PEMANFAATAN PENCIRI GEN К-KASEIN UNTUK SELEKSI PADA SAPI DAN KERBAU

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI GEN κ-kasein UNTUK SELEKSI PADA SAPI PERAH

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

IDENTIFIKASI GENOTIPE Κ-CASEIN PADA POPULASI SAPI BALI DI PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI

FREKUENSI GEN κ-kasein FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH SENTRA PRODUKSI SUSU

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

PENGARUH GENOTIPE KAPPA KASEIN (κ-kasein) TERHADAP KUALITAS SUSU PADA SAPI PERAH FH DI BPTU BATURRADEN

FREKUENSI GEN KAPPA KASEIN (κ-kasein) PADA SAPI PERAH FH BERDASARKAN PRODUKSI SUSU DI BPTU BATURRADEN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

Verifikasi Kontrol Gen Kappa Kasein pada Protein Susu Sapi Friesian- Holstein di Daerah Sentra Produksi Susu Jawa Barat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

PENGARUH PEJANTAN TERHADAP KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT DARI LOKUS CSN-3, BM 143, BM 415 DI KROMOSOM BTA-6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

RINGKASAN PENDAHULUAN

PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA COMPLETE FEED TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

Zat makanan yang ada dalam susu

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

Identifikasi dan Karakterisasi Polimorfisme Gen Hormon Pertumbuhan pada Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi Benggala

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) SAPI PERAH BATURRADEN

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN POTENSI SAPI PERAH DI PROVINSI JAMBI MELALUI PERBAIKAN GENETIK. ABSTRAK

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

MEDIA INFORMASI TENTANG MANFAAT SUSU SAPI

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

SELEKSI ANTAR POPULASI

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-laktoglobulin PADA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RATNA YUNITA HANDAYANI

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEK SUPLEMEN PAKAN TERHADAP PUNCAK PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PADA LAKTASI PERTAMA

Kontrak Pembelajaran

Gambar 2. Produksi susu selama masa laktasi dengan tingkat persistensi yang berbeda (Tyler dan Ensminger 2006)

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-laktoglobulin PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI PERAH CIKOLE, LEMBANG

disusun oleh: Willyan Djaja

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Sapi Perah FH di Indonesia

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

Transkripsi:

PEMANFAATAN PENCIRI GEN К-KASEIN UNTUK SELEKSI PADA SAPI DAN KERBAU HASANATUN HASINAH dan EKO HANDIWIRAWAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16152 ABSTRAK Kasein merupakan salah satu protein yang paling banyak ditemukan di dalam susu. Polimorfisme gen kasein susu telah diduga berhubungan dengan perbedaan komposisi nutrisi susu, prosesing dan kualitas dan juga dengan karakteristik produksi. Apabila hubungan itu dapat ditemukan dan cukup erat dan hubungan itu merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat digunakan untuk seleksi sebagai indikator produktivitas. Dengan penciri genetik tersebut potensi produksi ternak dapat diketahui secara lebih dini dan lebih efisien. Polimorfisme genetik κ-kasein telah dapat dideteksi pada level protein maupun DNA, pada sapi yang telah diidentifikasi umumnya terdiri dari dua alel yaitu A dan B dengan menggunakan teknik PCR- RFLP dan enzim restriksi Hind III dan Taq I. Alel B dilaporkan sangat menguntungkan untuk produksi susu tetapi mungkin bersifat resesif karena tidak ada perbedaan antara genotipe AA dan AB. Alel B juga bertanggung jawab untuk protein susu dan persen protein susu yang tinggi, tetapi tidak berpengaruh pada persen lemak susu. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penciri genetik gen κ-kasein pada sapi dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam menseleksi produksi susu dan komposisi susu. Beberapa laporan hasil penelitian pada beberapa bangsa kerbau menunjukkan bahwa frekuensi alel pada gen κ-kasein berbeda dengan yang ditemukan pada sapi. Beberapa peneliti melaporkan tidak ditemukannya alel A pada kerbau, keseluruhan melaporkan monomorfik, baik dengan teknik PCR-RFLP maupun SSCP. Alel yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah hanya alel B, keseluruhan individu kerbau bergenotipe BB. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan tidak adanya polimorfisme pada lokus gen κ-kasein tidak memungkinkan mengetahui pengaruh alel terhadap produksi dan komposisi susu pada kerbau. Dengan demikian penciri PCR-RFLP (dengan enzim restriksi Hind III dan Hinf I) dan SSCP tidak dapat dipergunakan sebagai penciri genetik sebagai alat bantu seleksi pada kerbau. Masih diperlukan penelitian lebih jauh mengenai hal ini untuk kerbau Indonesia atau pencarian penciri genetik lain yang menunjukkan polimorfisme dan berhubungan erat dengan produksi dan komposisi susu untuk dapat dipergunakan sebagai alat seleksi. Kata Kunci: Penciri genetik, κ-kasein, seleksi, sapi, kerbau PENDAHULUAN Susu dan produk susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bergizi tinggi dan sangat penting untuk kebutuhan manusia karena mengandung zat yang sangat diperlukan oleh tubuh seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Susu juga dapat dibuat antara lain menjadi produk olahan asal susu, seperti susu bubuk, keju dan lain-lain. Komposisi kandungan utama susu bervariasi di antara spesies, tetapi semua susu mengandung kandungan nutrisi yang sama. Di dalam spesies faktor genetik dan kondisi lingkungan mempengaruhi komposisi susu (OTAVIANO et al., 2005). Oleh karena itu, peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan melalui perbaikan faktor lingkungan yang meliputi pemberian pakan, perawatan, lingkungan atau melalui perbaikan genetik. Kelompok ternak yang baik dapat diperoleh dengan cara seleksi terhadap kemampuan produksi dan komposisi susu yang dihasilkan, yang merupakan sifat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Beberapa variasi genetik ditemukan pada sebagian besar protein susu dan menunjukkan pengaruh pada produksi susu dan komposisi susu serta secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil pengolahan susu seperti keju. Polimorfisme yang ada pada protein susu disebabkan oleh variasi genetik dan varian tersebut diwariskan berdasarkan hukum Pewarisan Mendel sederhana non dominan (OTAVIANO et al., 2005). Variasi tersebut pada umumnya dapat dideteksi melalui teknik elektroforesis berdasarkan perbedaan struktur atau muatan listrik molekul. 132

Kasein merupakan salah satu protein dalam susu yang diketahui jumlahnya di dalam susu paling banyak. Polimorfisme gen kasein susu telah dihubungkan dengan perbedaan komposisi susu, prosesing dan kualitas (MCLEAN, 1987) dan juga dengan karakteristik produksi (LIN et al., 1986). Apabila hubungan itu dapat ditemukan dan cukup erat dan hubungan itu merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat digunakan untuk seleksi sebagai indikator produktivitas (WARWICK et al., 1990). Penciri indikator sifat produksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk melakukan seleksi dengan lebih efisien. Seleksi dapat dilakukan pada saat ternak masih belum menunjukkan kemampuan produksinya, akan tetapi dengan penciri genetik tersebut potensi produksi ternak dapat diketahui secara lebih dini. Penelitian dalam usaha menentukan hubungan antara perbedaan biologis atau polimorfisme dengan sifat produksi dari ternak telah banyak dilakukan. Produksi susu dunia saat ini umumnya dipenuhi dari ternak sapi dan kerbau, demikian pula di Indonesia oleh karena itu dalam makalah ini dibahas pemanfaatan penciri gen kasein sebagai alat seleksi pada ternak tersebut. KOMPOSISI SUSU SAPI DAN KERBAU Produksi susu di Indonesia sekitar 577,6 ribu ton (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2006) yang sebagian besar dihasilkan oleh sapi perah dan hanya sebagian kecil yang diproduksi ternak kerbau. Sapi perah yang utama di Indonesia adalah sapi Friesian Holstein (FH). Di Indonesia, rata-rata produksi susu sapi FH/PFH berkisar antara 2500-3500 kg per laktasi dengan kadar lemak 3,7% (SYARIEF dan SUMOPRASTOWO, 1990). Sementara itu, HARDJOSUBROTO (1994) mengemukakan bahwa lebih dari 5% produksi susu di dunia berasal dari ternak kerbau. Di India, 60% konsumsi susu berasal dari susu kerbau. Produksi susu di India tercatat rata-rata 4 sampai 7 kg per hari selama masa laktasi 285 hari. Di Pakistan dilaporkan bahwa produksi susu kerbau Nili/Ravi sebesar 1.925 kg dengan masa laktasi selama 282 hari. Secara umum produksi susu kerbau lumpur di Indonesia adalah rendah, sekitar 2 liter/ekor/hari (COCKRILL, 1974 yang disitasi SIREGAR et al., 1997). Susu kerbau, seperti halnya dengan susu sapi dapat diproses menjadi berbagai macam produk seperti keju, mentega, es krim, yoghurt dan buttermilk. Untuk membuat 1 kg keju dibutuhkan 8 kg susu sapi, tetapi dengan susu kerbau hanya 5 kg, sedangkan untuk membuat 1 kg mentega yang dengan susu sapi dibutuhkan 14 kg, dengan susu kerbau hanya membutuhkan 10 kg. Susu dari spesies yang berbeda secara umum mengandung penyusun yang sama tetapi mempunyai komposisi yang bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Tabel 1 memperlihatkan variasi komposisi air susu kerbau di berbagai tempat dan sapi Zebu. Tabel 1. Komposisi susu kerbau dan sapi Zebu Ternak/Negara Air (%) Lemak (%) Protein (%) Laktosa (%) S.N.F. (%) Kerbau: Mesir 82,4 7,9 4,2 4,8 9,9 Kaukasia 82,7 7,6 4,1 5,0 9,8 China 76,8 12,6 6,0 3,8 10,6 Murrah/ India 82,7 7,1 4,6 3,6 10,2 Murrah /Bulgaria 81,8 8,0 4,5 4,8 10,2 Sapi Zebu 86,6 4,2 3,6 4,9 9,2 Sumber: HÖGBERG dan LIND (2003) 133

Perbedaan terbesar komposisi susu kerbau dan sapi adalah pada kandungan lemak. Pada sapi kandungan lemak antara 3 5%, sedangkan pada kerbau kandungan lemak berkisar antara 7 12% tetapi bisa juga mencapai 13%. Sementara itu, kandungan protein, laktosa dan abu agak lebih tinggi pada susu kerbau dibandingkan pada susu sapi (Tabel 1). Komposisi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk bangsa, variasi genetik dalam bangsa, kesehatan, lingkungan, manajemen, stadium laktasi, pakan dan umur (ECKLES et al., 1957, LAMPERT, 1975; BATH et al., 1985). Protein Susu Susu mengandung sejumlah protein yang jumlahnya berkisar antara 2,8-4,0% (ECKLES et al., 1957) dan menurut SOEPARNO et al. (2001) protein dalam susu terdiri atas kasein (80%), laktalbumin (18%) dan laktoglobulin (0,05-0,07%). Kasein merupakan komplek senyawa protein dengan garam Ca, P dan sejumlah kecil Mg dan sitrat sebagai agregat makromolekul yang disebut kalsium fosfo-kaseinat atau misel kasein (ESKIN et al., 1990). Kasein dapat dipresipitasi oleh asam atau enzim rennin dan presipitasi kasein oleh rennin ini merupakan dasar untuk pembentukan curd dalam keju (BATH et al., 1985). Kasein terdapat dalam susu sebagai suatu suspensi koloidal partikel-partikel kompleks yang disebut misel (SOEPARNO, 1992). Kasein terdiri dari tiga komponen yaitu α-kasein, β- kasein dan δ-kasein. Alfa-kasein dan β-kasein terbentuk di dalam kelenjar susu atau ambing sedang δ-kasein mula-mula ditemukan di dalam aliran darah kemudian masuk ambing lalu bergabung dengan kompleks α-kasein dan dikenal sebagai κ-kasein (LAMPERT, 1975). κ-kasein adalah protein susu yang menyusun sekitar 12-15% dari total kasein pada susu sapi dan bertindak sebagai stabilisasi, yaitu mempertahankan seluruh kompleks kasein dalam suspensi koloidal yang memberikan warna putih susu (SOEPARNO, 1992). Jumlah dan tipe κ-kasein persentasenya berbeda-beda tergantung pada individu sapi itu sendiri (NG-KWAI-HANG et al., 1991). Seleksi menggunakan Penciri Genetik Teknik genetika molekuler dapat memberikan hasil yang lebih menguntungkan untuk program pemuliaan karena dapat menentukan potensi seekor ternak, sebelum fenotipenya diketahui. Menurut HALEY (1995), penciri DNA menunjukan ada dua kemungkinkan aplikasi program seleksi untuk ternak yaitu kombinasi dua alel atau lebih bangsa dan seleksi alel dalam satu bangsa. Hal ini memberikan peluang untuk mempergunakan genotipe κ-kasein sebagai alat bantu dalam pelaksanaan seleksi pada sapi dan kerbau. Pada Sapi Perah Gen kasein sapi meliputi sebuah fragmen sepanjang 200 kb di kromosom 6, yang dirangkai secara tandem dengan urutan : α-s1, β, α-s2, dan κ (LIEN dan ROGNE, 1993). Khusus gen κ-kasein meliputi sebuah fragmen sepanjang 13 kb yang dibagi ke dalam 5 ekson (ALEXANDER et al., 1998). Polimorfisme genetik κ-kasein telah dapat dideteksi pada level protein maupun DNA. Perbedaan kedua alel tersebut adalah alel B mempunyai isoleusin dan alanin berturut-turut pada posisi 136 dan 148 urutan asam amino sebagai pengganti treonin dan aspartat pada alel A (MIRANDA et al., 1993). Hubungan antara alel A dan alel B κ-kasein dengan produksi susu, lemak susu dan protein susu telah banyak dilaporkan dengan sedikit perbedaan disebabkan oleh perbedaan bangsa, populasi dan metode analisis. Alel B dilaporkan sangat menguntungkan untuk produksi susu tetapi mungkin bersifat resesif karena tidak ada perbedaan antara genotipe AA dan AB. Alel B juga bertanggung jawab untuk protein susu dan persen protein susu yang tinggi, tetapi tidak berpengaruh pada persen lemak susu. LIN et al. (1992) dan MCLEAN (1987) menyatakan bahwa genotipe κ-kasein BB berhubungan dengan proses pembuatan keju. SABOUR et al. (1993) menyatakan beberapa variasi genetik pada kasein susu tersebut mempengaruhi komposisi susu serta hasil pengolahan susu seperti keju. Genotipe AB dilaporkan menunjukkan produksi susu yang lebih tinggi dibanding genotipe AA dan 134

BB, tetapi pada laporan lain disebutkan bahwa genotipe BB lebih tinggi dibandingkan kedua genotipe lain (MAO et al., 1992). Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penciri genetik gen κ-kasein pada sapi dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam menseleksi produksi susu dan komposisi susu. Seleksi terhadap alel B mulai dilakukan terhadap pejantan IB sapi perah di Kanada. Seleksi pejantan IB diarahkan ke pejantan dengan genotipe BB, karena sifat-sifat baik seperti heat stability dan curd yang padat serta kandungan protein yang tinggi terutama kasein susu yang dibutuhkan oleh industri keju (SABOUR et al., 1993). EENENNAAM dan MEDRANO (1991) melaporkan penggunaan susu dari sapi yang bergenotipe κ-kasein BB mempengaruhi hasil/proses pembuatan keju, waktu koagulasi rennet lebih pendek, bentuk curd lebih padat dan produk keju yang dihasilkan lebih bagus dibandingkan dengan penggunaan susu yang berasal dari sapi yang bergenotipe κ-kasein AA. Pengaruh ini berhubungan dengan misel kasein susu yang ukurannya bervariasi antara sapi yang membawa genetik κ-kasein yang berbeda. Misel yang kecil mengandung proporsi κ- kasein lebih baik daripada misel yang besar. Susu yang berasal dari sapi yang membawa genotipe κ-kasein AA mengandung banyak misel yang besar, ini dikarenakan oleh rendahnya proporsi κ-kasein dalam fraksi kasein pada susu dari κ-kasein AA. κ-kasein BB dalam susu penyebaran ukuran misel lebih homogen, curd saling berikatan didalam proses pembuatan keju (EENENNAAM dan MEDRANO, 1991). Alel A dan B terdapat pada Bos Taurus dan Bos indicus, frekuensinya hampir sama pada semua bangsa kecuali untuk FH (produksi susu) dan Jersey (produksi lemak) mempunyai frekuensi B masing-masing 0,32 dan 0,77 (BARROSO et al., 1997). Alel A banyak terdapat pada sapi Friesian, Ayrshire, Red Danish dan Zebu India, sedangkan alel B banyak ditemukan pada sapi Jersey, Normande, dan Zebu Afrika. Sapi potong umumnya mempunyai alel B. MITRA et al. (1998) dengan teknik PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism) telah menemukan alel A dan B pada sapi Sahiwal dengan menggunakan enzim restriksi Hind III, Hinf I dan Taq I dengan frekuensi alel B sebesar 0,16. Pada sapi Sahiwal ditemukan genotipe AA dan genotipe AB sedangkan genotipe BB pada sapi ini tidak terdeteksi. HASINAH (2003) dengan teknik PCR-RFLP melaporkan telah mengidentifikasi 3 genotipe κ-kasein pada sapi perah di BPTU Baturaden yaitu AA, AB dan BB, hasil digesti fragmen DNA κ-kasein ukuran 780 bp dengan enzim Hind III dan Pst I dengan frekuensi alel A dan alel B berturut-turut sebesar 0,67 dan 0,33, yang berhubungan dengan kualitas susu. Pengaruh ketiga macam genotipe κ-kasein tersebut terhadap kadar lemak dan protein susu tidak menunjukkan perbedaan. Meskipun demikian hasil penelitian secara kuantitatif menunjukkan genotipe BB mempunyai kadar lemak dan protein lebih tinggi dibandingkan AA dan AB. Pada Kerbau Kendala dalam seleksi ternak kerbau adalah masih lemahnya identifikasi ternak dan rekording yang dilakukan. Belum terwujudnya identifikasi dan rekording yang baik dikarenakan umumnya kerbau dipelihara oleh peternak dalam jumlah kecil dan dipelihara secara tradisional serta belum cukupnya pemahaman dan kesadaran peternak terhadap mutu genetik ternak yang dipelihara, tidak sebagaimana sapi perah yang telah banyak diusahakan oleh perusahaan peternakan dengan identifikasi dan rekording yang sudah cukup baik. Oleh karena itu seleksi dengan memanfaatkan penciri genetik yang berhubungan dengan sifat produksi dan komposisi susu akan mempermudah dalam melakukan seleksi pada ternak kerbau. Beberapa laporan hasil penelitian pada beberapa bangsa kerbau menunjukkan bahwa frekuensi alel pada gen κ-kasein berbeda dengan yang ditemukan pada sapi. Sejauh ini beberapa penulis melaporkan bahwa pada kerbau alel A tidak ditemukan. MITRA et al. (1998) dengan teknik PCR-RFLP dan enzim restriksi Hind III dan Hinf I melaporkan bahwa pada bangsa kerbau Murrah dan Nili-Ravi ditemukan monomorfik, yang kesemuanya mempunyai alel B. Demikian pula MERCIER et 135

al. (1998), DENICOURT et al. (1990) dan PINDER et al. (1991) telah mempelajari ekson IV dari alel B gen κ-kasein pada kerbau Murrah, Nili-Ravi dan kerbau Mesir dengan teknik RFLP dan memperoleh hasil yang sama. Hasil serupa didapatkan oleh PIPALIA (1999) dengan menggunakan teknik PCR-RFLP dan menggunakan enzim restriksi Hind III dan Hinf I pada kerbau Jaffarabadi, Mehsani, Surti dan Pandharpuri. Keseluruhan sampel pada lokus gen κ-kasein menunjukkan monomorfisme. Dengan teknik yang berbeda yaitu SSCP (Single Strand DNA Conformation Polymorphism), OTAVIANO et al. (2005) tidak menemukan polimorfisme pada semua sampel kerbau betina Murrah yang diuji. Alel yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah hanya alel B, keseluruhan individu kerbau bergenotipe BB. Diduga genotipe BB inilah yang menyebabkan kandungan lemak, protein dan curd pada susu kerbau lebih tinggi dari sapi Taurus maupun Zebu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan tidak adanya polimorfisme pada lokus gen κ-kasein tidak memungkinkan mengetahui pengaruh alel terhadap produksi dan komposisi susu pada kerbau. Dengan demikian penciri PCR-RFLP (dengan enzim restriksi Hind III dan Hinf I) dan SSCP tidak dapat dipergunakan sebagai penciri genetik sebagai alat bantu seleksi pada kerbau. Sejauh ini, belum diketahui pula apakah ditemukan polimorfisme kerbau Indonesia dengan dua penciri tersebut. Jika terdapat variasi produksi dan komposisi susu kerbau lokal Indonesia maka hal tersebut merupakan peluang untuk melakukan seleksi dengan penciri genetik lain yang berhubungan dengan sifat tersebut. KESIMPULAN Beberapa variasi genetik ditemukan pada protein κ-kasein dan menunjukkan hubungan dengan produksi susu dan komposisi susu yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil pengolahan susu seperti keju. Pada sapi (sapi Taurus dan sapi Zebu) dengan teknik PCR- RFLP telah ditemukan dua macam alel yaitu alel A dan B (sapi dengan genotipe AA, AB dan BB). Beberapa peneliti melaporkan bahwa genotipe BB terkait erat dengan produksi dan komposisi susu. Alel B bertanggung jawab untuk protein susu dan persen protein susu yang tinggi (mempengaruhi komposisi susu serta hasil pengolahan susu seperti keju), tetapi tidak berpengaruh pada persen lemak susu. Genotipe AB dilaporkan menunjukkan produksi susu yang lebih tinggi dibanding genotipe AA dan BB, tetapi pada laporan lain disebutkan bahwa genotipe BB lebih tinggi dibandingkan kedua genotipe lain. Hasil ini menunjukkan bahwa penciri genetik gen κ- kasein pada sapi dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam menseleksi produksi dan komposisi susu. Berbeda dengan pada sapi, pada kerbau beberapa peneliti dengan teknik PCR-RFLP dan SSCP tidak menemukan polimorfisme pada gen κ-kasein. Sejauh ini, alel yang ditemukan pada kerbau hanya alel B, keseluruhan individu kerbau bergenotipe BB. Dengan demikian belum dapat diketahui pengaruh alel B tersebut terhadap produksi dan komposisi susu kerbau, sehingga penciri genetik tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bantu seleksi pada kerbau. Masih diperlukan penelitian lebih jauh mengenai hal ini untuk kerbau Indonesia atau pencarian penciri genetik lain yang menunjukkan polimorfisme dan berhubungan erat dengan produksi dan komposisi susu. DAFTAR PUSTAKA ALEXANDER, L. J., A. J. STEWART, A. G. MACHINLAY, T. V. KAPELINSKAYA, T. M. TKACH and S. I. GORODETSKY. 1998. Isolation and characterization of the bovine kappacasein gene. Europe Journal Biochemical 178 : 395-401. BARROSO, A., S. DUNNER and J. CANON. 1997. Use of single-strand conformation polymorphisme analysis to perform simple genotyping of bovine κ-casein A, and B variants. J. Dairy Res. 64: 535-540. BATH, D. L., F. N. DICKINSON, H. A. TUCKER and R. D. APPLEMEN. 1985. Dairy Cattle: Principles, Practices, Problems, Profits. Lea and Febiger. Philadelphia. DENICOURT, G., L. FERRETI, G. ROGNONI and V. SGARAMELLA. 1990. Restriction fragment length polymorphism analysis of the κ-kasein locus in cattle. Animal Genetics 21 : 107-114. 136

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2006. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. ECKLES, C. H., W. B. COMBS and H. MACY. 1957. Milk and Milk Products. Tata McGraw-Hill Publ. Co., Ltd. Bombay. New Delhi. EENENNAAM, A. L. V. and J. F. MEDRANO. 1991. Differences in allelic protein expression in the milk of heterozygous κ-casein cows. J. Dairy Sci. 74: 1491-1496. ESKIN, N. A. M., H. M. HANDERSON and R. J. TOWNSEND. 1990. Biochemistry of Foods. Academic Press, Inc. New York. HALEY, C.S. 1995. Livestock QTLs Bringing home the bacon? Trends Genetics 11: 488-492. HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. HASINAH, H. 2003. Efek genotype kappa kasein dan paritas terhadap kadar lemak dan protein susu sapi FH di BPTU Baturraden. Thesis. UGM. Yogyakarta. HÖGBERG, M. S. and O. LIND. 2003. Milk Production of Buffalo. In: Buffalo Milk Production. http://www.milkproduction.com/library/artic les/ Buffalo_Milk_Production_Chapter_5_Milk_p roduction_of_the_buffalo.htm [2 Juli 2007]. LAMPERT, L. M., 1975. Modern Dairy Product. 3rd ed. Chemical Publishing Company, Inc. New York. LIEN, S. and S. ROGNE. 1993. Bovine casein haplotypes number, frequencies and applicability as genetic markers. Animal Genetics 24 : 373-376. LIN, C. Y., M. P. SABOUR and A. J. LEE. 1992. Direct typing of milk proteins as an aid for genetic improvement of dairy bulls and cows: A review. Animal Breeding Abstract 60 : 1-10. MAO, I. L., L. G. BUTTAZZONI and R. ALEANDRI. 1992. Effect polymorphic milk protein genes on milk yield and composition traits in Holstein Cattle. Sect. A, Animal Sci. 42 : 1-7. MCLEAN, D. M. 1987. Influence of milk protein variants on milk composition, yield, and cheese making properties. Animal Genetics 18: 100-102. MERCIER, J.C., J. M. CHOBERT and F. ADDEO. 1998. Comparative study of the amino acids sequences of the caseinomacropeptides from seven species. FEBS Lett 72 : 208-214. MIRANDA, P, P. ANGLADE, M. F. MAHE and G. ERHARDT. 1993. Biochemical characterization of the bovine genetic κ-casein C dan E variants. Animal Genetics 24: 27-31. MITRA, A., P. SCHLEE, I. KRAUSE, J. BLUSCH, T. WEMER, C. R. BALAKRISHNAN and F. PIRCHNER. 1998. Kappa-casein polymorphisms in Indian Dairy cattle and buffalo: A new genetic variant in buffalo. Animal Biotechnology 9 (2): 81-87. NG-KWAI HANG, K. F., D. ZADWORNY, J. F. HAYES and U. KUHNLEIN. 1991. Identification of κ- casein genotype in Holstein sires: Comparison between analysis of milk sample from daughters and direct analysis of semen samples from sires by polymerase chain reaction. J. Dairy Sci. 74: 2410-2415. OTAVIANO, A. R., H. TONHATI, J. A. D. SENA and M. F. C. MUÑOZ. 2005. Kappa-casein gene study with molecular markers in female buffaloes (Bubalus bubalis). Genetics and Molecular Biology 28 (2): 232-241. PINDER, S. J., B. N. PERRY, C. J. SKIDMORE and D. SAVVA. 1991. Analysis of polymorphism in the bovine casein genes by use of the polymerase chain reaction. Animal Genetics 22: 11-20. PIPALIA, D. L. 1999. Genotyping of various buffalo breeds for κ-casein using PCR-RFLP technique. Thesis. Department of Animal Genetics and Breeding. Gujarat Agricultural University. Anand. openmed.nic.in/2261/01/dr._d.l.pipaliya_m. V.Sc._Thesis.pdf [2 Juli 2007]. SABOUR, M. P., C. Y. LIN, A. KEOUGH, S. M. MECHANDA and A. J. LEE. 1993. Effects of Selection Practiced on the Frequencies of κ- casein and β-lactoglobulin genotypes in Canadian artivicial insemination bulls. J. Dairy Sci. 76: 274-280. SIREGAR, A. R., K. DIWYANTO, E. BASUNO, A. THALIB, T. SARTIKA, R.H. MATONDANG, J. BESTARI, M. ZULBARDI, M. SITORUS, T. PANGGABEAN, E. HANDIWIRAWAN, Y. WIDIAWATI dan N. SUPRIYATNA. 1997. Karakteristik performan nutrisi, mikroba rumen, morfologi darah dan dinamika populasi kerbau lumpur di Pulau Jawa. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997. Pulitbang Peternakan. Bogor. Hlm 555-570. 137

SOEPARNO, 1992. Susu dan Komposisi Susu. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. SYARIEF, M. Z. dan R. M. SUMOPRASTOWO. 1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta. WARWICK, E. J., J. M. ASTUTI dan W. HARDJOSUBROTO. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 138