BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penelitian Terdahulu Tentang Pentanahan Netral

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Transmisi, dan Distribusi. Tenaga listrik disalurkan ke masyarakat melalui jaringan

BAB III METODE PENELITIAN. Pengerjaan tugas akhir ini bertempat di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

KOMPONEN-KOMPONEN SIMETRIS. A. Sintesis Fasor Tak Simetris dari Komponen-Komponen Simetrisnya

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II PERHITUNGAN ARUS HUBUNGAN SINGKAT

BAB II SALURAN DISTRIBUSI

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

GROUNDING SISTEM DALAM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 20 KV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

PERTEMUAN VIII SISTEM PER UNIT DAN DIAGRAM SEGARIS

BAB IV 4.1. UMUM. a. Unit 1 = 100 MW, mulai beroperasi pada tanggal 20 januari 1979.

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

Politeknik Negeri Sriwijaya

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

ANALISIS SISTEM TENAGA. Analisis Gangguan

Analisis Pengaruh Penambahan Unit Pembangkit Baru terhadap Arus Gangguan ke Tanah pada Gardu Induk Grati

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGETANAHAN NETRAL PADA UNIT INSTALASI GENERATOR SISTEM TENAGA LISTRIK

PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA JARINGAN DISTRIBUSI DI KOTA PONTIANAK

BAB III KEBUTUHAN GENSET

Dasar Rangkaian Listrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tegangan pengirim akibat suatu keadaan pembebanan. Hal ini terjadi diakibatkan

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

ANALISA PEMASANGAN KOMPENSATOR REAKTOR SHUNT DALAM PERBAIKAN TEGANGAN SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET)-500kV ANTARA TASIKMALAYA DEPOK

KOMPONEN SIMETRIS DAN IMPEDANSI URUTAN.

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN...


GROUNDING SISTEM DALAM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 20 KV

RELE JARAK SEBAGAI PROTEKSI SALURAN TRANSMISI

FEEDER PROTECTION. Penyaji : Ir. Yanuar Hakim, MSc.

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi gangguan di salah satu subsistem, maka daya bisa dipasok dari

ANALISIS SISTEM PEMBUMIAN NETRAL GENERATOR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP SEI. BATU MW SANGGAU

BAB II KARAKTERISTIK PEMUTUS TENAGA

Bahan Ajar Ke 1 Mata Kuliah Analisa Sistem Tenaga Listrik. Diagram Satu Garis

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

EVALUASI KERJA AUTO RECLOSE RELAY TERHADAP PMT APLIKASI AUTO RECLOSE RELAY PADA TRANSMISI 150 KV MANINJAU PADANG LUAR

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

DAFTAR ISI SISTEM PENTANAHAN (PEMBUMIAN) TITIK NETRAL 3

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE LINE TO GROUND

STUDI KESTABILAN SISTEM BERDASARKAN PREDIKSI VOLTAGE COLLAPSE PADA SISTEM STANDAR IEEE 14 BUS MENGGUNAKAN MODAL ANALYSIS

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

LAPORAN MINGGUAN OJT D1 MINGGU XIV. GARDU INDUK 150 kv DI PLTU ASAM ASAM. Oleh : MUHAMMAD ZAKIY RAMADHAN Bidang Operator Gardu Induk

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan industri serta pertambahan penduduk. Listrik

BAB I PENDAHULUAN. sistem tenaga listrik terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu pembangkitan,

BAB II. PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv. DAN PENYULANG 20 kv

ANALISIS SUSUT ENERGI PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI SESUAI RENCANA OPERASI SUTET 500 kv

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB 4 ANALISA KONSEP ADAPTIF RELE JARAK PADA JARINGAN SALURAN TRANSMISI GANDA MUARA TAWAR - CIBATU

BAB 1 PENDAHULUAN. serta dalam pengembangan berbagai sektor ekonomi. Dalam kenyataan ekonomi

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

BAB III PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT

PERALATAN KOPLING POWER LINE CARRIER

TRAFO TEGANGAN MAGNETIK

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem penyaluran tenaga listrik, kita menginginkan agar pemadaman tidak

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

PUSPA LITA DESTIANI,2014

BAB I PENDAHULUAN. tenaga listrik karena berperan dalam penyediaan energi listrik yang sangat

atau pengaman pada pelanggan.

SISTEM PROTEKSI RELAY

BAB III PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR. Arus gangguan tanah adalah arus yang mengalir melalui pembumian. Sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang. Berikut dibawah ini data yang telah dikumpulkan :

SISTEM PENTANAHAN PADA GARDU INDUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMALISASI KUALITAS TEGANGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK PELANGGAN PLN BERDASAR PADA WINDING RATIO

MITIGASI GANGGUAN TRANSMISI AKIBAT PETIR PADA PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPT TANJUNG KARANG

ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS

BAB III SISTEM PROTEKSI DAN ANALISA HUBUNG SINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. interkoneksi dan beberapa sistem terisolir. Sistem interkoneksi merupakan suatu

BAB III SISTEM TENAGA LISTRIK INTERKONEKSI JAWA-BALI

BAB IV PEMBAHASAN. Gardu Induk Godean berada di jalan Godean Yogyakarta, ditinjau dari

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI ANALISIS SETTING BACKUP PROTEKSI PADA SUTT 150 KV GI KAPAL GI PEMECUTAN KELOD AKIBAT UPRATING DAN PENAMBAHAN SALURAN

BAB I PENDAHULUAN. konsumen. Suplai daya listrik dari pusat-pusat pembangkit sampai ke konsumen

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Tentang Pentanahan Netral Dalam kaitan dengan pentanahan netral sistem tenaga, beberapa penelitian terdahulu telah diidentifikasi, misalnya dalam pemilihan metode pentanahan pada saluran di jaringan distribusi yang ditulis oleh (Song et al, 2007) dalam makalahnya [1] yang dilakukan di daerah perkotaan di China. Penelitian tersebut menganalisa beberapa metode pentanahan netral yaitu isolasi netral, kumparan Petersen dan tahanan rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode pentanahan yang tepat bagi jaringan distribusi. Untuk menentukan metode pentanahan yang tepat maka dilakukan analisa terhadap karakteristik seluruh metode pentanahan netral, termasuk nilai tegangan lebih, koordinasi isolasi, keamanan personel, keandalan suplai daya dan rele proteksi. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa metode isolasi netral hanya dapat diterapkan pada arus gangguan kecil, karena jika nilai arus kapasitansi semakin besar, busur api tidak dapat dipadamkan dengan sendirinya. Sehingga jenis pentanahan ini tidak dapat digunakan pada jaringan distribusi. Metode tahanan rendah memiliki kelemahan karena pada saat terjadi gangguan peralatan proteksi bekerja dan terjadi pemutusan pada

6 daerah gangguan, sehingga keandalan kontinuitas pelayanan menjadi terganggu. Metode kumparan Petersen dapat mengkompensasi nilai arus kapasitansi yang besar pada saluran distribusi, hal ini dapat mempermudah pemadaman busur api. Oleh karena itu metode kumparan Petersen dapat diterapkan pada jaringan distribusi. Penelitian untuk penerapan HRNG ( High Resistance Neutral Grounding) pada tegangan menengah yang di analisa oleh (Kingrey et al, 2011) pada makalahnya [2] yang bertujuan untuk menganalisa penerapan metode HRNG pada sistem jaringan distribusi tegangan menengah di kawasan industri. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa beberapa aspek seperti teori kelistrikan, filosofi sistem pentanahan netral, efek dari berbagai komponen pada sistem daya industri dan pembatasan nilai tahanan tinggi yang digunakan. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pada standar industri metode HRNG membatasi arus gangguan I gf 10 A, Ir 3I Co. Standar tersebut harus ditinjau kembali karena metode pentanahan ini hanya bisa digunakan jika nilai arus charging kapasitansi sangat kecil, maka batas I gf harus dikurangi dari 10 A menjadi 7 A dan 3I Co dibatasi menjadi 5 A. Kerusakan yang diakibatkan oleh busur api pada level energi di titik gangguan, mengharuskan HRNG bekerja dengan cepat untuk mengurangi kerusakan dan mencegah peningkatan gangguan menjadi gangguan antar fasa. Sistem HRNG pada tegangan menengah juga mengharuskan konduktor pada fasa dan netral mempunyai tingkat isolasi sebesar 173%.

7 Selanjutnya mengenai metode pentanahan netral pada sistem distribusi telah dilakukan penelitian oleh (Oka et al, 2002) dalam makalahnya [3]. Penelitian ini menganalisa beberapa metode pentanahan netral, yang hasilnya digunakan sebagai pertimbangan terhadap kenaikan nilai tegangan rendah dan induksi tegangan pada sistem tiga fasa empat kawat jaringan distribusi pada saat terjadi gangguan. Penelitian ini melakukan simulasi untuk menganalisa beberapa metode pentanahan netral yaitu metode multigrounded common neutral, low voltage multigrounded neutral dan resistance single grounding. Untuk keakuratan maka dilakukan evaluasi dengan membandingkan hasil simulasi dengan hasil pengukuran sebenarnya pada saluran. Dari hasil simulasi dan pengukuran terdapat perbedaan nilai arus yaitu sebesar 10%, perbedaan tersebut masih bisa diterima sehingga hasil dari simulasi dapat digunakan sebagai acuan dari penelitian. Sebagai hasilnya metode resistance single grounding merupakan metode pentanahan netral yang sesuai untuk sistem jaringan distribusi 11,4 kv. Nilai tahanan pentanahan harus sebesar 20 ohm atau lebih agar dapat menjaga kondisi saat terjadi induksi tegangan pada saluran dan meningkatnya nilai tegangan rendah pada saluran. Penelitian mengenai berbagai metode pentanahan netral dianalisa oleh (D.D Ship et al, 2005) pada makalahnya [4]. Penelitian ini menganalisa karakteristik pada beberapa metode pentanahan netral yang diterapkan pada perindustrian dan menampilkan informasi dari masing-masing metode pentanahan. Metode pentanahan yang akan dianalisa adalah metode pentanahan langsung, sistem yang tidak ditanahkan, pentanahan dengan

8 induktansi, pentanahan dengan tahanan rendah dan tahanan tinggi, serta transformator pentanahan. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode pentanahan yaitu beban saluran-netral dan kontinuitas pelayanan. Untuk persyaratan kontinuitas pelayanan, semua metode pentanahan harus dapat melakukan pemisahan zona yang terganggu dengan pengoperasian peralatan proteksi. Untuk penerapan metode pentanahan pada sistem tegangan menengah (2.4 kv 7.5 kv) dapat diterapkan metode dengan tahanan tinggi karena metode pentanahan ini mampu membatasi arus gangguan menjadi sangat kecil sehingga dapat menghindari kerusakan akibat gangguan dan dapat mengontrol tegangan lebih transient, sehingga timbulnya tegangan lebih transien dapat berkurang. Selain itu metode tahanan rendah juga dapat diterapkan pada sistem tegangan menengah, walaupun mengharuskan peralatan proteksi bekerja dan terjadi pemutusan di daerah gangguan. Sedangkan untuk metode pentanahan langsung lebih sering digunakan pada sistem dengan tegangan diatas 15 kv. Selanjutnya untuk membahas tentang sistem pentanahan dengan reaktor pada sistem tegangan ekstra tinggi yang dianalisa oleh (Nayak et al, 2007) pada makalahnya [5]. Penelitian menjelaskan bahwa untuk menjaga keandalan pada sistem transmisi, penerapan peralatan proteksi seperti saklar fasa tunggal dan penutup balik otomatis sangat diperlukan. Akan tetapi untuk meningkatkan kerja dari penutup balik otomatis dalam pemadaman busur api maka perlu dipasangnya NGR ( Neutral Grounding Reactor).

9 Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter NGR yang optimal pada saluran transmisi tegangan ekstra tinggi. Penelitian ini melakukan analisa terhadap nilai arus busur api, nilai NGR untuk mengkompensasi rangkaian kapasitif dan pemilihan nilai NGR yang akan digunakan pada sistem. Dari hasil penelitian didapatkan nilai reaktansi, arus dan rating tegangan pada saluran sirkit ganda untuk menjamin kesuksesan kerja saklar fasa tunggal ditampilkan pada program EMTP. Dimana nilai optimal NGR yang dipilih untuk menjamin kesuksesan kerja dari saklar fasa tunggal dalam memadamkan busur api dengan batas yang layak sebesar 600 ohm. Penelitian mengenai metode pentanahan netral dengan tahanan tinggi pada sistem tegangan rendah dianalisa oleh (Nelson et al, 1999) dalam makalahnya [6]. Penelitian ini menganalisa penerapan pentanahan netral dengan tahanan tinggi pada sistem tegangan rendah di kawasan industri kimia dan perminyakan, yang meliputi beberapa aspek yaitu, permasalahan koordinasi dengan sistem proteksi, gangguan busur api, pertimbangan perancangan, selanjutnya dilakukan pengujian dan pemasangan terhadap pentanahan dengan tahanan tinggi. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, metode tahanan tinggi memiliki kinerja yang baik pada industri kimia dan perminyakan, yang menjadi acuannya adalah, arus kapasitif pada sistem tegangan rendah (440-600 V) memiliki nilai yang cukup rendah (< 5 A), hal ini menunjukkan bahwa tahanan mampu mengontrol arus pada nilai yang rendah untuk menghindari peningkatan arus gangguan yang akan menyebabkan kerusakan peralatan. Penerapan

10 yang tepat pada metode tahanan tinggi akan mampu membatasi tegangan lebih transien yang disebabkan oleh gangguan busur api ke nilai yang memungkinkan. Makalah ini menampilkan keuntungan dari pentanahan dengan tahanan tinggi untuk menjaga kontinuitas proses industri. Ketika keandalan dan pembatasan gangguan tanah merupakan permasalahan yang sangat penting, sistem pentanahan dengan tahanan tinggi sangat dianjurkan. Dengan perancangan dan pengujian yang tepat, metode pentanahan ini mampu menyediakan keamanan dan keandalan yang dibutuhkan oleh industri perminyakan atau industri lainnya. 2.2 Sintesis Fasor Tak Simetris dari Komponen-Komponen Simetrisnya Menurut Fortescue suatu sistem tak seimbang yang terdiri dari n fasor yang berhubungan dapat diuraikan menjadi n buah sistem dengan fasor seimbang yang dinamakan komponen-komponen simetris dari fasor aslinya. N buah fasor pada setiap himpunan komponennya adalah sama panjang dan sudut diantara fasor yang bersebelahan dalam himpunan itu sama besarnya [7]. Menurut teorema Fortescue, tiga fasor tak seimbang dari sistem tiga phasa dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan komponen seimbang itu adalah : 1. Komponen urutan positif yang teridiri dari tiga fasor yang sama besarnya, memiliki selisih sudut phasa sebesar 120 0 dan mempunyai urutan phasa yang sama seperti aslinya.

11 2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, memiliki selisih sudut phasa sebesar 120 0, namun memiliki urutan phasa yang berlawanan dengan fasor aslinya. 3. Komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan dengan pergeseran phasa nol antar fasor yang satu dengan fasor yang lain. Komponen simetris phasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b dan c sehingga urutan phasa tegangan dan arus dari sistem adalah abc. Sehingga urutan phasa komponen positif dari fasor tak seimbang itu adalah abc, sedangkan urutan phasa dari komponen negatif adalah acb. Jika fasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan V a, V b, dan V c. Ketiga himpunan komponen simetris dinyatakan dengan subskrip tambahan 1 untuk komponen urutan positif, angka 2 untuk komponen urutan negatif, an angka 0 untuk komponen urutan nol. Sebagai contoh komponen urutan positif dari fasor tegangan adalah V a1, V a2, dan V a0. Begitu pula dengan urutan negatif dan urutan nol. Fasor tegangan dinyatakan dalam suku komponennya adalah sebagai berikut : V a = V a1 + V a2 + V a0 V b = V b1 + V b2 + V b0 (2.1) V c = V c1 + V c2 + V c0

12 Gambar 2.1. Tiga Himpunan Fasor Seimbang Yang Merupakan Komponen Simetris Dari Tiga Fasor Tak Seimbang 2.3 Jaringan Urutan Pada Sistem Tenaga Tenaga Listrik Gambar di bawah ini merupakan contoh gangguan yang terjadi pada sistem distribusi beserta dengan rangakain ekivalent urutan positif, negatif dan urutan nol. Gambar 2.2. Single Line Diagram Sistem Tenaga Listrik X t ½ X tr ½ X P tr I fa (1) + X t X g1 X g2 X m V f + + + Gambar 2.3. Jaringan Urutan Positif

13 X t ½ X tr ½ X P tr I fa (2) + X t X g1 X g2 X m V f Gambar 2.4. Jaringan Urutan Negatif _ ½ X tr I fa (2) P ½ X tr X t X g1 X g2 X f X m Gambar 2.5. Jaringan Urutan Nol 2.4 Diagram Garis Pada Komponen Jaringan 2.4.1 Generator Suatu generator tak berbeban yang ditanahkan melalui reaktor, dapat dilihat pada Gambar 2.6. Bus referensi untuk jaringan urutan positif dan negatif adalah netral generator tersebut. Bagi komponen urutan negative dan positif netral generator berada pada potensial tanah jika diantara netral tanah terdapat sambungan yang mempunyai impedansi tertentu atau nol karena sambungan tersebut tidak akan mengalirkan arus urutan positif dan negatif.

14 Gambar 2.6. Komponen urutan pada generator Gambar 2.7. Rangkaian ekivalen urutan pada generator 2.4.2 Transformator Berbagai kombinasi yang mungkin dari belitan primer dan sekunder yang terhubung dalam Y atau Δ sudah tentu mengubah pula jaringan urutan nolnya. (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 2.8. Rangkaian ekivalen pada transformator

15 2.5 Perhitungan Gangguan Hubung Singkat Satu Phasa Ke Tanah Gangguan satu phasa ke tanah disebabkan antara lain petir atau konduktor yang membuat kontak dengan tanah. Untuk gangguan satu phasa ke tanah melalui impedansi Z f ditunjukkan pada gambar 2.2 dimana gangguan terjadi di phasa a. Kondisi pada bus terganggu k dinyatakan dengan persamaan berikut: I fb = 0 I fc = 0 V ka = Z f x I fa Dimana I fb = I fc = 0, komponen simetris diberikan oleh: ( ) ( ) ( ) = 1 1 1 1 1 0 0 dan melakukan hasil perkalian ( ) = ( ) = ( ) = (2.2) Substitusikan ( ) untuk ( ) dan ( ) ditunjukkan bahwa = 3 ( ), dan dari persamaan di bawah ini: ( ) = ( ) ( ) ( ) = ( ) ( ) (2.3) ( ) = ( ) Kita dapatkan ( ) = ( ) ( ) ( ) = ( ) ( ) (2.4) ( ) = ( )

16 Penjumlahan persamaan ini = 3 ( ) memberikan = ( ) + ( ) + ( ) = ( ) + ( ) + ( ) ( ) (2.5) = 3 ( ) Penyelesaian untuk ( ) dan kombinasi hasil dari Persamaan (2. 2), maka didapatkan persamaan seperti di bawah ini: ( ) = ( ) = ( ) = ( ) ( ) ( ) (2.6) a I f Z f b c Gambar 2.9. Gangguan Satu Phasa Ke Tanah Persamaan (2. 6) adalah persamaan untuk mencari besar arus gangguan satu phasa ke tanah melalui impedansi Z f dan digunakan dengan hubungan komponen simetris untuk menentukan semua tegangan dan arus pada titik P. Jika rangkaian ekivalen thevenin tiga jaringan dihubungkan seri, seperti pada Gambar 2.4 dengan impedansi gangguan 3Z f dan sumber tegangan sebelum gangguan V f.

17 Gambar 2.10. Rangkaian Ekivalen Thevenin Gangguan Satu Phasa Ke Tanah Ketika arus ( ), ( ), dan ( ) diketahui, komponen tegangan pada semua sistem bus dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.4). 2.6 Metode Sistem Pentanahan di Indonesia Sesuai standar perusahaan umum listrik milik negara, yaitu SPLN 2: 1978 [8] telah ditetapkan metode pentanahan untuk sistem-sistem 150 kv, 70 kv dan 20 kv. Adapun pola kriteria, pertimbangan, penerapan dan penetapan pentanahan ditunjukkan seperti di bawah ini: a. Pola Kriteria Yang menjadi kriteria dalam faktor keselamatan manusia dan ekonomi. b. Pertimbangan Penerapan Pentanahan efektif pada sistem 150 kv memberikan keandalan yang tinggi dan keuntungan faktor ekonomi yang menonjol dari pengurangan tingkat isolasi. Arus gangguan yang besar diimbangi dengan kecilnya angka keluar (outage rate).

18 c. Penerapan Sistem Pentanahan di Indonesia. 1. Sistem 150 kv Pentanahan netral sistem 150 kv beserta pengamannya ditetapkan sebagai berikut : a. Pentanahan netral untuk sistem ini adalah pentanahan efektif. Penambahan reaktansi pada sistem ini dimungkinkan selama persyaratan pentanahan efektif dipenuhi (X 0 /X 1 =3). b. Pengamanan sistem dilaksanakan dengan pemutus cepat dan penutup cepat. 2. Sistem 70 kv Pentanahan dengan sistem ini beserta pengamanannya ditetapkan sebagai berikut: 1. Pentanahan netral untuk sistem ini adalah pentanahan dengan tahanan. 2. Pengamanan sistem dilakukan dengan pemutus cepat dan penutup cepat. 3. Sistem 20 kv Pentanahan netral sistem 20 kv beserta pengamanannya ditetapkan sebagai berikut: 1. Untuk saluran udara dan saluran bawah tanah dipakai pemutus dengan rele arus lebih untuk gangguan hubung singkat fasa ke fasa dan rele tanah untuk gangguan hubung singkat fasa ke tanah.

19 2. Untuk saluran udara dipakai penutup cepat dan lambat, sedangkat pada saluran bawah tanah tidak dipakai penutup kembali. 2.7 Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Selatan merupakan suatu sistem yang melayani kebutuhan energi listrik untuk wilayah Sumatera Bagian Selatan yaitu mencakup Provinsi Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Ketiga provinsi ini telah tersambung atau terinterkoneksi oleh Saluran Transmisi Tegangan Tinggi (SUTT) yang menggunakan tegangan nominal 150 kv. 2.7.1 Sistem Kelistrikan Saat ini Provinsi Lampung terhubung ke Provinsi Sumatera Selatan melalui dua saluran transmisi yaiu saluran transmisi Baturaja- Blambangan Umpu dan Baturaja-Bukit Kemuning, sedangkan Provinsi Bengkulu terhubung ke Provinsi Sumatera Selatan melaluai saluran transmisi Lubuk Linggau-Pekalongan. Sebagian besar daya pada Provinsi Lampung dipasok oleh Provinsi Sumatera Selatan karena Provinsi Lampung masih belum bisa memenuhi kebutuhan daya dari masing-masing pembangkit yang dimilikinya. Selain itu pula pembangkit-pembangkit yang menggunakan tenaga diesel juga membutuhkan biaya bahan bakar yang lebih besar sehingga diperlukan suatu transfer daya untuk memenuhi kekurangan daya dan juga untuk menghemat biaya bahan bakar karena sebagian besar pembangkit yang ada di

20 Sumatera Selatan merupakan pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan bahan bakar batubara dan gas. Transfer daya juga diperlukan pada saat pembangkit melakukan pemeliharaan. Povinsi Bengkulu dapat memenuhi kebutuhan daya sendiri, tetapi karena provinsi ini hanya memiliki satu buah pembangkit yaitu PLTA Musi, jadi pada saat pembangkit ini mengalami gangguan atau pemeliharaan, maka memerlukan pasokan dari Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu gardu induk sebagai subsistem pada sistem interkoneksi Sumbagsel dalam penyaluran energi memegang peranan yang sangat penting dalam mentransformasikan tenaga listrik dari satu level ke level tegangan yang lain, serta dalam pengawasan operasi dan pengaturan sistem tenaga listrik. 2.7.2 Rencana pembangunan pembangkit Sumatera Bagian Selatan Untuk menjaga kontinuitas dan memenuhi kebutuhan beban yang semakin bertambah maka PLN berencana membangun beberapa pembangkit baru di wilayah Sumbagsel [9]. Tabel 2.1 Rencana Pembangunan Pembangkit Provinsi Pembangkitan Sumatera Selatan No Pusat Daya Terpasang Waktu Pembangkitan (MW) Operasi 1 PLTU Sumsel Mulut 2 x 200 2013/2014 Tambang 2 PLTP Hulu Lais 2 x 55 2013/2014 3 PLTU MT 100 2017 4 PLTP Lumut Balai 2 x 110 2013/2014

21 Pusat Daya Terpasang Waktu No Pembangkitan (MW) Operasi 5 PLTP Rantau Dedap 220 2015 6 PLTP Danau Ranau 110 2019 Tabel 2.2 Rencana Pembangunan Pusat Pembangkitan Provinsi Bengkulu No Pusat Pembangkitan Daya Waktu Terpasang Operasi (MW) 1 PLTU Bengkulu 2 x 100 2018/2019 2 PLTA Simpang Aur 29 2015 Tabel 2.3 Rencana Pembangunan Pusat Pembangkitan Provinsi Lampung No Pusat Pembangkitan Daya Waktu Terpasang Operasi (MW) 1 PLTP Suoh Sekincau 2 x 55 2018/2019 2 PLTP Ulu Belu 4 x 55 2011/2014 3 PLTP Way Ratai 55 2019 4 PLTP Raja basa 2 x 110 2013/2014