HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IV.1 Karakteristik Air Limbah

dokumen-dokumen yang mirip
PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES BIOLOGIS BIAKAN MELEKAT MENGGUNAKAN MEDIA PALSTIK SARANG TAWON

PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT

INSTALASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH (IPAL)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

Kawasaki Motor Indonesia Green Industry Sumber Limbah

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT STUDI KASUS: CUT MEUTIA DI KOTA LHOKSEUMAWE

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH

BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB

PERENCANAAN IPAL BIOFILTER DI UPTD KESEHATAN PUSKESMAS GONDANGWETAN KABUPATEN PASURUAN. Siti Komariyah **) dan Sugito*)

PAKET TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT YANG MURAH DAN EFISIEN

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI PERFORMANCE BIOFILTER ANAEROBIK UNGGUN TETAP MENGGUNAKAN MEDIA BIOFILTER SARANG TAWON UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG AYAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016:

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

APLIKASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH BIOFILTER UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN PENCEMAR BOD, COD DAN TSS DI RUMAH SAKIT BUNDA SURABAYA ABSTRAK

BAB 6 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES TRICKLING FILTER

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

APLIKASI TEKNOLOGI BIOFILTER UNTUK MENGOLAH AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG PERKANTORAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGHILANGAN AMONIAK DI DALAM AIR BAKU AIR MINUM DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP MENGGUNAKAN MEDIA PLASTIK SARANG TAWON

Bab V Hasil dan Pembahasan

PENGARUH SISTEM ATTACHED GROWTH BERGANDA ANAEROB AEROB UP FLOW TERHADAP PENYISIHAN KADAR BOD,COD DAN TSS PADA LIMBAH CAIR HOTEL

BAB I PENDAHULUAN. seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain

BAB 3 METODA PENELITIAN

Pusat Teknologi Lingkungan, (PTL) BPPT 1

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Makna, Ciledug; maka dapat disimpulkan :

BAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air

Nurandani Hardyanti *), Sudarno *), Fikroh Amali *) Keywords : ammonia, THMs, biofilter, bioreactor, honey tube, ultrafiltration, hollow fiber

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 11 CONTOH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN IPAL DOMESTIK KAPASITAS 150 M 3 PER HARI

BAB 3 INSTRUKSI KERJA (IK)

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang (RSMP) Dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT

BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rama Febriza Amethys 1, Suwondo 2, Wan Syafi i 3 phone:

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini tentu saja membawa berbagai dampak terhadap kehidupan

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN / RESTORAN

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.

Transkripsi:

49

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Karakteristik Air Limbah Air limbah dalam penelitian ini adalah air limbah Rumah Sakit Makna yang berlokasi di Jalan Ciledug Raya, Tangerang dan tergolong rumah sakit kelas C. Air limbah yang diolah berasal dari kegiatan rumah sakit, yaitu yang berasal dari air limbah non medis maupun air limbah medis, dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul dan dialirkan ke bak kontrol untuk selanjutnya diolah di unit pengolahan. Kualitas air limbah rumah sakit sebelum diolah saat pengambilan sampel tanggal 22 April 21 berdasarkan hasil analisa di laboratorium dan dibandingkan dengan baku mutu yang diatur dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No : Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan hasil analisa karakteristik air limbah Rumah Sakit Makna terlihat bahwa air limbah tersebut mempunyai nilai ph yang masih berada dalam kisaran ph optimum bagi bakteri, sehingga tidak mengganggu proses pengolahan. Kandungan zat organik yang dinyatakan sebagai COD termasuk dalam tingkat menengah. Limbah cair dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat biodegradabilitasnya. Limbah cair tergolong biodegradable bila nilai ratio BOD terhadap COD sekitar,65; tergolong sedikit biodegradable bila nilai ratio tersebut sekitar,32; dan tergolong kurang biodegradable bila nilai ratio BOD terhadap COD sekitar,16. Berdasarkan hasil penelitian didapat angka perbandingan BOD/COD adalah,5 termasuk dalam kategori limbah cair yang biodegradable. Tingkat biodegradabilitas yang tinggi ini mengindikasikan bahwa pengolahan secara biologi memberikan berbagai keuntungan dibanding dengan pengolahan secara kimia atau fisika. Sedangkan kandungan logam pada air limbah tersebut masih berada di bawah baku mutu, sehingga tidak bersifat toksik bagi bakteri metanogen dan bakteri pendegradasi senyawa organik lainnya. 5

Tabel 4.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Parameter Satuan Baku Mutu I. Fisika Hasil Analisa Zat padat tersuspensi mg/l 3 *) 26 Zat padat terlarut mg/l 1 5 485 II. Kimia Ammonia (NH 3 ) mg/l 5 2.8 12.5 Nitrat (NO 3 ) mg/l 1.7 Nitrit (NO 2 ) mg/l 1.5 PH - 6-9 6.8 Flourida (F) mg/l 2.25 Sulfida (H 2 S) mg/l.5 Ttd Klorin (Cl 2 ) mg/l 1 <.1 III. Khusus COD (K 2 Cr 2 O 7 ) mg/l 8 *) 19 425 BOD (2 C, 5 days) mg/l 3 *) 92 2128 Organic matter (KmnO 4 ) mg/l 85 185 Surfactan anionic as MBAS mg/l 1 1.1 24.2 Oil & Grease mg/l 5 17 Phenol mg/l.5.25 Cyanide (CN) mg/l.5 <.5 IV. Logam Iron (Fe) mg/l 5 2.7 Copper (Cu) mg/l 1 <.3 Lead (Pb) mg/l.1 <.2 Cadnium (Cd) mg/l.5 <.1 Chromium Total mg/l.5 <.4 Nickel (Ni) mg/l.1 <.5 Zinc (Zn) mg/l 2.14 Manganese (Mn) mg/l 2.2 Mercury (Hg) mg/l.2 <.1 Chrom Hexavalent (Cr +6 ) mg/l.1 <.4 Keterangan : - Baku Mutu Limbah Cair sesuai SK Gubernur KDKI Jakarta No : 582 tahun 1995. *) Baku Mutu Limbah Cair sesuai Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit. 51

IV.2 Hasil Pengukuran Debit Berdasarkan pengukuran debit yang dilakukan selama tujuh hari pengukuran diketahui bahwa debit total rata-rata pemakaian air per hari untuk rumah sakit ini adalah sebesar 9,165 m 3 /hari. Debit ini berfluktuasi sesuai dengan kegiatankegiatan yang menggunakan air yang dilakukan di rumah sakit tersebut. Kegiatan pemakaian air terbesar terjadi pada pukul 9.-1. untuk pagi hari, dimana pada saat itu air banyak digunakan untuk mencuci pakaian, sprei, serta peralatan pasien lainnya. Setelah itu pemakaian air cenderung menurun kuantitasnya, dan baru meningkat lagi pada pukul 17.-18. dimana pada saat itu air banyak digunakan untuk mandi pasien. Selain itu debit harian yang terjadi di Rumah Sakit Makna dipengaruhi oleh jumlah pasien yang ada dan karyawan yang bekerja pada rumah Sakit Makna tersebut. Grafik fluktuasi debit rata-rata dan grafik volume kumulatif pemakaian air terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 berikut. 4 35 Debit (m3/hari) 3 25 2 15 1 5.-1. 2.-3. 4.-5. 6.-7. 8.-9. 1.-11. 12.-13. Waktu 14.-15. 16.-17. 18.-19. 2.-21. 22.-23. Gambar 4.1 Grafik Fluktuasi Debit Harian Rata-Rata 52

Debit Kumulatif Rata-Rata (m3) 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1.-1. 2.-3. 4.-5. 6.-7. 8.-9. 1.-11. 12.-13. 14.-15. Waktu 16.-17. 18.-19. 2.-21. 22.-23. Gambar 4.2 Grafik Debit Kumulatif Rata-Rata IV.3 Sistem Kerja Pengolahan Air Limbah Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya. Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domistik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengadung senaywa pulutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat menggagu proses pengolahannya. Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka 53

air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 : Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal dari limbah domistik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah. Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi dua buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow. Air limpasan dari bak pengurai anaerob selanjutnya 54

dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media dari bahan PVC bentuk sarang tawon untuk pembiakan mikroorganisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalan air limbah. Setelah melalui unit pengolahan lanjut, air hasil olahan dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. Diagram alir unit pengolahan limbah dapat dilihat pada Gambar 3.1 IV.4 Kinerja Setiap Bak Pengolahan Untuk mengetahui kinerja masing-masing bak pengolahan ini maka dihitung : efisiensi pengolahan yang diperoleh dari tiap bak dan massa penyisihan rata-rata. Hasil yang diperoleh berasal dari analisa kualitas air limbah pada inlet dan outlet masing-masing bak pengolahan pada saat jam puncak yaitu antara jam 9.-1.. Tingkat efisiensi yang diperoleh dari unit pengolahan tersebut menunjukkan hasil yang tidak selalu sama, hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dari unit pengolahan tersebut antara lain faktor fluktuasi kualitas air limbah yang masuk, waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan, dan sewaktu-waktu dapat juga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kerusakan pada alat-alat pendukung unit pengolahan ini. IV.4.1 Bak Pengurai Anaerob Besarnya efisiensi pengolahan yang dihasilkan pada bak pengurai anaerob dalam unit pengolahan ini seperti terlihat pada Tabel 4.2 : 55

Tabel 4.2 : Penyisihan COD, BOD 5, TSS, Ammonia, dan Deterjen di dalam Bak Pengurai Anaerob pada saat Jam Puncak Parameter Sampel Konsentrasi (mg/l) Penyisihan Tanggal Influen Efluen (%) COD 22-6-21 19 75 6.53 27-6-21 245 98 6 3-6-21 24 15 56.25 rata-rata 225 92.67 58.93 BOD 5 22-6-21 92 4 56.52 27-6-21 128 43 66.41 3-6-21 124 42 66.13 rata-rata 114.67 41.67 63.2 TSS 22-6-21 55 32 41.82 27-6-21 5 26 48 3-6-21 8 42 47.5 rata-rata 61.67 33.33 45.77 Ammonia 22-6-21 6.65 4.1 38.35 27-6-21 12 7.85 34.58 3-6-21 12.5 9 28 rata-rata 1.38 6.98 33.64 Deterjen 22-6-21 19 7.2 62.11 27-6-21 14.5 8.2 43.45 3-6-21 12 6.75 43.75 rata-rata 15.17 7.38 49.77 Terlihat bahwa di dalam bak pengurai anaerob efisiensi terbesar terjadi pada penyisihan BOD 5, yaitu sebesar 63,2 %, sedangkan efisiensi terkecil terjadi pada penyisihan ammonia yaitu 33,64%. 56

Senyawa organik (COD dan BOD 5 ) mengalami angka penyisihan terbesar di bak biofilter anaerob. Karena efluen pada bak biofilter anaerob ini masih di atas baku mutu dan masih dapat didegradasi secara biologis, maka diperlukan bak biofilter anoksik dan aerob. Bak biofilter aerob juga berguna untuk menurunkan bau dan meningkatkan DO pada efluen akhir. Kecenderungan efisiensi penyisihan di bak pengurai anaerob dilampirkan dalam Gambar 4.4. 7 6 Efisiensi Bak Pengurai Anaerob Efisiensi (%) 5 4 3 2 1 COD BOD5 TSS Amonia Deterjen Parameter (MBAS) Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Pengolahan Bak Pengurai Anaerob Efisiensi pengolahan bak pengurai anaerob dapat juga ditinjau dalam bentuk perhitungan massa zat pencemar rata-rata yang tersisihkan perhari selama waktu pengambilan sampel. Jumlah massa rata-rata yang tersisihkan tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut : (Si Se) g/m 3 x Q air buangan m 3 /hari, di mana Q = 9,165 m 3 /hari 57

Tabel 4.3 Jumlah Massa Rata- Rata yang Tersisihkan di Bak Pengurai Anaerob Parameter Konsentrasi (gr/m 3 ) Massa Tersisihkan Rata-Rata Influen Efluen (gr/hari) COD 225 92.67 112.8 BOD 114.67 41.67 669.4 TSS 61.67 33.33 259.74 Ammonia 1.38 6.98 31.16 Deterjen 15.17 7.38 71.4 IV.4.2 Bak Biofilter Tercelup Anoksik Besarnya efisiensi pengolahan rata-rata yang dihasilkan pada bak biofilter tercelup anoksik dalam unit pengolahan ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari tabel tersebut terlihat bahwa di dalam bak biofilter tercelup anoksik angka penyisihan terbesar terjadi pada ammonia, yaitu sebesar 73,53 %, sedangkan angka penyisihan terkecil terjadi pada deterjen yaitu 53,7%. Karena konsentrasi COD, BOD 5, TSS, deterjen, dan ammonia pada bak ini masih ada yang berada di atas baku mutu maka dilakukan proses pengolahan secara aerobik. Dalam bak biofilter anoksik ini dilakukan sirkulasi yaitu dari efluen bak biofilter aerob disirkulasi kembali ke bak pengendapan awal anoksik. Hal ini dilakukan selain untuk meningkatkan beban hidrolik juga untuk meningkatkan penyisihan BOD karena terjadi peningkatan DO. Pada reaktor gabungan anoksik-aerob kandungan nitrat dari zona aerob akan diturunkan dengan cara diresirkulasi ke bak influen anoksik lalu kemudian terjadi proses denitrifikasi pada zona anoksik. Kecenderungan efisiensi dilampirkan dalam Gambar 4.5. 58

Tabel 4.4 Penyisihan COD, BOD 5, TSS, Ammonia, dan Deterjen Di dalam Bak Biofilter Tercelup Anoksik pada saat Jam Puncak Parameter Sampel Konsentrasi (mg/l) Penyisihan Tanggal Influen Efluen (%) COD 22-6-21 75 36 52. 27-6-21 98 43 56.12 3-6-21 15 49 53.33 Rata-rata 92.67 42.67 53.82 BOD 5 22-6-21 4 16 6. 27-6-21 43 16 62.79 3-6-21 42 16 61.9 Rata-rata 41.67 16 61.57 TSS 22-6-21 32 1 68.75 27-6-21 26 1 61.54 3-6-21 42 14 66.67 Rata-rata 33.33 11.33 65.65 Ammonia 22-6-21 4.1 1.3 68.29 27-6-21 7.85 2 74.52 3-6-21 9 2 77.78 Rata-rata 6.98 1.77 73.53 Deterjen 22-6-21 7.2 3.3 54.17 27-6-21 8.2 3.5 57.32 3-6-21 6.75 3.4 49.63 Rata-rata 7.38 3.4 53.7 59

Efisiensi Bak Biofilter tercelup Anoksik Efisiensi (%) 8 6 4 2 COD BOD5 TSS Amonia Deterjen (MBAS) Parameter Gambar 4.5 Grafik Efisiensi Pengolahan Bak Biofilter Tercelup Anoksik Bentuk persamaan penyisihan massa rata-rata perhari selama waktu pengambilan sampel dilihat dari efisiensi pengolahan pada bak biofilter tercelup anoksik adalah sebagai berikut : (Si Se) g/m 3 x Q air buangan m 3 /hari Tabel 4.5 Jumlah Massa Rata-Rata yang Tersisihkan Di dalam Bak Biofilter Tercelup Anoksik Massa Tersisihkan Parameter Konsentrasi (gr/m 3 ) rata-rata Influen Efluen (gr/hari) COD 92.67 42.67 458.25 BOD 5 41.67 16 235.26 TSS 33.33 11.33 21.63 Ammonia 6.98 1.77 47.75 Deterjen 7.38 3.4 36.48 6

IV.4.3 Bak Biofilter Tercelup Aerob Besarnya efisiensi pengolahan rata-rata yang dihasilkan pada bak biofilter tercelup aerob dalam unit pengolahan ini seperti terlihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 : Efisiensi Penyisihan COD, BOD 5, TSS, Ammonia, dan Deterjen pada Bak Biofilter Tercelup Aerob saat Jam Puncak Parameter Sampel Konsentrasi (mg/l) Penyisihan Tanggal Influen Efluen (%) CO D 22-6-21 36 2 44.44 27-6-21 43 22 48.84 3-6-21 49 25 48.98 Rata-rata 42.67 22.33 47.42 BOD 5 22-6-21 16 8 5 27-6-21 16 9 43.75 3-6-21 16 8 5 Rata-rata 16 8.33 47.92 T SS 22-6-21 1 1 27-6-21 1 1 3-6-21 14 1 28.57 Rata-rata 11.33 1 9.52 NH 3 22-6-21 1.3.3 76.92 27-6-21 2.4 8 3-6-21 2.4 8 Rata-rata 1.77.37 78.97 Deterjen 22-6-21 3.3.5 84.85 27-6-21 3.5.76 78.29 3-6-21 3.4.6 82.35 Rata-rata 3.4.62 81.83 61

Terlihat bahwa di dalam bak biofilter aerob efisiensi terbesar terjadi pada penyisihan deterjen, yaitu sebesar 81,83%, sedangkan efisiensi terkecil terjadi pada penyisihan TSS yaitu 9,52 %. TSS mengalami penyisihan terkecil di bak biofilter aerob ini dapat terjadi karena konsentrasi TSS pada inlet bak biofilter aerob kecil, hanya sedikit yang bisa terdegradasi oleh mikroorganisme, tersaring oleh media dan mengalami proses pengendapan. Angka penyisihan deterjen terbesar terjadi di bak biofilter aerob selain disebabkan karena proses pendegradasian oleh mikroorganisme aerob, pengurangan kandungan deterjen dalam air limbah di bak biofilter aerob sebagian kecil dapat juga melalui proses flotasi (sebagai efek langsung dari gelembung-gelembung udara yang ditiup blower). Untuk ammonia mengalami angka penyisihan sebesar 78,97%. Ammonia juga mengalami penyisihan terbesar di bak biofilter aerob. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam bak biofilter aerob terjadi proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang terjadi ini adalah suatu proses pengubahan dari NH + - 4 menjadi NO 2 yang - kemudian menjadi NO 3 yang dilakukan oleh bakteri autrotropik dan heterotropik. Pengubahan NH + 4 menjadi NO - 2 dilakukan oleh bakteri nitrosomonas dan selanjutnya NO - 2 yang terbentuk diubah menjadi NO - 3 oleh bakteri nitrobacter. Kedua jenis bakteri di atas hidup dalam keadaan aerob sehingga memerlukan konsentrasi oksigen yang cukup untuk sumber energi dalam menunjang proses metabolisme, dan juga proses nitrifikasi merupakan suatu proses aerob sehingga keberadaan oksigen sangat penting dalam proses ini. Selain karena proses nitrifikasi, penyisihan ammonia dapat juga terjadi karena proses sintesa sel pada mikroorganisme. Di dalam bak biofilter tercelup aerob, suplai oksigen berasal dari blower. Keberadaan blower dalam bak ini sangat membantu dalam hal penurunan kandungan senyawa pencemar dalam air limbah, adanya blower berfungsi sebagai penyuplai oksigen sehingga mikroorganisme aerob dapat tumbuh dan berkembang biak, di samping itu sebagai penghilang bau yang berasal dari proses anaerob di bak pengurai anaerob dan meningkatkan DO pada efluen akhir. 62

Contoh air yang diambil pada penelitian untuk menghitung efisiensi bak biofilter tercelup aerob sama dengan efluen akhir dari instalasi pengolahan. Bila dibandingkan dengan baku mutu (Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair) dapat dilihat konsentrasi zat pencemar pada efluen akhir berada jauh di bawah ambang batas yang diijinkan, sehingga aman bagi lingkungan. Kecenderungan efisiensi dilampirkan dalam Gambar 4.6. Efisiensi (%) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Efisiensi Bak Biofilter Aerob COD BOD5 TSS Amonia Deterjen (MBAS) Parameter Gambar 4.6 Grafik Efisiensi Pengolahan Bak Biofilter Tercelup Aerob Efisiensi pengolahan bak biofilter tercelup aerob dapat juga ditinjau dalam bentuk perhitungan massa zat pencemar ratarata yang tersisihkan perhari selama waktu pengambilan sampel. Massa yang tersisihkan tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut: (Si Se) g/m 3 x Q air buangan m 3 /hari, dimana Q = 9,165 m 3 /hari 63

Tabel 4.7 Jumlah Massa Rata-Rata yang Tersisihkan di dalam Bak Biofilter Tercelup Aerob Parameter Konsentrasi (gr/m 3 ) Massa Tersisihkan Rata- Rata Influen Efluen (gr/hari) COD 42.67 22.33 186.42 BOD 5 16 8.33 7.3 TSS 11.33 1 12.19 Ammonia 1.77.37 12.83 Deterjen 3.4.62 25.48 IV.5 Pengaruh Fluktuasi Debit Terhadap Penyisihan COD, BOD 5, TSS, Ammonia, dan Deterjen pada Unit Pengolahan Untuk mengetahui pengaruh fluktuasi debit terhadap total efisiensi pengolahan limbah rumah sakit dilakukan pengukuran kuantitas dan kualitas air limbah. Pengambilan data dilakukan setiap dua jam selama tiga kali pengukuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil debit yang diikuti oleh besarnya kualitas air limbah akan menghasilkan efisiensi pengolahan yang tinggi. Debit yang kecil membuat waktu kontak yang terjadi antara air limbah dengan mikroorganisme pada lapisan biofilm semakin lama, sehingga kesempatan mikroorganisme mendegradasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam air limbah semakin besar. IV.5.1 Hubungan Antara Fluktuasi Debit DenganPenyisihan COD pada Unit Pengolahan Nilai COD menunjukkan kadar bahan organik yang terdapat di dalam air limbah. Semakin tinggi nilai COD semakin tinggi kadar bahan organik yang terdapat di dalamnya. Besarnya penyisihan COD yang dihasilkan pada unit pengolahan ini adalah antara 87 % - 98,6 %, kecenderungan 64

hubungan antara fluktuasi debit dengan penyisihan COD yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 berikut ini. 45 Penghilangan COD 45 4 4 Konsentrasi COD (mg/l) 35 3 25 2 15 1 35 3 25 2 15 1 Debit Limbah (m3/hari) 5 5 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. Waktu 15.-16. 17.-18. 19.-2. Konsentrasi COD (mg/l) Influen Konsentrasi COD (mg/l) Efluen Debit m3/hari Gambar 4.7 : Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penurunan Konsentrasi COD di dalam Efluen. 65

Debit (m3/hari) 45 4 35 3 25 2 15 1 5 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. Debit (m3/hari) 15.-16. 17.-18. 19.-2. Waktu Efisiensi 1 98 96 94 92 9 88 86 84 82 8 Efisiensi (%) Gambar 4.8 : Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan COD Dari Gambar 4.7 dan 4.8 tersebut terlihat bahwa penyisihan COD tertinggi terjadi pada pukul 5.-6., berbanding terbalik dengan debit yang terjadi. Tingkat efisiensi paling tinggi terjadi saat debit minimum, sehingga proses degradasi senyawa organik oleh mikroorganisme berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Salah satu keuntungan reaktor biofilter tercelup adalah bahwa reaktor ini cukup tahan terhadap fluktuasi debit dan konsentrasi. Beban organik mengalami peningkatan sesuai dengan kegiatan pemakaian air yang terjadi, yaitu pada pada saat air banyak dipakai untuk kegiatan memasak dan mencuci piring. IV.5.2 Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan BOD 5 pada Unit Pengolahan Besarnya penyisihan BOD 5 yang dihasilkan pada unit pengolahan ini adalah antara 93,4 %- 99,3 %, tingginya angka 66

penyisihan BOD 5 ini menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa organik yang terkandung dalam air limbah ini dapat didegradasi oleh mikroorganisme. Kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit dengan penyisihan BOD 5 yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.1 berikut ini. Penghilangan BOD Konsentrasi BOD (mg/l) 25 2 15 1 5 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. 17.-18. 19.-2. Waktu Konsentrasi BOD5 (mg/l) Influen Konsentrasi BOD5 (mg/l) Efluen Debit m3/hari 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Debit Limbah (m3/hari) Gambar 4.9 : Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penurunan Konsentrasi BOD di dalam Efluen 67

Debit (m3/hari) 45 4 35 3 25 2 15 1 5 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. 17.-18. 19.-2. Waktu Debit (m3/hari) Efisiensi (%) 1 99 98 97 96 95 94 93 92 91 9 Efisiensi (%) Gambar 4.1 : Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penyisihan BOD 5 Penyisihan BOD 5 terkecil terjadi pada pukul 9.-1., dimana pada saat itu aliran air paling besar, sehingga waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan paling pendek. IV.5.3 Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan TSS pada Unit Pengolahan Besarnya penyisihan TSS yang dihasilkan pada unit pengolahan ini adalah antara 8 %-97,8 %, kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit dengan penyisihan TSS yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 berikut ini. 68

Penghilangan TSS Konsentrasi TSS (mg/l) 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. Waktu 17.-18. 19.-2. 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Debit Limbah (m3/hari) Konsentrasi TSS (mg/l) Influen Konsentrasi TSS (mg/l) Efluen Debit (m3/hari) Gambar 4.11 : Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penurunan Konsentrasi TSS di dalam Efluen 69

5 1 Debit (m3/hari) 4 3 2 1 9 8 7 Efisiensi (%) 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. 17.-18. Waktu Debit (m3/hari) Efisiensi (%) 6 Gambar 4.12 Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penyisihan TSS Penyisihan TSS terkecil terjadi pada pukul 9.-1., dimana pada saat itu aliran air paling besar, sehingga waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan paling pendek. IV.5.4 Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan Amonia Pada Unit Pengolahan Besarnya penyisihan Amonia yang dihasilkan pada unit pengolahan ini adalah antara 93,75 %-98,2 %, kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit dengan penyisihan Ammonia yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan Gambar 4.14 berikut ini. 7

Penghilangan Amonia 12 45 Konsentrasi Amonia (mg/l) 1 8 6 4 2 4 35 3 25 2 15 1 5 Debit Limbah (m3/hari) 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. 17.-18. 19.-2. Waktu Konsentrasi NH3 (mg/l) Influen Konsentrasi NH3 (mg/l) Efluen Debit (m3/hari) Gamba r 4.13 : Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penurunan Konsentrasi Amonia di dalam Efluen 71

5 1 Debit (m3/hari) 4 3 2 1 98 96 94 92 Efisiensi (%) 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. Waktu 17.-18. 19.-2. Debit (m3/hari) Efisiensi (%) 9 Gambar 4.14 Hubungan Fluktuasi Debit dan Penyisihan Amonia Penyisihan amonia terkecil terjadi pada pukul 9.-1., dimana pada saat itu aliran air paling besar, sehingga waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan paling pendek. Proses penyisihan senyawa ammonia pada air buangan ini dapat terjadi secara mikrobiologis melalui proses nitrifikasi hingga menjadi nitrit dan nitrat dengan penambahan oksigen melalui proses aerasi dan dapat juga terjadi karena ammonia digunakan untuk sintesa sel mikroorganisme. IV.5.5 Hubungan Antara Fluktuasi Debit Dengan Penyisihan Deterjen Pada Unit Pengolahan Hasil penelitian yang didapat memperlihatkan bahwa deterjen yang masuk ke setiap tingkat pengolahan akan mengalami proses penguraian. Hal ini membuktikan bahwa deterjen walaupun termasuk ke dalam golongan bahan organik 72

yang sulit terurai (refractory organic) ternyata dapat terurai. Proses penguraian deterjen dapat terjadi secara mikrobiologis, terflotasi, dan terendapkan. Deterjen bila ditinjau dari susunan molekul pembentuknya terbagi menjadi susunan molekul rantai cabang dan rantai lurus. Deterjen dengan susunan molekul rantai lurus lebih mudah untuk diuraikan oleh mikroorganisme dibandingkan dengan rantai yang bercabang. Pada penelitian ini, susunan molekul pembentuk deterjen tidak dapat diketahui secara pasti karena harus dilakukan penelitian tersendiri. Penyisihan deterjen menggunakan trickling filter adalah sebesar 92,4 %, activated sludge sebesar 94,7 % dan oxydation ponds sebesar 91,3 % (Salim,1981). Sedangkan penyisihan deterjen yang dihasilkan pada penelitian di unit pengolahan ini adalah antara 95,8%-99,7%, kecenderungan hubungan antara fluktuasi debit dengan penyisihan deterjen yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16. Dari Gambar 4.15 dan 4.16 terlihat bahwa angka penyisihan deterjen berbanding terbalik dengan debit yang terjadi, hal ini dikarenakan pada saat debit rendah waktu tinggal air buangan di dalam reaktor mencapai waktu yang lama, sehingga kesempatan mikroorganisme untuk menguraikan deterjen menjadi lebih besar. Kecuali untuk penyisihan deterjen yang terjadi pada saat jam puncak pukul 9.-1., terlihat bahwa angka penyisihan mengalami peningkatan seiring dengan debit yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat itu kegiatan di rumah sakit tersebut banyak menggunakan deterjen (mencuci pakaian dan sprei pasien) sehingga konsentrasi deterjen pun meningkat. Dan peningkatan konsentrasi dan debit tersebut tidak banyak mempengaruhi angka penyisihan yang terjadi karena tingginya kemampuan mikroorganisme dalam reaktor biofilter tersebut untuk mendegradasi deterjen. Proses penguraian deterjen tersebut dipengaruhi oleh mikroorganisme yang memegang peranan penting. Mikroorganisme pengurai deterjen dapat dikelompokkan atas 12 genus bakteri diantaranya adalah Acetobacter, Arthrobacter, Bacillus, Chromobacterium, Corynebacterium, Eschericia, Flavobacterium, Mycobacterium, Pseudomonas, Serratia, Streptococcus, dan Vibrio. 73

Penghilangan Deterjen (MBAS) 25 45 4 Konsentrasi MBAS (mg/l) 2 15 1 5 35 3 25 2 15 1 5 Debit Limbah (m3/hari) 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. 17.-18. 19.-2. Waktu Konsentrasi Deterjen (mg/l) Influen Konsentrasi Deterjen (mg/l) Efluen Debit (m3/hari) Gambar 4.15 : Hubungan Antara Fluktuasi Debit dan Penurunan Konsentrasi Deterjen di dalam Efluen 74

5 1 Debit (m3/hari) 4 3 2 1 99 98 97 96 Penyisihan (%) 5.-6. 7.-8. 9.-1. 11.-12. 13.-14. 15.-16. Waktu 17.-18. 19.-2. Debit (m3/hari) Efisiensi (%) 95 Gambar 4.16 : Hubungan Fluktuasi Debit dan Penyisihan Deterjen IV.6 Kinetika Penyisihan Zat Pencemar Pada Reaktor Analisa terhadap laju penurunan substrat dalam proses pertumbuhan melekat (attached growth) dilakukan untuk mengetahui tingkat penurunan substrat dalam air limbah yang akan diolah. Model yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Eckenfelder. Eckenfelder mengasumsikan bahwa penurunan substrat dalam filter selaras dengan waktu kontak air limbah dengan lapisan lendir (slime) dan juga biomassa aktif dalam lapisan slime. Untuk parameter TSS tidak dilakukan perhitungan terhadap kinetika penyisihannya. Hal ini dikarenakan TSS merupakan parameter fisika dan lebih banyak tersisihkan dengan cara pengendapan. 75

IV.6.1 Kinetika Penyisihan COD Dari hasil penelitian dapat dihitung kinetika penyisihan COD yang terjadi pada reaktor seperti terlihat pada Lampiran A.1 dan dapat dibuat grafik kinetika penyisihan COD seperti terlihat pada Gambar 4.17. Ln(St/So) 1 2 3 4 5-1 y = -,886x -,9889-2 R 2 =,7323-3 -4-5 Ln(st/so) D/Ql^n Linear (Ln(st/so)) Gambar 4.17: Grafik Kinetika Penyisihan COD Nilai k adalah konstanta laju penurunan COD. Dari Gambar 4.17 dapat dilihat nilai k sebesar.886 dari persamaan : y = -.886 X -.9889 dengan nilai koefisien determinasi sebesar.7323. IV.6.2 Kinetika Penyisihan BOD 5 Dari hasil penelitian dapat dihitung kinetika penyisihan bahan organik (BOD) yang terjadi pada reaktor seperti terlihat pada Lampiran A.11 dan dapat dibuat grafik kinetika penyisihan BOD seperti terlihat pada Gambar 4.18 Berikut. 76

1 2 3 4 5-1 Ln(St/So) -2-3 -4 y = -,851x - 1,861 R 2 =,6861-5 -6 Ln(st/so) D/Ql^n Linear (Ln(st/so)) Gambar 4.18 : Grafik Kinetika Penyisihan BOD 5 Nilai k adalah konstanta laju penurunan BOD 5. Dari Gambar 4.18 dapat dilihat nilai k sebesar.851 dari persamaan : y = -.851x 1.861 dengan nilai koefisien determinasi sebesar.6861. IV.6.3 Kinetika Penyisihan Ammonia Dari hasil penelitian dapat dihitung kinetika penyisihan ammonia yang terjadi pada reaktor seperti terlihat pada Lampiran A.12 dan dapat dibuat grafik kinetika penyisihan ammonia seperti terlihat pada Gambar 4.19 berikut. 77

Ln(St/So) -,5 1 2 3 4 5-1 -1,5-2 -2,5-3 -3,5-4 -4,5 Ln(st/so) y = -,486x - 2,3528 R 2 =,73 D/Ql^n Linear (Ln(st/so)) Gambar 4.19 : Grafik Kinetika Penyisihan Amonia Nilai k adalah konstanta laju penurunan amonia. Dari Gambar 4.19 dapat dilihat nilai k sebesar.486 dari persamaan: y = -.486x 2.3528 dengan nilai koefisien determinasi sebesar.73. IV.6.4 Kinetika Penyisihan Deterjen Dari hasil penelitian dapat dihitung kinetika penyisihan deterjen yang terjadi pada reaktor seperti terlihat pada Lampiran A.13 dan dapat dibuat grafik kinetika penyisihan deterjen seperti terlihat pada Gambar 4.2. 78

Ln(St/So) -1 1 2 3 4 5-2 -3-4 -5-6 -7 Ln(st/so) D/Ql^n y = -,851x - 2,1959 R 2 =,7571 Linear (Ln(st/so)) Gambar 4.2 Grafik Kinetika Penyisihan Deterjen Nilai k adalah konstanta laju penurunan deterjen. Dari Gambar 4.2 dapat dilihat nilai k sebesar.851 dari persamaan y = -.851 X 2.1959 dengan nilai koefisien determinasi sebesar.7571. IV.7 Kondisi Lingkungan Selama Penelitian Selama penelitian dilakukan pengamatan terhadap kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses penguraian zat pencemar pada bioreaktor. Pengamatan terhadap kondisi lingkungan pada bioreaktor meliputi ph dan temperatur. Data ph pada influen dan efluen instalasi pengolahan air limbah Rumah Sakit Makna selama penelitian berada dalam rentang 7 + 2. Pada rentang ini mikroorganisme jenis bakteri sangat dominan dari mikroorganisme lain terhadap proses penguraian zat pencemar dalam bioreaktor. ph lingkungan media sangat mempengaruhi proses pengolahan limbah secara biologis, kisarannya antara 6,5-8,5. ph yang terlalu tinggi (> 8,5) akan menghambat aktivitas mikroorganisme, sedangkan ph di bawah 79

6,5 akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan terjadi persaingan dengan bakteri dalam metabolisme materi organik. Temperatur pada influen dan efluen instalasi pengolahan air limbah Rumah Sakit Makna selama penelitian berada pada rentang 26 27,3 C. hal ini menunjukkan mikroorganisme mesofilik mendominasi proses penguraian zat pencemar dalam bioreaktor. Suhu yang ideal antara 25-3 C, temperatur yang tinggi akan merusak proses dengan mencegah aktivitas enzim dalam sel. Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan efisiensi pengolahan. IV.8 Identifikasi Mikroorganisme Dalam pengolahan biologis, mikroorganisme merupakan faktor yang penting dalam berlangsungnya proses biologis. Identifikasi mikroorganisme pada bioreaktor lekat bermedia sarang tawon ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang berperan dalam penurunan bahan organik. Berikut adalah tabel hasil identifikasi mikroorganisme dalam bioreaktor lekat. Tabel 4.8 : Jenis Mikroorganisme pada Bioreaktor Lekat Media Sarang Tawon. No Jenis Mikroorganisme 1 Eschericia coli 2 Basilus subtilus 3 Staphylococcus aureus 3 Vibrio comma 4 Pseudomonas aeruginosa Sumber : Lab. Mikrobiologi FK Universitas Trisakti Dari hasil identifikasi mikroorganisme tersebut, pada pertumbuhan melekat bakteri yang paling umum terdapat pada media antara lain adalah Pseudomonas dan Eschericia coli. 8

Bakteri pengurai deterjen yang dapat teridentifikasi dalam bioreaktor lekat diam antara lain Basilus subtilus, Vibrio comma, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. IV.9 Perhitungan Biaya Operasional Biaya operasional pengolahan limbah Rumah Sakit Makna dihitung berdasarkan pemakaian energi setiap harinya dan jumlah massa rata-rata bahan pencemar yang disisihkan perharinya. Daya yang digunakan : Blower = 6 watt Pompa resirkulasi = 4 watt + Total daya yang dibutuhkan = 1 watt Pemakaian dalam 1 hari (24 jam) = =1 watt x 24 jam/hari = 24 watt/hari = 2,4 Kwh/hari Harga per Kwh untuk rumah sakit tipe kecil sampai sedang = Rp 465,- Biaya/hari = Rp 465,-/Kwh x 2,4 Kwh/hari = Rp 1116,-/hari Biaya per bulan = Rp 1116,-/hari x 3 hari/bulan = Rp 3348,- 81

Total massa rata-rata yang tersisihkan per hari No Unit Pengolahan 1 Bak pengurai anaerob Massa Rata-Rata Tersisihkan (gr/hari) COD BOD 5 TSS Amonia Deterjen 112.8 669.4 259.74 31.16 71.4 2 Bak biofilter 458.25 235.26 21.63 47.75 36.48 tercelup anoksik 3 Bak biofilter 186.42 7.3 12.19 12.83 25.48 tercelup aerob TOTAL 757.47 974.6 473.56 91.74 133.36 Biaya energi / masssa tersisihkan : COD BOD 5 = (Rp 1116,-/hari) / (757,47 gr/hari) = Rp 1,473 / gr = Rp 1473/ kg COD tersisihkan = (Rp 1116,-/hari) / (974,6 gr/hari) = Rp 1,145 / gr = Rp 1145/ kg BOD 5 tersisihkan TSS = (Rp 1116,-/hari) / (473,56 gr/hari) = Rp 2,357 / gr = Rp 2357/ kg TSS tersisihkan Ammonia = (Rp 1116,-/hari) / (91,74 gr/hari) = Rp 12,165 / gr = Rp 12165/ kg Ammonia tersisihkan Deterjen = (Rp 1116,-/hari) / (133,36 gr/hari) = Rp 8,368 / gr = Rp 8368/ kg Deterjen tersisihkan Dari perhitungan di atas terlihat bahwa biaya operasional pengolahan air limbah yang harus dikeluarkan Rumah Sakit Makna setiap bulannya adalah Rp 3348,-. Dan untuk biaya per kilogram massa rata-rata yang tersisihkan paling mahal adalah untuk penyisihan ammonia yaitu Rp 12165/kg ammonia tersisihkan. Hal ini dikarenakan konsentrasi ammonia perhari yang kecil sehingga rata-rata massa ammonia yang dapat 82

disisihkan memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan bahan pencemar lainnya. 83