BAB I PENDAHULUAN. telah menggariskan beberapa prinsip dasar. Salah satu prinsip dasar yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 banyak sekali partai politik pemilu yang mengikuti kontes demokrasi

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme

BAB V KESIMPULA DA SARA

I. UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Rabu, 10 April :55

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB 1 PENDAHULUAN. ps. 86. Dalam Praktek, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 17 Maret Legal standing..., Nur Syamsiati D., FHUI.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015


RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT)

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945, sebagai konstitusi tertulis di Indonesia dan juga merupakan refleksi dari cita-cata hukum bangsa Indonesia, secara eksplisit telah menggariskan beberapa prinsip dasar. Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam perubahan UUD 1945 (perubahan keempat) adalah prinsip negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (3) yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi. Karena ada pepatah dalam bahasa Inggris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah the rule of law, not of man. Yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai wayang dari skenario sistem yang mengaturnya. 1 Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan 1 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Majalah Hukum Indonesia, (tanpa tempat,tanpa tanggal), h. 1

impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya. Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai hukum dasar yang berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), dibentuk pula sebuah Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai the guardian dan sekaligus the ultimate interpreter of the constitution. 2 Menurut Julius Stahl 3, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu: 1. Perlindungan hak asasi manusia. 2. Pembagian kekuasaan. 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang. 4. Peradilan tata usaha Negara. Sedangkan A.V. Dicey 4 menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Law, yaitu: 1. Supremacy of Law. 2. Equality before the law. 3. Due Process of Law. Keempat prinsip rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip Rule of Law yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara 2 Ibid, h. 1-2 3 Ibid, h. 2 4 Ibid, h. 3

Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh The International Commission of Jurist, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut The International Commission of Jurists 5 itu adalah: 1. Negara harus tunduk pada hukum. 2. Pemerintah menghormati hak-hak individu. 3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak. Profesor Utrecht membedakan antara Negara Hukum Formil atau Negara Hukum Klasik, dan Negara Hukum Materiil atau Negara Hukum Modern. Negara Hukum Formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum Materil yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya Law in a Changing Society membedakan antara rule of law dalam arti formil yaitu dalam arti organized public power, dan rule of law dalam arti materiil yaitu the rule of just law. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum 5 Ibid

materil. Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantife. Karena itu, di samping istilah the rule of law oleh Friedman juga dikembangikan istilah the rule of just law untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang the rule of law tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap the rule of law, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah the rule of law yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang Negara Hukum di zaman sekarang. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga baru dalam ketatanegaraan Indonesia sebagai salah satu hasil perubahan UUD 1945 (Constitutional Reform). Pasal 24 ayat 2 UUD 1945 menyatakan: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah agung dan badan peradilan umum, lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi Hal ini menandakan kekuasaan kehakiman merupakan satu kesatuan sistem yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang mencerminkan puncak kedaulatan hukum Indonesia berdasarkan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi kemudian diatur dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah konstitusi yang disahkan pada tanggal 13

agustus 2003. Namun Lembaga Mahkamah Konstitusi sendiri baru benar-benar terbentuk pada 17 Agustus 2003 setelah pengucapan sumpah jabatan 9 (Sembilan) Hakim Konstitusi pada tanggal 16 Agustus 2003. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tersendiri diperkenalkan oleh pakar hukum Austria, Hans Kelsen (1881-1973) yang menyatakan bahwa pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak. Untuk itu dapat diadakan organ khusus seperti pengadilan khusus yang disebut Mahkamah Konstitusi (constitutional court). Menurut Hans Kelsen 6 kemungkinan muncul persoalan konflik antara norma yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, bukan saja berkaitan antara undang-undang (statute) dan putusan pengadilan, tetapi juga berkaitan dengan hubungan antara konstitusi dan undang-undang. Ini adalah problem inkonstitusionalitas dari undang-undang. Suatu undang-undang (statute) hanya berlaku dan dapat diberlakukan jika sesuai dengan konstitusi, dan tidak berlaku jika bertentangan dengan konstitusi. Suatu undang-undang hanya sah jika dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan konstitusi. Karena itu diperlukan suatu badan atau pengadilan yang secara khusus untuk menyatakan inkonstitusionalitas dari suatu undang-undang yang sedang berlaku. Organ khusus yang mengontrol tersebut dapat menghapuskan sebagian atau keseluruhan undang-undang yang tidak konstitusional sehingga tidak dapat 6 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Translated by Anders Wedberg, New York: Russell & Russell, 1961, h. 156

diterapkan oleh lembaga Negara yang lain. Gagasan ini kemudian terwujud dengan pembentukan Verfassungsgerichtshoft atau Mahkamah Konstitusi di Austria berdasarkan Konstitusi tahun 1920. Di Indonesia kewenangan MK didasarkan pada pasal 24 C UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terkahir yang putusannya bersifat final dalam: a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945; b. Memutuskan sengeketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangan diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945; c. Memutuskan pembubaran partai politik; d. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan e. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Prof. Dr. jimly Asshiddiqie menguraikan bahwa dalam konteks ketatanegaraan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen Negara secara konsisten dan bertanggung jawab. Ditengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat. 7 7 Cetak biru,membangun Mahkamah Konstitusi, Sebagai Institusi Peradian Konstitusi yang Modern dan Terpercaya, Seketariat Jendral MKRI, 2004, h. 4

Kewenangan pertama Mahkamah Konstitusi sering di sebut sebagai Constitusional review atau pegujian Konstitusional karena kewenangan MK adalah meguji UU terhadap UUD 1945. Konsep Constitusional review merupakan perkembangan gagasan modern tentang sistem pemerintahan demokratis yang didasarkan atas ide Negara hukum (rule of law), prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), serta perlindungan hak asasi manusia (the protection of fundamental right) dalam Constitutional review tercakup dua tugas pokok, yaitu pertama, menjamin berfungsinya sistem demokrasi dalam hubungan peran atau interplay antar cabang kekuasaan eksekutif, legilatif dan yudisial. Constitusional review dimaksudkan untuk mencegah dominasi kekuasaa dan/atau penyalahgunaan kekuasaan oleh salah satu cabang kekuasaan; Kedua, untuk melindungi setiap warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga Negara yang merugikan dan hak-hak dasar mereka yang dijamin dan konstitusi. Sedangkan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang lain dapat dilihat sebagai upaya penataan hubungan kelembagaan Negara dan institusi dengan kewenangan tersebut, hubungan kelembagaan negara dan institusi demokrasi lebih didasarkan pada hubungan yang bersifat politik. Akibatnya, sebuah lembaga dapat mendominasi lembaga lain, atau terjadi pertentangan antar lembaga atau institusi yang melahirkan krisis konstitusional. Hal ini menimbulkan tidak adanya kepastian hukum dan kontra produktif terhadap pengembangan budaya demokrasi. Pengaturan kehidupan politik kenegaraan

secara umum juga telah berkembang sebagai bentuk the constitutionalization of democratic politics. Hal ini semata-mata untuk mewujudkan supremasi hukum dan perkembangan demokrasi itu sendiri, berdasakan konsep Negara hukum yang demokratis (democratishe reshtsstat), berdasarkan kewenangan Mahkamah Konstitusi diberikan oleh UUD 1945, Mahkamah Konstitusi mengemban fungsi sebagai penjaga konstitusi (the interpreter of the constitution), Yakni bagaimana suatu ketentuan dalam UUD 1945 seharusnya di tafsirkan dan dilaksanakan tewujud dalam keputusan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Dalam rangka menjalankan kewenangannya tersebut Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 tanggal 20 Febuari 2013 menyatakan penyelenggaraan Pilpres dan pemilu anggota lembaga perwakilan secara serentak. Mengingat sebelumnya Mahkamah Konstitusi pernah mengeluarkan suatu Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008, bertanggal 18 Februari 2009, Mahkamah telah menyatakan,...kedudukan Pasal 3 ayat (5) UU 42/2008 adalah konstitusional. konstitusionalitas pasal 3 ayat (5) dan pasal 9 UU 42 tahun 2008 yang pada dasarnya menyakut pemilihan umum yang tidak dilaksanakan secara waktu bersamaan, dan ambang batas (threshold) berupa minimal 20% perolehan kursi DPR atau perolehan minimal 25% dari suara sah secara nasional. Dalam dua kerangka putusan tersebut pengujian pasal yang dilakukan berbeda. Meskipun demikian, dua putusan tersebut tersebut adanya subtansi yang sama yang sudah diputus bisa bersinambungan

dengan putusan selajutnya termasuk objek kajian yaitu mengenai penyelenggaran pemilu. Seyogyanya putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Ketentuan kebiasaan penyelenggaran pemilu dilakukan dalam pemilihan yang dilakukan lembaga DPR dan DPD terlebih dahulu untuk membentuk MPR sebagai lembaga yang melantik Presiden dan Wakil Presiden. 8 Sehingga banyak terjadi perubahan atas penyelenggaraan pilpres dan pemilu anggota lembaga perwakilan dalam pemilihan umum secara serentak maka ketentuan pasal persyaratan perolehan suara partai politik sebagai syarat untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan kewenangan pembentuk Undang-Undang dengan tetap mendasarkan pada ketentuan UUD 1945 Hal demikian mendasari permasalahan timbul atas kebijakan putusan MK, Sehingga perlu kajian lebih lanjut dan pertimbangan hukum atas kebijakan yang di ambil oleh MK. Berdasakan latar belakang yang telah dipaparkan diatas oleh penulis ingin meneliti lebih jauh mengenai Inkonsistensi Putusan MK Atas Penyelenggaran Pemilu Serentak 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah : 1. Konsistensi Mahkamah konstitusi dalam mengeluarkan putusan yang berbeda dengan putusan sebelumnya dengan subtansi yang sama. 8 Undang-Undang Dasar 1945,lihat Ps. 3 ayat 2.

2. Ratio Decidendi putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan penyelenggaran pemilu serentak padahal sebelumnya di putus sebaliknya. 1.3. Metode Penelitian 1.3.1. Tipe Penelitian Penyusunan skripsi ini berangkat dari penelitian yang bersifat normatif yuridis. Dimana penelitian normatif yuridis ini sendiri adalah penelitian akan menjelaskan dan menjabarkan penelitian mengenai suatu hal dengan bersumber dari ketentuan-ketentuan hukum yang telah ada. Penelitian normatif yuridis ini dilakukan untuk bertujuan agar mengetahui apakah tema yang diangkat telah terlaksana dengan baik sesuai ketentuan-ketentuan yang ada. Hal ini dirumuskan melalui tujuan strategis yang ingin dicapai, apa masalah dan tantangannya, serta strategi kebijakan apa yang bisa diambil agar tujuan tercapai sekaligus bisa menjawab masalah dan tantangan yang dihadapi. 1.3.2. Pendekatan Masalah Penulisan skripsi Inkonsistensi Putusan MK atas Penyelenggaran Pemiliu Serentak dikaji mengunakan metode Penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan (statue approach) yaitu memecahkan jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang relevan. 9 Pedekatan kasus (case approach) yaitu memecahkan jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dengan merujuk pada ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. 10 Pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu memecahkan jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dengan merujuk pada konsep prinsip-prinsip hukum yang relevan 11. 1.3.3. Sumber bahan hukum Untuk menunjang penulisan skripsi ini digunakan bahan-bahan hukum, yaitu, bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai kekuasaan 12. Bahan hukum tersebut merupakan norma yang bersifat mengikat. Sumber bahan hukum primer dari penulisan skripsi ini antara lain meliputi : a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 h. 97. 9 Peter Mahmud M., Penelitian Hukum, Cetakan Ke-3, Kencana, Jakarta, Juni, 2007, 10 Ibid, h. 119 11 Ibid, h. 138.. 12 Ibid, h. 141.

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaran Pemilu c. Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang kekuasaan kehakiman e. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi f. Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan g. Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia,PMK No. 06/PMK/2005. h. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01-021-022/PUU- I/2003, 15 Desember 2004 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pengujian UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. i. Putusan MK Nomor 25/PHPU.D-VI/2008 Permohonan Keberatan terhadap Penetapan Penghitungan Suara Hasil

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Lampung Utara. j. Putusan Nomor 51-52-59/PUU VI/2008 Pengujian Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Terhadap Undang-Undang Dasar 1945. k. Putusan Mahkamah Konstitus Nomor 27/PUU-VII/2009 tertanggal 16 Juni 2010. Pengujian UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 l. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. m. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor MK 97/PUU-XI/2013 Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. 2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi 13. Bahan hukum tersebut berfungsi untuk menjelaskan bahan hukum primer dan tidak bersifat autoritatif. Sumber bahan hukum primer dari penulisan skripsi ini berupa buku-buku teks hukum, pendapat-pendapat para sarjana baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, artikel-artikel yang dimuat dalam jurnal hukum, media cetak, maupun internet yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, serta kamus hukum. 13 Ibid, h. 141.