BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum, ibu dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun 1990 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70 tahun. Secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi) di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. (DepKes RI, 2003) Pada akhir abad 20 Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utarautama dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk factor) (DepKes RI, 2003) Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami peningkatan resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian penyakit tidak menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari seluruh kematian dimana 60 % disebabkan karena penyakit jantung dan 1
2 pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak 66 % diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah hipertensi dan memiliki kebiasaan tidak sehat yaitu merokok. (Ip Suiraoka, 2012). Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah menjadi budaya. Hal ini ditambah dengan gencarnya iklan-iklan rokok yang mengidentikkan dengan kejantanan, kesegaran, dan keperkasaan. Bagi pria, semakin muda usia mereka menghisap rokok, maka semakin tumbuh rasa bangga. Kebiasaan merokok ini banyak kita jumpai dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, sampai usia lanjut. Meskipun dalam kemasan dan iklan-iklan yang tersebar di masyarakat sudah tercantum bahaya dari merokok, masih banyak masyarakat yang tidak memberikan perhatian serius tentang masalah itu. Masih banyak kampanye untuk merokok dari pada anti-rokok. Kenyataannya kebiasaan merokok di masyarakat sekarang ini memang sangat sulit ditinggalkan karena rokok mengandung zat nikotin yang bersifat zat adiktif (ketagihan) bagitubuh. Walau zat adiktif yang dikandungan rokok tidak seberat adiktif pada narkotika dan obat-obatan berbahaya( narkoba), zat adiktif rokok sangat sulit untuk dilepaskan (Kompas, 2001). Kebiasaan merokok seringkali terjadi pada mereka yang menganggap bahwa merokok merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan sekaligus dapat dijadikan teman dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang tergolong santai, bahkan ada pula yang beranggapan bahwa merokok merupakan sebuah bantuan yang sangat dibutuhkan untuk mengurangi kegelisahan atau ketegangan. Kebiasaan merokok pada seseorang ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendorong mereka untuk merokok, baik dari lingkungan sosial, factor demografis, serta faktor sosio-kultural.
3 Faktor psikologis juga berpengaruh terhadap timbulnya kebiasaan merokok pada seseorang. (Witjanti, 2003) Perlu diketahui bahwa dibalik semua kenikmatan yang diperoleh dari kebiasaan merokok yang dilakukan, banyak sekali terdapat dampak yang ditimbulkan bagi si perokok. Namun kebiasaan merokok cenderung memiliki banyak segi negatifnya, antara lain dampak bagi orang yang berada disekitar perokok, atau dikenal dengan istilah perokok pasif. Badan Pusat Statistik menyebut jumlah perokok pemula umur 5-9 tahun naik signifikan. Hanya dalam tempo tiga tahun (2001-2004), persentase perokok pemula naik dari 0,4 persen menjadi 2,8 persen. Sedangkan menurut WHO, prevalensi merokok di Indonesia adalah yang tercepat di dunia, yaitu sekitar 14,5 persen (Jawa Pos, 2008). Menurut World Health Organization Asia Regional Office (SEARO) menyebutkan Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah perokok terbanyak di dunia, dan kematian akibat kebiasaan merokok setahunnya ditahun 1992 diperkirakan 192.000 orang (WHO SEARO, 2002). Oleh karena itu, pemerintah tidak kurangkurang dalam mengatasi masalah ini. Dengan dicanangkannya Hari Bebas Tembakau Sedunia, maka secara sedikit demi sedikit orang yang memahami hal ini akan melaksanakannya, sehingga akan mengurangi tingginya angka perokok. Namun sebaliknya, terutama orang awam, orang yang tinggal didaerah pedesaan yang tidak paham dan tidak tahu akan hal ini tetap merokok meskipun ada keharusan untuk tidak merokok. (Saptarsi, 2006) Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak dasar masyarakat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Pembangunan kesehatan haruslah dipandang sebagai suatu
4 investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang antara lain suatu komponen utama untuk pendidikan dan ekonomi serta kesehatan yang juga memiliki peran dalam penanggulangan kemiskinan. (Indra, 2009) Berdasarkan data WHO 2002, merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. (Dep.Kes, 2005). Hal ini disebabkan karena pengaruh zat kimia yang ditemukan didalam rokok. Dalam propaganda anti rokok, memang telah dicantumkan bahwa selain mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan, rokok juga menyebabkan impotensi. Ini berdasarkan sebuah Studi yang dilakukan oleh Centers for Disease Control di Atlanta dengan melibatkan 60 orang pria ditemukan bahwa pria lebih besar resikonya 27 kali lipat untuk menderita impotensi atau disfungsi ereksi (DE). Disfungsi ereksi (DE) didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang menetap dan atau kambuhan (setidaknya tiga bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk memungkinkan hubungan seksual yang memuaskan (Wespes dkk., 2002). Walaupun DE merupakan gangguan yang tidak berbahaya, DE berhubungan dengan kesehatan fisik dan psikologis, dan memiliki pengaruh yang bermakna pada kualitas hidup, baik bagi penderita maupun keluarganya (Hatzimouratidis dkk., 2010; Wespes dkk., 2012). Disfungsi Ereksi atau erectile dysfunction adalah disfungsi sexsual yang ditandai dengan ketidakmampuan atau mempertahankan ereksi pada pria untuk mencapai kebutuhan sexsual dirinya sendiri maupun pasangannya. Disfungsi ereksi (DE) merupakan masalah yang signifikan dan umum di bidang medis, merupakan kondisi medis yang tidak berhubungan dengan proses penuaan walaupun prevalensinya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan pria Indonesia malu membicarakan DE, sehingga data
5 pasti tentang jumlah pasien DE di Indonesia jarang didapatkan dan masalah DE menjadi terabaikan (INA-EDACT, 2000). Berdasarkan dari latar belakang dan data yang diperoleh bahwa angka kebiasaan merokok semakin meningkat di indonesia salah satu daerah yang banyak memiliki kebiasaan merokok adalah malang. Disini peneliti akan melakukan penelitian di daerah malang khususnya di wilayah RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang. Hal ini mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang kebiasaan merokok yang dilakukan oleh pria. Karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Kejadian Disfungsi Ereksi Pada Pria Di Wilayah RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang. 1.2 Rumusan Penelitian Apakah ada pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap kejadian impotensi atau disfungsi ereksi (DE) pada kepala keluarga pria di wilayah RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap kejadian disfungsi ereksi pada kepala keluarga pria di RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang 1.3.2 Tujuan Kusus a. Mengidentifikasi kebiasaan merokok pada kepala keluarga pria di wilayah RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang
6 b. Menganalisis pengaruh kebiasaan merokok terhadap kejadian disfungsi ereksi pada kepala keluarga pria di RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan pengetahuan untuk memperluas wawasan tentang pengaruh kebiasaan merokok terhadap kejadian disfungsi ereksi pada pria. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Memberi masukan pada institusi pendidikan keperawatan, tentang pengaruh kebiasaan merokok terhadap kejadian disfungsi ereksi pada pria, sehingga informasi ini dapat digunakan untuk menyusun langkah-langkah strategi dalam mencegah terjadinya penurunan status kesehatan pada pria, yang nantinya dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan materi perkuliahan. 1.4.3 Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi lebih lanjut bahwa rokok dapat menyebakan terjadinya disfungsi ereksi dan penakit berbahaya lainnya, sehingga masyarakat dapat menjauhi prilaku atau kebiasaan merokok. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian dari Ade Zarafeby Samberka (2010) didapatkan bahwa ada hubungan antara usia dan lama menderita diabetes militus dengan kejadian disfungsi ereksi pada pasien pria DM di poliklinik khusus endokrinologi RS. DR. M. Djamil Padang. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu usia dan lama menderita DM sebagai variabel independen dan Disfungsi Ereksi pada pasien
7 pria DM di poliklinik khusus endokrinologi RS. DR. M. Djamil Padang sebagai variabel dependen. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan adalah variabel yang digunakan, tempat, dan waktu penelitian. Variabel yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah kebiasaan merokok sebagai variabel independen dan Disfungsi Ereksi (DE) pada kepala keluarga pria di wilayah RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang sebagai variabel dependen. Tempat dan waktu penelitian ini adalah di wilayah RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang pada bulan Februari 2014. Sebuah penelitian perihal pengaruh merokok dan impotensi dilakukan oleh Australian Study of Health dan di publikasikan oleh Tobacco Control, dari British Medical Journal (sumber: www.kalbe.co.id/24 Maret 2006). Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu merokok sebagai variabel independen dan Disfungsi Ereksi pada pria perokok di Australia sebagai variabel dependen. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan adalah tempat dan waktu penelitian. Tempat dan waktu penelitian yang saya lakukan adalah di RT 02 dan RT 12 RW 03 Kelurahan Karang Basuki Kec. Sukun Malang pada bulan Februari 2014. 1.6 Batasan Istilah 1. Merokok Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Hans Tendra, 2003). Menurut Suprayanto (2011) prilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung.
8 Kategori perokok di bagi menjadi dua yaitu a. Menurut Bustan (2007), rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang di hisap (mainstream). b. Perokok pasif adalah asa prokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). 2. Disfungsi Ereksi DE didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang menetap dan atau kambuhan (setidaknya tiga bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk memungkinkan hubungan seksual yang memuaskan (Wespes dkk., 2002). Disfungsi Ereksi merupakan komplikasi kronik yang sering terjadi pada diabetes melitus, tetapi hanya sebagian kecil yang mengeluhkannya. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan pria Indonesia malu membicarakan DE, sehingga data pasti tentang jumlah pasien DE di Indonesia jarang didapatkan dan masalah DE menjadi terabaikan(ina-edact, 2000).