JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015 ANALISIS RANTAI PASOK DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KOPI LUWAK DI PROVINSI LAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

III. METODE PENELITIAN. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditi perkebunan yang masuk dalam kategori komoditi

RANTAI NILAI BERAS IR64 DI KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP

III. METODE PENELITIAN. langsung terhadap gejala dalam suatu masyarakat baik populasi besar atau kecil.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Usia merupakan faktor yang cukup berperan serta berpengaruh dalam

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

NILAI TAMBAH PADA AGROINDUSTRI TAHU

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KOPI ATENG YANG MENJUAL DALAM BENTUK GELONDONG MERAH (Cherry red) DENGAN KOPI BIJI

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU

ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG NANGKA (Musa paradisiaca,l) (Studi Kasus di Perusahaan Kripik Pisang Krekes di Loji, Wilayah Bogor)

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI

Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi dari Rumah Pemotongan Hewan sampai Konsumen di Kota Surakarta

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,

IV. METODE PENELITIAN

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

ANALISIS NILAI TAMBAH BUAH PISANG MENJADI KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Persediaan Bahan Baku Kopi Luwak Liar pada Bun Prink Coffee

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN MARGIN PEMASARAN PISANG MENJADI OLAHAN PISANG ANALYSIS OF ADDED VALUE AND MARKETING MARGIN OF PROCESSED BANANA PRODUCTS

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA AGROINDUSTRI DAN PEMASARAN PRODUK GULA AREN DI KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT ABSTRAK

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN ANGGREK USAHA TANAMAN HIAS DI KOTA PALU Added Value Analysis and Marketing of Orchid plants in Palu

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

ANALISIS PERBANDINGAN NILAI TAMBAH PENGOLAHAN UBI KAYU MENJADI TEPUNG MOCAF DAN TEPUNG TAPIOKA DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara)

ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI KERIPIK TEMPE SKALA RUMAH TANGGA (Studi Kasus Desa Lerep Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang)

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH DARI USAHA PENGOLAHAN MARNING DAN EMPING JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN

Sistem Manajemen Rantai Pasokan terhadap Nilai Tambah dan Kelembagaan Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) di Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN MANAGEMENT) PADI PASCA PANEN DI PABRIK BERAS SUKORENO MAKMUR KECAMATAN KALISAT

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

PENDAHULUAN. Nurmedika 1, Marhawati M 2, Max Nur Alam 2 ABSTRACT

ANALISIS EFISIENSI DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TAHU DI KOTA PEKANBARU

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

ANALISIS NILAI TAMBAH ABON SAPI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA MUTIARA HJ. MBOK SRI DI KOTA PALU

DESKRIPSI INDUSTRI KOPI LUWAK DI WILAYAH DESA WAY MENGAKU KECAMATAN BALIK BUKIT KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2012

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN

JIIA, VOLUME 3 No. 2, APRIL 2015

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

ANALISIS PEMASARAN KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN

Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu. Oleh: Henny Rosmawati.

ANALISIS AGROINDUSTRI KERIPIK TEMPE BU SITI DI DESA BULUH RAMPAI KECAMATAN SEBERIDA KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

Nurida Arafah 1, T. Fauzi 1, Elvira Iskandar 1* 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERUPUK SINGKONG (Studi Kasus di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu)

ANALISIS MARJIN PEMASARAN AGROINDUSTRI BERAS DI KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini

28 ZIRAA AH, Volume 38 Nomor 3, Oktober 2013 Halaman ISSN

NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI DAGING SAPI

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN SUSU SAPI PADA USAHA SAPI PERAH DI KECAMATAN SELUPU REJANG KABUPATEN REJANG LEBONG

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

Steffi S. C. Saragih, Salmiah, Diana Chalil Program StudiAgribisnisFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH EMPING TEKI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA DESA KERTASADA KABUPATEN SUMENEP

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KRIPIK PISANG DI KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS

JIIA, VOLUME 3 No. 1, JANUARI 2015

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TAPE SINGKONG DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

JIIA, VOLUME 4 No. 1, JANUARI 2016

ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

ANALISIS RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN) DAGING SAPI DI KABUPATEN JEMBER

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu)

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

JIIA, VOLUME 1, No. 4, OKTOBER 2013

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

IV. METODE PENELITIAN

ISSN: e-issn :

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO USAHA PADA AGROINDUSTRI SERUNDENG UBI JALAR DI KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 2 September 2016

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

Transkripsi:

ANALISIS RANTAI PASOK DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KOPI LUWAK DI PROVINSI LAMPUNG (The Analysis of Supply Chain and Added Value of Luwak Coffee Agroindustry In Lampung Province) Khairunnisa Noviantari, Ali Ibrahim Hasyim, Novi Rosanti Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35141, Telp. 082165507272, e-mail: khairunnisanoviantari@rocketmail.com ABSTRACT This research aims to determine the flow pattern of chain supply, the efficiency of marketing, and the value added on Luwak Coffee in Lampung province. This research was conducted on West Lampung region and Tanggamus region as the representative of Lampung province. A purposive method is conducted to decide the location of this research. The respondents who involved in this research were 35 people, consist of 9 coffee farmers, 7 doer of Luwak Coffee agro industry, 3 merchants of coffee, 1 big seller of coffee, 5 seller of Luwak Coffee and 10 consumer of Luwak Coffee. The first objective was answered by descriptive method, the second objective by Soekartawi s formula of marketing efficiency, and the last objective by Hayami value added analysis method respectively. The result of this research proved that the stakeholders who involved in this chain supply of Luwak Coffee agro industry in Lampung Province were consisted of coffee farmer, merchant, seller of raw coffee beans, agro industry of Luwak Coffee, wholesalers, retailers, exporters, and consumers. The most efficient distribution was the distribution of Luwak Coffee to consumer, with the percentage of the marketing efficiency of 31.62 percent. The added value from processing of one kilogram raw coffee beans became luwak coffee beans, luwak coffee beans became a powder of luwak coffee, coffee beans became the powder of luwak coffee was 67,123.95 IDR, 78,887.87 IDR, and 42,666.01 IDR. Key words: agroindustry, supply chain, luwak coffee, added value PENDAHULUAN Perkebunan memiliki peran penting dan menyumbang nilai yang cukup tinggi bagi devisa Indonesia. Sumbangan subsektor perkebunan pada devisa negara dapat dilihat melalui orientasi pasar ekspornya. Pada tahun 2009-2011, subsektor perkebunan secara konsisten menyumbangkan rata-rata hasil produksinya lebih dari 27 juta ton setiap tahunnya, dengan nilai ekspor mencapai lebih dari US$ 30 miliar (Kementrian Pertanian 2012). Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil biji kopi terbesar di Indonesia dengan kualitas yang baik dan telah diakui oleh dunia. Tingginya produksi kopi di Provinsi Lampung tidak membuat Provinsi Lampung menjadi sentra agroindustri kopi di Indonesia. Hal ini disebabkan 67 persen hasil produksi kopi diekspor dalam bentuk biji kopi dan hanya 33 persen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Kementrian Pertanian 2012). Produksi kopi di Provinsi Lampung mengalami peningkatan produksi sejak 5 tahun terakhir. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2012) menyebutkan bahwa produksi kopi di Lampung pada tahun 2007 adalah sebesar 140.049 ton telah mengalami peningkatan sebesar 4.500 ton pada tahun 2012 menjadi 144.516 ton. Produksi kopi tersebut hampir seluruhnya merupakan jenis kopi robusta. Produsen terbesar kopi robusta di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus. Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten yang memproduksi kopi robusta tertinggi di Provinsi Lampung dengan total produksi sebesar 61.229 ton dengan persentase produksi sebesar 42,31 persen dari total produksi kopi di Lampung. Pada urutan kedua adalah Kabupaten Tanggamus yang memiliki total produksi sebesar 36.810 ton dengan persentase produksi sebesar 25,47 persen dari total produksi kopi di Lampung pada tahun 2011 (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung 2012). Biji kopi robusta di Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus, banyak digunakan sebagai bahan baku dalam kegiatan agroindustri. Agroindustri merupakan pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam 10

subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana, dan pembinaan (Soekartawi 2000). Kegiatan agroindustri kopi di Provinsi Lampung meliputi pengolahan buah kopi menjadi kopi bubuk, kopi biji, kopi luwak, dan kopi fermentasi. Perkembangan agroindustri yang semakin pesat membuat banyak pelaku agroindutri di Provinsi Lampung untuk melakukan kegiatan agroindustri kopi luwak (Badan Pusat Statistik 2012). Kopi luwak merupakan salah satu olahan dari biji kopi yang telah mengalami proses fermentasi di dalam perut musang. Kopi luwak memiliki beberapa kelebihan dan harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk biasa dengan adanya proses fermentasi dalam perut musang. Aktivitas agroindustri kopi luwak dapat memberikan nilai tambah bagi petani kopi dan pelaku agroindustri kopi luwak. Para pelaku agroindustri kopi luwak tertarik melakukan kegiatan agroindustri karena nilai tambah yang diperoleh dari kopi luwak jauh lebih tinggi daripada nilai tambah yang diperoleh dari kopi bubuk biasa, apalagi bila dibandingkan dengan nilai kopi biji yang langsung dipasarkan. Apabila kopi tersebut diekspor, maka nilai tambah yang seharusnya masuk dalam pendapatan petani Lampung menjadi masukan bagi negara asing yang mengimpor biji kopi dari Indonesia. Selain dapat memberikan nilai tambah bagi pelaku agroindustri, kopi luwak juga memiliki permintaan yang cukup besar dari pasar luar negeri. Tingginya permintaan dari luar negeri tersebut yang menjadikan bertambahnya pelaku agroindustri yang tertarik untuk melakukan kegiatan agroindustri kopi luwak, dengan demikian permintaan kopi sebagai bahan baku utama ikut meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap produksi di tingkat petani. Hubungan antara pemasok bahan baku, agroindustri dan konsumen akan membentuk sebuah rantai pasok. Sistem rantai pasok akan berjalan lancar, apabila adanya kepastian jumlah pasokan bahan baku dan kepastian jumlah permintaan kopi luwak. Akan tetapi, permintaan kopi luwak yang tidak menentu dan kelangkaan bahan baku pada saat tidak musim panen akan berdampak buruk pada sistem rantai pasok kopi luwak. Pelaku agroindustri harus memiliki sistem manajemen rantai pasok yang baik untuk mengurangi risiko dalam kegiatan rantai pasok. Manajemen rantai pasok dapat mengurangi ketidakpastian dalam jumlah permintaan kopi luwak maupun ketidakpastian dari pemasok buah kopi. Adanya ketidakpastian dalam sistem rantai pasok dapat mengakibatkan agroindustri tidak dapat berproduksi secara optimal. Ketidakpastian dalam sistem rantai pasok kemudian akan berpengaruh pada efisiensi pemasaran kopi luwak di Provinsi Lampung. Sistem rantai pasok yang baik diharapkan dapat membuat distribusi berjalan dengan baik pula. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pola alir rantai pasok pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung, efisiensi pemasaran kopi luwak di Provinsi Lampung, dan nilai tambah pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, untuk mewakili Provinsi Lampung, maka diambil Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat dan Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus sebagai sampel. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Balik Bukit dan Kecamatan Pulau Panggung merupakan sentra produksi kopi di Provinsi Lampung. Pemilihan responden pelaku agroindustri kopi luwak dilakukan dengan cara sensus dan snowball. Menurut Arikunto (2002), apabila subjek penelitian kurang dari 100 unit (orang), maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Metode sensus digunakan untuk menentukan responden agroindustri kopi luwak dengan jumlah populasi sebesar 7 orang, sedangkan pengambilan sampel untuk pelaku rantai pasok kopi luwak dilakukan dengan cara snowball. Metode snowball digunakan karena populasi pelaku rantai pasok agroindustri kopi luwak tidak jelas keberadaan dan jumlahnya. Responden terdiri dari 9 orang petani kopi, 3 orang pedagang pengumpul buah kopi, 1 orang pedagang besar buah kopi, 5 orang pedagang kopi luwak dan 10 orang konsumen kopi luwak, total responden berjumlah 35 orang. Analisis sistem rantai pasok digunakan untuk menjawab tujuan kedua. Rantai pasok merupakan sebuah sistem yang menghubungkan antara 11

pemasok bahan baku, agroindustri, pedagang dan konsumen. Metode analisis data untuk mengidentifikasi sistem rantai pasok kopi luwak pada penelitian ini digunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan merupakan metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran keadaan agroindustri kopi luwak, mengidentifikasi rantai pasok kopi luwak, serta mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan tiap pelaku dalam sistem rantai pasok kopi luwak. Pengujian tingkat efisiensi pemasaran juga dilakukan untuk mengetahui apakah sistem rantai pasok kopi luwak di Provinsi Lampung efisien atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan konsep efisiensi pemasaran, dimana efisiensi pemasaran menurut Soekartawi (1989) merupakan perbandingan antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Rantai pasok yang memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi adalah rantai pasok yang memiliki nilai EP lebih kecil, dengan rumus sebagai berikut: TB EP x100 TNP Keterangan : EP = efisiensi pemasaran ( persen) TB = total biaya (rupiah) TNP = total nilai produk (rupiah) Menurut Hayami (1987) nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya perlakuan yang diberikan pada komoditi yang bersangkutan. Nilai tambah dihitung untuk mengetahui seberapa besar selisih harga antara buah kopi dan kopi luwak yang diperoleh pelaku agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung. Besarnya nilai tambah dari kopi menjadi kopi luwak bubuk pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung dapat dilakukan dengan menggunakan metode nilai tambah Hayami pada seperti Tabel 1. Besarnya nilai tambah yang diperoleh dapat menunjukkan pengembangan agroindustri kopi luwak memberikan nilai tambah atau tidak. Hal ini dilihat berdasarkan dua kritera nilai tambah, yaitu: 1. Jika NT > 0, berarti pengembangan agroindustri kopi luwak memberikan nilai tambah hasilnya positif. 2. Jika NT < 0, berarti pengembangan agroindustri kopi luwak tidak memberikan nilai tambah hasilnya negatif. Tabel 1. Prosedur perhitungan nilai tambah Metode Hayami Variabel Nilai I. Output, Input, dan Harga Output (Kg/Bulan) Bahan baku (Kg/Bulan) Tenaga kerja (HOK/Bulan) Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja Harga output (Rp/Kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) II. Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg) Harga bahan baku (Rp/Kg) Sumbangan input lain (Rp/Kg) Nilai output Nilai tambah Rasio nilai tambah Imbalan tenaga kerja Bagian tenaga kerja Keuntungan Tingkat keuntungan III. Balas Jasa Untuk Faktor Produksi Margin Keuntungan Tenaga kerja Input lain Sumber: Hayami (1987) A B C D = A/B E = C/B F G H I J = D x F K = J-I-H L persen = (K/J) x 100 persen M = E x G N persen = (M/K) x 100 persen O = K M P persen = (O/K) x 100 persen Q = J H R = O/Q x 100 persen S = M/Q x 100 persen T = I/Q x 100 persen Keterangan : A = Output/total produksi kopi yang dihasilkan oleh industri rumah tangga B = Input/bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kopi luwak bubuk yaitu kopi C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi kopi luwak dihitung dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja) F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam satu periode produksi,yang dihitung berdasarkan upah per HOK H = Harga input bahan baku utama kopi per kilogram (kg) pada saat periode analisis I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan, dan biaya pengemasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Rantai Pasok Rantai pasok merupakan serangkaian kegiatan produktif dari hulu ke hilir yang saling berhubungan antar aktifitas dan membentuk suatu rantai nilai dalam industri. Rantai pasok terdiri dari beberapa unsur dan pihak yang terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pelaku rantai pasok dalam kegiatan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung meliputi petani kopi sebagai pemasok bahan baku utama, pengepul buah kopi, pedagang buah kopi merah, pelaku agroindustri kopi luwak, pedagang kopi luwak, eksportir dan konsumen. Keseluruhan pelaku 12

rantai pasok tersebut melakukan kegiatan yang saling berhubungan dengan kegiatan operasional sehingga dapat menghasilkan kopi luwak dan sampai ke tangan konsumen. Petani Sistem rantai pasok kopi luwak di Provinsi Lampung di mulai dari hulu yaitu petani sebagai produsen bahan baku melakukan kegiatan budidaya tanaman kopi. Setelah buah kopi di panen petani menjual buah kopi kepada pengepul. Beberapa petani ada pula yang langsung menjual buah kopi kepada pelaku agroindustri dengan harapan mereka memperoleh harga yang lebih tinggi daripada yang didapat dari pengepul. Harga buah kopi juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas buah itu sendiri. Harga jual yang diberikan pengepul pada saat panen raya adalah sekitar Rp3.000,00, sedangkan harga jual yang ditetapkan oleh pengepul pada saat tidak terjadi panen raya adalah sebesar Rp4.000,00 per kilogram. Apabila petani menjual langsung kepada pelaku agroindustri kopi luwak, maka petani akan memperoleh harga jual sebesar Rp5.000,00-Rp6.000,00 per kilogram. Pengumpul Buah Kopi Kegiatan yang dilakukan oleh pengepul buah kopi adalah mengumpulkan buah kopi dari para petani di daerah setempat. Dalam kegiatannya, pengepul tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena jarak yang tidak terlalu jauh, selain itu juga petani sendiri yang akan datang untuk menjual hasil panen mereka. Para pengepul memberikan harga jual sebesar Rp4000,00 dan tidak ada selisih harga antara pengepul yang satu dengan yang lainnya. Pengepul yang telah memperoleh buah kopi dari petani, akan menjual buah kopi yang telah terkumpul kepada pedagang besar dengan harga Rp5.000,00 per kilogram. Buah kopi yang telah terkumpul kemudian akan dijual ke pedagang besar yang kemudian akan didistribusikan ke agroindustri pengolahan kopi bubuk dan kopi luwak. Pedagang Besar Buah Kopi Kegiatan yang dilakukan oleh pedagang besar buah kopi adalah mendistribusikan buah kopi yang telah dikumpulkan dari pengepul kepada agroindustri kopi luwak. Pedagang buah kopi yang mendistribusikan buah kopi ke agroindustri kopi luwak hanya Bapak Syahrizal. Bapak Syarizal akan menjual buah kopi dari para pengepul kepada pelaku agroindustri dengan harga Rp6.000,00 per kilogram. Bapak Syahrizal memenuhi permintaan bahan baku dari 3 agroindustri, yaitu Ratu Luwak, Raja Luwak dan Musong Liwa. Permintaan bahan baku dari Raja Luwak dan Musong Liwa tidak dilakukan setiap hari, hanya pada saat tertentu apabila kedua agroindustri tersebut menerima pesanan kopi luwak dalam jumlah yang besar. Beberapa daerah yang menjadi pemasok buah kopi diantaranya adalah Batu Brak, Sekincau, Sumber Jaya, dan beberapa daerah penghasil kopi lainnya di Lampung Barat. Agroindustri Buah kopi yang telah didapat kemudian akan diolah untuk menghasilkan kopi luwak. Kegiatan yang dilakukan oleh pelaku agroindustri kopi luwak meliputi pemberian makan luwak, pengumpulan feces, penjemuran feces, pencucian feces, penjemuran green bean, penggorengan green bean menjadi roasted bean, penggilingan, pengemasan, dan penyimpanan. Tidak semua feces luwak diproses menjadi kopi luwak bubuk. Hanya sebagian kecil yang diproses menjadi kopi luwak bubuk karena daya simpan kopi luwak bubuk hanya 8 bulan hingga 1 tahun, sedangkan feces luwak yang dikeringkan tanpa pengolahan selanjutnya dapat bertahan selama 15 tahun. Apabila pelaku agroindustri kopi luwak menyimpan feces luwak kering (brenjel), pelaku agroindustri dapat memenuhi permintaan eksportir dalam jumlah besar yang biasanya berupa green bean dan brenjel. Kopi luwak bubuk dijual agroindustri kepada konsumen dengan kisaran harga Rp500.000,00-Rp600.000,00, sedangkan untuk pedagang kopi luwak, agroindustri menjual kopi luwak bubuk dengan harga Rp400.000,00. Eksportir Kegiatan ekspor kopi luwak tidak dilakukan sendiri oleh pelaku agroindustri karena sulitnya mendapat izin ekspor dari pemerintah. Eksportir yang telah mendapat kopi luwak dari pelaku agroindustri akan mengirim kopi luwak ke beberapa negara seperti China, Taiwan, Korea dan beberapa negara lainnya. Terkadang beberapa pengusaha dari negara-negara tersebut datang langsung ke tempat agroindustri kopi luwak untuk membuat perjanjian dengan pelaku agroindustri. Perjanjian tersebut berisikan bahwa pelaku agroindustri akan memenuhi permintaan dari 13

pengusaha-pengusaha tersebut dalam jumlah yang besar dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh pengusaha tersebut. Kopi luwak yang telah dibeli oleh pengusaha dari berbagai negara tersebut kemudian akan diolah kembali menjadi kopi luwak bubuk. Kopi luwak bubuk tersebut akan diberikan merek dagang sendiri, tidak memakai merek dagang dari agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung dengan harga jual yang lebih tinggi. Pedagang Kopi Luwak Kopi luwak dipasarkan oleh pelaku agroindustri melalui pedagang besar, pedagang pengecer. Harga jual rata-rata kopi luwak bubuk yang ditetapkan pelaku agroindustri adalah sebesar Rp600.000,00 per kilogram sedangkan untuk kopi luwak brenjel dan green bean dijual dengan harga Rp400.000,00 per kilogram. Kopi luwak yang telah sampai pada pedagang besar akan disalurkan kembali ke pedagang pengecer. Harga dari pedagang besar ke pedagang pengecer cukup beragam dengan kisaran harga Rp700.000,00-Rp1.000.000,00 per kilogram. Kopi luwak tersebut kemudian akan dijual kepada konsumen dalam bentuk bubuk maupun kopi yang telah diseduh. Kopi luwak bubuk akan dijual dengan kisaran harga Rp800.000,00 Rp2.700.000,00 per kilogram, sedangkan kopi luwak yang telah diseduh akan dijual melalui kedai penjualan kopi di kota-kota besar dengan kisaran harga Rp200.000,00 Rp300.000,00 per cangkir. Konsumen Konsumen agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung berasal dari berbagai daerah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Konsumen dari dalam negeri berasal dari Bali, Lampung, dan beberapa daerah di Pulau Jawa, sedangkan konsumen dari luar negeri berasal dari China, Taiwan, Inggris, dan negara lainnya. Konsumen kopi luwak juga ada yang datang langsung ke tempat agroindustri kopi luwak untuk memperolah kopi luwak bubuk dengan harga yang lebih murah. Konsumen yang membeli langsung ke agroindustri kopi luwak sebagian besar adalah konsumen dari daerah di luar Provinsi Lampung dan turis dari luar negeri untuk dijadikan sebagai oleh-oleh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaku rantai pasok dalam kegiatan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung meliputi petani kopi sebagai pemasok bahan baku utama, pengepul buah kopi, pedagang buah kopi merah, pelaku agroindustri kopi luwak, pedagang kopi luwak, eksportir dan konsumen. Berdasarkan uraian tersebut, sistem rantai pasok kopi luwak bubuk dan kopi luwak biji di Provinsi Lampung secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Mujiburrohman (2011) yang menyatakan bahwa jaringan rantai pasok bahan baku Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan berasal dari kolektor yang dibina dengan prinsip kemitraan. Kolektor tersebut menerima bahan baku dari masing-masing petani dalam setiap kluster, yang menjadi tanggung jawabnya dan mendapat pengawasan oleh Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan. Untuk saluran pemasaran kopi biji pada Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan ada dua saluran, yaitu saluran dalam negeri dengan cara lelang dan saluran ekspor. Petani kopi 100% Pengumpul 50% 100% Pedagang buah kopi Agroindustri 70% Eksportir 80% Pedagang pengecer 100% Konsumen 20% Pedagang besar 20% 10% 100% Gambar 1. Pola Alir Rantai Pasok Kopi Luwak Bubuk di Provinsi Lampung 14

Petani kopi Pedagang Pengumpul Agroindust 100% 50% buah kopi 100% 70% Eksportir 20% Pedagang besar Gambar 2. Pola Alir Rantai Pasok Kopi Luwak Biji di Provinsi Lampung Efisiensi Pemasaran Berdasarkan gambar pola alir rantai pasok dapat dilihat bahwa terdapat 4 saluran distribusi. Saluran distribusi tersebut meliputi: 1. Saluran 1: petani kopi pengumpul pedagang buah kopi agroindustri konsumen 2. Saluran 2: petani kopi pengumpul pedagang buah kopi agroindustri eksportir konsumen 3. Saluran 3: petani kopi pengumpul pedagang buah kopi agroindustri pedagang besar konsumen 4. Saluran 4: petani kopi pengumpul pedagang buah kopi agroindustri pedagang besar pedagang pengecer konsumen. Seluruh saluran rantai pasok tersebut kemudian dihitung persentase efisiensi pemasaran kopi luwak di Provinsi Lampung. Efesiensi pemasaran merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu rantai pasok. Nilai efisiensi pemasaran merupakan persentase dari pembagian total biaya dengan total nilai produk. Sistem rantai pasok yang efisien dapat mengoptimalkan keuntungan dan memberikan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan oleh konsumen kepada setiap pelaku rantai pasok kopi luwak. Nilai efisiensi pemasaran pada rantai pasok kopi luwak di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan nilai efisiensi pemasaran kopi luwak pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa saluran 1 merupakan saluran yang memiliki nilai efisiensi pemasaran paling kecil. Dengan demikian, saluran 1 merupakan saluran yang paling efisien dalam sistem rantai pasok kopi luwak di Provinsi Lampung. Hasil penelitian mengenai efisiensi pemasaran kopi luwak memiliki hasil yang sama dengan hasil penelitian Emhar dkk (2014). Saluran distribusi yang paling efisien pada penelitian Emhar dkk. adalah saluran distribusi pada saluran 0 tingkat, yaitu saluran langsung dari pengusaha daging kepada konsumen. Analisis Nilai Tambah Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dengan nilai bahan baku dan nilai input lainnya selain tenaga kerja. Nilai tambah agroindustri kopi luwak yang dihitung merupakan hasil produksi selama satu bulan pada musim panen buah kopi. Nilai tambah yang dihitung adalah nilai tambah pengolahan buah kopi menjadi kopi luwak biji, kopi luwak biji menjadi kopi luwak bubuk, dan buah kopi menjadi kopi luwak bubuk. Pengolahan Buah Kopi Menjadi Kopi Luwak Biji Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram buah kopi menjadi kopi luwak biji ratarata sebesar Rp67.123,95. Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor karena belum termasuk imbalan tenaga kerja. Rasio nilai tambah untuk pengolahan kopi luwak biji sebesar 72,97 persen. Besarnya nilai tambah disebabkan karena proses pengolahan kopi luwak hanya sampai tahap green bean, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan sangat sedikit. Pengolahan Kopi Luwak Biji Menjadi Kopi Luwak Bubuk Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram kopi luwak biji menjadi kopi luwak bubuk rata-rata sebesar Rp78.887,87. Rasio nilai tambah untuk pengolahan kopi luwak bubuk sebesar 19,08 persen yang berarti untuk setiap Rp100,00 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp19,08. Kecilnya nilai tambah disebabkan karena proses pengolahan kopi luwak diawali dari kopi luwak biji sebagai bahan baku. Tabel 2. Efesiensi pemasaran kopi luwak Saluran distribusi Nilai efisiensi pemasaran ( persen) Saluran 1 31, 62 Saluran 2 37,65 Saluran 3 68,96 Saluran 4 62,96 15

Pengolahan Buah Kopi Menjadi Kopi Luwak Bubuk Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram buah kopi menjadi kopi luwak bubuk rata-rata sebesar Rp42.666,01. Rasio nilai tambah di untuk pengolahan kopi luwak bubuk sebesar 28,79 persen yang berarti untuk setiap Rp100,00 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp28,79. Hasil perhitungan dan penelitian yang telah dilakukan pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa agroindustri ini sangat menguntungkan dan layak untuk terus dikembangkan. Agroindustri ini mampu mendatangkan keuntungan bagi pelaku agroindustri, menambah pendapatan petani kopi yang sebagian kecilnya merupakan pelaku agroindustri kopi luwak. Untuk melakukan pengembangan, penambahan unit usaha, dan penambahan jumlah luwak terhadap agroindustri kopi luwak juga masih sangat memungkinkan karena menguntungkan dan layak untuk dikembangkan serta didukung dengan potensi daerah. Rincian rata-rata nilai tambah paa agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung dapat di lihat pada Tabel 3. Hasil perhitungan pada penelitian ini berbanding lurus dengan penelitian Hadi (2012) meskipun memiliki perbedaan pada rasio nilai tambah sebesar 14,94 persen. Pada penelitian Hadi menyatakan bahwa agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat memberikan nilai tambah sebesar 28,79 persen. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbedaan jumlah kopi luwak yang di produksi, pemakaian teknologi, dan penggunaan tenaga kerja pada tahun 2012 dengan tahun 2014. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terkait dalam rantai pasok agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung ini adalah terdiri dari petani kopi, pedagang pengumpul, pedagang buah kopi, agroindustri kopi luwak, pedagang besar, pedagang pengecer, eksportir, dan konsumen. Saluran distribusi yang paling efisien adalah saluran 1, yaitu penyaluran langsung produk kopi luwak kepada konsumen dengan nilai efisiensi pemasaran sebesar 31,62 persen. Rata-rata nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram buah kopi menjadi kopi luwak biji Rp67.123,95, kopi luwak biji menjadi kopi luwak bubuk Rp78.887,87 dan buah kopi menjadi kopi luwak bubuk Rp42.666,01. Nilai tersebut menunjukkan bahwa agroindustri kopi luwak tersebut menguntungkan. Tabel 3. Analisis nilai tambah agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung No. Variabel Buah Kopi Menjadi Kopi Luwak Biji Menjadi Buah Kopi Menjadi Output, Input, dan Harga Kopi Luwak Biji Kopi Luwak Bubuk Kopi Luwak Bubuk 1. Output (Kg/Bln) 91,14 75,83 75,83 2. Bahan Baku (Kg/Bln) 246,43 96,67 250,00 3. Tenaga Kerja (HOK/Bln) 83,31 25,02 117,50 4. Faktor Konversi 0,36 0,80 0,30 5. Koefisien Tenaga Kerja 0,34 0,36 0,51 6. Harga Output (Rp/Kg) 257.142,86 516.666,67 516.666,67 7. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HOK) 34.995,89 32.333,33 35.407,32 Pendapatan dan Nilai Tambah (Rp/Kg) 8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) 5.000,00 258.333,33 5.166,67 9. Sumbangan Input Lain (Rp/kg) 21.103,96 74.616,52 103.081,35 10. Nilai Output 93.227,92 411.837,72 150.914,02 11. a. Nilai Tambah 67.123,95 78.887,87 42.666,01 b. Rasio Nilai Tambah ( persen) 72,97 19,08 28,79 12. a. Imbalan Tenaga Kerja 12.242,14 12.940,75 18.378,71 b. Bagian Tenaga Kerja 18,77 24,21 71,02 13. a. Keuntungan 54.881,82 65.947,12 24.287,30 b. Tingkat Keuntungan 81,23 75,59 28,98 Balas Jasa untuk Faktor Produksi 14. Margin 88.227,92 153.504,39 145.747,36 a. Keuntungan 63,11 42,35 10,48 b. Tenaga Kerja 13,98 8,63 19,76 c. Input Lain 22,91 49,03 69,76 16

DAFTAR PUSTAKA Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Bandar Lampung. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2012. Luas Areal, Produksi PN per Kecamatan dan Kabupaten. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung. Emhar dkk. 2014. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi di Kabupaten Jember. Universitas Jember. Jurnal Berkala Ilmiah Pertanian, 1 (3) : 53-61. http://jurnal.unej.ac.id/index.php/bip/articl e/viewfile/511/360. [2 Maret 2014] Hadi RA. 2012. Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Finansial, dan Prospek Pengembangan pada Agroindustri Kopi Luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Hayami dkk. 1987. Agricultural Marketing and Processing In Upland Java; Perspektif From a Sunda Vilage. Vilage The CGPRT. Bogor. Kementerian Pertanian. 2012. Laporan Kinerja Kementrian Pertanian Tahun 2011. http://www.deptan.go.id/pengumuman/berit a/2012/laporan-kinerja-kementan2011.pdf. [5 Maret 2014].. 2012. Peluang Besar Industri Kopi Indonesia. http:// pphp.deptan.go.id/mobile/?content=informa si_mobile&id=1&sub=1&kat=0&fuse=139 7. [12 April 2014]. Mantra IB. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Mujiburrohman. 2011. Sistem Jaringan Pasok dan Nilai Tambah Ekonomi Kopi Organik (Study Kasus di KBQ Baburrayan Kabupaten Aceh Tengah). Jurnal Agrisep, 12 (1). http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrisep/ article/view/209/195. [5 Mei 2014]. Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Rajawali. Jakarta.. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 17