LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (Perairan Umum Daratan) Tim Penelitian : Zahri Nasution Sastrawidjaja Muhadjir Bayu Vita Indah Yanti Arifa Desfamita BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014
RINGKASAN Salah Satu program terobosan percepatan pembangunan sektor perikanan yang ditetapkan KKPadalah melalui Kebijakan Industrialisasi Perikanan yang dapat diartikan sebagai proses perubahan dimana arah kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan, pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem investasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sumber daya manusia, diselenggarakan secara terintegrasi berbasis industri untuk meningkatkan nilai tambah, efisiensi dan skala produksi yang berdayasaing tinggi. Industrialisasi kelautan dan perikanan diharapkan dapat memperbaiki kinerja sistem produksi di sentra-sentra produksi khususnya kawasan minapolitan dan dapat meningkatkan produksi kelautan dan perikanan untuk mencukupi kebutuhan pasar domestik maupun untuk ekspor. Bagi Indonesia, melaksanakan industrialisasi merupakan alasan yang kuat untuk maju. Akan tetapi ada dua hal yang penting yang perlu diperhitungkan, yaitu tujuan orientasi ke arah pengganti impor atau ke arah promosi ekspor. Dalam melihat perkembangan industri perlu diperhatikan arah industri itu saling terintegrasi dari hulu sampai hilir. Adapun komoditas industrialisasi yang dikaji meliputi perikanan perairan umum daratan dengan komoditas unggulan di kawasan minapolitan. Untuk itu perlu dikaji dampak industrialisasi tersebut terhadap masyarakat KP meliputi; pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan usaha yang ada di tingkat masyarakat pada suatu wilayah, termasuk kecenderungannya ke depan. Secara terinci penelitian ini bertujuan melakukan identifikasi profil usaha dan kelembagaan usaha perikanan perairan umum daratan (PUD) mulai hulu hingga hilir berbasis komoditas. Kemudian, menganalisis kebijakan pendukung pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan di kawasan minapolitan. Juga, mengevaluasi dampak program industrialisasi pada kawasan minapolitan terhadap produksi, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat kelautan dan perikanan berbasis rumah tangga. Akhirnya merumuskan rekomedasi kebijakan percepatan pembangunan kawasan minapolitan melalui strategi industrialisasi kelautan dan perikanan. Dampak industrialisasi perikanan pada kawasan minapolitan perairan umum daratan memperlihatkan bahwa kondisi kawasan perairan umum daratan sebelum dan setelah adanya program industrialisasi tidak banyak berbeda. Kondisi yang sama tersebut terdapat baik di sektor hulu, proses maupun di sektor hilir. Hal ini memperlihatkan bahwa perikanan PUD tidak banyak mendapatkan perhatian terkait dengan pembangunan kelautan dan perikanan. Kebijakan secara Nasional pun hingga saat ini belum banyak yang bertujuan menjadikan kawasan tertentu menjadi kawasan minapolitan perikanan tangkap. Bahkan beberapa lokasi sentra perikanan PUD ditetapkan sebagai kawasan minapolitan perikanan budidaya, yang pada
prinsipnya dapat mengganggu kelestarian sumberdaya perikanan di PUD. Oleh karena itu, perairan umum daratan (PUD) sebagai salah satu asset negara harus dimanfaatkan oleh sektor manapun sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini, industrialiasi perikanan PUD sudah tentu harus memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Begitu pula sebaliknya sektor non perikanan harus mempertimbangkan kepentingan sektor perikanan dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Semua perairan umum daratan harus ditetapkan peraturan pemanfaatan dan pengelolaannya guna pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Suatu hal yang mendasar adalah menetapkan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan perairan umum daratan yang bersifat ko-manajemen. Dalam hal ini, instansi pembina dinas kelautan dan perikanan kabupaten/kota bekerja sama dengan kelembagaan nelayan membentuk pola pengelolaan sumberdaya perikanan perairan umum daratan. Dalam hal ini diutamakan untuk mengembangkan perikanan tangkap dan mengendalikan perikanan budidaya di perairan umum daratan berdasarkan prinsip pemanfaatan dan pendayagunaan yang berkelanjutan. Bentuk peraturan yang dapat diberlakukan antara lain dapat Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menyetakan bahwa setiap PUD harus dikelola pemanfaatannya menggunakan Pendekatan Pengembangan Perikanan Tangkap Melalui Pendekatan Culture Base Fishery (CBF) dan sekaligus mengendalikan kegiatan budidaya ikan di perairan umum daratan tersebut. Pengembangan perikanan tangkap dengan menggunakan pendekatan CBF dapat dilakukan mengikuti langkah protokol penebaran ikan yang baik dan benar. Pengembangan perikanan tangkap menggunakan pendekatan CBF pada perinsipnya mengembangkan pola pemanfaatan dan pendayagunaan perairan umum dengan cara menebar ikan asli kembali ke perairan umum daratan yang dikelola. Ikan yang ditebar merupakan pemanfaatan relung pakan dan atau peningkatan produksi ikan asli. Kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan perairan umum daratan dengan menggunakan pendekatan CBF. Implementasi industrialisasi perikanan di kawasan perairan umum daratan memerlukan peningkatan kualitas mulai dari input, proses maupun output. Peningkatan kualitas sektor input pada perikanan tangkap masih sangat minim dilakukan. Kegiatan yang berfungsi sebagai upaya pelestarian sumberdaya perikanan masih sangat sedikit. Belum ada aturan formal atau penegakan aturan mengenai penggunaan alat tangkap, area tangkap dan cara tangkap ikan di perairan umum. Akibatnya, terjadi eksploitasi yang kurang terkendali dan di beberapa tempat sudah terjadi penurunan hasil tangkapan dan pengurangan jenis ikan. Kondisi ini tidak diimbangi dengan penebaran benih (restocking) dengan volume yang mencukupi dan ukuran yang memadai. Penebaran benih yang dilakukan volumenya tidak sebanding dengan luasan perairan dan ukurannyapun kurang mendukung untuk benih ikan dapat bertahan hidup dari serangan predator.
Di sisi lain, peningkatan kualitas sektor input perikanan budidaya di beberapa daerah terus berkembang. Bantuan modal melalui PUMP diberikan untuk membuat keramba di aliran sungai/rawa, waduk dan danau. Pokmaswas yang berperan sebagai sarana masyarakat untuk ikut menjaga kelestarian sumberdaya ikan di beberapa lokasi belum terbentuk, atau kalaupun sudah terbentuk masih belum berfungsi secara optimal. Peningkatan kualitas sektor produksi yang telah dilakukan berupa penguatan sistem dan manajemen pendaratan ikan dan penguatan sistem dan manajemen modal dan investasi. Fasilitas pendaratan ikan di kawasan perairan umum sangat penting agar lalu lintas ikan yang keluar dapat didata dengan baik dan pemerintah berpeluang untuk mendapatkan retribusi dari perikanan tangkap yang selama ini masih kurang mendapat perhatian. Penguatan modal dilakukan melalui program PUMP perikanan budidaya maupun PUMP perikanan tangkap. PUMP budidaya selalu mendapat perhatian lebih dibandingkan PUMP tangkap. Hal ini dibuktikan dengan PUMP budidaya yang setiap tahun selalu ada dan meningkat (di danau Kerinci), sedangkan PUMP tangkap hanya sedikit dan semakin berkurang. Berdasarkan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan pendekatan CBF, dapat dikemukakan kegiatan kelautan dan perikanan yang perlu difasilitasi oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota setempat adalah sebagai berikut; 1) Fasilitasi pembentukan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan yang dapat berupa kelembagaan pelaku usaha (nelayan). 2) Peningkatan peran masyarakat nelayan dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan (termasuk didalamnya sistem pengawasan sumberdaya). 3) Fasilitasi pembentukan aturan pemanfaatan dan pendayagunaan sumberdaya perikanan termasuk penggunaan alat tangkap, penetapan wilayah konservasi, penetapan otoritas dalam kaitannya dengan pengaturan sanksi (penegakan peraturan). 4) Penebaran ikan asli dan atau peningkatan produksi ikan asli termasuk pengaturan mata jaring untuk penangkapan ikan dan pengaturan waktu penggunaan alat tangkap tertentu. 5) Fasilitasi pembentukan sistem pengawasan oleh masyarakat (Siswasmas) dan pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Sistem rantai pasok ikan perairan umum di pasar kabupaten yang semula sebagian besar berasal dari luar kabupaten berubah menjadi ada pasokan baru dari daerah pengembangan kawasan minapolitan perairan umum daratan. Kawasan pengembangan minapolitan yang terdiri atas zona inti (daerah minapolis) dapat berfungsi sebagai pemasok
tambahan baru terhadap pasar kabupaten. Tambahan pula jika telah ada pengembangan perikanan budidaya, maka pemasok bertambah dari sekitar minapolis. Pola pengembangan perikanan tangkap dengan pendekatan penerapan prinsip CBF memerlukan pasokan benih untuk penebaran perairan di satu wilayah/kawasan. Gunanya agar benih yang ditebarkan dapat dengan nyata meningkatkan atau mempertahankan volume hasil tangkap secara berkelanjutan. Agar tidak dimangsa oleh predator, ukuran benih ikan juga relative harus lebih besar. Oleh karena perubahan rantai pasok benih ini memerlukan perluasan produksi benih. Dalam hal ini dapat dikembangkan Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang menjadi tugas dan fungsi Balai Benih Ikan (BBI Kabupaten) yang secara lokal terdapat di setiap wilayah kabupaten. Di lain pihak, hasil produksi ikan dari perairan umum tersebut di atas merupakan pasokan ikan yang harus pula dipasarkan baik pada tingkat lokal sekitar kecamatan ataupun pada tingkat kabupaten (pasar ibukota kabupaten). Oleh karena itu perlu pembangunaan fasilitas pasar input yang terkait dengan pengembangan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya di tingkat kecamatan. Termasuk di dalamnya pengadaan pasar benih ikan, pakan ikan serta peralatan penunjang usaha perikanan yang lainnya. Lebih lanjut, fasilitas sarana jalan dari dan ke pedesaan pusat pengembangan kawasan minapolitan merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan kelancaran usaha perikanan di kawasan minapolitan. Peningkatan kualitas sektor output/hilir secara umum dilakukan melalui peningkatan nilai tambah produk perikanan. Di beberapa lokasi, pada umumnya ikan dijual dalam bentuk ikan segar. Di Ogan Ilir sudah ada usaha pengolahan yang masih bersifat usaha rumah tangga dan itupun belum mendapatkan pembinaan yang optimal terkait dengan peningkatan kualitas produk (mutu, kemasan, labeling, keragaman) yang dihasilkan. Disamping itu, pasar produk perikanan di kawasan perairan umum masih beragam. Ikan hasil tangkap pada umumnya habis untuk konsumsi lokal dan walaupun harga relative mahal tetapi mampu bersaing dengan ikan budidaya (karena faktor selera dan rasa). Peluang pengembangan pasar keluar kabupaten/provinsi terbuka untuk produk olahan khususnya ikan gabus dan ikan sepat. Peluang pasar ekspor ikan segar ada pada ikan betutu yang bernilai ekonomis tinggi. Dalam rangka mempercepat industrialisasi perikanan berbasis perairan umum daratan, maka kebijakan yang direkomendasikan dalam rangka penyempurnaan program untuk akselerasi industrialisasi perikanan berbasis perairan umum daratan yang dapat dijelaskan sebagai berikut; 1). Perlu penyempurnaan kebijakan sistem produksi dalam kerangka industrialisasi perikanan berbasis perairan umum daratan yaitu yang terkait dengan upaya penangkapan ikan yang ada saat ini. Dalam hal ini diperlukan kebijakan sistem produksi tentang pembatasan
upaya penangkapan ikan terutama kaitannya dengan penggunaan alat tangkap yang mengakibatkan putusnya siklus hidup ikan. Putusnya siklus hidup ikan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan populasi ikan secara drastis. Kemudian, perlu pembatasan penggunaan alat tangkap yang saat ini menggunakan pemikat ikan dan menggunakan mata jaring yang berukuran kurang dari 1 cm, sehingga dapat menangkap hampir keseluruhan jenis dan ukuran ikan. Hal ini juga dapat mengakibatkan penurunan populasi ikan yang ada di perairan umum tersebut. Disamping itu, perlu ditetapkan pula daerah konservasi sumberdaya ikan (reservat) yang kiranya dapat berfungsi sebagai sumber penghasil populasi ikan. Dalam hal ini akan memberikan kesempatan agar ikan dapat tumbuh mencapai dewasa dan melakukan pemijahan Perlu penyempurnaan kebijakan terkait dengan upaya modernisasi dalam bidang usaha penangkapan ikan dan usaha pengolahan ikan yang saat ini kurang memperhatikan kesehatan produk dan kesehatan lingkungan usaha serta kebersihan ikan. Juga diperlukan kebijakan modernisasi pengepakan (packing) hasil olahan agar terlihat lebih menarik dan bersih. 3). Perlu penyempurnaan kebijakan terkait dengan upaya penguatan kelembagaan dalam bentuk penguatan aturan yang terkait dengan keperluan pengelolaan sumberdaya ikan, sehingga dapat mendukung keberlanjutan keberadaan populasi ikan pada masa kini dan masa mendatang. Dalam hal ini perlu dilakukan pembuatan aturan penangkapan ikan, konservasi sumber daya ikan, dan pengawasan, yang kesemuanya perlu disepakati oleh masyarakat pengguna atau stakeholder terkait. Dalam hal ini seyogyanya telah disepakati terlebih dahulu mekanisne yang diberlakukan terkait dengan otoritas penegakan aturan beserta sanksi yang diberikan kepada pelanggar aturan. Disamping kebijakan penguatan kelembagaan dalam bentuk aturan main (rule of the games), diperlukan juga pembentukan organisasi atau kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai pelaksana penangkapan ikan atau pelaksana aturan dan pengawasan dalam kaitannya dengan penegakan aturan (law enforcement) dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut. Organisasi nelayan yang dibentuk seyogyanya bersifat multifungsi dan bersifat demokratis. Multifungsi yang dimaksudkan adalah organisasi nelayan yang dibentuk memiliki struktur dengan satu Ketua Umum dan terdiri dari atas beberapa Ketua Seksi atau Bidang. Sebagai contoh misalnya Bidang Pemasaran, Bidang Pengawasan, Bidang Pengadaan Benih, Bidang Pendanaan, dan lain-lain sesuai dengan keperluan masyarakat nelayan pada suatu batasan areal perairan tertentu. Sementara demokratis maksudnya pemilihan dan penentuan Ketua Umum, atau Ketua Seksi/Bidang dipilih berdasarkan musyawarah dan mufakat dan jika menemui jalan buntu (deadlock), maka dilakukan vooting. Begitu pula dalam pembuatan segala aturan dan sanksi yang akan diberlakukan bagi semua anggota kelompok nelayan.
4). Perlu penyempurnaan kebijakan yang bertujuan membuat rekayasa sosial agar pembudidaya ikan mengetahui dan mau melaksanakan prinsip-prinsip cara-cara budidaya ikan yang baik dan benar (CBIB). Hal ini menjadi faktor penentu mengingat lahan budidaya berpengaruh terhadap perkembangan populasi ikan yang berada dalam satu kawasan perairan umum daratan. 5). Perlu penyempurnaan kebijakan terkait peluang investasi dan kebijakan yang diperlukan terkait dengan program peningkatan produksi ikan dan peluang-peluang investasi yang ditimbulkan sebagai akibat adanya program tersebut. Dalam hal ini, beberapa peluang investasi yang diperlukan dalam rangka mendukung implementasi industrialisasi perikanan berbasis perairan umum daratan antara lain diperlukan pendirian unit perbenihan yang menyediakan benih ikan, proses pendederan maupun pembesaran, unit pengolah limbah ikan (kepala dan isi perut) menjadi bahan pakan ikan, serta pabrik pakan ikan berbahan baku lokal. Jenis ikan yang akan dikembangkan disesuaikan dengan ekosistem perairan umum daratan yang menjadi kawasan pengembangan industrialisasi perikanan. Masing-masing ekosistem terlihat bahwa perlu pengembangan pembenihan ikan tertentu yang dapat mendukung upaya penebaran ikan sebagai pendukung proses pengkayaan perairan umum tersebut.