BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dan kepentingan manusia tersebut harus terlindungi, sehingga hukum harus ditegakkan dan dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi dikarenakan adanya suatu pelanggaran terhadap hukum itu sendiri. Dalam hal tersebut hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum, hukum dapat menjadi suatu kenyataan karena telah diwujudkan. Satjipto Rahardjo berpendapat: -konsep dan dengan demikian boleh digolongkan kepada sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok yang abstrak ini termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. Dengan demikian, apabila kita berbicara mengenai penegakan hukum, maka pada hakekatnya berbicara mengenai ide-ide serta konsep-konsep yang nota bene adalah abstrak itu. Dirumuskan secara lain, maka penegakan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide inilah yang pada hakekatnya Hukum No. 4 Vol. 16 Oktober 2009:470-471). Unsur-unsur yang sebagaimana telah disebutkan sebelumnya harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap orang mengharapkan sesuatu secara konkrit sesuai dengan hukum yang berlaku dan pada dasarnya tidak diperbolehkan untuk menyimpang atau sesuai dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh, hukum harus tetap dapat ditegakkan). Hukum tidak hanya berdasarkan kepastian hukum, karena kepastian hukum merupakan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang. Sehingga dengan adanya kepastian hukum masyarakat diharapkan akan lebih tertib. Namun, dibandingkan hal yang telah dijelaskan sebelumnya, masyarakat mengharapkan manfaat dan rasa keadilan yang kental dalam penegakan hukum yang berguna bagi masyarakat dan tidak meresahkan masyarakat. Oleh karena itu hukum dapat dilihat dari beberapa aspek supaya hukum tersebut tetap memberikan rasa adil di dalam masyarakat. 1

digilib.uns.ac.id 2 Instrument yang tepat untuk masyarakat ialah melalui penegak hukum yang menjalankan fungsi dan tugasnya dalam menuntaskan dan mengendalikan suatu permasalahan untuk dapat diselesaikan. Penegak hukum yang mengabdikan diri untuk keamanan masyarakat ialah Polri. Dalam penanganan kasus pidana, masyarakat dapat melapor atau mengadu (delik aduan) kepada Polri atas suatu permasalahan yang muncul di dalam masyarakat dan perlu ditindaklanjuti. Polri sebagai gerbang pintu pertama pada penegakan hukum, selanjutnya melakukan penanganan terhadap suatu kasus dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Kasus tersebut dapat ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu di pengadilan setempat apabila telah P21 untuk dilakukannya pemeriksaan di muka persidangan terhadap suatu perkara pidana yang berkaitan. Dalam hal pemeriksaan suatu perkara pidana di pengadilan berkaitan dengan beberapa pihak, yaitu pihak-pihak yang saling berhadapan (adversary system) dan terdapat pula hakim yang tidak memihak kedua belah pihak. Pihakpihak yang saling berhadapan tersebut disebut dengan sistem pemeriksaan akusatoir (accusatoir). Dalam sistem tersebut ada pihak terdakwa yang didampingi oleh penasihat hukumnya, sedangkan di pihak lain terdapat penuntut umum yang mewakili atas nama negara dalam hal menuntut pidana (Andi Hamzah, 2005:61). Penuntut umum mempunyai wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Sehingga penuntut umum mempunyai wewenang untuk mengajukan segala daya upaya membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa (M. Yahya Harahap, 2003:274). Seorang terdakwa dalam hal ini wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan menyatakan bahwa ia bersalah atas tindak pidana yang dilakukan olehnya, berdasarkan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Tujuan dari asas yang telah disebutkan sebelumnya tersebut adalah untuk memberikan batasan seseorang baik tersangka atau terdakwa dari tindakan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Tindakan sewenang-wenang ini berupa upaya paksa dari

digilib.uns.ac.id 3 penegak hukum yang dalam hal ini memungkinkan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hal ini ialah hak dari tersangka atau terdakwa. Tindakan sewenangwenang tersebut dapat dilakukan dengan kekerasan dan penyiksaan (torture). Oleh karena adanya asas presumption of innocence tersebut, seorang terdakwa hendaknya diberikan kesempatan sesuai dengan hak-haknya sebagai terdakwa atau tersangka untuk mengemukakan suatu pembelaan atas dirinya di dalam persidangan (Romli Atmasasmita, 2010:36-38). Hak-hak terdakwa di dalam persidangan salah satunya yakni pada saat memberikan keterangan pembelaan pada waktu pembuktian. Keterangan terdakwa wajib dihayati oleh penegak hukum khususnya oleh hakim. Hal tersebut wajib dilakukan oleh hakim untuk mengetahui kebenaran materiil demi terciptanya suatu kepentingan umum yang selaras dengan kepentingan individu. Sehingga terdakwa harus mengetahui mengenai hak-hak dan kewajibannya sebagai seorang terdakwa yang dijamin oleh undang-undang. Hak-hak terdakwa meskipun telah dijamin, namun terdakwa, hakim, penuntut umum, atau penasehat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang telah ditentukan undang-undang. Oleh sebab itu, mereka yang terutama penegak hukum tidak boleh leluasa bertindak dengan caranya sendiri dalam melakukan penilaian suatu pembuktian. Sehingga dalam memperoleh alat bukti, tidak boleh bertentangan undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, majelis hakim hendaknya meletakkan kebenaran yang telah dirumuskan dalam putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Kebenaran tersebut harus diuji dengan alat bukti, yaitu dengan cara menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang telah ditemukan sesuai dengan tata cara menurut peraturan KUHAP. Apabila tidak demikian, maka orang yang seharusnya bersalah dalam tindak pidana dapat lepas serta hidup bebas, dan orang yang tidak bersalah dapat dimungkinkan mendapat hukuman. Oleh karena itu, seorang majelis hakim dalam mencari dan meletakkan suatu kebenaran yang akan dijatuhkan dalam suatu putusan haruslah berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP (M. Yahya Harahap, 2000: 253).

digilib.uns.ac.id 4 Dalam Pasal 17 undang-undang nomor 39 tahun 1999 mengenai hak asasi memperoleh keadilan dengan cara mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk ada beberapa hak-hak terdakwa yang perlu diperhatikan, salah satunya ialah hak untuk terdakwa dalam mengusahakan saksi maupun saksi ahli yang meringankan atau menguntungkan bagi terdakwa (saksi a de charge) yang diatur dalam Pasal 65 KUHAP. Oleh sebab itu, terdakwa berhak untuk membela diri bahwa dirinya tidak bersalah dengan alat bukti saksi a de charge, yang mana merupakan penyeimbang antara saksi a charge yang diajukan oleh penuntut umum dalam memperkuat dakwaannya. Dewasa ini dalam kasus tindak pidana, seorang tersangka pada pemeriksaan di kepolisian umumnya mendapatkan suatu perlakuan yang tidak sebagaimana mestinya agar seorang tersangka tersebut pada akhirnya mengakui perbuatan yang dilakukannya. Pengakuan seorang tersangka atas pelaporan tuduhan pada akhirnya tertuang di dalam BAP (Berkas Acara Pemeriksaan). Apabila telah P21 dan dilimpahkan perkaranya di dalam pengadilan, hakim tidak boleh memutus hanya berdasarkan BAP saja, namun harus dengan sedikitnya 2 (dua) alat bukti yang sah. Seperti halnya dengan terdakwa dalam kasus tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Demak putusan nomor : 193/Pid. B/2011/PN. Dmk, bernama Budiman Fredy Bin Suryo Budiman. Ia dilaporkan oleh saksi korban yang bernama Mochammad Syamsul Arief Bin Mashuri terkait dengan pemukulan atas dirinya yang dilakukan oleh terdakwa (tindak pidana penganiayaan). Aksi pemukulan yang dilakukan oleh terdakwa Budiman Fredy Bin Suryo Budiman menyebabkan luka lecet pada dahi saksi korban Mochammad Syamsul Arief Bin Mashuri, luka memar dan robek pada bibir saksi korban Mochammad Syamsul Arief Bin Mashuri dengan bukti visum et repertum yang ditandatangani

digilib.uns.ac.id 5 oleh dr. Moh. Arfiansyah tertanggal 4 september 2010 di RSUD Sunan Kalijaga Kabupaten Demak. Sehingga berdasarkan kasus tersebut saksi korban melapor ke kantor polisi dan Polri menindaklanjuti penyelidikan dan penyidikan, seterusnya pelimpahan kasus ke Pengadilan Negeri Demak ketika berkas telah lengkap (P21). Meskipun terdakwa dalam BAP dinyatakan sebagai pelaku tindak kejahatan, namun hakim pemeriksa perkara tidak boleh memutus hanya berdasarkan BAP karena adanya asas presumption of innocence. Hakim memerlukan alat bukti sedikitnya 2 (dua) alat bukti dan harus berdasarkan keyakinan (beyond reasonable doubt), dalam artian bahwa harus tidak ada suatu keragu-raguan di dalam memutuskan perkara pidana. Oleh karena itu hakim perlu mempertimbangkan alat bukti yang ada, dalam hal ini ialah alat bukti saksi a charge dan saksi a de charge. Sehingga argumentasi hakim berkenaan dengan kebenaran peristiwa terjadinya suatu tindak pidana sangatlah penting. Apabila hakim mendapat keraguan akan alat bukti saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum yakni saksi a charge, maka hakim dapat mempertimbangkan alat bukti lain yang dapat meringankan atau dapat membebaskan terdakwa dari hukuman dengan mempertimbangkan keberadaan saksi a de charge. Sehingga terdakwa Budiman Fredy Bin Suryo Budiman mendapatkan hak-haknya sebagai terdakwa dengan mendatangkan saksi a de charge yang dapat meringankan terdakwa. Saksi a de charge tersebut dapat digunakan hakim sebagai pertimbangan dalam membuat putusan. Hal tersebut dikarenakan apabila hakim tidak yakin akan alat bukti yang ada, maka hakim tidak memiliki pijakan mengenai kebenaran suatu peristiwa pidana yang telah terjadi tersebut di atas, padahal hakim harus yakin di dalam membuat suatu putusan. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul : LAAH YURIDIS EKSISTENSI SAKSI A DE CHARGE SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN TERDAKWA TERHADAP ALAT BUKTI PENUNTUT UMUM DAN ARGUMENTASI

digilib.uns.ac.id 6 HAKIM DALAM PENILAIANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PENGANIAYAAN DI PENGADILAN NEGERI DEMAK (Studi Kasus dalam Putusan Nomor : 193/Pid. B/2011/PN. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah merupakan sebagai usaha dalam melakukan suatu penelitian hukum yang lebih baik, terstruktur, terarah, serta agar yang akan diteliti lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan dalam memperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dalam pemeriksaan perkara penganiayaan di Pengadilan Negeri Demak? 2. Apakah argumentasi hakim dalam penilaiannya terhadap saksi a de charge sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan di Pengadilan Negeri Demak? C. Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian hendaknya mempunyai maksud dan tujuan yang dapat mendatangkan kemanfaatan bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Tujuan tersebut berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya oleh penulis untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan yang diangkat. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini yang dikategorikan penulis ke dalam kelompok tujuan obyektif dan tujuan subyektif, yakni sebagai berikut :

digilib.uns.ac.id 7 1. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif merupakan tujuan untuk memperoleh bahan hukum dalam rangka mengetahui jawaban permasalahan. Sedangkan tujuan obyektif dari penelitian ini sendiri adalah : a. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dalam pemeriksaan perkara penganiayaan. b. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana S1 (Strata 1) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya mengenai eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan. D. Manfaat Penelitian Dalam kajian penelitian hukum, tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat yang dapat dipergunakan oleh pihak yang terkait di dalam penelitian hukum ini, yaitu bagi penulis, pembaca dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan ini, antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Memberikan referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan Hukum Acara Pidana khususnya berkenaan dengan eksistensi saksi a de charge

digilib.uns.ac.id 8 sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat selain sebagai bahan informasi juga sebagai literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai sarana bagi penulis untuk menambah wawasan dalam mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperolehnya, khususnya bidang Hukum Acara mengenai eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dan sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan perimbangan yang berhubungan langsung dengan penelitian ini. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan atau cara menganalisa. Suatu metode penelitian akan mempengaruhi perolehan data-data dalam penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan secara optimal sesuai dengan metode ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian yang dirumuskan. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Berdasarkan

digilib.uns.ac.id 9 pengertian penelitian tersebut, metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini yang digunakan ialah penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Berkenaan dengan hal yang mengenai eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan. Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum yang terpaku terhadap usaha untuk menemukan jawaban atas implikasi suatu kasus seperti halnya pada penelitian ini untuk dapat menemukan asas hukumnya secara doktrinal. 2. Sifat Penelitian Sifat dalam sebuah penelitian hukum ini adalah preskriptif dan terapan. Ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu yang bersifat terapan ialah bahwa ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, serta ramburambu dalam melaksanakan aktivitas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Sifat preskriptif dalam penelitian ini adalah penulis akan mempelajari konsep hukum mengenai eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan, untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

digilib.uns.ac.id 10 3. Pendekatan Penelitian Dalam pendekatan penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut berguna dalam memperoleh informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatanpendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93) : a. Pendekatan undang-undang (statute approach); b. Pendekatan kasus (case approach); c. Pendekatan historis (historical approach); d. Pendekatan komparatif (comparative approach); e. Pendekatan konseptual (conceptual approach). Dari beberapa pendekatan penelitian hukum tersebut, penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus tersebut dipilih oleh penulis karena dalam penulisan hukum ini, penulis menganalisa kasus berkenaan dengan eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan di Pengadilan Negeri Demak (studi kasus dalam putusan nomor : 193/Pid. B/2011/PN. Dmk). Pendekatan kasus tersebut dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2005:94). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Dalam penelitian hukum ini, bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif, yang artinya mempunyai otoritas. Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141).

digilib.uns.ac.id 11 a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, putusan-putusan hakim. Berkenaan dengan penelitian hukum ini, bahan hukum primer yang digunakan ialah : 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman; 4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 6) Putusan Pengadilan Negeri Demak Nomor : 193/Pid. B/2011/PN. Dmk. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder ialah bahan yang memberikan penjelasan berkenaan dengan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder merupakan publikasi tentang hukum meliputi : 1) Buku-buku teks ilmiah di bidang hukum 2) Jurnal-jurnal hukum; 3) Hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan; 4) Literatur dari hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu pengumpulan

digilib.uns.ac.id 12 bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip, dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Dalam penulisan hukum, teknik analisa bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dan menggunakan metode silogisme. Sehingga analisis bahan hukum ini mengutamakan pemikiran secara logika sehingga akan menemukan sebab dan akibat yang terjadi. Metode penalaran yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deduksi. Metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor. Berdasarkan kedua premis tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dari isi penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penelitian hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang alat bukti, tinjauan umum tentang saksi a de charge,

digilib.uns.ac.id 13 BAB III BAB IV tinjauan umum tentang hak-hak terdakwa, tinjauan umum tentang argumentasi hakim yang berisi kajian pustaka dan teoriteori yang berhubungan dengan eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan dan masalah yang diteliti serta kerangka pemikiran. Sedangkan dalam kerangka pemikiran penulis akan manampilkan bagan kerangka pemikiran yang menggambarkan logika hukum untuk menjawab permasalahan penelitian. : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan tentang eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dan argumentasi hakim dalam penilaiannya sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan. Penulis membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu bagaimanakah eksistensi saksi a de charge sebagai bentuk perlawanan terdakwa terhadap alat bukti penuntut umum dalam pemeriksaan perkara penganiayaan di Pengadilan Negeri Demak serta apakah argumentasi hakim dalam penilaiannya terhadap saksi a de charge sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara penganiayaan di Pengadilan Negeri Demak. : PENUTUP Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN