2015 UJI COBA DAN ANALISIS SENSOR SERAT OPTIK UNTUK WEIGHT IN MOTION (WIM) PADA REPLIKA KENDARAAN STATIS DAN DINAMIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UJI COBA DAN ANALISIS SENSOR SERAT OPTIK UNTUK WEIGHT IN MOTION (WIM) PADA REPLIKA KENDARAAN STATIS DAN DINAMIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi literatur. Pengujian daya optik pada sensor serat optik

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari

Rancangan Alat Timbang Berbasis Serat Optik Mikrobending Menggunakan Mikrokontroler ATmega32

Investigasi Sensor Serat Optik untuk Aplikasi Sistem Pengukuran Berat Beban Berjalan (Weight in Motion System)

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR

MEDIA TRANSMISI KOMUNIKASI DATA

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. usaha untuk meningkatkan profit bisnis yang sedang dijalankan. Pengetahuan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

KAJIAN RUGI-RUGI AKIBAT MAKROBENDING PADA SERAT OPTIK PLASTIK BERBASIS PC

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. menggunakan media gelombang mikro, serat optik, hingga ke model wireless.

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur

PENGARUH KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MUATAN LEBIH (OVER LOAD) PADA PERKERASAN DAN UMUR JALAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 22 Tahun 2010 TENTANG PENGENDALIAN LALULINTAS ANGKUTAN BARANG DI RUAS JALAN CADAS PANGERAN GUBERNUR JAWA BARAT,

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. gelombang cahaya yang terbuat dari bahan silica glass atau plastik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Saat ini kehidupan manusia tidak lepas dari transportasi, manusia selalu

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2012

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ANGKUTAN BARANG PADA JEMBATAN TIMBANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati jurang,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

FORMULASI MATEMATIS UNTUK PERANCANGAN SISTEM ALAT UKUR BEBAN KENDARAAN BERJALAN (WIM DEVICE) Rini Khamimatul Ula, Thomas Budi Waluyo, Dwi Hanto

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya pembangunan suatu daerah maka semakin ramai pula lalu

b. bahwa dalam rangka kebutuhan transportasi dan penanggulangan muatan lebihdi pulau Jawa, diperlukan penetapan kelas jalan;

2 2015, No.1297 Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN BARANG DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk mengatur perhubungan, komunikasi dan teknologi, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Kemacetan adalah situasi keadaan tersendatnya atau terhentinya lalu lintas yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. otomatis masih belum menggunakan filter. Dari hasil penelitian yang dilakukan,

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Jalan merupakan fasilitas transportasi yang paling sering digunakan oleh

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TELAAH JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI. VOLUME 31 No. 2, November 2013 PUSAT PENELITIAN FISIKA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaturan lampu lalu lintas di Indonesia masih bersifat kaku dan tidak

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Awalnya, penggunaan kabel UTP pada perusahaan maupun instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem alat angkat Elevator Barang sangat dibutuhkan pada industri

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODUL TEKNOLOGI KOMUNIKASI. Oleh : Dwi Hastuti Puspitasari, SKom, MMSI. Pokok bahasan perkembangan teknologi pada era telekomunikasi.

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA TA PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990

2015 DESAIN DAN OPTIMASI FREKUENSI SENSOR LINGKUNGAN BERBASIS PEMANDU GELOMBANG INTERFEROMETER MACH ZEHNDER

Penyusunan Rencana Umum Jaringan Lintas Angkutan Barang di Wilayah Jabodetabek

LAPISAN FISIK. Pengertian Dasar. Sinyal Data

RANCANG BANGUN SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK SINGLEMODE-MULTIMODE-SINGLEMODE MENGGUNAKAN HIGH DENSITY POLYETHYLENE SEBAGAI MATERIAL PENAHAN BEBAN

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

Pembuatan Alat Ukur Beban Berbasis Fiber Optik Dengan Pelapisan Karet Pada Serat Optik Polimer

PENGANTAR PENGKABELAN (WIRING)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

ANALISA PENGARUH MUATAN BERLEBIH TERHADAP UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

Transkripsi:

A. Latar Belakang Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pengawasan terhadap sarana dan prasarana pada sistem transportasi merupakan hal yang harus dilakukan pemerintah untuk menunjang proses perkembangan ekonomi rakyat. Salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan tersebut adalah dengan mengoperasikan jembatan timbang. Menurut Ilham & Suwoyo (2013, hlm. 18) Jembatan timbang adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan barang/truk yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan (portable) yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya. Dalam fungsi dan peranannya, Ilham & Suwoyo. (2013, hlm. 18) juga menjelaskan bahwa Fungsi dan peranan jembatan timbang adalah untuk melakukan pengawasan jalan melalui kegiatan pemantauan angkutan barang di jalan yang hasilnya dapat digunakan dalam perencanaan transportasi. Dalam pengawasan jembatan timbang dilakukan oleh petugas seperti yang telah diungkapkan bahwa Pengawasan jembatan timbang selama ini dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan menempatkan petugas pencatat berat kendaraan pada jembatan timbang (Ilham & Suwoyo, 2013, hlm. 18). Sejauh ini penggunaan jembatan timbang masih mempunyai banyak kendala. Hidayat dkk. (2014, hlm. 300) mengungkapkan bahwa selain harus berhenti saat pengukuran juga biaya kontruksi dan biaya pemeliharaan yang mahal menjadi kekurangan dari stasiun jembatan timbang. Pada kasus lain, berat kendaraan pada saat pengukuran dengan menggunakan jembatan timbang berbeda dengan berat kendaraan saat di jalan. Hal ini diungkapkan oleh Simatupang dkk. (2008, hlm. 822) bahwa Muatan Sumbu Terberat yang disediakan ini pada umumnya lebih rendah dari kenyataan Muatan Sumbu Terberat yang ada dilapangan, sehingga terjadi pelanggaran (overloading). Adapun definisi dari overloading itu sendiri sebagaimana yang dikemukakan oleh Idham (2012, hlm. 87) : Overloading merupakan suatu kondisi kerusakan jalan akibat kendaraan yang membawa muatan lebih dari batas muatan yang telah ditetapkan baik ketetapan dari kendaraan maupun jalan. Tingkat kerusakan jalan akibat pembebanan

2 muatan lebih (excessive overloading) dan sistem penanganan yang belum memadai berakibat pada hancurnya jalan sebelum umur teknis jalan tercapai, sehingga hal ini akan membutuhkan biaya tambahan untuk mempertahankan fungsi jalan tersebut. Aturan mengenai batasan muatan maksimal bagi kendaraan yang melintas di jalan sudah jelas, sebagaimana telah dijelaskan oleh Idham (2012, hlm. 88) : Penetapan beban sumbu standar kendaraan di jalan raya dapat diinterpretasikan dalam bentuk Muatan Sumbu Terberat (MST) dalam Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalulintas jalan, Pasal 11, jalan raya Indonesia diklasifikasi berdasarkan MST terberat dari kendaraan yang boleh melintasi jalan tersebut. Dimana kelas jalan paling tinggi adalah kelas jalan I Arteri dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan adalah 10 Ton, sedangkan kelas jalan paling rendah adalah III C, yaitu jalan lokal dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan adalah 8 Ton. Overloading merupakan salah salah satu penyebab kerusakan sarana dan prasarana pada sistem transportasi, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Widiyatmoko dkk. (2013, hlm. 168) bahwa rusaknya sarana transportasi diantaranya diakibatkan dari adanya kendaraan dengan muatan berlebih (overloading) sehingga banyak berdampak terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Seiring berkembangnya teknologi, berat kendaraan bisa diukur dengan memanfaatkan teknologi Weight In Motion (WIM) seperti yang telah diungkapkan oleh Widiyatmoko dkk. (2013, hlm. 168) Dewasa ini, berkembang sebuah teknologi Weight In Motion (WIM) yaitu penimbangan kendaraan tanpa henti. Weight In Motion (WIM) merupakan teknologi pengukuran beban untuk kendaraan dinamis (Hidayat, dkk. 2014, hlm. 300). Hal semakna juga diungkapkan oleh Novianto dkk. (2014, hlm. 287) yang mengungkapkan bahwa WIM (Weight In Motion) adalah suatu proses penentuan berat dinamik dari suatu kendaraan dengan menggunakan metode pengukuran berat kendaraan yang bergerak. Untuk mendeteksi berat kendaraan, teknologi Weight in Motion (WIM) sendiri menggunakan beberapa sensor seperti yang telah diungkapkan bahwa Pengaplikasian teknologi WIM banyak dikembangkan dengan menggunakan beberapa jenis sensor diantaranya adalah piezoelectric, capacitive mats, hydraulic dan sistem load cell (Novianto, dkk. 2014, hlm. 287).

3 Teknologi Weight In Motion (WIM) mempunyai banyak keuntungan seperti yang telah diungkapkan bahwa Beberapa keuntungan teknologi WIM antara lain lebih efisien dan menghemat waktu, khususnya pada saat lalu lintas sibuk (Widiyatmoko, dkk. 2013, hlm. 168). Namun demikian, teknologi Weight In Motion (WIM) mempunyai kelemahan sebagaimana yang telah diungkapkan Novianto dkk. (2014, hlm. 287) bahwa Kelemahan yang muncul dari penggunaan sensor diatas adalah mudah terkena korosi, kecepatan pengukuran yang rendah, dapat terkena interferensi elektromagnetik, dan memiliki akurasi yang rendah. Menurut Setiono dkk. (2013, hlm. 82) teknologi sensor berbasis serat optik bisa dijadikan sebagai solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan pada teknologi Weight In Motion (WIM). Telah diungkapkan bahwa Serat optik adalah sebuah kaca murni yang panjang dan tipis serta berdiameter dalam ukuran mikro (Hanto, dkk. 2013, hlm. LPF1346-1). Menurut Hanafiah (2006, hlm.87) mengatakan bahwa Serat optik merupakan media transmisi yang terbuat dari bahan kaca (glass) yang berkualitas, sehingga memiliki kehandalan dan kelebihan dibandingkan media transmisi yang terbuat dari bahan logam seperti kabel tembaga, kabel coaxial dan stripline. Dalam pengukurannya serat optik memanfaatkan prinsip pembengkokan yang terjadi ketika sebuah beban berada tepat diatas serat optik sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Setiono dkk. (2012, hlm 179) Selain menjadi komponen penting dalam sistem komunikasi serat optik, serat optik juga digunakan dalam pengukuran berbasis serat optik, salah satunya dengan memanfaatkan prinsip mikrobending. Selain itu Setiono dkk. (2013, hlm. 82) mengungkapkan bahwa Mikrobending serat optik adalah suatu keadaan apabila serat optik berada dalam kondisi terjepit atau tertindih suatu beban maka didalam serat optik tersebut akan terjadi perubahan penjalaran cahaya yang mengakibatkan terjadi loss atau rugi-rugi transmisi cahaya. Sensor serat optik mempunyai beberapa keuntungan sebagaimana telah diungkapkan bahwa Perkembangan teknologi sensor serat optik yang memiliki keuntungan diantaranya sensitivitas tinggi, tahan terhadap gangguan elektromagnetik, suhu tinggi dan korosi dibandingkan dengan sensor sebelumnya

4 dapat menjadi alternatif untuk mengukur beban (Hanto, dkk. 2013, hlm. LPF1346-1). Beberapa keuntungan menggunakan sensor optik juga dikemukakan oleh Novianto dkk. (2014, hlm. 287) yang menyatakan bahwa Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan sistem sensor serat optik adalah bersifat portabel, mempunyai biaya pemasangan yang rendah, tidak terganggu pada sistem interferensi electromagnetik, dan mampu mendeteksi kendaraan dengan kecepatan yang tinggi. Selain itu juga diungkapkan bahwa Penggunaan serat optik ini memiliki keunggulan dibanding dengan sensor-sensor sebelumnya diantaranya kebal terhadap gangguan gelombang elektromagnetik sehingga cocok untuk instalasi di area terbuka (Widiyatmoko, dkk. 2013, hlm. 168). Berdasarkan permasalahan yang dikemukaan di atas, penulis akan mengkaji dan melanjutkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setiono dkk mengenai serat optik untuk pengukuran berat beban berjalan (Weight in Motion). Penulis akan melakukan pengukuran berat beban statis dan dinamis dengan menggunakan sensor serat optik dan timbangan digital. Timbangan digital digunakan sebagai pembanding dari hasil pengukuran pada sensor serat optik. Objek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu replika kendaraan berupa sebuah miniatur truk. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sensor kecepatan untuk mendeteksi kecepatan kendaraan yang sedang melaju. Pada akhirnya penulis mengadakan sebuah penelitian yang dituangkan dalam bentuk karya tulis dengan judul Uji Coba dan Analisis Sensor Serat Optik untuk Weight In Motion (WIM) pada Replika Kendaraan Statis dan Dinamis. B. Rumusan Masalah Penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis akan memfokuskan penelitian ini pada serat optik yang dapat digunakan sebagai sensor berat untuk Weight In Motion (WIM). Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana menentukan berat miniatur truk statis dan dinamis dengan menggunakan sensor serat optik? 2. Berapa berat dan kecepatan maksimum miniatur truk yang dapat diukur dengan menggunakan sensor serat optik?

5 3. Bagaimana pengaruh kecepatan terhadap berat miniatur truk dinamis? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menetukan berat miniatur truk statis dan dinamis. Dari tujuan umum tersebut, penulis dapat merumuskan tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mengukur berat miniatur truk statis dan dinamis dengan menggunakan sensor serat optik. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak. Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1. Manfaat teoritis Secata teoritis, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihakyang terkait terutama bagi para peneliti. Data hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau pembanding bagi para peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam mengembangkan sensor serat optik untuk Weight In Motion (WIM). Selain itu dapat memberikan informasi mengenai keakuratan sensor serat optik untuk Weight In Motion (WIM) pada miniatur truk statis dan dinamis. 2. Manfaat praktis Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihakyang terkait terutama bagi instansi atau lembaga yang membutuhkan jasa pengukuran berat kendaraan statis maupun dinamis seperti dinas angkutan jalan raya, dan sebagainya. E. Struktur Organisasi Skripsi Untuk memudahkan penulis dalam pemahaman dan pemecahan masalah secara sistematis, maka dibuatlah struktur organisasi skripsi dalam penelitian skripsi ini, adapun sistematikanya penulis menguraikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. BAB II SENSOR SERAT OPTIK UNTUK WEIGHT IN MOTION (WIM) PADA REPLIKA

6 Bab ini berisi kajian teoritis mengenai sensor serat optik untuk weight in motion (WIM) pada replika kendaraan statis dan dinamis diantaranya adalah serat optik, sensor serat optik base on microbending, berat kendaraan statis, dan berat kendaraan dinamis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian diantaranya: metode penelitian, waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, dan langkah - langkah penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang temuan penelitian yang dilakukan oleh penulis dan pembahasan dari hasil penelitian dari penulis. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang simpulan dari hasil penelitian dan saran-saran untuk berbagai pihak yang nantinya akan mengembangkan penelitian ini.