperuntukkan bagi pelanggan cafe yang dimiliki oleh Rumah Sakit PHC Surabaya. Sedangkan proses produksi segmen usaha outside catering menghasilkan produk makanan dan minuman yang diperuntukkan bagi pelanggan cafe yang dimiliki oleh Rumah Sakit PHC Surabaya. Mengingat pentingnya kegiatan produksi untuk keberlangsungan suatu perusahaan, maka perlu dilakukan analisis produksi. Analisis produksi dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memahami tentang fungsi produksi. Menurut Mansfield et al. (2005), fungsi produksi adalah suatu tabel atau grafik atau persamaan yang menunjukkan nilai output maksimal dari suatu produk yang dapat dicapai dari penggunaan seperangkat input dalam jumlah tertentu. Sedangkan Colander (2008) menyebutkan bahwa fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menggambarkan hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dengan produk yang dihasilkan (output). Fungsi produksi memberikan informasi dasar tentang sifat dari teknologi produksi yang digunakan oleh perusahaan. Selain itu, melalui fungsi produksi akan diketahui tentang tiga konsep penting dalam proses produksi, yaitu total product, average product, dan marginal product. Total product adalah jumlah keseluruhan output yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Average product adalah jumlah output total dibagi dengan jumlah input. Sedangkan marginal product adalah output tambahan yang dihasilkan dari penambahan satu input tertentu dengan asumsi input yang lain jumlahnya tetap. Penambahan input akan menghasilkan penambahan output hanya pada jumlah input tertentu. Namun, pada

25 jumlah tertentu yang lain, penambahan input akan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah output. Hal ini terkait dengan adanya hukum penurunan produktivitas marjinal (The Law of Diminishing Marginal Productivity) pada konsep produksi. Hukum penurunan produktivitas marjinal menjelaskan bahwa penambahan input pada suatu jumlah tertentu akan menyebabkan penurunan jumlah output. Terkait dengan produktivitas marjinal, terdapat tiga kondisi yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar dapat menentukan kebijakan proses produksi yang tepat, yaitu increasing marginal productivity, diminishing marginal productivity, dan diminishing absolute productivity. 1. Increasing marginal productivity Kondisi dimana penambahan input menghasilkan produk rata-rata yang lebih besar dari saat penggunaan input tetap. Average product pada kondisi ini meningkat seiring penambahan input. Demikian pula dengan marginal product yang meningkat seiring penambahan input. 2. Diminishing marginal productivity Kondisi dimana penambahan input menghasilkan produk rata-rata yang lebih besar dari saat penggunaan input tetap. Average product pada kondisi ini mulai menurun seiring penambahan input. Demikian pula dengan marginal product yang menurun seiring penambahan input. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga nilai marginal product nol yang berarti penambahan input tidak lagi menghasilkan marginal product dan average product sama dengan saat penggunaan input tetap.

26 3. Diminishing absolute productivity Kondisi dimana penambahan input menghasilkan produk rata-rata yang lebih kecil dari saat penggunaan input tetap. Nilai average product pada kondisi ini juga menurun seiring penambahan input. Demikian pula dengan marginal product yang jumlahnya menurun dengan nilai negatif seiring penambahan input. Colander (2008) menjelaskan bahwa The Law of Diminishing Marginal Productivity menentukan bentuk kurva biaya rata-rata pada short-run production. Sedangkan bentuk kurva biaya pada long-run production ditentukan oleh hasil atas skala produksi. Terdapat tiga kategori hasil atas produksi, yaitu diseconomies of scale, economies of scale, dan constant returns to scale. 1. Diseconomies of scale Disebut juga dengan istilah decreasing returns to scale. Merupakan kondisi dimana ketika long-run average total costs meningkat seiring bertambahnya output yang dihasilkan. Namun, peningkatan jumlah output yang terjadi memiliki proporsi yang lebih kecil dibandingkan dengan penambahan jumlah input. Pada kondisi ini terjadi penurunan hasil atas skala produksi. Kondisi ini biasa terjadi ketika suatu perusahaan mulai besar. 2. Economies of scale Disebut juga dengan istilah increasing returns to scale. Kondisi ini terjadi ketika long-run average total costs menurun seiring peningkatan jumlah output yang dihasilkan. Peningkatan jumlah output memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan jumlah input.

27 3. Constant returns to scale Constant returns to scale terjadi ketika long-run average total costs tidak berubah walaupun jumlah input ditingkatkan. Dapat dikatakan bahwa pada kondisi ini proporsi peningkatan output sama dengan penambahan input. Kondisi constant returns to scale dapat terjadi ketika teknologi yang digunakan dalam proses produksi dapat diulang untuk meningkatkan output dari proses produksi yang dilakukan. Hasil perhitungan atas skala produksi memiliki peran yang penting dalam pengambilan keputusan produksi dalam jangka panjang. Kondisi economies of scale merupakan alasan bagi perusahaan untuk mengembangkan usaha yang dijalankan dengan target pasar yang lebih luas. Jika produk dapat dibuat dan dijual dengan biaya satuan yang lebih rendah, maka keuntungan akan meningkat. Sedangkan di sisi lain, kondisi diseconomies of scale akan mencegah perusahaan untuk mengembangkan usaha ataupun menjual sebagian usaha pada perusahaan yang lebih besar dengan harapan unit produksi yang lebih kecil akan menjadi lebih efisien. Setelah memahami fungsi produksi, selanjutnya yang harus dipahami agar perusahaan dapat mencapai tujuannya untuk mengoptimalkan keuntungan adalah informasi tentang biaya. Setiap aktivitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan akan menimbulkan biaya-biaya yang disebut sebagai biaya produksi. Pemahaman terhadap biaya diperlukan dalam pengambilan keputusan manajerial terkait penetapan harga produk, pengendalian biaya, dan perencanaan produksi selanjutnya (Mansfield et al., 2005).

28 Hansen and Mowen (2007) mendefinisikan biaya sebagai nilai kas atau setara kas yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memberikan keuntungan secara langsung ataupun di masa mendatang bagi perusahaan. Biaya juga didefinisikan sebagai suatu nilai uang dari seluruh sumber daya yang digunakan dalam produksi untuk mendapatkan keuntungan. Dalam upaya mendapatkan keuntungan yang optimal sebagaimana tujuan perusahaan, maka manajemen biaya harus dilaksanakan dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, maka harus dipahami tentang berbagai jenis biaya dalam suatu proses produksi. Terdapat beberapa pengelompokan yang berbeda tentang biaya produksi. Mansfield et al. (2005) dan Colander (2008) menyampaikan pengklasifikasian biaya berdasarkan hubungan antara biaya dengan jumlah output yang diproduksi sebagai berikut: 1. Fixed cost Fixed cost (biaya tetap) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh fixed input. Nilai biaya tetap tidak berubah pada periode waktu tertentu walaupun terdapat perubahan jumlah output. Dalam rencana produksi jangka panjang tidak terdapat biaya tetap, karena semua input yang digunakan dalam produksi diasumsikan bersifat variabel. 2. Variable cost Variable cost (biaya variabel) adalah biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh input yang bersifat variabel. Perubahan nilai biaya variabel terjadi seiring dengan perubahan jumlah output.

29 3. Total cost Total cost (biaya total) merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap ditambah dengan biaya variabel. 4. Marginal cost Merupakan penambahan atau pengurangan biaya total yang terjadi karena adanya peningkatan atau penurunan satu unit output. 5. Average fixed cost Merupakan nilai rata-rata dari biaya tetap produksi. Average fixed cost diperoleh dari hasil perhitungan biaya tetap dibagi dengan jumlah output yang diproduksi. 6. Average variable cost Merupakan nilai rata-rata dari biaya variabel produksi. Average variable cost diperoleh dari hasil perhitungan biaya variabel dibagi dengan jumlah output yang diproduksi. 7. Average total cost Merupakan nilai rata-rata dari biaya total produksi. Average total cost diperoleh dari hasil perhitungan biaya total dibagi dengan jumlah output yang diproduksi. Pengelompokan biaya yang berbeda disampaikan oleh Hansen and Mowen (2007) dengan mengelompokkan biaya berdasarkan hubungan antara biaya dengan obyek biaya. Obyek biaya adalah segala hal dalam proses produksi yang dapat menimbulkan biaya dan dapat diukur secara ekonomis. Obyek biaya dapat berupa barang ataupun aktivitas. Aktivitas dimaksud adalah unit dasar dari

30 pelaksanaan pekerjaan dalam suatu organisasi. Aktivitas juga dijelaskan sebagai kegiatan menyeluruh dalam organisasi yang bermanfaat bagi manajer untuk tujuan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Pengelompokan biaya berdasarkan obyek biaya membagi biaya yang digunakan dalam proses produksi menjadi dua jenis biaya, yaitu direct cost (biaya langsung) dan indirect cost (biaya tidak langsung). 1. Direct cost Direct cost adalah biaya yang dapat secara mudah dan akurat dibebankan pada obyek biaya. Pembebanan pada obyek biaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui direct tracing dan driver tracing. Direct tracing adalah proses identifikasi dan pembebanan biaya pada obyek biaya yang dilakukan melalui pengamatan fisik. Sedangkan driver tracing adalah pembebanan biaya pada obyek biaya yang dilakukan berdasarkan hubungan sebab akibat. Pada driver tracing pengamatan dilakukan pada driver (pemicu biaya). Pemicu biaya merupakan faktor penyebab suatu obyek untuk menjadi obyek biaya yang dapat diamati secara mudah. Biaya langsung terdiri dari direct labor cost dan direct material cost. a. Direct labor cost Direct labor cost adalah biaya yang dibebankan pada tenaga kerja yang dapat diidentifikasi secara langsung dengan produk yang dihasilkan pada biaya yang masuk akal. Biaya yang dibebankan pada tenaga kerja antara lain meliputi gaji, upah lembur, tunjangan, biaya seragam. Dalam proses produksi, tenaga kerja memiliki peran yang sangat penting, yaitu merubah

31 bahan mentah menjadi barang jadi. Jumlah tenaga kerja dalam suatu perusahaan dapat dihitung berdasarkan pengamatan fisik. Oleh karena itu, maka identifikasi dan pembebanan biaya dapat dilakukan melalui direct tracing. Biaya yang diidentifikasi termasuk dalam kelompok direct labor cost pada Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya adalah biaya pegawai untuk SDM yang terkait langsung dengan produksi. b. Direct material cost Direct material cost adalah biaya yang dibebankan pada bahan-bahan yang dapat diidentifikasi secara langsung dengan produk yang dihasilkan dalam suatu proses produksi pada biaya yang masuk akal. Bahan-bahan ini disebut juga dengan bahan mentah. 2. Indirect cost Indirect cost adalah biaya yang tidak mudah untuk dibebankan secara langsung pada obyek biaya. Tidak ada hubungan sebab akibat yang mudah diamati secara ekonomi antara obyek biaya dengan biaya yang ditimbulkan. Oleh karena itu, maka pembebanan biaya tidak langsung pada obyek biaya dapat dilakukan dengan cara alokasi. Penyusunan alokasi dilakukan dengan menggunakan asumsi. Proses identifikasi biaya dapat dilakukan secara tepat dan akurat jika semua aktivitas dalam suatu proses produksi dapat dipahami dengan baik. Oleh karena itu, maka penting bagi suatu perusahaan untuk memahami internal value chain dari usaha yang dilakukan. Internal value chain dapat dipelajari pada Gambar 2.1.

32 Design Service Develop Distribute Produce Gambar 2.1 The Internal Value Chain Activities Sumber: Hansen and Mowen (2007) Internal value chain menggambarkan semua aktivitas yang dilakukan mulai dari awal produksi hingga produk diterima oleh konsumen. Aktivitas yang terdapat pada internal value chain suatu usaha umumnya terdiri dari design, develop, produce, market, distribute, dan service. Market 4.4 Konsep Efisiensi Menurut Peacock et al. (2001), efisiensi suatu proses produksi yaitu efisiensi produktif mengacu pada seberapa baik semua input yang digunakan dalam proses produksi dikonversi menjadi produk jadi. Proses produksi dapat didefinisikan pada tingkat organisasi yang berbeda. Tingkat efisiensi produktif diukur dengan membandingkan jumlah input dan produk aktual dengan jumlah input dan produk optimal. Jumlah optimal didefinisikan sebagai kapasitas produksi, yaitu batas produksi dapat dilakukan. Suatu pengukuran efisiensi relatif adalah fungsi jarak dari batasan. Hasil pengukuran menunjukkan tingkat efisiensi relatif terhadap batasan produksi.

33 Pelayanan kesehatan ditinjau dari perspektif sosial dapat dipandang sebagai intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka efisiensi pelayanan kesehatan mengacu pada seberapa baik sumber daya pelayanan kesehatan digunakan untuk mencapai peningkatan kesehatan. (Peacock et al., 2001). Sedangkan Grannon (2004) mendefinisikan efisiensi rumah sakit sebagai suatu keberhasilan yang dicapai rumah sakit dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk memproduksi output, yaitu bahwa penggunaan sumber daya untuk memproduksi output sesuai dengan kualitas yang ditentukan sesuai dengan penggunaan sumber daya optimal. Penentuan atau pengukuran tingkat efisiensi pada suatu aktivitas produksi harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu. Syamsi (2007) menyampaikan bahwa prinsip efisiensi dapat berlaku dengan terpenuhinya persyaratan sebagai berikut: 1. Efisiensi harus dapat diukur Menentukan suatu aktivitas efisien atau tidak dilakukan dengan menggunakan suatu ukuran yang telah ditentukan sejak awal. Ukuran yang digunakan disebut dengan ukuran normal, yaitu suatu batasan antara kondisi efisien dengan kondisi tidak efisien. Konsep efisiensi adalah membandingkan antara input dengan output. Berdasarkan konsep tersebut, maka batas ukuran normal juga ditentukan untuk input dan output. Batas ukuran normal yang digunakan untuk input adalah input maksimal, sedangkan batas ukuran normal yang digunakan untuk output adalah output minimal.

34 2. Efisiensi mengacu pada pertimbangan rasional Pertimbangan rasional harus digunakan untuk menghindari subyektivitas dalam pengukuran efisiensi. 3. Efisiensi tidak boleh mengorbankan kualitas Pencapaian suatu tingkat efisiensi harus dilakukan dengan memperhatikan aspek kualitas. Kualitas standar dari suatu aktivitas harus tetap dijaga. 4. Efisiensi merupakan teknis pelaksanaan Pelaksanaan suatu aktivitas yang efisien harus tetap memperhatikan kebijakan makro terkait aktivitas tersebut. 5. Pelaksanaan efisiensi harus disesuaikan dengan kemampuan organisasi yang bersangkutan. Masing-masing organisasi memiliki kemampuan atau sumber daya yang berbeda-beda. Pengukuran efisiensi pada suatu organisasi hendaknya dilakukan berdasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut. 6. Terdapat tingkatan efisiensi Tingkatan efisiensi harus ditentukan dengan cermat menggunakan batasan yang jelas. Efisiensi dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang. Menurut Syamsi (2007), efisiensi dapat dipelajari dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang input dan output. 1. Efisiensi dalam sudut pandang input Mempelajari efisiensi dari sudut pandang input adalah dengan terlebih dahulu menentukan nilai input yang akan digunakan. Setelah input ditentukan,

35 selanjutnya ditentukan nilai output minimal yang harus dicapai dalam penggunaan input. Penentuan tingkat efisiensi dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: a. Tidak efisien jika output yang dihasilkan kurang dari output minimal. b. Normal jika output yang dihasilkan sama dengan output minimal. c. Efisien jika output yang dihasilkan lebih dari output minimal. 2. Efisiensi dalam sudut pandang output Efisiensi dalam sudut pandang output dipelajari dengan menentukan nilai output terlebih dahulu. Selanjutnya, ditentukan nilai input maksimal yang dapat digunakan untuk mencapai output yang ditentukan. Tingkat efisiensi ditentukan dengan menggunakan kriteria berikut: a. Tidak efisien jika input yang digunakan lebih dari input maksimal. b. Normal jika input yang digunakan sama dengan input maksimal. c. Efisien jika input yang digunakan kurang dari input maksimal. Selain mempelajari efisiensi berdasarkan dua sisi yang dibandingkan untuk mendapatkan nilai efisiensi yaitu input dan output, Shekelle (2006) menyatakan bahwa dalam mempelajari efisiensi juga penting memperhatikan tipologi dari efisiensi. Menurut Shekelle (2006), tipologi efisiensi dalam pelayanan kesehatan dapat dipelajari dari tiga sudut pandang, yaitu perspektif pihak yang terlibat dalam suatu lembaga pelayanan kesehatan, output yang dihasilkan dari lembaga pelayanan kesehatan, dan tipe pelayanan kesehatan. Tipologi efisiensi dalam pelayanan kesehatan menurut Shekelle (2006) dapat dipelajari pada Gambar 3.1.

36 Society Perspective Providers Health Care Firms Health Plans Purchasers Individuals Output Services Health Outcomes Type Technical Productive Social Gambar 2.2 RAND s Efficiency Typology Sumber: Shekelle (2006) Aspek sudut pandang mempelajari tentang siapa dan kenapa. Pada pelayanan kesehatan efisiensi diukur dari tiga sudut pandang, yaitu organisasi pelayanan kesehatan, individu, dan sosial. Sudut pandang organisasi pelayanan kesehatan terdiri dari pemberi pelayanan kesehatan, perencanaan kesehatan, dan pembeli. Aspek output mempelajari tentang apa yang diproduksi. Pengukuran efisiensi pada aspek output pelayanan kesehatan dilakukan terhadap hasil produksi pelayanan kesehatan yang secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu pelayanan dan outcome kesehatan. Sedangkan aspek jenis mempelajari tentang akar penyebab ketidakefisienan serta faktor input dan output. Jenis efisiensi pada pelayanan kesehatan terdiri dari efisiensi teknis, produktif, dan sosial. Efisiensi teknis dan produktif menjadi fokus perusahaan, sedangkan efisiensi sosial menjadi fokus masyarakat.

37 Terdapat beberapa jenis efisiensi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Haksever et al. (2000), efisiensi dapat diidentifikasi berdasarkan tiga jenis efisiensi, yaitu technical efficiency, allocative efficiency, serta scale efficiency. 1. Technical efficiency Technical efficiency adalah keadaan peningkatan suatu input atau output tanpa mengorbankan input atau output lainnya. 2. Allocative efficiency Allocative efficiency menggambarkan campuran input yang tepat untuk memproduksi output dalam suatu entitas ekonomi pada biaya yang minimum dan membutuhkan data harga. 3. Scale efficiency Scale efficiency merupakan efisiensi yang terkait dengan skala produksi. Scale efficiency mengelompokkan kondisi efisien menjadi tiga kelompok, yaitu increasing returns to scale atau economies of scale, decreasing returns to scale atau diseconomies of scale, dan constant returns to scale. Jika peningkatan jumlah output memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan jumlah input, maka disebut increasing returns to scale atau economies of scale. Sebaliknya, jika peningkatan jumlah output yang terjadi memiliki proporsi yang lebih kecil dibandingkan dengan penambahan jumlah input, maka disebut decreasing returns to scale atau diseconomies of scale. Kondisi disebut constant returns to scale jika proporsi peningkatan output sama dengan penambahan input.

38 Jika Haksever et al. (2000) membedakan efisiensi menjadi tiga jenis, tidak demikian dengan Colander (2008). Menurut Colander (2008), terdapat dua jenis efisiensi, yaitu technical efficiency dan economic efficiency yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Technical efficiency Technical efficiency dalam produksi berarti penggunaan input seminimal mungkin untuk memproduksi jumlah output tertentu. 2. Economic efficiency Economic efficiency dalam produksi berarti penggunaan kemungkinan tingkat biaya terendah untuk memproduksi jumlah output tertentu. Sedangkan menurut Peacock et al. (2001), efisiensi dalam pelayanan kesehatan terdiri dari dua komponen efisiensi, yaitu: 1. Technical efficiency Technical efficiency adalah ketika intervensi pelayanan kesehatan untuk pencapaian derajat kesehatan tertentu dilakukan dengan jumlah input yang minimum. Contoh: penanganan suatu penyakit 2. Allocative efficiency Allocative efficiency adalah ketika beberapa intervensi yang efisien secara teknis dilakukan bersama untuk mencapai kemungkinan terbesar dalam peningkatan derajat kesehatan. Contoh: penggabungan intervensi untuk menangani beberapa penyakit yang berbeda.

39 Pengukuran efisiensi dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) membuat klasifikasi efisiensi menjadi overall technical efficiency dan allocative efficiency. 1. Overall technical efficiency Efisiensi ini terdiri dari dua komponen, yaitu pure efficiency dan scale eficiency. a. Pure efficiency Kondisi efisien secara teknis dapat dicapai ketika output maksimal dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi faktor-faktor input yang terpilih. b. Scale efficiency Kondisi efisien secara skala dapat dicapai ketika ukuran produksi mencapai optimal. 2. Allocative efficiency Berdasarkan pengertian efisiensi yang terkait dengan penggunaan input dan output yang dihasilkan, maka faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat efisiensi adalah faktor input yang digunakan dalam produksi serta faktor output yang dihasilkan dari suatu produksi. Selain kedua faktor tersebut, menurut Gumbau-Albert and Maudos (2002) efisiensi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain, yaitu: 1. Kondisi eksternal perusahaan Termasuk dalam kondisi eksternal perusahaan adalah tingkat kompetisi dalam pasar dimana perusahaan bersaing.

40 2. Karakteristik perusahaan Karakteristik perusahaan meliputi ukuran perusahaan, jenis perusahaan, intensitas investasi, dan lokasi keberadaan perusahaan. 3. Lingkungan dinamis Lingkungan yang dinamis merupakan akibat dari evolusi permintaan yang harus dihadapi oleh perusahaan. Lingkungan yang dinamis juga dapat terjadi karena strategi produksi yang diterapkan oleh perusahaan, misalnya inovasi teknologi. 4. Kepemilikan perusahaan Terdapat dua jenis kepemilikan perusahaan, yaitu publik dan swasta. Tingkat intervensi publik pada manajemen perusahaan dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Pengukuran efisiensi pelayanan di rumah sakit telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran tersebut. Menurut Peacock et al. (2001), terdapat dua teknik pengukuran efisiensi, yaitu benchmarking analysis dan economic evaluation. Menurut Peacock et al. (2001), benchmarking analysis dari suatu penyedia layanan menghitung keberagaman aktivitas pelayanan yang dilakukan dan aspek operasional dalam mengorganisasikan dan mengadministrasikan aktivitas-aktivitas tersebut. Benchmarking analysis digunakan untuk menilai tingkat efisiensi teknis relatif terhadap unit patokan tertentu. Hasil benchmarking mencerminkan pemilihan prosedur cost-effective untuk intervensi tertentu dan tingkat operasional efisiensi dalam melakukan prosedur yang dipilih. Teknik

41 dalam benchmarking analysis antara lain simple ratio analysis, unit cost analysis, Stochastic Frontier Analysis (SFA), dan Data Envelopment Analysis (DEA). 1. Simple ratio analysis Simple ratio analysis terbatas pada perbandingan antara dua variabel, satu variabel mengukur input dan satu variabel lainnya mengukur output. Analisis rasio tidak dapat mengidentifikasi pembanding yang tepat untuk suatu pengamatan tertentu. Untuk melihat dampak faktor lingkungan terhadap efisiensi, estimasi rasio harus dianalisa dengan menggunakan metode statistik tertentu, misal dengan analisis regresi atau analisis varians. 2. Unit cost analysis Biaya satuan adalah biaya input dibagi dengan variabel output. Pengukuran biaya satuan dapat dipandang sebagai suatu indikator tunggal dari efisiensi dengan menggunakan harga input sebagai beban untuk mengkombinasikan multiple ratio dari input yang berbeda pada output tertentu. Pengukuran biaya satuan berkaitan dengan recurrent cost, capital cost, dan total cost. Dalam perhitungan biaya satuan dari proses produksi gabungan, maka multiple output harus dibuat agregat. 3. Stochastic Frontier Analysis (SFA) SFA menggunakan metode ekonometri untuk membuat perkiraan persamaan stochastic frontier, baik untuk fungsi produksi ataupun untuk fungsi biaya dengan suatu tingkat kesalahan. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam memperkirakan fungsi produksi atau fungsi biaya, yaitu korelasi antar variabel input yang berbeda, korelasi antara variabel input dengan tingkat

42 kesalahan. Fungsi produksi menggunakan satu output sebagai variabel tergantung, sehingga output harus dibuat agregat. Output yang agregat akan berpengaruh dalam penyusunan perkiraan persamaan stochastic frontier, dan pada akhirnya akan mempengaruhi perbandingan efisiensi. SFA menggambarkan proses produksi yang spesifik, termasuk faktor lingkungan. SFA juga memungkinkan penggunaan uji statistik terhadap hipotesis tentang batasan produksi dan menghasilkan confidence intervals dalam pengukuran efisiensi. SFA memiliki dua kelemahan, yaitu: a. Membutuhkan ukuran sampel yang besar agar teknik ekonometri dapat diterapkan dengan baik. b. Ketergantungan dari distribusi diasumsikan berdasar pada perkiraan efisiensi. Perbedaan antara kondisi inefisiensi dengan penyimpangan sementara dari target kinerja bergantung pada distribusi probabilitas yang diasumsikan. 4. Data Envelopment Analysis (DEA) DEA menggunakan metode pemrograman matematis untuk membuat estimasi batasan produksi. DEA dapat menggunakan indikator tunggal dalam efisiensi, tetapi juga memungkinkan variabel multiple output dan multiple input tanpa menggunakan data harga dan biaya. Konsep DEA lebih lanjut akan dijelaskan pada Bab 2.5. Sedangkan economic evaluation menilai pencapaian outcome melalui pemanfaatan optimal dari teknologi dan sumber daya yang tersedia. Economic evaluation tidak memperhitungkan perbedaan antara penyedia layanan dalam

43 kemampuan mereka mengelola sumber daya dan layanan. Economic evaluation memiliki tiga prinsip dasar, yaitu: 1. Menghitung biaya dan konsekuensinya 2. Membandingkan program kesehatan yang spesifik 3. Menggunakan indikator outcome untuk mewakili konsekuensi Teknik dalam economic evaluation untuk mengukur efisiensi di pelayanan kesehatan antara lain Cost Minimisation Analysis (CMA), Cost- Effectiveness Analysis (CEA), Cost-Utility Analysis (CUA), dan Cost-Benefit Analysis (CBA). 1. Cost minimisation analysis (CMA) CMA merupakan desain yang tepat digunakan ketika bukti klinis menunjukkan outcome yang sama pada beberapa program kesehatan, namun terdapat perbedaan biaya. 2. Cost-effectiveness analysis (CEA) CEA menilai outcome dari suatu program kesehatan dengan mengukur pencapaian kesehatan secara fisik. Kelebihan CEA adalah mampu menjelaskan cara pengobatan termurah untuk tingkat outcome kesehatan yang berbeda. Program kesehatan yang paling efektif diidentifikasi berdasarkan rasio costeffectiveness. CEA memiliki tiga kelemahan, yaitu: a. CEA tidak dapat digunakan untuk membandingkan program kesehatan yang tidak mirip. b. CEA dalam perhitungannya hanya melihat satu dimensi dalam outcome program kesehatan.

44 c. CEA menunjukkan alternatif yang dianggap lebih efisien dalam mencapai tujuan yang diinginkan, tetapi tidak menunjukkan pilihan yang harus disediakan. 3. Cost-utility analysis (CUA) CUA mengukur program kesehatan dari aspek perubahan utilitas pelayanan kesehatan. Nilai utilitas pelayanan kesehatan secara eksplisit merupakan efek dari program kesehatan terhadap aspek mortalitas dan morbiditas. CUA dapat digunakan untuk membandingkan program kesehatan yang tidak mirip, namun tidak dapat digunakan untuk membandingkan kegiatan sektor kesehatan dengan non-kesehatan. 4. Cost-benefit analysis (CBA) CBA menggunakan ukuran tunggal, yaitu uang untuk mengukur semua keuntungan yang mungkin diperoleh dari program, baik program kesehatan maupun program non kesehatan. Aplikasi penggunaan CBA sangat luas. Hal tersebut karena terdapat tiga kelebihan yang dimiliki oleh CBA dalam mengukur efisiensi, yaitu: a. CBA dapat digunakan untuk mengukur efisiensi teknis dan alokatif. b. CBA dapat digunakan untuk membandingkan program dari sektor yang berbeda. c. CBA dapat digunakan untuk menentukan ukuran produksi optimal. CBA dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu: a. Human capital approach b. Willingness-to-pay approach

45 Metode pengukuran efisiensi yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur efisiensi Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya adalah metode pengukuran efisiensi benchmarking analysis, yaitu Data Envelopment Analysis (DEA). Pengukuran efisiensi akan menghasilkan tingkat efisiensi yang telah dicapai. Penting bagi pelayanan kesehatan untuk mencapai tingkat efisiensi yang baik. Menurut Edwards et al. (2011), peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu: 1. Meningkatkan kualitas dan akses 2. Menguatkan tujuan 3. Menerapkan strategi peningkatan kualitas Strategi peningkatan kualitas dapat dilakukan melalui penilaian kinerja dengan kaji banding untuk memberi motivasi kepada pemberi pelayanan agar meningkatkan kinerjanya dan membangun budaya peningkatan kualitas yang berkelanjutan. 4. Menggunakan teknologi pencatatan medis 5. Manajemen sumber daya manusia Dilakukan dengan peningkatan kerjasama tim dan peningkatan kinerja untuk memenuhi kebutuhan pasien. 6. Menegaskan komunikasi antara pemberi pelayanan dengan kosumen Komunikasi pemberi layanan dengan konsumen dan keluarganya harus berjalan dengan baik untuk menjelaskan harapan yang dapat dicapai dari layanan yang diberikan.

46 7. Melakukan standarisasi Standarisasi dilakukan pada proses hingga tahap penyampaian layanan. Standarisasi dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan untuk meningkatkan kekuatan pembelian. 8. Mengintegrasikan pelayanan, sistem, dan pemberi pelayanan Dapat dilakukan secara eksplisit dalam sistem kesehatan atau dilakukan dengan mengadopsi karakteristik sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan komunitas, misal melalui sistem informasi umum. 4.5 Konsep Input dan Output Ruang lingkup analisis kinerja organisasi atau analisis efisiensi harus ditentukan dengan jelas. Terdapat kriteria tertentu yang memungkinkan untuk dilakukan analisis efisiensi. Menurut Glied and Smith (2011), pemilihan unit untuk analisis efisiensi harus memenuhi tiga kriteria, yaitu: 1. Unit analisis harus menggambarkan proses produksi secara keseluruhan. 2. Unit merupakan pengambil keputusan. Fungsi unit analisis adalah untuk mengkonversi input menjadi output dengan menggunakan definisi yang terukur, dan memiliki kebijakan teknis tentang proses dimana proses konversi tersebut terjadi. 3. Unit secara analitik dapat dibandingkan, khususnya pada tujuannya untuk memproduksi sejumlah output yang telah ditentukan oleh analis. Proses produksi pada pelayanan kesehatan sangat kompleks. Proses produksi pada pelayanan kesehatan tidak sama dengan proses produksi pada barang, dimana

47 seperangkat input yang telah jelas teridentifikasi digunakan untuk memproduksi output sesuai dengan standar. Pada pelayanan kesehatan, produk layanan dibuat untuk memenuhi kebutuan spesifik dari setiap individu pasien. Oleh karena itu, maka proses analisis dan variabel analisis harus ditentukan dengan benar dengan memperhatikan output dan proses produksi yang beragam. Input dalam konsep klasik fungsi produksi terdiri dari dua komponen, yaitu labor (tenaga kerja) dan capital (modal) (Glied and Smith, 2011). Tenaga kerja pada pelayanan kesehatan sangat beragam dan masing-masing memberikan kontribusi pada proses pelayanan dengan cara yang berbeda. Tenaga kerja pada pelayanan kesehatan termasuk paramedis, resepsionis, dokter, perawat, petugas jasa angkut, petugas kebersihan, petugas administrasi, dan bahkan pemberi pelayanan pengobatan alternatif seperti ahli akupuntur dan chiropractors. Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel input terkait dengan biaya langsung produksi di Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya. Variabel input tersebut meliputi: 1. Biaya pegawai 2. Biaya bahan makanan 3. Biaya peralatan 4. Biaya perlengkapan Menentukan, mengukur, dan menilai output pada sektor kesehatan merupakan hal yang tidak mudah, karena: 1. Permintaan terhadap pelayanan kesehatan terjadi bukan karena tingkat kepentingannya, tetapi karena kontribusinya terhadap kesehatan.

48 2. Penilaian efisiensi organisasi pelayanan kesehatan sulit dilakukan karena sebagaian besar output dihasilkan dari proses produksi gabungan. 3. Organisasi pelayanan kesehatan memproduksi berbagai jenis output untuk mencapai banyak tujuan. Menurut Jacobs et al. (2006), output dalam pelayanan kesehatan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1. Peningkatan derajat kesehatan pasien 2. Kepuasan pasien Menurut Jacobs et al. (2006), dalam konteks analisis efisiensi, terdapat dua hal tentang output yang harus diperhatikan, yaitu cara penentuan output dan nilai yang digunakan dalam menentukan output. 1. Cara penentuan output Output dapat ditentukan dengan berdasarkan pada dua hal, yaitu: a. Outcome yang akan dihasilkan Penentuan output dengan memperhatikan outcome disebut sebagai pendekatan hasil. Output pelayanan kesehatan dalam pendekatan hasil adalah peningkatan derajat kesehatan pasien. b. Kegiatan pelayanan kesehatan Penentuan output dengan memperhatikan kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan disebut sebagai pendekatan proses. Output pelayanan kesehatan dalam pendekatan proses adalah penyediaan jasa pelayanan oleh unit yang ada pada pelayanan kesehatan. Output dalam pendekatan proses juga terkait dengan kepuasan pasien.

49 Pada umumnya output adalah kuantitas dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh unit analisis. 2. Nilai yang digunakan dalam menentukan output Variabel output yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan dari produksi di Instalasi Gizi Rumah Sakit PHC Surabaya. 4.6 Data Envelopment Analysis (DEA) Menurut Colander (2008), envelope relationship dalam konsep produksi merupakan suatu hubungan yang menjelaskan bahwa pada satu titik jumlah output tertentu, short-run average total cost memiliki nilai yang sama dengan long-run average total cost, namun pada titik jumlah output yang lain, nilai short-run average total cost lebih besar dari nilai long-run average total cost. Titik jumlah output dimana short-run average total cost memiliki nilai yang sama dengan long-run average total cost merupakan titik produksi yang paling efisien. Pada long-run production semua input diasumsikan bersifat variabel. Hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk memilih teknik produksi yang paling efisien. Sedangkan pada short-run production terdapat beberapa input yang diasumsikan tetap, sehingga membatasi perusahaan dalam memilih teknik produksi yang paling efisien. Melalui analisis envelope relationship akan dapat diketahui nilai input dan output yang akan menghasilkan kinerja terbaik bagi suatu perusahaan. Menurut Jacobs (2000), Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu metode pemrograman linear yang memungkinkan pengukuran efisiensi konsisten dengan konsep berbasis teoritis efisiensi produksi. DEA biasanya meneliti

50 hubungan antara input ke proses produksi dan output dari proses. Wei (2001) mendefinisikan DEA adalah suatu pendekatan pemrograman matematik untuk penilaian efisiensi relatif (disebut efisien DEA) untuk sekelompok unit pengambilan keputusan dengan banyak input dan output. Sedangkan Osei et al. (2005), menyatakan bahwa DEA adalah metodologi pemrograman linear untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari masing-masing unit produksi di antara unit pengambilan keputusan yang homogen. DEA membuat estimasi batasan produksi dengan menggunakan kombinasi input dan output dari kinerja unit produksi terbaik. Pelayanan kesehatan yang memiliki batasan produksi terbaik diberi skor efisiensi 1 atau 100% dan dianggap efisien secara teknis dibandingkan dengan unit produksi yang lain. Pelayanan kesehatan yang tidak efisien diberi skor antara 0 sampai dengan 1. Semakin besar skor menandakan tingkat efisiensi semakin tinggi. Secara matematis, konsep DEA dirumuskan sebagai berikut: e o = s r=1 u r y rp m i=1 v i x ip...(2.1) Dimana: e o = efisiensi relatif s = jumlah output u r y rp m v i = bobot untuk output r = nilai dari output r yang dihasilkan DMU = jumlah input = bobot untuk input i

51 x ip = nilai dari input i yang dihasilkan DMU Pengukuran efisiensi menggunakan metode DEA memiliki dua model, yaitu Constant Returns to Scale (CRS) Model dan Variable Returns to Scale (VRS) Model. 1. CRS Model CRS mengukur efisiensi teknis secara keseluruhan untuk masing-masing unit pelayanan. Pada penelitian ini CRS digunakan untuk mengukur efisiensi teknis pelayanan gizi rawat inap dan pelayanan outside catering. Secara matematis CRS dirumuskan sebagai berikut: maxe o = s. t. s r=1 u r y rp...(2.2) m i=1 v i x ip = 1 s u r m i=1 r=1 y rj v i x ij 0, j u r, v i 0; r, i Dimana: j x ij y rj = 1,...,n (jumlah DMU); r=1,...,s, dan i=1,...,m = banyaknya penggunaan input tipe i oleh DMU ke j = banyaknya output yang dihasilkan tipe r oleh DMU ke j 2. VRS Model VRS mengukur pure technical efficiency dan efisiensi skala melalui CRS. Efisiensi skala diperoleh melalui pembagian skor efisiensi CRS dengan skor efisiensi VRS. Melalui model VRS akan dapat dianalisa kondisi increasing returns to scale, constant returns to scale, dan decreasing returns to scale dari penggunaan suatu input.

52 Secara matematis, VRS dirumuskan sebagai berikut: maxe o = s. t. s r=1 u r y rp + u o...(2.3) m i=1 v i x ip = 1 s u r m i=1 r=1 y rj v i x ij + u o 0, j u r, v i 0; r, i Dimana: j x ij y rj u o = 1,...,n (jumlah DMU); r=1,...,s, dan i=1,...,m = banyaknya penggunaan input tipe i oleh DMU ke j = banyaknya output yang dihasilkan tipe r oleh DMU ke j = penggal yang dapat bernilai posif dan negatif Selain mengukur efisiensi relatif, DEA juga dapat digunakan untuk merangking DMU yang efisien dengan menggunakan skor super-efisiensi. Untuk mengetahui skor super-efisiensi digunakan rumus sebagai berikut: maxe o = s. t. s r=1 u r y rp...(2.4) m i=1 v i x ip = 1 s u r m i=1 r=1 y rj v i x ij 0, j p u r, v i 0; r, i Dimana: j x ij y rj = 1,...,n (jumlah DMU); r=1,...,s, dan i=1,...,m = banyaknya penggunaan input tipe i oleh DMU ke j = banyaknya output yang dihasilkan tipe r oleh DMU ke j Dalam hasil program linear DEA dapat dilakukan penggabungan DMU yang efisien sebagai acuan untuk mengevaluasi DMU yang tidak efisien.

53 Gabungan DMU yang efisien juga dapat digunakan untuk meningkatkan DMU yang tidak efisien, sehingga dapat disusun plan of improvement. Langkah-langkah pengukuran efisiensi dengan metode DEA adalah sebagai berikut: 1. Menyusun data input dan output untuk diperhitungkan dalam proses analisis. 2. Mengolah data yang ada dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Efficiency Measurement System (EMS). 3. Menginterpretasikan hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan software Efficiency Measurement System (EMS) sehingga ditentukan best-performers dan poor-performers. 4. Menyusun rekomendasi plan of improvements bagi poor-performers dengan memperhatikan best-performers. Metode DEA lebih dipilih untuk pengukuran efisiensi karena kelebihan yang dimiliki. Peacock et al. (2001) mengungkapkan beberapa alasan DEA dipilih sebagai teknik analisis yang digunakan untuk menilai efisiensi di rumah sakit, yaitu: 1. DEA dipilih karena dapat menggunakan multiple input dan multiple output, dimana keadaan ini sesuai dengan pelayanan di rumah sakit yang memiliki banyak input dan output. 2. DEA tidak menentukan bentuk fungsional batasan produksi. Hal ini sesuai dengan proses produksi pelayanan kesehatan yang rumit, yang tidak mungkin dijelaskan dengan baik oleh persamaan matematika.

54 3. DEA yang menggunakan metode pemrograman linear mengestimasikan batasan produksi melalui persamaan linear untuk fungsi produksi yang tidak spesifik dan fleksibel. Hal ini sesuai dengan proses produksi yang terjadi di pelayanan kesehatan dimana suatu output biasanya dihasilkan dari proses produksi gabungan dan bersifat individual untuk memenuhi kebutuhan masingmasing pasien. Alasan lain yang dipaparkan oleh Osei et al. (2005) tentang penggunaan DEA sebagai teknik analisis efisiensi di rumah sakit adalah: 1. Variabel input dan output yang digunakan dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. 2. Dalam DEA tidak diperlukan asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output. 4.7 Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Osei et al. pada tahun 2005 tentang efisiensi teknis rumah sakit umum daerah dan pusat pelayanan kesehatan di Ghana, DEA digunakan untuk mengukur ketidakefisienan di antara fasilitas individual dan input individual. Hasil yang diperoleh adalah 47% rumah sakit tidak efisien teknis, dengan rata-rata skor efisiensi teknis 61% dan standar deviasi 12%. 59% rumah sakit tidak efisien skala, dengan rata-rata efisiensi skala 81% dan standar deviasi 25%. 18% pusat pelayanan kesehatan tidak efisien teknis dengan rata-rata skor efisiensi teknis 49% dan standar deviasi 27%. 47% pusat pelayanan kesehatan tidak efisien skala, dengan rata-rata skor efisiensi skala 84%