DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

PERUBAHAN POLA TATA RUANG PADA KARANG 1 DESA ADAT JATILUWIH DI BALI

POLA PENATAAN RUANG UNIT PEKARANGAN DI DESA BONGLI TABANAN

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

KARAKTERISTIK RUANG TRADISIONAL PADA DESA ADAT PENGLIPURAN, BALI Characteristic of Traditional Space in the Traditional Village of Penglipuran, Bali

PERUBAHAN ARSITEKTUR TRADISIONAL HUNIAN DESA BAYUNG GEDE, BANGLI

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-95

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. besar dari sejak awalnya berdirinya desa (kurang lebih 150 tahun yg lalu)

BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan.

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

POLA RUANG PERMUKIMAN DAN RUMAH TRADISIONAL BALI AGA BANJAR DAUH PURA TIGAWASA

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus

Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli

Identifikasi Tipe Pemukiman Karang Nabuan di Banjar Tinggan Desa Plaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Puri Agung Peliatan Ubud sebagai Destinasi Wisata Budaya

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

I Kadek Merta Wijaya, S.T., M.Sc. Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Warmadewa

EKSPRESI KERUANGAN BUDAYA LOKAL: Tinjauan Diakronik Spasial Permukiman Desa Adat Kesiman, Denpasar Bali

EKO-ARSITEKTUR PADA PERMUKIMAN TRADISIONAL DI DESA ADAT BUGBUG, KARANGASEM

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

Pola Spasial Permukiman Tradisional Bali Aga di Desa Sekardadi, Kintamani

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan, di samping unsur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan kota dan tuntutan akan keberadaan ruang terbuka. Pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar mengakibatkan jumlah ruang

berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara. Di desa ini

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Kondisi Kepariwisataan Daerah Bali. satu Kotamadya, yang diantaranya: Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1

LANANG M PARWITA : KAJIAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR 59

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

POTENSI DESA BONGKASA PERTIWI KABUPATEN BADUNG SEBAGAI DESA WISATA

BAB IV. Kesimpulan. positif terhadap pulau Bali seperti yang telah di paparkan di atas, telah dikaji

DAMPAK MUNCULNYA SIMBOL MODERNITAS DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN TAHUN Abstrak

PERPEKTIF RUANG SEBAGAI ENTITAS BUDAYA LOKAL Orientasi Simbolik Ruang Masyarakat Tradisional Desa Adat

CULTURAL LANDSCAPE: POLA DESA TRADISIONAL DI DESA BUAHAN, KINTAMANI

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

Konsep Tri Mandala pada Pola Tata Ruang Luar Pasar Tradisional Badung di Kota Denpasar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

3. Proses Sosial dalam Hubungan Antaretnik di Desa Pakraman Ubud a. Proses Sosial Disosiatif b. Proses Sosial Asosiatif...

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

Kajian Fungsi, Bentuk Dan Makna Angkul-Angkul Rumah Adat Penglipuran Bagian I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata masih menjadi basis perekonomian Provinsi Bali. Pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. dari latar belakang masalah atau gambrang singkat tentang apa yang akan diteliti,

BAB IV PERKEMBANGAN PARIWISATA DESA SANUR DAN KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PADA PERUMAHAN MENENGAH KE BAWAH DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BALI DI KOTA DENPASAR

PERAN SERTA MASYARAKAT DAERAH BANTARAN SUNGAI BADUNG DALAM PENANGANAN DAN PENGELOLAAN SAMPAH DI WILAYAH KOTA DENPASAR. oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai pusat pengembangan kepariwisataan di Indonesia telah

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

BAB III METODE PENELITIAN. dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

POLA PERMUKIMAN BUGIS DI KENDARI. Irma Nurjannah Program Studi Arsitektur Universitas Halu Uleo Kendari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pariwisata. Menurut Peraturan daerah Provinsi Bali Nomor 2

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

PENATAAN DESA WISATA BONGKASA PERTIWI, KECAMATAN ABIANSEMAL - BADUNG

ornamen yang disakralkan. Kesakralan ornamen ini berkaitan dengan lubang pintu kori agung yang difungsikan sebagai jalur sirkulasi yang sifatnya sakra

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

PERUBAHAN ARSITEKTUR TRADISIONAL HUNIAN DESA BAYUNG GEDE, BANGLI

BAB III METODE PENELITIAN. Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji.

Transkripsi:

DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI (NENGAH KEDDY SETIADA) DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI Oleh : Nengah Keddy Setiada Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana E-mail : paracon@indosat.net.id ABSTRAK Bali memiliki tatanan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal permukiman. Tidak hanya bentuk bangunannnya saja yang khas, tetapi demikian pula halnya dengan pola desanya. Hampir semua desa memiliki pola yang jelas. Namun demikian diantaranya tetap ada variasi-variasinya. Kejelasan pola yang dapat dilihat secara fisik adalah adanya batas-batas desa yang berupa elemen alami, serta memiliki kahyangan tiga/kahyangan desa di masing-masing kesatuan permukiman (desa). Dengan berkembangnya semua aspek kehidupan, maka keberadaan desa secara fisik akan ikut berkembang. Sangat mungkin pola desa yang semula jelas, lambat laun akan kabur dengan tumbuhnya bangunan-bangunan baru. Sebelum itu terjadi ada baiknya desa-desa yang berkembang pesat ditinjau keberadaannya, khususnya tentang pola desanya. Desa Adat Legian, Kuta, Badung, yang berkembang dengan cepat, pada awalnya memiliki pola yang jelas, sesuai dengan pola desa tradisional Bali. Desa ini berpola linear, dengan poros berupa jalan raya yang membujur Utara-Selatan di tengah-tengah desa. Memiliki kahyangan tiga/kahyangan desa yang lokasinya masing-masing tersendiri. Unit-unit rumah tinggal terletak di sepanjang pinggir dan dibelakangnya terletak tegalan (teba). Batas-batas desa sangat jelas, yaitu tegalan, sungai dan laut. Kata Kunci : desa adat, pola desa dan permukiman. ABSTRACT Bali in essence has an intense arrangement in a various life aspect, including in a settlement matter. Bali is well-known due to it s unique, not only intern of its building but also on its village pattern. Most villages in Bali mainly have an obvious pattern. Yet, some of them are in fact facing a disparity pattern. The obvious pattern, which can be seen physically, is the village borders as a natural element, and also has kahyangan tiga/kahyangan desa (three abode of the Hindu Gods) in each villages unit. Due to the development of all life aspects lead to the physically development of that village. It is strangely probable that the village pattern is previously obvious, turns out to be obscure since the enlargement of new buildings. To prevent this matter, it will require observing precisely that village particularly on its pattern. Desa Adat Legian Kuta, which rapidly develops, has formerly the obvious pattern as Balinese traditional pattern. This village is classified as a linear pattern by a line basis as the main road that is stretching out on the North-South is in a center of the village. It has the kahyangan tiga/kahyangan desa, the house units are located at edge of the main road and the back is set a dry field (tegalan/teba). It clearly point up that the village border of Desa Adat Legian Kuta is the dry field (tegalan), river and sea. Key Words : custom/tradition village village pattern and settlement. 59

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 1 NO. 2 JUNI 2003 : 52-108 PENDAHULUAN Bali sudah sangat terkenal di dunia, sehingga mengundang kedatangan para wisatawan yang jumlahnya terus meningkat. Potensi yang dimiliki Bali sebagai daya tarik selain keindahan alam adalah budaya masyarakat dalam berbagai bentuk. Ada yang berbentuk non fisik (aktivitas, adat istiadat, dan lain sebagainya), maupun fisik (hasil karya berupa benda seni, maupun benda kebutuhan hidup). Salah satunya adalah wadah tempat tinggal yang umum disebut permukiman. Permukiman di Bali dalam bentuk satu kesatuan tertentu adalah desa, lebih khusus lagi desa adat. Perwujudan desa adat di Bali merupakan kekayaan tersendiri. Bentuk-bentuk bangunan, pola desa, kekayaan jenis bangunan yang beragam, merupakan potensi yang besar untuk ditampilkan sebagai identitas yang kuat. Selain sebagai identitas, keberadaan desa adat adalah sebuah kekayaan ilmiah yang merupakan sumber untuk terus dipelajari guna peningkatan pengetahuan. Banyak hal yang dapat dipelajari. Apalagi makin lama, perkembangan semua aspek kehidupan semakin cepat. Oleh karena itu kita perlu melestarikan kebudayaan bangsa dengan kreativitas serta mengembangkannya mengikuti kemajuan. Dengan ini kebudayaan bangsa berkembang dan berkelanjutan tanpa kehilangan akarnya (Mantra, 1996:3). Salah satu desa adat yang perkembangannya sangat pesat adalah Desa Adat Legian, Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Sebagai sebuah desa adat yang berada di kawasan wisata, desa ini semakin dipadati dengan berbagai fasilitas (bangunan) sesuai dengan aktivitas kepariwisataan. Tidak ada suatu kawasan wisata di Indonesia yang memiliki perkembangan sepesat di Kuta (Paturusi, dalam Widiastuti, 1997). Apabila perkembangan tersebut tidak terencana dan terkendali, pada suatu saat nanti, pola Desa Adat Legian semula akan sulit dikenali. Sebaliknya, apabila pola desa aslinya sudah dikenal, dan mengandung nilai-nilai positif, tentunya dapat dijadikan landasan bagi pengembangannya, atau sebagai kontrol terhadap perkembangannya. DESA ADAT PADA UMUMNYA 1. Pengertian Desa dalam pengertian desa adat, mengacu kepada kelompok tradisional dengan dasar ikatan adat istiadat, dan terikat oleh adanya tiga pura utama yang disebut Kahyangan Tiga atau pura lain yang berfungsi seperti itu, yang disebut Kahyangan Desa. Desa adat merupakan suatu komunitas tradisional dengan fokus fungsi dalam bidang adat dan agama Hindu, dan merupakan satu kesatuan wilayah dimana para anggotanya secara bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan keagamaan yang ditata oleh suatu sistem budaya. (MPLA, 1990: Surpha, 1993; dalam Pitana, 1994:139). Selanjutnya, dengan mengacu kepada berbagai batasan yang diberikan terhadap desa adat, disimpulkan ciriciri desa adat sebagai berikut (Pitana, 1994:145) 1. Mempunyai batas - batas tertentu yang jelas. Umumnya berupa batas alam seperti sungai, hutan, jurang, bukit atau pantai. 2. Mempunyai anggota (krama yang jelas), dengan persyaratan tertentu 3. Mempunyai kahyangan tiga atau kahyangan desa, atau pura lain yang mempunyai fungsi dan pernanan sama dengan kahyangan tiga. 4. Mempunyai otonomi, baik ke luar maupun ke dalam. 5. Mempunyai suatu pemerintahan adat, dengan kepengurusan (prajuru adat) sendiri. Dari uraian diatas, terlihat bahwa ciriciri yang bersifat fisik (arsitektur) suatu desa adat adalah adanya batas-batas yang jelas dan adanya kahyangan tiga atau kahyangan desa. 2. Pola Desa dalam Arsitektur Tradisional Bali Beberapa sumber yang menjelaskan tentang pola desa di Bali (desa adat), memberikan uraian yang bervariasi. Namun secara keseluruhan dapat diambil semacan persamaan daripadanya, yang menyatakan 60

DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI (NENGAH KEDDY SETIADA) bahwa pada umumnya pola desa adat di Bali, ada yang berpola umum, dan ada yang berpola khusus. Sedangkan yang sama-sama menjadi ciri keberadaan sebuah desa adat adalah adanya pura kahyangan tiga (Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem) atau kahyangan desa. Pola perkembangan desa di Bali umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tata nilai ritual yang menempatkan zona sakral di bagian kangin (Timur) arah terbitnya matahari sebagai arah yang diutamakan. Faktor kondisi dan potensi alam, nilai utama pada arah gunung. Ke arah laut dinilai lebih rendah. Faktor ekonomi yang berpengaruh pada pola perkampungan adalah desa nelayan menghadap ke laut, desa petani menghadap ke arah sawah atau perkebunan (Gelebet, 1985:12). Selanjutnya disebutkan juga bahawa di Bali, pola-pola perkempungan (desa) umumnya berpola pempatan agung, dan beberapa desa ada yang berpola khusus (Desa Tenganan, Desa Julah, Desa Bugbug, dan lain sebagainya). Dari sumber lain diperoleh penjelasan bahwa polapola lingkungan di Bali secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu pola lingkungan pusat kota dan pola lingkungan desa (Putra, 1992). Pola lingkungan pusat kota, dengan titik sentralnya di Puri (sebagai pusat pemerintahan) dapat dengan jelas menerapkan pola pempatan agung (catus patha). Sedangkan pola lingkungan desa menerapkan pola-pola khusus (Julah, Pengotan, Timrah, Bugbug, Tenganan, dan lain sebagainya). Tidak dirinci tentang kekhususan yang terdapat pada desa-desa tersebut. Alit (1997) mengungkapkan bahwa secara fisik, pola desa terdiri dari parahyangan, pawongan, dan palemahan. Parahyangan sebagai areal yang diperuntukkan bangunan suci (pura) seperti pura kahyangan tiga (Puseh, Desa, Dalem), pawongan adalah adanya warga desa dengan huniannya, dan palemahan berupa areal desa sebagai tempat bertani, berkebun dengan batas-batas geografis tertentu. Letak pura puseh di bagian hulu desa, pura desa di tengah-tengah, pura dalem dan kuburan terdapat di bagian teben desa. Kadang-kadang pura puseh dan pura desa ditempatkan pada satu lokasi secara bersama. Sementara itu pola desa (baca: lingkungan, kota) ada beberapa variasi. Untuk pusat kota, pola yang umum adalah pempatan agung. Pola ini terbentuk oleh persilangan dua buah jalan utma yang berpotongan tegak lurus. Perpotongan sedemikian menyebabkan adanya empat sudut/empat zona, yaitu kaja-kangin (Timur Laut), kelod-kangin (Tenggara), kelod kauh (Barat Daya), dan kaja kauh (Barat Laut). Sebagai contoh kondisi serupa ini dapat dilihat di Puri Gianyar, Puri Ubud, Puri Denpasar (Bangli), Puri Payangan (Gianyar) dan lain sebagainya. Di salah satu sudut tadi, pada umumnya di sudut lapangan, terdapat pohon beringin (Budihardjo, 1995:55). Selain pola pempatan agung, ada pula pola aling-aling yang terlihat seperti bentuk swastika (Budihardjo, 1995:56). Pola ini masih merupakan pertemuan empat buah jalan, yang menciptakan titik pusat. Di pusat itu terletak pura desa dan pura puseh. Di sekelilingnya terletak permukiman penduduk. Pada daerah-daerah, di luar pusat lingkungan/kota, pola yang umum terlihat adalah pola linear. Untuk pola garis lurus ini, suatu desa terbagi atas tiga zona, yaitu parahyangan di luan, rumah-rumah ditengah; dan kuburan di teben. Untuk daerah yang membujur kaja-kelod, maka kaja sebagai luan dan kelod sebagai teben. Untuk desa yang membujur arah kangin-kauh; maka luan adalah kangin; dan kauh adalah teben. 1. Gambaran Umum DESA ADAT LEGIAN Desa Adat Legian dan Kelurahan Legian pada saat ini meliputi wilayah (geografis) yang sama, terdiri dari 3 banjar. Dalam wewengkon desa adat, ketiga banjar itu adalah Banjar Suka- Duka Legian Kaja, Legian Tengah (Pekandelan) dan Legian Kelod. Dengan keadaan seperti itu maka data fisik tentang Desa Adat Legian dalam tulisan ini adalah sama dengan data fisik tentang Kelurahan Legian. Desa Adat Legian pada mulanya sama dengan kebanyakan desa di Bali yaitu sebagai desa agraris. Secara geografis Desa Adat Legian terdiri dari sawah, tegalan, dan laut (pantai); selain hunian yang berkelompok di tengah, membujur ke arah Utara-Selatan. Dengan adanya aktivitas pariwisata, yang mulai tampak pada awal 70-an, yang ditandai dengan berdirinya hotel dan 61

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 1 NO. 2 JUNI 2003 : 52-108 penginapan-penginapan kecil, maka sampai dengan tahun awal 80-an terlihat perkembangan yang beragam, khususnya di bidang jenis pekerjaan masyarakat. Muncullah warungwarung yang diberi nama artshop atau shop, yang tumbuh di daerah-daerah pinggir jalan. Kemudian berkembang restaurant, bar, persewaan kendaraan, industri garment, dan lain sebagainya. Fasilitas-fasilitas ini makin memangsa lahan yang tadinya berupa tegalan, atau bagian dari pekarangan rumah. Makin lama, fasilitas kepariwisataan makin menjadi-jadi, dan volumenya sudah melebihi dari kawasan permukiman semula. Antara tahun 1980-1990 terjadi pertumbuhan fasilitas yang sangat pesat yang ikut mewarnai pola desa. 2. Pola Desa Adat Legian Mengacu kepada uraian yang tersebut pada berbagai variasi tentang pola desa di Bali, pola Desa Adat Legian tergolong linear. Desa ini membujur arah Utara-Selatan, dengan batas di sebelah Utara adalah Desa Adat Seminyak, dan di sebelah Selatan adalah Desa Adat Kuta. Di sebelah Timur adalah sungai (Tukad Mati) dan persawahan, sedangkan di sebelah Barat adalah laut (Samudera Indonesia). Gambar 1. Peta Desa Adat Legian Dari gambar 1, dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut : a. Parahyangan (Kahyangan Tiga Kahyangan Desa) Apabila dibandingkan dengan variasivariasi tentang keberadaaan kahyangan tiga (kahyangan desa) seperti uraian sebelumnya, di Legian keadaannya sedikit berbeda. Kahyangan tiga (Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem) masing-masing berada di lokasi tersendiri (tidak ada yang bergabung di suatu tempat). Dilihat dari tata nilai luan-teben (Utara-Selatan) terlihat bahwa Pura Desa terletak paling Utara di antara ketiga pura tersebut. Pura Puseh di tengah, dan Pura Dalem serta setra di teben (Selatan). Jadi, baik Pura Puseh maupun Pura Desa, tidak benarbenar terletak di luan wewidangan desa, melainkan di tengah-tengah. Sedangkan Pura Dalem terletak benar-benar di teben (di ujung Selatan wewidangan desa). Selain dari pada kahyangan tiga tersebut, masih ada beberapa pura yang termasuk kahyangan desa, yaitu Pura Agung dan Pura Penataran. Pura Agung terletak juga di tengah-tengah desa, di sebelah Utara Pura Desa. Dengan demikian Pura Agung menempati daerah paling luan dibandingkan dengan pura-pura kahyangan desa lainnya. Sedangkan Pura Penataran terletak di antara Pura Puseh dan Pura Dalem. b. Pawongan Fasilitas tempat tinggal penduduk Desa Adat Legian terletak di sepanjang desa yang membujur arah Utara Selatan. Adanya jalan utama yang terletak di tengah-tengah desa, merupakan poros yang kuat, menegaskan gambaran pola desa linear. Rumah-rumah penduduk merapat di pinggir jalan sepanjang desa. Rumah yang berada langsung di pinggir jalan semuanya manghadap ke jalan. Artinya memiliki akses langsung ke jalan dengan pemesuan berupa angkul-angkul atau kori. Sedangkan rumah-rumah di bagian belakang, menghadap ke rurung (gang). Gang tersebut berada di sebelah Selatan dari rumah tinggal dimaksud. Jadi semua pemesuan di gang berada di sisi Selatan dari masing-masing unit permukiman. Perlu diberi catatan di sini bahwa mungkin tidak tepat menyatakan bahwa rumah 62

DESA ADAT LEGIAN DITINJAU DARI POLA DESA TRADISIONAL BALI (NENGAH KEDDY SETIADA) tinggal menghadap ke jalan, ke gang, dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan karena rumah tinggal tradisional Bali berorientasi ke dalam (natah). Lagi pula bangunan tempat tinggal itu dikelilingi tembok penyengker yang mengelilingi pekarangan di keempat sisi. Jadi yang dimaksud menghadp ke suatu arah adalah mengenai penempatan pemesuan). c. Palemahan Yang diutarakan disini hanyalah palemahan desa, dan bukannya palemahan masing-masing rumah tinggal misalnya. Dari gambar, jelas terlihat bahwa palemahan Desa Adat Legian umumnya berupa tegalan yang terletak di belakang tempat tinggal penduduk. Baik yang di sebelah Barat jalan, maupun yang di sebelah Timur, tegalan merupakan palemahan yang keberadaannya terlihat dengan jelas. Sedangkan kuburan/setra terletak di daerah paling Selatan (teben) desa. SIMPULAN 1. Permukiman di Bali sebagaimana yang terlihat pada satuan permukiman dalam satu desa adat, memiliki pola yang jelas. Polapola desa (dan permukiman) tersebut bervarias bentuknya. 2. Ciri-ciri fisik fisik yang mudah terlihat pada suatu desa adat, adalah adanya batas wilayah dan adanya parahyangan yang disebut kahyangan tiga atau kahyangan desa, yaitu Pura Puseh, Pura Desa dan Pura Dalem. 3. Batas-batas desa biasanya berupa elemen alami seperti sungai, jurang, laut, persawahan, perkebunan (tegalan) dan sebagainya. 4. Kahyangan tiga (kahyangan desa) bisa berada pada satu lokasi secara bersamaan. Banyak juga terdapat Pura Puseh dan Pura Desa bersatu di suatu lokasi. Sedangkan Pura Dalem berlokasi sendiri. Yang lainnya memiliki pura puseh, desa dan dalem yang lokasinya terpisah sendiri-sendiri. 5. Desa Adat Legian, dilihat dari pola desa, merupakan permukiman dengan pola desa linier, dengan sumbu utama berupa jalan raya (utama) yang membelah desa. 6. Batas-batas fisik Desa Adat Legian berupa sawah, tegalan, dan laut (elemen alami). 7. Desa Adat Legian memiliki kahyangan desa berupa 5 pura yaitu Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem, Pura Agung, dan Pura Penataran. Semua pura tersebut berlokasi di tempat yang berbeda. 8. Keadaan yang dihadapi sekarang adalah bertambahnya bangunan fisik, sehingga pola desa yang asli makin sulit dikenali. DAFTAR PUSTAKA Gambar 2. Pola Desa Adat Legian Alit, I Ketut dkk. 1997. Arsitektur Masyarakat Bali dalam Berbhuana. Denpasar: Tim Pameran Arsitektur Tradisional Bali dalam rangka Pesta Kesenian Bali 1997. 63

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 1 NO. 2 JUNI 2003 : 52-108 Budihardjo, Eko. 1995. Architectural Conservation in Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Budihadjo, Eko (Editor). 1997. Arsitek dan Arsitektur di Indonesia Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: Andi. Gelebet, I Nyoman dkk. 1982. Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Mantra, I.B. 1996. Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar: Yayasan Dharma Sastra. Pitana, I Gede (editor). 1994. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Bali Post. Putra, I.G.M. 1992. Pengetahuan Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Diklat Kuliah Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. Widiastuti. 1997. Panduan Penataan Sistem Penghubung Kawasan Pariwisata Kuta, Bali. Bandung: Tesis Program Magister Arsitektur, Institut Teknologi Bandung. 64