BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat seutuhnya. Harkat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Dasar 1945 Republik Indonesia Alenia ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I. mengenai perlindungan terhadap HAM. Indonesia menjunjung tinggi prinsip

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki hak serta kewajiban yang harus dilindungi dari segala

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali)

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Negara yang tertuang di dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan insan yang rentan dan unik, baik fisik dan mental, sehingga

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu :

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG JURNAL. Oleh:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, penulis dapat. menyimpulkan:

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tuhan Yang Maha Esa memberikan seorang anak kepada pasangan antara pria dan wanita sebagai amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat seutuhnya. Harkat martabat tersebut merupakan hal yang patut di junjung tinggi serta setiap anak yang lahir juga mendapatkan haknya tanpa ada diminta terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian di tuangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip perlindungan anak. Perlindungan anak terlihat secara umum dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta menghargai partisipasi anak. Kurang lebih 4000 anak Indonesia diajukan ke Pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan, seperti pencurian pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan, baik dari pengacara maupun dinas sosial. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anak didik dari waktu ke waktu cenderung bertambah, pada Tahun 2005 berjumlah 1.645 anak pada Tahun 2006 berjumlah 1.814 anak, Tahun 2007 berjumlah 2.149 anak, pada Tahun 2008 berjumlah 2.726 anak, pada tahun 2009 berjumlah 2.536 anak dirumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan diseluruh Indonesia. 1 Kondisi ini sangat memprihatinkan karena banyak anak yang lansung berhadapan dengan Sistem Peradilan dan mereka ditempatkan di tempat penahanan dan pemenjaraan yang sama dengan orang dewasa sehingga mereka rawan mengalami tindak kekerasan. 1 http: // www.ditjenpas.go.id/index.php? Option=com_content&task=view&id=34&Itemid=45>, diakses pada hari selasa tanggal 12 November 2014 pukul 20.00 wib.

Prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip non diskriminasi yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan sehingga diperlukan penghargaan terhadap pendapat anak, 2 maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau bisa disebut diversi, karena lembaga pemasyarakatan bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak dan justru dalam Lembaga Pemasyarakatan rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak. Oleh karena itulah mengapa diversi khususnya menilai konsep Restorative Justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak. Dalam penanganan kasus anak, bentuk restorative justice yang dikenal adalah reparative board/ youth panel yaitu penyesuaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban, masyarakat, mediator, aparat penegak hukum yang berwenang secara bersamaan merumuskan sanksi yang tepat bagi pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat. 3 Anak yang tengah melakukan tindak pidana wajib disidangkan di pengadilan khusus anak yang berada di lingkungan Peradilan umum, dengan proses khusus yang memahami masalah anak, mulai dari penangkapan, penahanan, proses mengadili dan pembinaan. Penjatuhan pidana terhadap anak cenderung merugikan perkembangan jiwa anak dan efek penjatuhannya yang berupa pandangan terhadap anak adalah jahat. Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan / kenakalan anakanak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. 4 Ketika anak tersebut diduga melakukan tindak 2 DS Dewi, Fatahilla A.Syukur, 2011, Mediasi Penal : Penerapan Rostorative Justice di Pengadilan Anak Indonesia, Indie Pre Publishing, Depok, hlm. 13. 3 Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Editama, Bandung, hlm. 195. 4 Kartini Kartono, 2010, Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.6.

pidana, sistem peradilan formal yang ada pada akhirnya menempatkan anak dalam status narapidana tentunya membawa konsekuensi yang cukup besar dalam tumbuh kembang anak. Proses hukum yang diberikan lewat sistem peradilan pidana formal dengan memasukkan anak ke dalam penjara ternyata tidak berhasil menjadikan anak jera dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk menunjang tumbuh kembang anak. Penjara justru menjadikan anak semakin profesional dalam melakukan tindak kejahatan. Di beberapa pengadilan negeri anak-anak yang berumur 16 dan 17 tahun juga diajukan ke muka sidang anak, akan tetapi untuk mereka tidak berlaku pasal 45, 46, dan 47 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), kepada mereka yang dapat dijatuhkan hukuman yang berlaku untuk oramg dewasa. 5 Sehingga dikeluarkanlah oleh pemerintah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak agar ada aturan khusus yang mengatur batasan umur anak. Langkah selanjutnya adalah membuka jalan bagi kemungkinan pengembangan dan meningkatkan ikut sertanya masyarakat untuk mengambil peranan secara optimal dalam usaha perlindungan anak sebagai perwujudan ketentuan-ketentuan formal (hukum positif) maupun ketentuan yang sifatnya non formal sebagai perwujudan dari hukum adat dan hukum agama. 6 Secara Hukum Negara Indonesia telah memberikan perlindungan kepada anak melalui berbagai peraturan perundang-undangan di antaranya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 64 bentuk perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan kasus hukum dan anak korban tindak pidana, dan yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini adalah pengaturan secara 5 Sri Widoyati Wiratmo Soekito, 1983, Anak dan Wanita dalam Hukum, LP3ES, Jakarta, hlm. 14. 6 Wagiati Soetodjo, 2010, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 73.

tegas mengenai Restorative Justice dan Diversi, yaitu dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari pandangan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum diharapkan Anak dapat kembali kedalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Pada akhirnya proses ini harus bertujuan pada terciptanya keadilan bagi anak. Diversi juga sudah mendapat pengaturan yang jelas dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan anak. Hal ini seharusnya kembali ditinjau oleh berbagai pihak, bukan hanya Kepolisian dalam menangani perkara anak tersebut, tapi juga Jaksa, Hakim, Penasihat Hukum dan juga seluruh komponen bangsa dan negara ini. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang- Undang untuk mengadili. Kemudian kata Mengadili sebagai rangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak dalam suatu perkara dang menjunjung tinggi tiga asas peradilan yaitu sederhana,cepat, dan biaya ringan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tujuan dari proses diversi adalah untuk mencapai perdamaian antara korban dan Anak, menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan, menghindarkan Anak dari perempasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Pada sistem peradilan biasa, Mardjono memberikan batasan bahwa yang dimaksudkan dengan sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan permasyarakatan terpidana. 7 Dalam sistem peradilan pidana anak yang merupakan pengendalian kejahatan yang dilakukan oleh anak, namun yang membedakannya adalah proses diversi dalam sistem.2. 7 Romli Atmasasmita, 2011, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm

peradilan anak. Kegunaannya adalah agar anak mendapatkan perlindungan yang khusus bila berhadapan dengan hukum, karenanya penjatuhan sanksi bukanlah hal yang terpenting dan ditujukan untuk menghukum melainkan sanksi tersebut difungsikan sebagai sarana pembinaan dan pemberi kesejahteraan kepada anak serta mumupuk rasa tanggungjawabnya. Proses diversi juga memberikan kesempatan selebar-lebarnya pada anak untuk mendapat bimbingan dan binaan dari orang tua serta dari lembaga-lembaga terkait dalam upaya kesejahteraan anak. Pertimbangan yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, hakim dalam melakukan diversi menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 adalah: a. Kategori tindak pidana b. Umur anak c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas, dan d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Ketentuan yang menjadi syarat utama dalam pelaksanaan proses diversi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 7 ayat (2) yang berisi: 1. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun. 2. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Proses diversi dalam Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan peradilan pidana ke proses di luar Peradilan Pidana. Seterusnya dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 mengatakan proses diversi dilakukan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Pada angka 3 Pasal 8, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 proses diversi wajib memperhatikan kepentingan korban, kesejahteraan dan

tanggung jawab Anak, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, keharmonisan masyarakat, dan kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Sistem Peradilan Anak terkait beberapa unsur yang merupakan satu kesatuan yaitu: Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, Hakim Anak, dan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Anak. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Peradilan Pidana Anak, hak-hak anak yang merupakan dasar pembentukan peraturan perundangundangan tersebut. Ini berarti juga bahwa Peradilan Pidana anak yang adil memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak, baik tersangka, terdakwa, maupun sebagai terpidana/narapidana, sebab perlindungan terhadap hak-hak anak merupakan tonggak utama dalam Peradilan Pidana Anak dalam negara hukum. Filsafat Peradilan Pidana Anak adalah adalah untuk mewujudkan kesejahteraan anak, karena itu hukum merupakan landasan, pedoman, dan saran tercapainya kesejahteraan dan kepastian hukum guna menjamin perlakuan maupun tindakan yang diambil, khususnya bagi Anak Nakal. Dalam proses hukum yang melibatkan anak sebagai subjek delik, tidak mengabaikan masa depannya dan tetap menegakkan wibawa hukum demi keadilan. 8 Tidak terlaksananya diversi yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum diakibatkan oleh: 1. Karena Anak/ orang tua/ penasehat hukum menyatakan tidak setuju dilakukannya diversi/ musyawarah. 2. Tidak tercapainya kesepakatan antara pihak yang berperkara. 3. Kesepakatan diversi gagal karena mengandung unsur paksaan,kekeliruan dalam melakukan diversi. Serta adanya bentuk penipuan dari salah satu pihak. 8 Maidin Gultom, 2006, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm. 75.

Pada Pengadilan Negeri Padang pada tahun 2014 sampai 2015 terdapat 42 kasus anak yang ditetapkan oleh Hakim, yang 3 diantaranya merupakan kasus diversi. Dimana Hakim Pengadilan Negeri Padang mempunyai pertimbangan untuk menetapkan diversi pada Pengadilan Negeri Padang. Hal ini menjelaskan bahwa di Pengadilan Negeri Padang telah menerapkan teori diversi dan memakai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistim Peradilan Anak. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengakaji mengenai Penyelesaian Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum Melalui Diversi Disertai Dengan Penetapan Hakim di Pengadilan Negeri Padang B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pelaksanaan diversi terhadap penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Pengadilan Negeri Padang? 2. Bagaimana Penetapan Hakim dalam memberikan diversi terhadap penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Pengadilan Negeri Padang? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan diversi terhadap penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Pengadilan Negeri Padang. 2. Untuk mengetahui Penetapan Hakim dalam memberikan diversi terhadap penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Pengadilan Negeri Padang. D. MANFAAT PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis mengharapkan agar penelitian yang dilakukan bermanfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, bidang hukum pidana pada khususnya. Serta dapat dijadikan sebagai penambah literature bagi pihak yang akan mendalami tentang pemberian diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bahan rujukan bagi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan tindak pidana anak. E. KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL 1. Kerangka Teoritis Merupakan teori-teori yang dipergunakan dalam melakukan penilitian ini dan juga teori yang memiliki pengaruh terhadap isi penelitian, yaitu: Teori tentang penegakan hukum, menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiranpikiran pembuat Undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Pembicaraan mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai kepada

pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat Undang-undang (hukum) yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. 9 Menurut Soerjono Soekanto, secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 10 Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tapi mempunyai unsur penilaian pribadi dan pada hakekatnya diskresi berada diantara hukum dan moral. 11 Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut: 12 a. Faktor hukumnya sendiri. Yaitu peraturan perundang-undangan kemungkinan adalah bahwa terjadi ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lain adalah ketidakcocokan peraturan perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. b. Faktor Penegak Hukum. 9 Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiologis, Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, hlm. 24. 10 Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 5. 11 Ibid., hlm. 7. 12 Ibid., hlm 8.

Yaitu pihak-pihak yang membentuk dan menetapkan hukum. Mentalitas petugas yang menegakkan hukum antara lain yang mencakup hakim, polisi, pembela, petugas pemasyarakatan dan seterusnya. Jika hukumnya baik tapi mental orang yang bertanggung jawab untuk menegakkan hukum tersebut masih belum mantap, maka bisa menyebabkan terjadinya gangguan dalam sistem hukum itu sendiri. c. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Jika hanya hukum dan mentalitas penegak hukumnya yang baik namun fasilitasnya kurang memadai maka bisa saja tidak berjalan sesuai rencana. d. Faktor Masyarakat. Yakni lingkungan dimana hokum tersebut berlaku dan diterapkan. Faktor masyarakat disini adalah bagaimana kesadaran hukum masyarakat akan hukum ada. e. Faktor kebudayaan. Yaitu sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Bagaimana hokum yang ada bisa masuk ke dalam dan menyatu dengan kebudayaan yang ada sehingga semuanya berjalan dengan baik. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. 13 Penegakan hukum dilakuakn secara preventif dan represif. Penegakan hukum preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukannya pelanggaran hukum oleh warga 13 Ibid., hlm. 9.

masyarakat. Penegakan hokum represif dilakukan apabila usaha penegakan hukum preventif telah dilakukan tetapi masih terjadi pelanggaran hukum dimana penegakan hukum ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga penegak hukum yang terpisah satu sama lainnya tetapi tetap berada dalam satu kerangka penegakan hukum. 2. Kerangka Konseptual Untuk menghindari kerancuan dalam arti pengertian, maka perlu kiranya dirumuskan beberapa konsep. Salah satu cara menjelaskan konsep adalah definisi. Adapun konsep-konsep yang penulis maksud meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Penetapan Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan (volunter). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penetapan merupakan pelaksanaan (janji, kewajiban, dan sebagainya), atau bisa juga merupakan tindakan sepihak yang menentukan kaidah hukum konkret yang berlaku khusus. b. Diversi Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 angka 7 yang dimaksud dengan diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. c. Anak Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sitem Peradilan Anak yang dimaksud dengan anak adalah anak yang Berkonflik dengan Hukum, yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur

12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. d. Tindak Pidana Pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu di ancam dengan hukuman. 14 F. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak-benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi merupakan suatu unsure yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. 15 1. Metode Pendekatan Masalah Berdasarkan permasalahan yang di ajukan, peneliti menggunakan metode penelitian hukum dengan pendekatan yuridis sosiologis yaitu pendekatan penelitian yang menekankan pada aspek hokum (peraturan perundang-undangan) berkenaan dengan pokok masalah yang akan dibahas, dikaitkan dengan kenyataan di lapangan atau mempelajari tentang hukum positif suatu objek penelitian dan melihat praktek yang terjadi di lapangan. 16 Jadi penelitian ini dilakukan untuk mengkaji Penyelesaian Kasus Anak yang Berhadapan Dengan Hukum Melalui Diversi Disertai Dengan Penetapan Hakim di Pengadilan Negeri Padang. 2. Sifat Penelitian 216. 167. 14 R. Soesilo, 1997, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik KUHAP, Politea, Bogor, hlm. 15 Soerjono Soekanto, 2006, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 7. 16 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Pelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.

Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian bersifat deskriptif analisis yaitu dalam penelitian ini, analisis data tidak keluar dari ruang lingkup sampel, bersifat deduktif, berdasaarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain. 17 3. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Data Primer Data Primer merupakan data yang didapat dari hasil penelitian langsung di lapangan (field research) yang berkaitan dengan pemberian diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Padang. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari studi ke perpustakaan dan juga buku-buku yang penulis miliki sendiri maupun sumber bacaan lain yang berkaitan dengan judul skripsi penulis. Adapun sumber untuk mendapatkan data-data yang diperlukan maka penulis melakukan penelitian dengan 2 cara: 18 a. Penelitian Lapangan (Field Research) 17 Bambang Sunggono, 1996, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 38-39. 18 Soerjono Soekanto, Op. Cit. hlm. 164.

Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan dat yang berkaitan erat dengan permasalahan yang akan dibahas, dengan melakukan wawancara dengan penyidik serta pihak terkait lainnya di Pengadilan Negeri Padang. b. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam tahap penelitian ke perpustakaan ini penulis berusaha menghimpun data yang ada kaitannya dengan penelitian pustaka adalah: 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum pendukung utama atau bisa juga dikatakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bahan hukum primer berupa ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan materi skripsi penulis dan juga berkaitan dengan permasalahan hukum yang akan dipecahkan. Bahan hukum primer diantaranya adalah: - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 - Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum pendukung yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini terdiri dari tulisan-tulisan yang tidak berbentuk peraturan perundang-undangan baik yang telah dipublikasikan maupun yang belum dipublikasikan. Bahan hukum sekunder ini diantaranya seperti hasil penelitian ahli hukum berupa buku atau literature, hasil seminar, hasil

simposium, hasil loka karya, diktat, skripsi, dan juga artikel-artikel serta jurnal hukum yang dapat dipertanggung jawabkan keilmiahannya. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hokum primer dan sekunder seperti Kamus Bahasa Indonesia dan kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis dapat memanfaatkan data yang didapat dari sumber data, data tersebut kemudian dikumpulkan dengan metode sebagai berikut: a. Studi Dokumen Pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menganalisis data tersebut. Dalam studi dokumen atau bahan pustaka ini penulis menggunakan buku, peraturan perundang-undangan, dan sumber tertulis lain yang berhubungan dengan peniltian penulis. b. Wawancara (interview) Teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan responden secara resmi terstruktur yaitu disamping penulis menyusun pertanyaan, penulis juga mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan dengan masalah yang telah penulis rumuskan. c. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data Pengolahan data sendiri menggunakan metode editing, yaitu meneliti dan mengoreksi kembali data-data yang diperoleh, serta melengkapi data yang belum lengkap sehingga mendapatkan data yang sesuai dengan kenyataan dan fakta yang terjadi di lapangan agar data ini dapat dipertanggungjawabkan.

Seluruh data yang diperoleh melalui kepustakaan umum maupun melalui penelitian lapangan akan dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif maksudnya adalah mengelompokkan data berdasarkan kualifikasi yang ditemukan di lapangan tanpa menggunakan angka atau data statistik.