TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

dokumen-dokumen yang mirip
PERFORMA BOBOT BADAN STARTER DAN GROWER HASIL SILANG BALIK (BACKCROSS) ANTARA ITIK PEKIN ALABIO (PA) DAN ALABIO PEKIN (AP) DENGAN TETUANYA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

Gambar 1. Itik Alabio

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik adalah merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang dikenal juga

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Burung puyuh yang dipelihara di Amerika disebut dengan Bob White Quail,

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

SECARA UMUM CIRI-CIRI TERNAK UNGGAS ADALAH :

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

PERSYARATAN MUTU BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK HASIL PRODUKSI DI DALAM NEGERI. No Nomor SNI Jenis Benih dan/atau Bibit Ternak

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial di samping ayam. Kelebihan ternak itik adalah lebih tahan dibandingkan dengan ayam ras sehingga dalam pemeliharaannya pun mudah dan tidak banyak mengandung resiko. Populasi itik di Indonesia memang tidak sebanyak populasi ayam. Pada tahun 2011, populasi ayam Kampung sudah mencapai sekitar 274,8 juta ekor. Ayam pedaging mencapai populasi tertinggi yakni 1,041 juta ekor, sedangkan ayam petelur populasinya sebesar 110,3 juta ekor. Sementara itu, populasi itik pada tahun yang sama hanya sekitar 49,3 juta ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2012). Rose (1997) menggambarkan taksonomi itik sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Filum : Chordata, kelas : Aves, ordo : Anseriformes, famili : Anatidae, genus : Anas, Carina, Anser spesies : Anas platyrhynchos (domestic ducs) Carina moschata (Muscovy duck) Itik merupakan jenis unggas air (waterfowl) karena unggas ini suka berenang di perairan. Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), ternak itik mempunyai kelebihan dibanding ternak unggas lain. Kelebihan tersebut yaitu: a. Itik mampu mempertahankan produksi lebih lama dibanding ayam sehingga dapat mengurangi biaya penggantian itik setiap tahunnya. b. Pada sistem pemeliharaan sederhana, itik mampu berproduksi dengan baik (itik gembala yang dipelihara di sawah dengan kandang sederhana dari bambu dan sebagian ditutup atap jerami mampu berproduksi dengan baik). c. Angka kematian (mortalitas) itik pada umumnya kecil, sehingga itik dikenal sebagai unggas yang tahan terhadap penyakit. d. Itik bertelur pada pagi hari sehingga pengumpulan telur hanya dilakukan satu kali. Waktu kosong pada siang dan sore hari dapat digunakan peternak untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain.

e. Itik dapat memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Apabila pakan ini diberikan ke unggas lain maka kemungkinan unggas tersebut tidak mampu berproduksi. f. Produksi telur asin hanya dapat dibuat dari telur itik. Sementara itu daging itik juga sangat populer di beberapa tempat seperti di Kalimantan dan Bali. Itik Alabio Terdapat beberapa jenis itik domestik yang banyak dikembangkan di Indonesia. Jenis itik terbagi menjadi beberapa tipe yakni itik pedaging, petelur dan itik ornamental atau hias. Itik Alabio (Anas platyrhynchos borneo) merupakan itik petelur asli Indonesia. Itik ini berasal dan berkembang pesat di daerah Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Itik ini dinamakan itik Alabio karena itik yang berasal dari Amuntai - Kalimantan Selatan ini banyak dipasarkan di Kecamatan Alabio (Windhyarti 2003). Namun menurut Suharno dan Amri (2002), sebenarnya yang menghasilkan itik itu bukanlah Kecamatan Alabio, melainkan Desa Mamar Tegalsari. Di desa ini banyak terdapat pembibit-pembibit itik. Namun demikian, karena pemasarannya banyak dilakukan di Alabio maka nama Alabio lebih melekat sebagai nama itik ini. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2006) mengkarakteristikkan itik Alabio sebagai berikut: a. Postur tubuh agak miring dibandingkan dengan itik jenis lain. b. Warna bulu cenderung agak cerah, dari cokelat muda sampai abu-abu dengan bercak cokelat sampai kehitaman yang semakin ke punggung semakin gelap. c. Warna paruh dan kaki kekuningan. d. Perbedaan jenis kelamin, dapat dilihat dari warna bulunya. Itik jantan berbulu abu-abu kehitaman dan pada ujung ekor terdapat bulu yang melengkung keatas, sedangkan warna bulu itik betina cokelat muda keabu-abuan dengan ujung bulu sayap, ekor, dada, leher dan kepala sedikit kehitaman. Srigandono (1986) menambahkan, telur itik Alabio mempunyai ciri-ciri berwarna hijau keabu-abuan serta kerabang agak tebal. Selain itu, itik Alabio berjalan agak membungkuk.

Itik Alabio merupakan jenis itik yang banyak dikembangkan dikarenakan produksi telurnya yang tinggi dan dapat dimanfaatkan dagingnya. Keunggulan itik Alabio selain mempunyai daya tahan tubuh yang cukup kuat terhadap penyakit (sehingga berumur panjang), tingkat produksi telurnya bervariasi yakni itik Alabio yang dipelihara secara tradisional (digembalakan) menghasilkan telur 130 butir/ tahun). Bila dipelihara secara intensif dapat berproduksi antara 200-250 butir telur/tahun. Menurut Gunawan et al. (1994), berat telur rata-rata itik Alabio sekitar 65-70 g/butir. Gambar 1. Itik Alabio Saat dewasa bobot badan itik jantan dapat mencapai 1,75 kg dan bobot badan betina dapat mencapai 1,6 kg (Suharno dan Setiawan, 2001). Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), masa dewasa itik Alabio betina adalah pada umur enam bulan dengan masa betelur 8-10 bulan per tahun dan dapat mencapai umur 4,5 tahun, setelah itu itik Alabio di afkir. Itik Pekin Itik Pekin merupakan ternak yang telah dikenal sejak 200 tahun yang lalu di daerah dataran Cina. Menurut Samosir (1983), itik ini merupakan tipe pedaging yang banyak dikenal dan disebut green duck serta sangat prolific (subur). Itik Pekin memiliki kepala yang besar dan lebar dengan paruh yang pendek, lebar dan ujungnya berwarna kuning akan tetapi ada yang berwarna putih. Leher itik Pekin gemuk, pendek dan tegak. Dada itik Pekin besar, agak melengkung dan membusung dengan badan yang lebar jika dilihat dari belakang (Samosir, 1983). Ekor itik Pekin

mengembang dengan baik dan pada bagian ujungnya mengarah keatas, itik jantan memiliki dua atau tiga bulu bergulung pada bagian atas. Gambar 2. Itik Pekin Karakterisitik itik Pekin tidak berbeda dengan itik Aylesbury dengan bulu cerah yang seragam, yakni kekuningan, kuning jernih, krem atau putih. Paruh, kaki dan telapak kaki itik ini berwarna oranye cerah dan mata berwarna biru gelap (McArdle, 1961). Menurut Samosir (1983), pada itik jantan ditemukan bulu-bulu leher tengah yang agak panjang, sedangkan di atas kepala kadang-kadang ditemukan bulu-bulu seperti jambul. Di Amerika Serikat, itik dapat disamakan sebagai broiler pada ayam. Itik ini menghasilkan karkas yang sangat baik dan daging itik Pekin tumbuh sangat cepat. Tabel 1. Bobot Standar Itik Pekin Jenis Jantan dewasa Betina dewasa Jantan muda Betina muda Sumber : Samosir (1983). Berat 9 lbs (4,086 kg) 8 lbs (3,632 kg) 8 lbs (3,632 kg) 7 lbs (3,178 kg) Menurut Setioko et al. (2004), bobot itik Pekin jantan dewasa berkisar 4,0 5,0 kg/ekor, sedangkan bobot itik Pekin betina berkisar 2,5 3,0 kg/ ekor.

Suparyanto (2006) menjelaskan itik Pekin yang disilangkan dengan itik Alabio memiliki bobot hidup saat akan dipotong sebesar 2,1 kg, sedangkan bobot hidup itik Pekin yang disilangkan Mojosari sebesar 1,9 kg. Itik Pekin selain memiliki bobot yang besar juga lebih ekonomis. Wiederhold dan Pingel (1997) mengatakan, bahwa bobot komersial itik Pekin terjadi lebih cepat yakni berkisar pada rentang umur 5 minggu. Pertumbuhan Pertumbuhan pada ternak dapat diartikan sebagai pertumbuhan dalam bobot badan sampai dewasa kelamin. Menurut Lawrence (1980), pertumbuhan merupakan kenaikan dalam ukuran, maka terjadi pula perubahan bobot tubuh sehingga pertumbuhannya sering dikaitkan dengan berat hidup. Davies (1982) menjelaskan definisi pertumbuhan secara mudah yakni perubahan dalam ukuran dimana dapat diukur sebagai panjang, volume atau berat. Pertumbuhan pada hewan adalah gabungan dari pertumbuhan bagian-bagian komponen tubuh. Hal ini dikarenakan komponen-komponen tubuh hewan tumbuh pada laju yang berbeda. Kurva pertumbuhan dari suatu makhluk hidup umumnya berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoidal terbentuk karena umur tidak menyebabkan peningkatan berat tubuh, tapi memberi kesempatan kepada ternak untuk tumbuh, mencapai dewasa dan berinteraksi dengan lingkungan (Williams,1982). Pertumbuhan mulanya berlangsung sangat cepat (akselerasi) kemudian menurun dan cenderung konstan. Setioko et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan kemampuan dan keragaan produksi itik Pekin Alabio (PA) sangat ditentukan oleh keragaan pertumbuhan awal pada periode starter. Umumnya pada saat memasuki fase gower, slope pertumbuhan menunjukkan linear negatif. Soeparno (1992) menjelaskan pada persamaan Gompertz, logaritma kadar laju pertumbuhan spesifik terhadap waktu atau umur bisa menghasilkan slope linear negatif. Kadar laju pertumbuhan spesifik dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara spesies konstan dengan umur (Swatland, 1984). Setelah terjadi deselerasi atau penurunan kecepatan pertumbuhan kenaikkan berat tubuh akan didominasi oleh peningkatan deposisi lemak yang terjadi kira-kira sepertiga dari berat akhir (Prescott, 1976).

Bobot Badan Dalam pemeliharaan sebuah peternakan, bobot badan merupakan salah satu sifat kuantitatif yang sangat diperhatikan. Bobot badan merupakan sifat yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Selain bobot badan, sifat kuantitatif yang dapat diukur pada itik adalah produksi telur, puncak produksi telur, bobot tetas, dewasa kelamin, bobot badan dewasa serta beberapa sifat lain yang kesemuanya menentukan produktivitas. Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis dan Thompson, 1997; Velleman et al., 2003). Sifat kuantitatif dikontrol oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif. Biasanya hubungan antar alel yang paling umum adalah kodominan atau dominan tidak penuh (Noor, 2010). Selain itu, lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat kuantitatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan penelitian Susanti et al. (1998) yang menggunakan populasi lapangan serta Brahmantio dan Prasetyo (2001) yang menggunakan populasi seleksi dalam memperoleh rataan bobot badan. Bobot badan itik Mojosari umur sehari (bobot DOD) yang diperoleh Susanti et al. (1998) nyata lebih rendah daripada itik Alabio, sedangkan rataan bobot badan dod yang diperoleh Brahmantio dan Prasetyo (2001) menunjukkan bahwa itik Alabio lebih tinggi dibandingkan itik Mojosari. Titik Infleksi Laju pertumbuhan pada makhluk hidup memiliki dua fase yakni fase akselerasi (meningkat) dan fase deselerasi. Saat fase akselerasi pertumbuhan pada ternak terus meningkat dengan cepat dan ketika memasuki fase deselerasi kecepatan pertumbuhan menurun dan cenderung konstan. Umumnya masa percepatan terjadi sebelum ternak mengalami pubertas (dewasa kelamin) yang kemudian setelahnya terjadi perlambatan (Susanti, 2003). Titik pertemuan pada fase akselerasi dan deselerasi dinamakan titik infleksi. Lasley (1978) menjelaskan titik kurva pertumbuhan, sebagai tempat bertemunya kecepatan pertumbuhan dengan perlambatan dinamakan titik infleksi. Selama pertumbuhan dan perkembangan, bagian-bagian dan komponen tubuh mengalami perubahan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan yang berbeda dan mencapai pertumbuhan maksimal dengan kecepatan yang berbeda pula (Soeparno,1992). Brody (1964) menjelaskan bahwa

fungsi dari titik infleksi selama ini dijadikan dasar untuk mengukur optimalisasi pertumbuhan juga merupakan ukuran tingkat efisiensi usaha yang dicapai. Penelitian yang dilakukan Christiandrianto (1991) menemukan bahwa itik Alabio memiliki titik infleksi pada minggu keempat. Sedangkan Indradjaja (1986) menyatakan, bobot badan itik Tegal terus meningkat sampai minggu kelima, setelahnya pertambahannya mengecil. Silang Balik (Backcross) Persilangan merupakan salah satu cara selain seleksi dalam memperbaiki mutu genetik ternak. Noor (2010) menyatakan terdapat banyak jenis persilangan yang dapat diaplikasikan pada ternak yakni, persilangan resprokal, silang balik (backcross), dan lain-lain. Silang balik adalah perkawinan antara individu F1 dengan induknya betina atau jantan (Suryo, 2008). Vogel (2009) menambahkan pemuliaan backcross memungkinkan peternak untuk mentransfer suatu sifat yang diinginkan seperti transgen dari satu varietas (induk donor, DP) ke dalam dasar genetik dari tetua berulang (RP). Silang balik dapat meningkatkan sifat-sifat genetik yang diinginkan misalnya bobot badan dan bobot telur. Menurut Hardjosubroto (2001), maksud dari silang balik adalah untuk memperoleh komposisi gen oleh salah satu tetuanya agar di dalam keturunannya lebih besar dari komposisi gen tetua lainnya. Hasil penelitian Susanti et al. (1998) menunjukkan rataan pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio (MA) hasil silang balik lebih tinggi dibandingkan galur murninya (AA dan MM). Proporsi Darah Proporsi darah merupakan persentase darah yang diturunkan kepada keturunannya. Dalam perkawinan biasa yakni misalnya antara ternak bangsa P dengan ternak bangsa Q, maka hasil silangannya akan mempunyai komposisi darah (½ P; ½ Q). Dalam perkawinan silang balik, hasil silangan ini dikawinkan kembali dengan bangsa P sehingga akan dihasilkan keturunan dengan komposisi atau proporsi darah (¾ P; ¼ Q). Grading Up pada ternak, dilakukan dengan cara keturunan hasil silangan pertama disilangkan kembali dengan salah satu tetua yang memiliki keunggulan secara terus menerus hingga hasil produksinya mendekati salah satu produksi

tetuanya. Proporsi darah tetua akan semakin meningkat seiring dengan persilangan yang dilakukan (Brahmantio dan Raharjo, 2005). Lasley (1978) menjelaskan, keturunan dari silang balik (backcross) yang pertama akan memiliki sekitar 75% gen dari salah satu tetua dan 25% dari tetuanya yang lain. Tabel 2. Persentase Pewarisan oleh Dua Bangsa Secara Berturut-turut Terhadap Keturunan Hasil Persilangan Generasi Bangsa Jantan Persentase dari Tiap Bangsa Terhadap Anak 1 Bangsa 2 50% bangsa 1 50% bangsa 2 2 Bangsa 1 75% bangsa 1 25% bangsa 2 3 Bangsa 2 37,5% bangsa1 62,5% bangsa 2 4 Bangsa 1 68,7% bangsa 1 31,3% bangsa 2 5 Bangsa 2 34,4% bangsa 1 65,6% bangsa 2 6 Bangsa 1 67,2% bangsa 1 32,8% bangsa 2 7 Bangsa 2 33,6% bangsa 1 66,4% bangsa 2 8 Bangsa 1 66,8% bangsa 1 33,2% bangsa 2 9 Bangsa 2 33,4% bangsa 1 66,6% bangsa 2 10 Bangsa 1 66,7% bangsa 1 Sumber : Lasley (1978) 33,3% bangsa 2 Pengaruh Maternal (Maternal Effect) Dalam suatu persilangan terdapat sebuah konsep bahwa masing-masing tetua yang disilangkan menyumbangkan setengah sifat kepada keturunan atau generasi yang berikutnya (terkecuali sex-linked genes dalam keturunan seks heterogametic).

Sering dikatakan bahwa tetua jantan menurunkan lebih dari satu setengah sifat dibandingkan induk. Pernyataan-pernyataan ini tidak bertentangan ketika ditafsirkan dalam konteks yang tepat. Kontribusi dari setiap tetua jantan ke generasi keturunan berikutnya lebih baik dibandingkan kontribusi dari setiap satu induk, karena dengan perkawinan poligami tiap-tiap tetua jantan memiliki lebih banyak menurunkan sifat ke keturunan dibandingkan induk (Chapman, 1985). Suatu penelitian dapat menggambarkan secara akurat kontribusi tetua jantan dan induk terhadap generasi keturunan berikutnya dan penelitian yang lain menggambarkan secara akurat terhadap genotipee individu, namun tidak secara akurat menggambarkan efek hubungan dari tetua jantan dan induk terhadap fenotipe individu bagi banyak sifat. Pada unggas juga, induk sering memiliki dampak yang lebih besar pada fenotipe keturunannya daripada tetua jantan tersebut. Fenomena dimana induk memberikan dampak yang lebih besar disebut "efek maternal". Chapman (1985) mendefinisikan efek maternal sebagai pengaruh, kontribusi atau dampak pada fenotipe dari sebuah individu yang disebabkan langsung oleh fenotipe induknya. Bobot badan dapat dipengaruhi secara langsung oleh genetik dan efek maternal maupun faktor lingkungan (Bihan-Duval et al., 2001; Koerhuis and Thompson, 1997; Velleman et al., 2003). Efek maternal pada fenotipe keturunan dapat disebabkan oleh perbedaan genetik atau perbedaan lingkungan antar induk, atau dapat juga disebabkan oleh interaksi genetik dan lingkungan. Jadi, efek maternal memiliki nilai heritabilitas, repeatabilitas dan korelasi genetik dengan ciri-ciri lain yang menarik dalam produksi ternak. Efek maternal dapat muncul pada saat pembuahan, selama kehamilan atau selama menyusui. Efek ini juga mungkin dapat muncul melalui berbagai mekanisme biologis (Chapman, 1985). Furr dan Nelson (1964) meneliti pada sapi dan Warren dan Renbarger (1963) meneliti pada domba, bahwa perbedaan bobot sapih dipengaruhi oleh perbedaan produksi susu antar induk. Lax dan Brown (1967) mengindikasikan, bahwa perbedaan umur maternal mempengaruhi karakter produksi wool pada domba. Persilangan resiprok pada babi menunjukkan bahwa efek maternal penting untuk laju pertumbuhan pasca sapih dan komposisi karkas (Ahlschwede dan Robison, 1971).