BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN JUMLAH SEL DARAH MERAH, KADAR HEMOGLOBIN, NILAI HEMATOKRIT, DAN INDEKS ERITROSIT PADA KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) BETINA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

Ilmu Pengetahuan Alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah dan sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae.

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari sel darah. (Evelyn C. Pearce, 2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

I. TINJAUAN PUSTAKA. plasma dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit), yang masing -masing

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan bagian padat. Bagian cair disebut plasma sedangkan bagian yang padat

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

TINJAUAN PUSTAKA. Guntoro (2002) menyatakan bahwa sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

SISTEM PEREDARAN DARAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

II KAJIAN KEPUSTAKAAN meter dari permukaan laut dengan kondisi lembab, serta mempunyai

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

Tujuan Pembelajaran. 1. Dapat menjelaskan 3 komponen penyusun sistem peredaran darah pada manusia.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Karbon Monoksida (CO) perbandingan berat terhadap udara (1 Atm 0 C) sebesar 0,967. Bila

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Profil Kecamatan Bangkinang Seberang, Kecamatan

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. trombosit. Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8 % berat

BAB I PENDAHULUAN. namun tiap tiap kelompok mempunyai peredaran darah tertentu yang mempunyai anotomi

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan besi yang. ternamakan protein terkonjugasi, sebagai inti besi dengan rangka

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

II. TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Lokasi Penelitian di Koto Kampar Hulu dan XIII Koto Kampar Kecamatan XIII Koto Kampar dengan luas lebih kurang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerbau Lumpur Kerbau domestik di Asia memiliki nama ilmiah Bubalus bubalis. Menurut Roth (2004) susunan taksonomi kerbau domestik adalah kerajaan animalia, filum chordata, kelas mamalia, subkelas theria, ordo artiodactyla, subordo ruminantia, selanjutnya tergolong dalam famili bovidae, subfamili bovinae, genus Bubalus, dan spesies Bubalus bubalis. Gambar kerbau lumpur dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Kerbau lumpur (koleksi pribadi). Kerbau yang telah didomestikasi terdiri dari kerbau lumpur (swamp buffaloes) dan kerbau sungai (river buffaloes). Perbedaan antara kerbau lumpur dan kerbau sungai terletak dari jumlah kromosomnya. Menurut Guimaraes et al. (1995) kerbau lumpur dengan jumlah kromosom 48 merupakan hasil perpaduan/fusi antara telomer dan sentromer pada pasangan kromosom nomor 4 dan 9 pada kerbau sungai dengan jumlah kromosom 50. Kerbau merupakan hewan yang memiliki kulit berwarna gelap dan kelenjar keringat yang sedikit. Kerbau juga mengalami kesulitan dalam mengeluarkan panas dari dalam tubuhnya. Oleh karena itu, kerbau sangat rentan mengalami stres akibat suhu lingkungan yang tinggi. Kerbau secara fisiologis akan melakukan kegiatan dalam rangka mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap stabil yaitu dengan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkubang di air yang bersih ataupun di rawa (Joseph 1996). Menurut Suhubdy (2010)

5 kerbau merupakan hewan yang memiliki kemampuan makan sangat baik, tidak selektif, dan mampu mencerna pakan berserat dan berkualitas jelek yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia secara langsung menjadi daging dan sumber energi, serta mampu meningkatkan laju pertumbuhan badannya. Kerbau juga merupakan hewan yang memiliki kemampuan kerja yang sangat baik pada lahan kering maupun lahan basah terutama pada daerah berlumpur. Kerbau lumpur dan kerbau sungai merupakan satu spesies Bubalus bubalis, namun keduanya memiliki habitat yang berbeda. Berdasarkan habitatnya, kerbau sungai lebih senang untuk berkubang di air yang bersih dan mengalir. Kerbau lumpur lebih suka berkubang dalam lumpur, rawa-rawa, dan air yang menggenang (Bhattacharya 1993). Berdasarkan karakteristik unik yang dimiliki tersebut, kerbau merupakan hewan yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kerbau dapat dengan mudah dipelihara dan dikembangkan di daerah yang memiliki lahan basah dan lahan kering. Daerah NTB dan NTT sebagai lahan kering marginal mampu menjadi tempat tumbuh kembang yang baik bagi kerbau (Suhubdy 2011). Selain itu, di lahan rawa pasang surut seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua juga sangat berpotensi menjadi tempat pengembangan ternak kerbau di Indonesia. Kerbau di Indonesia sangat bervariasi, baik dalam ukuran bobot badan, tinggi badan, konformasi tubuh, bentuk tanduk, maupun warna kulit. Ukuran tubuh pada kerbau betina berusia 1 sampai 3 tahun di Kabupaten Bogor mempunyai ukuran tinggi pundak kerbau 117.20±6.30 cm, panjang badan 115.20±6.18 cm, tinggi pinggul 116.70±4.06 cm, lebar pinggul 41.67±4.13 cm, lingkar dada 168.83±12.24 cm, dan lebar dada 38.00±4.34 cm (Robbani 2009). Bobot badan kerbau yang didomestikasi sekitar 550 kg untuk kerbau jantan dan 400 kg untuk kerbau betina yang telah dewasa (Johari et al. 2009), dalam penelitian lain disebutkan bahwa bobot badan kerbau di Indonesia rata-rata berkisar antara 300 kg sampai 400 kg (Sosroamidjojo 1991). Ternak kerbau berpotensi sebagai penghasil daging dan susu. Pengembangan ternak kerbau dengan baik dapat mempercepat dan mendukung terlaksananya swasembada daging di Indonesia. Optimalisasi peran serta ternak nonsapi dalam hal ini kerbau, pada masa mendatang tidak saja mempercepat

6 swasembada daging tetapi mempercepat pertumbuhan sektor peternakan. ekonomi bangsa dari 2.2. Darah Darah merupakan cairan tubuh yang disirkulasikan melalui pembuluh darah ke setiap bagian tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan sistem organ. Darah terdiri atas 55% plasma dan 45% fase padat (Dallas 2006). Sebagian besar plasma terdiri atas air yang berfungsi sebagai pelarut, pembawa bendabenda darah, menjaga tekanan darah, dan mengatur suhu tubuh. Selain air, plasma juga terdiri atas protein mayor seperti albumin, globulin, dan fibrinogen (Ganong 2003; Dallas 2006). Benda-benda darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping-keping darah (trombosit). Gambar bentuk sel darah merah disajikan pada Gambar 2. Jumlah darah yang berada di dalam tubuh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksogen meliputi hadirnya agen penyebab infeksi dan perubahan lingkungan yang terjadi, faktor endogen yang meliputi pertambahan umur, status kesehatan, gizi, stres, suhu tubuh, dan siklus estrus. Dalam sirkulasi, darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan nutrisi, mentransportasikan produk-produk yang tidak berguna, menghantarkan hormon, serta sebagai pengangkut O 2 dan CO 2 (Guyton and Hall 2006). Sel darah putih berfungsi sebagai salah satu sistem pertahanan tubuh, sedangkan trombosit berperan dalam proses pembekuan darah saat terjadi luka sehingga tidak terjadi pengeluaran darah secara terus-menerus dari pembuluh darahnya. Data jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit juga bermanfaat dalam menentukan indeks eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas Mean corpuscular values (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Nilai indeks eritrosit tersebut sangat membantu dalam menentukan jenis anemia yang diderita oleh hewan dan membantu dalam menentukan penyebab kejadian anemia yang dialami. Setiap hewan memiliki perbedaan kisaran nilai dari jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC. Kisaran parameter

7 tersebut untuk kerbau sungai yang berumur antara dua sampai empat tahun digambarkan dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Kisaran nilai normal beberapa variabel darah pada kerbau sungai berumur dua sampai empat tahun No Parameter Nilai Normal 1 Jumlah sel darah merah 7.8±0.38 x 10 6 /ml 2 Hemoglobin 12.10±1.36 gr% 3 Nilai Hematokrit 39.80±3.79 % 4 MCV 51.02±3.82 fl 5 MCH 30.4±3.06 pg 6 MCHC 15.51±2.80 gr/dl Sumber: Wills (2010). 2.3. Sel Darah Merah Sel darah merah pada mamalia tidak memiliki inti dan organel sehingga sel darah merah tidak mampu untuk mensintesis protein. Sel darah merah berbentuk lempengan bikonkaf dan tersusun atas 61% air, 32% protein yang sebagian besar terdiri atas hemoglobin, 7% karbohidrat, dan 0,4% lipid (Olver et al. 2010). Sel darah merah berfungsi dalam mengangkut hemoglobin sehingga kebutuhan jaringan akan oksigen dapat terpenuhi, sel darah merah juga mengandung banyak karbonik anhidrase yang bertugas dalam mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, dan hemoglobin juga sebagai dapar asam basa (Guyton and Hall 2006). Kecepatan pembentukan sel dalam darah diatur oleh konsentrasi sel darah merah dan dipengaruhi oleh kemampun fungsional sel untuk mengangkut oksigen ke jaringan sesuai dengan kebutuhan jaringan tersebut. Pembentukan sel darah merah sangat dipengaruhi oleh eritropoietin yang diproduksi dalam ginjal. Eritropoeitin akan merangsang produksi eritrosit sebagai respon terhadap hipoksia pada jaringan tubuh. Eritrosit dibentuk mula-mula berasal dari proeritroblas kemudian terbentuk basofil eritroblas, dilanjutkan polikromatofil eritroblas, ortokromatik eritroblas, dan kemudian berkembang menjadi retikulosit sampai terbentuk eritrosit (Guyton and Hall 2006). Eritrosit dan retikulosit ini yang kemudian bersirkulasi di dalam pembuluh darah. Pada keadaan normal, jumlah

8 retikulosit yang bersirkulasi dalam pembuluh darah jumlahnya sangat sedikit. Secara normal, jumlah retikulosit yang biasa ditemukan bersirkulasi di dalam pembuluh darah berjumlah 0,5 sampai 1,5% dari jumlah sel darah merah (Sloane 2004). Tingginya retikulosit yang dilepaskan oleh sumsum tulang yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah mengindikasikan suatu keadaan anemia, dimana jumlah sel darah merah dewasa yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Sel darah merah yang bersirkulasi di dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya perubahan volume plasma, laju destruksi eritrosit, kontraksi limpa, sekresi eritropoietin, laju produksi sumsum tulang, oksigen jaringan, serta hormon dari kelenjar adrenal, tiroid, ovarium, testis, dan hipofise anterior (Guyton and Hall 2006). Kondisi terjadinya penurunan jumlah sel darah merah dari jumlah normalnya yang bersirkulasi di dalam darah disebut anemia. Anemia merupakan gejala klinis yang muncul sebagai respon sekunder terhadap adanya penyakit. Rendahnya jumlah sel darah merah yang bersirkulasi bisa disebabkan oleh keluarnya darah dari pembuluh darah yang ditandai dengan berkurangnya volume darah, adanya infeksi parasit, dan penurunan produksi sel darah merah. Gambar 2 Bentuk sel darah merah manusia (Sunariah 2008). 2.4. Hemoglobin Hemoglobin merupakan komponen darah yang disintesis di dalam sel darah merah pada saat perkembangan sel darah merah. Hemoglobin merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari zat besi, porphyrin, dan protein kompleks yang

9 menempati peran penting dalam fisiologi tubuh terutama dalam mengikat, transportasi, dan pengiriman oksigen menuju jaringan yang membutuhkan. Selain itu, hemoglobin juga berfungsi dalam pengangkutan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Struktur molekul dari hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme. Heme merupakan suatu molekul organik yang mengikat satu atom besi (Olver et al. 2010). Adanya kandungan besi (Fe) dalam hemoglobin di sel darah merah menyebabkan darah berwarna merah. Struktur hemoglobin tersusun atas protein tetrametrik dengan dua subunit alfa dan dua subunit beta yang mengikat dua oksigen dengan cara yang kooperatif. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetrametriknya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas mengikat empat molekul oksigen (Dayer et al. 2011). Proses biosintesis dari hemoglobin terdiri dari proses biosentesis heme dan globin. Proses biosintesis heme berlangsung secara enzimatik didalam mitokondria dan sitosol, sedangkan biosentesis dari globin terjadi di ribosom dan poliribosom sitoplasma (Olver et al. 2010). Pengaturan transportasi oksigen dalam tubuh utamanya dilakukan oleh sel darah merah. Hemoglobin merupakan bagian utama dari sel darah merah yang berfungsi dalam mengikat oksigen. Bila berikatan dengan oksigen maka hemoglobin akan membentuk oksihemoglobin (HbO 2 ). Selanjutnya Oksihemoglobin ini akan melepaskan oksigen ke jaringan dan membentuk kembali hemoglobin. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa afinitas hemoglobin dalam pengikatan oksigen di hewan khususnya pada anjing greyhound lebih baik daripada afinitas hemoglobin dalam pengikatan oksigen pada manusia (Bhatt et al. 2011). Afinitas pengikatan hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh ph, suhu, dan konsentrasi 2,3-difosgliserat (2,3 DPG) dalam sel darah merah (Ganong 2003). Hemoglobin yang berikatan dengan karbondioksida akan membentuk karboxyhemoglobin dan menyebabkan darah berwarna merah tua, sedangkan hemoglobin yang berikatan dengan karbonmonoksida akan membentuk karbon

10 monoksihemoglobin. Kandungan karbonmonoksida di udara dapat mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah dalam mengangkut oksigen. Hal ini disebabkan oleh afinitas hemoglobin terhadap karbonmonoksida lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen (Ganong 2003). Kadar hemoglobin sangat mempengaruhi kondisi fisiologis suatu individu hewan, hal ini terkait dengan fungsinya sebagai pengikat oksigen. Kadar hemoglobin dalam darah menjadi salah satu parameter untuk mengukur keadaan anemia dari suatu individu hewan. Kadar hemoglobin untuk setiap hewan berbeda-beda antara satu sama lain. Perbedaan kadar hemoglobin ini dipengaruhi oleh jumlah zat besi di dalam tubuh. Zat besi dalam bentuk Fe 2+ yang terdapat pada pusat heme akan mengikat atom oksigen. Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut hemoglobin teroksigenasi atau oksihemoglobin (HbO 2 ), sedangkan hemoglobin yang telah melepaskan oksigen disebut deoksihemoglobin (Hb). Muatan atom Fe 2+ yang terdapat pada pusat heme dapat berubah menjadi Fe 3+, dalam bentuk ini hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen atau kehilangan fungsinya yang amat penting. Kadar hemoglobin pada beberapa jenis hewan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kadar Hemoglobin pada beberapa hewan Gambaran Hemoglobin Hewan Jumlah Hemoglobin Hewan (gr/dl) Anjing 12.0 18.0 Kucing 8.17 15.26 Kuda 11.0 19.0 Sapi 8.4 12.0 Kambing 8.0 12.0 Kerbau 12.10±1.36 Sumber: Raskin and Wardrop (2010). Jumlah kadar hemoglobin dalam darah dapat diketahui dengan melakukan pengukuran kadar hemoglobin. Terdapat berbagai cara yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar hemoglobin. Metode yang sering digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin di laboratorium adalah metode Sahli dan fotoelektrik dengan metode sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Walaupun metode

11 pengukuran menggunakan metode sahli kurang baik karena hasilnya yang kurang akurat, namun metode ini cukup umum digunakan dalam dunia kedokteran (Bachyar 2002). Pengukuran hemoglobin juga dapat diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Prinsip perhitungan hemoglobin dengan menggunakan spektrofotometer yaitu darah dicampur dengan larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferricyanide. Larutan tersebut kemudian mengoksidasi besi ferricyanide potasium dan membentuk methemoglobin. Sianida potasium kemudian dicampurkan dengan methemoglobin untuk mengubah hemoglobin menjadi pigmen seperti cyanmethemoglobin yang stabil untuk dibaca pada spektrofotometri yang dikenal juga sebagai hemoglobinometer. Alat ini digunakan untuk membaca hemoglobin pada panjang gelombang 540 nm. Pembacaan hemoglobin dengan menggunakan spektrofotometer berdasarkan pada konsentrasi hemoglobin. Penentuan konsentrasi hemoglobin diperoleh dari jumlah cahaya yang dapat diserap dari seberkas cahaya yang dilewatkan pada larutan yang akan dideteksi. Hal ini dikarenakan jumlah absorbansi cahaya sebanding dengan konsentrasi hemoglobin (Thrall et al. 2004). 2.5. Hematokrit Hematokrit biasa juga disebut dengan Packed Cell Volume (PCV). PCV merupakan presentase sel darah merah dalam cairan darah, nilai hematokrit 40 berarti 40% volume darah adalah sel darah merah dan sisanya adalah plasma. Hematokrit juga disebut sebagai fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah. Hematokrit dapat ditentukan dengan cara sentrifugasi darah dalam tabung mikro kapiler hematokrit sehingga sel-sel darah menjadi padat/mengendap di bagian bawah tabung. Dalam sel darah merah yang mengalami pemadatan masih terdapat sekitar 3 sampai 4% plasma yang tetap terjebak di antara sel. Sehingga nilai hematokrit sebenarnya hanya sekitar 96% dari yang terukur (Guyton and Hall 2006). Kondisi dimana terjadi peningkatan produksi sel darah merah yang berlebihan (polisitemia) akan menyebabkan nilai hematokrit mengalami peningkatan. Sedangkan penurunan kadar hematokrit di bawah nilai normal dapat

12 mengindikasikan terjadinya anemia. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh kondisi anemia, derajat aktivitas tubuh, dan ketinggian lokasi berada. Pengaruh-pengaruh ini terkait dengan fungsi sel darah merah sebagai pengangkut oksigen (Guyton and Hall 2006). Selain itu hematokrit juga berhubungan dengan perubahan tekanan darah. Hematokrit akan mempengaruhi kondisi viskositas darah. Semakin tinggi kadar hematokrit maka kondisi viskositas akan semakin tinggi pula, hal ini terjadi karena gesekan yang terjadi antara sel-sel darah merah akan semakin tinggi sehingga viskositas juga mengalami kenaikan. Selanjutnya, keadaan viskositas darah yang meningkat akan memperberat kerja jantung dalam memompakan darah menuju ke jaringan (Guyton and Hall 2006). 2.6. Indeks Eritrosit Pehitungan darah lengkap/complete Blood Count (CBC) diantaranya adalah perhitungan indeks eritrosit yang memberikan keterangan mengenai volume rata-rata eritrosit, banyaknya hemoglobin per eritrosit, dan konsentrasi rata-rata hemoglobin. Perhitungan indeks eritrosit diperoleh dari perhitungan sel darah merah diantaranya dengan menggunakan data jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, dan nilai PCV. Indeks eritrosit yang diperoleh berupa Mean Corpuscular Values (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). MCV menunjukkan ukuran rata-rata sel darah merah dalam femtoliter (fl). MCH menunjukkan berat rata-rata dari hemoglobin yang ada di dalam eritrosit dan dinyatakan dalam pikogram (pg), sedangkan MCHC menunjukkan rata-rata konsentrasi hemoglobin per unit volume PCV dalam satuan gram per desiliter (gr/dl). Nilai tersebut bervariasi pada setiap spesies (Meyer and Harvey 2004). Perhitungan indeks eritrosit biasa digunakan untuk mendignosa jenis anemia dan dapat dihubungkan untuk mengetahui penyebab terjadinya anemia. Nilai MCV dan MCHC mencerminkan jenis eritrosit yang diproduksi oleh sumsum tulang. Meyer and Harvey (2004) menggolongkan anemia berdasarkan morfologi sel darah merah menjadi:

13 1. Anemia normositik-normokromik, pada anemia ini jumlah MCV dan MCHC normal. Anemia jenis normositik-normokromik ini menunjukkan ukuran sel darah merah normal dan konsentrasi hemoglobin yang juga normal. Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, supresi sumsum tulang, blood lose akut, hemolisis akut, gangguan endokrin, serta anemia aplastik. 2. Anemia makrositik-hipokromik, pada anemia ini jumlah MCV tinggi dan MCHC rendah. Anemia jenis ini menunjukkan ukuran sel darah merah yang besar, namun konsentrasi hemoglobinnya rendah. Anemia ini sering disebabkan oleh hemoragi maupun hemolisis. 3. Anemia makrositik-normokromik, pada anemia ini jumlah MCV tinggi dan MCHC normal. Anemia jenis ini menunjukkan ukuran sel darah merah besar dan konsentrasi hemoglobin yang normal. Anemia ini disebabkan oleh defisiensi vitmin B12, defisiensi asam folat, dan penyakit intestinal kronis. 4. Anemia mikrositik-hipokromik, pada anemia ini jumlah MCV rendah dan MCHC rendah. Anemia mikrositik-mikrokromik ini menunjukkan ukuran sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin di dalamnya sama-sama rendah. Anemia ini sering disebabkan oleh defisiensi Fe, defisiensi vitamin B6, dan gangguan sintesis globin. 5. Anemia mikrositik-normokromik, pada anemia ini jumlah MCV rendah dan MCHC normal. Anemia mikrositik-normokromik ini menunjukkan ukuran eritrosit yang rendah namun konsentrasi hemoglobin di dalamnya normal. Anemia ini sering disebabkan oleh kondisi defisiensi zat besi.