Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik Bertanya?

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dengan menempuh perbaikan di bidang pendidikan. Pendidikan

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Motivasi belajar matematika berkurang. Minat belajar merupakan

Tiga Hal yang Sering Ditanyakan Guru. Fadjar Shadiq, M.App.Sc & fadjarp3g.wordpress.com) Widyaiswara PPPPTK Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

YUNICA ANGGRAENI A

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Nendi Rohaendi,2013

Praktek Pembelajaran Matematika. Oleh: Fadjar Shadiq, M. AppSc WidyaIswara PPPG Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran terjadi karena adanya aktivitas guru dan aktivitas siswa. Anwar

BAB I PENDAHULUAN. sehingga manusia itu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Pendidikan adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya

TEKNIK BERTANYA DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. Oleh :Winarto

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pelajaran

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CTL DAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB 1 PENDAHULUAN. Prestasi Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika, masih rendah. Banyak data yang menukung opini ini, seperti:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK PADA PENBELAJARAN PENJUMLAHAN DUA BILANGAN BULAT?

PENTINGYA STRATEGI PEMODELAN PADA PROSES PEMECAHAN MASALAH

Apa itu CTL? M n e g n a g p a a p a h a h r a us u s C TL

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

I. PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidikan juga merupakan salah

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

LEMMA VOL I NO. 2, MEI 2015

Dasar-dasar Pembelajaran Fisika

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap saat

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa SD khususnya. bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pendidikan banyak sekali ilmu yang dapat digali untuk meningkatkan. SDM, salah satunya adalah ilmu matematika.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Didaktik : Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, ISSN : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Subang Volume I Nomor 1, Desember 2015

BILAMANA PROSES PEMBELAJARAN MENJADI BERMAKNA BAGI SISWA? SUATU TEORI BELAJAR DARI DAVID P. AUSUBEL. Fadjar Shadiq (WI PPPPTK Matematika)

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

II KAJIAN PUSTAKA. hasil belajar siswa meningkat (Wardani, 2008:1.4) Dalam proses pembelajaran apabila penguasaan siswa terhadap materi yang

BAB I PENDAHULAAN. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan

EMPAT OBJEK LANGSUNG MATEMATIKA MENURUT GAGNE Fadjar Shadiq

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memenuhi derajat sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun oleh:

Dosen Pembimbing I : Dra. Dinawati Trapsilasiwi, M.Pd Dosen Pembimbing II : Dr. Hobri, S.Pd., M.Pd

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOMPONEN QUESTIONING DAN LEARNING COMMUNITY UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

kata kunci: bimbingan teknis, pendekatan kontekstual, dan mutu guru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

TITIK ARIYANI HALIMAH A

PEMBELAJARAN MATERI LUAS PERMUKAAN BALOK DAN KUBUS DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

ISRINA ENDANG WIDIASTUTI A54D090003

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan situasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pertanyaan Terbuka: Contoh dan Pengertiannya serta Mengapa Penting Bagi Siswa?

BELAJAR MEMECAHKAN MASALAH YUK Fadjar Shadiq, M.App.Sc ( & fadjar_p3g.yahoo.com)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Desyandri, S.Pd., M.Pd NIP

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING. Febryanti* ABSTRAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Transkripsi:

Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik Bertanya? Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com dan www.fadjarp3g.wordpress.com) WI PPPPTK Matematika Bertanya merupakan salah satu dari tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas (Kemdiknas, 2010:34). Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Berikut ini akan dibahas satu contoh penerapan teknik bertanya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diacu para guru dan pengawas jenjang TK/SD atau RA/BA/MI. Berikut ini adalah contoh penggunaan teknik bertanya. Beberapa waktu yang lalu, penulis menyampaikan materi pada Pelatihan Penguatan Pengawas Sekolah yang sebagian besar pesertanya adalah para pengawas jenjang TK/SD dari Provinsi Jawa Tengah; salah seorang peserta meminta penulis untuk menjelaskan sedikit lebih rinci tentang teknik bertanya. Permintaan tersebut didukung teman-teman lainnya. Menurutnya, akan sangat berguna jika mereka mengetahui lebih banyak tentang teknik bertanya tersebut. Kejadian ini menunjukkan bahwa teknik bertanya berdasarkan pengalaman pengawas TK/SD tadi sangat penting untuk dibahas. Buktinya, pengawas saja membutuhkan, apalagi para gurunya. Karena jatah waktu untuk diklat dimaksud sangat sedikit, sehingga permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai gantinya, naskah ini disusun dengan maksud utama untuk membantu para guru dan pengawas agar lebih memahami teknik bertanya itu dalam pembelajaran matematika, sehingga dapat diimplementasikan di kelasnya masing-masing selama proses pembelajaran dan bagi para pengawas agar dapat lebih membantu para guru mengimplementasikan teknik bertanya ketika memantau atau melakukan kegiatan supervisi di sekolah binaannya masing-masing. Yang akan dibahas pada tulisan ini di antaranya adalah: 1. Pertanyaan tertutup (closed question) dan contohnya. 2. Pertanyaan terbuka (open question) dan contohnya. 3. Pertanyaan tingkat rendah (lower order question) dan contohnya. 4. Pertanyaan tingkat tinggi (higher order question) dan contohnya. 5. Empat tujuan guru mengajukan pertanyaan. Pertanyaan Tertutup dan Terbuka Perhatikan dua pertanyaan berikut. 1. Tentukan luas daerah bangun datar di samping kanan atas ini. 2. Tentukan luas daerah bangun datar di atas dengan berbagai cara. Ada berapa cara yang Anda dapatkan? 1

Menurut bapak dan ibu guru apa perbedaan antara dua pertanyaan tersebut di atas? Berhentilah membaca untuk beberapa saat. Yang jelas pertanyaan 1 hanya ada 1 jawaban yang bisa diterima guru yaitu 16 satuan luas. Selain itu dianggap salah. Namun pertanyaan 2 memungkinkan jawaban yang bisa diterima guru bisa 1 atau lebih cara seperti ditunjukkan gambar di bawah ini. Cara 1 dengan membagi daerah bangun datar tersebut menjadi 3 bagian seperti ditunjukkan gambar di sebelah kanan ini. Luas daerah bangun datar tersebut adalah: (3 2) + (3 2) + (2 2) = 16 satuan luas. Cara 2 dengan membagi daerah bangun datar tersebut menjadi 2 bagian seperti ditunjukkan gambar di sebelah kanan ini. Luas daerah bangun datar tersebut adalah: (3 4) + (2 2) = 16 satuan luas. 4 cm Cara 3 dengan membagi daerah bangun datar tersebut menjadi 2 bagian seperti ditunjukkan gambar di sebelah kiri ini. Luas daerah bangun datar tersebut adalah: (3 2) + (5 2) = 16 satuan luas. 5 cm Cara 4 dengan memindah bangun datar yang paling atas ke bawahnya sehingga menjadi seperti ditunjukkan gambar di sebelah bawah. Luas daerah bangun datar tersebut adalah: (8 2) = 16 satuan luas. 8 cm 2

Cara 5 dengan mengangap bangun datar yang berbentuk L itu sebagai bentuk persegipanjang besar (utuh) dikurangi persegipanjang kecil lainnya (diarsir). Luas daerah bangun datar tersebut adalah: (5 4) (2 2) = 16 satuan luas. 4 cm Jadi jelaslah, bahwa pertanyaan 1 merupakan contoh pertanyaan tertutup (closed question) 5 cm karena hanya ada 1 jawaban yang bisa diterima guru yaitu 16 satuan luas. Selain jawaban 16 satuan luas itu dianggap salah. Namun pertanyaan 2 memungkinkan jawaban yang bisa diterima guru bisa 1 atau lebih cara seperti ditunjukkan gambar di bawah ini. Itulah contoh pertanyaan terbuka (open question). Hal ini menunjukkan bahwa formulasi soal dapat mengubah format pertanyaan dari yang asalnya berupa pertanyaan tertutup menjadi pertanyaan terbuka. Pertanyaan yang dapat diajukan sekarang adalah pertanyaan tertutup atau terbuka yang sebaiknya ditanyakan guru? Mengapa? Contoh di atas menunjukkan bahwa pertanyaan terbuka secara umum lebih baik dari pertanyaan tertutup. Alasannya, guru telah dan akan memfasilitasi siswanya untuk berpikir kreatif. Dapat membantu siswanya untuk menemukan jati dirinya sendiri jika memberi kesempatan pada siswanya untuk mengemukakan idenya di depan temantemannya, sehingga siswa yang lain dapat belajar darinya. Lebih bijaksana jika guru memberi kesempatan pada siswa yang lemah untuk maju juga ke papan unuk menjelaskan caranya yang benar. Di Jepang dan sebagian guru di Indonesia, antisipasi jawaban siswa sudah disiapkan guru. Mungkin hal ini diikuti semua guru di Indonesia. Pertanyaan Tingkat Rendah dan Tinggi Perhatikan contoh tugas ini. Jabarkan (x + 2)(x + 5). Jika materi itu sudah dibahas, pertanyaan yang dapat diajukan adalah mana yang lebih baik dilakukan guru, memberi tugas atau menjelaskan ulang? Bagaimana jika ada siswa yang tidak bisa mengerjakan tugas tersebut? Di sini peran penting guru untuk merefleksi diri. Mengapa siswanya tidak mampu mengerjakan tugas tersebut? Apa yang harus dilakukan ke depannya? Jawaban yang diharapkan dari siswa adalah: (x + 2)(x + 5) = x 2 + 7x + 10 Ruas kiri = Ruas kanan Beberapa pertanyaaan yang dapat diajukan guru adalah: 1. Darimana asal 10 pada ruas kanan? 2. Darimana asal 7 pada ruas kanan? 3. Berdasar jawaban tadi, jika Bapak/Ibu mempunyai seperti ruas kanan dalam bentuk x 2 + 11x + 10, dapatkah dibuat bentuk perkalian seperti ruas kirinya? Amati tiga pertanyaan di atas. Apa perbedaan tiga pertanyaan di atas? Jawaban yang diharapkan dari Anda pembaca naskah ini bukanlah bahwa pertanyaan 3 lebih panjang dari pertanyaan 1 dan 2. Meskipun jawaban itu tergolong benar 3

namun jawaban yang diharapkan tentunya harus berkait dengan tingkat pertanyaan yang digunakan yaitu harus berkait dengan pertanyaan tingkat rendah (lower order question) atau pertanyaan tingkat tinggi (higher order question). Pertanyaan 1 dan 2 dapat digolongkan sebagai pertanyaan tingkat rendah (lower order question) dan pertanyaan 3 dapat digolongkan sebagai pertanyaan tingkat tinggi (higher order question). Mengapa? Pertanyaan 1 dan 2 dapat digolongkan sebagai pertanyaan tingkat rendah (lower order question) karena untuk menjawab pertanyaan tersebut hanya memerlukan ingatan yang baik saja. Namun pertanyaan 3 dapat digolongkan sebagai pertanyaan tingkat tinggi (higher order question) karena untuk menjawabnya tidak hanya memerlukan ingatan yang baik saja. Untuk menjawab pertanyaan 3, diperlukan kemampuan untuk mengaitkan antara yang sudah dipelajari (menjabarkan) dengan yang sedang dipelajari (memfaktorkan). Pertanyaan yang dapat diajukan sekarang adalah pertanyaan tingkat tinggi atau tingkat rendah yang sebaiknya ditanyakan guru? Mengapa? Contoh di atas menunjukkan bahwa pertanyaan tingkat tinggi secara umum lebih baik dari pertanyaan tingkat rendah. Alasannya, guru akan memfasilitasi siswanya untuk berpikir agar dapat belajar mengaitkan antara materi yang sudah dipelajari (menjabarkan) dengan materi yang sedang dipelajari (memfaktorkan). Yang perlu diperhatikan dan diantisipasi guru adalah alternatif pertanyaan untuk membantu siswa jika mereka mengalami kesulitan. Contoh untuk kasus di atas, pertanyaan yang dapat diajukan guru adalah: (1) Darimana asal 10 pada ruas kanan? Darimana asal 7 atau 11 pada ruas kanan? Di Jepang dan sebagian guru di Indonesia, telah mengantisipasi jika siswa mengalami kesulitan dengan menyiapkan pertanyaan (biasanya pertanyaan tingkat rendah) untuk membantu siswanya. Mungkin hal ini diikuti semua guru di Indonesia. Selama proses pembelajaran di kelas, pertanyaan tingkat tinggi yang dapat diajukan bapak dan ibu guru di antaranya adalah: Bagaimana cara Anda? Adakah yang dapat menjelaskan mengapa hasilnya seperti itu? Jika Anda. Apa yang akan terjadi jika. Apa yang menarik dari hasil (data) ini? Mengapa? Empat Tujuan Guru Mengajukan Pertanyaan Menurut Haylock & Thangata (2007) ada empat tujuan guru mengajukan pertanyaan, Berikut ini adalah empat tujuan tersebut beserta contohnya. 1. Bertujuan untuk manajemen kelas (questions used for managerial purrposes) a. Dudi, apa Anda mendengarkan pertanyaan Ibu/Bapak? b. Nani, apa Anda sudah menyelesaikan tugas Ibu/Bapak? 4

c. Adi, dapatkah Anda memberi contoh lain? 2. Bertujuan untuk mengasses hasil pembelajaran pada akhir pembelajaran (questions used to assess learning at the end of a teaching session) a. Apa yang harus diperhatikan ketika memfaktorkan bentuk x 2 + Ax + B b. Jadi, bagaimana rumus untuk menentukan median suatu distribusi frekuensi? Mengapa rumusnya begitu? c. Bagaimana cara membagi sudut menjadi dua bagian yang sama? Mengapa caranya begitu? d. Siapa yang dapat menjelaskan untuk mengingatkan kita semua tentang hal baik jika dilakukan seperti itu? 3. Bertujuan untuk pemantapan (reinforcement questions) a. Jika 234 + 466 = 700 berapakah hasil dari ( 234) + ( 466)? b. Bagaimana cara menentukan ( 200) + 500? 4. Bertujuan untuk mempromosikan pembelajaran secara kognitif maupun afektif (questions for promoting cognitive and affective learning) a. Tentukan hasilnya pada 10 : 2? (Guru lalu menuliskan pembagian beserta hasilnya di papan tulis.) b. Mengapa hasil 5 ini dapat saya nyatakan hasil yang benar? c. Kalau begitu bagaimana dengan 10 : 0? d. Bagaimana pula dengan 0 : 0? Contoh terakhir di atas menunjukkan proses pembelajaran yang dilakukan seorang guru untuk menunjukkan bahwa pembagian dengan 0 tidak didefinisikan dan dapat diketegorikan sebagai dialog Socrates (Socratic dialogue) karena sudah digunakan Socrates beratus ratus tahun yang lalu. Menurut APS International (2005:89): A Socratic dialogue is a dialogue between a teacher and one or more students or between a number of students under the guidance of the teacher. The teacher presents a problem or a key question, decides on the structure of the dialogue, involves all students by asking questions and eliciting answers and passing them on, he prods and digs, confronts and leads the students to (preferably) common solutions and conclusions. Artinya, dialog Socrates (Socratic dialogue) adalah suatu dialog (pembicaraan atau perbincangan) antara seorang guru (pada contoh kasus di atas gurunya adalah sang ayah), dengan satu atau lebih siswanya (pada contoh di atas siswanya adalah sang anak), atau dialog antara beberapa siswa di bawah bimbingan si guru. Si guru mengemukakan suatu masalah (problem) atau pertanyaan kunci (key question), menentukan rancangan dialognya. Si guru juga melibatkan setiap peserta didik atau siswanya dengan mengajukan pertanyaan dan mengembangkan jawabannya serta menyampaikan jawaban itu kepada siswa lain. Dia juga 5

memberikan dorongan dan menggali, mendebat dan membimbing siswanya agar sampai pada suatu simpulan umum atau penyelesaian (seperti yang dilakukan sang ayah pada anaknya tadi). Jelaslah bahwa sang ayah telah menggunakan dialog Socrates dalam membimbing anaknya sehingga si anak sampai pada simpulan seperti yang dikehendakinya. Penelitian menunjukkan, bahwa guru-guru yang lebih banyak mengajukan pertanyaan terbuka dan tingkat tinggi seperti pertanyaan di atas adalah para guru yang lebih berhasil mendidik siswanya. Namun perlu diingat bahwa tidak mudah menyusun pertanyaan seperti itu. Karenanya, sekali lagi para guru diharapkan dapat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan di kelasnya masing-masing. Demikianlah gambaran singkat tentang pentingnya teknik bertanya yang dapat dilakukan para guru agar dapat membantu siswanya untuk belajar berpikir dan bernalar. Apalagi jika para guru dapat menggunakan dialog Socrates dengan baik, maka diharapkan para siswa dengan bantuan gurunya akan dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan seperti rumus, konsep atau teorema; sehingga kemampuan berpikir dan bernalar para siswanya akan meningkat pula. Pada akhirnya, mudah-mudahan tulisan ini dapat diimplementasikan di kelas dengan bantuan para pengawas dan widyaiswara. Daftar Pustaka APS International (2005). Twenty Two Theories. Utrecht: APS International Ltd. Haylock, D. and Thangata, F. (2007). Key Concepts in Teaching Primary Mathematics. London: SAGE Publications Ltd. Kementerian Pendidikan Nasional (2010). Pembelajaran Berbasis Paikem (CTL, Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik). Materi Pelatihan Penguatan Pengawas Sekolah. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal PMPTK. 6