BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

BAB I PENDAHULUAN. Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengar oleh kita. Namun sesuatu

P - 54 PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII MATERI BILANGAN (PECAHAN)

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika juga mempunyai peranan dalam berbagai disiplin ilmu lain,

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk. komponen keterampilan bahasa adalah menulis.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. matematika. Dialog awal dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 13

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ika Sartika Askar Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Muhammadiyah Bone Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. kuantitas dalam menghubungkan ide-ide yang sudah ada sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pernapasan manusia adalah sistem organ yang terjadi dalam tubuh manusia. Pada materi ini siswa

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan Membaca Teks Berita Dengan Menggunakan Model Cooperative Integrated Reading And Composition

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

Oleh: Ali Banowo SMP Negeri 3 Panggul Kabupaten Tranggalek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata

Saintifik pada materi himpunan kelas VII Semester Ganjil MTs GUPPI Sumberejo Tahun Pelajaran ?

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA

HASIL DAN PEMBAHASAN. pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. yang paling tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS ULASAN DRAMA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 8 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar.

BAB 1 PENDAHULUAN. segala perubahan yang terjadi dilingkungannya. Tanpa pendidikan, manusia tidak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan kemajuan

ABSTRAK. Dengan membandingkan harga ini pada tabel, dengan dk = 58, diperoleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

1. BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang senantiasa hadir pada setiap

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

Transkripsi:

8 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam hasil penelitian yang relevan ini akan dibahas mengenai penelitian-penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu sebagai acuan dalam menentukan tindakan selanjutnya sekaligus sebagai bahan pertimbangan penelitian. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sajadi (2013) yang menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu elemen penting dalam matematika yang dihubungkan dalam kehidupan nyata dan penerapannya. Leo Adhar Effendi (2012) dalam penelitian mengemukakan bahwa peningkatan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa berbeda signifikan antara kemampuan awal matematis. Penelitian yang dilakukan oleh Syaiful (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Aktvitas siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah matematika menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR lebih baik dari pada 8

9 siswa yang mendapat pembelajaran dengan PMB. Respon dan sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan pendekatan PMR sangat positif. Panhuizen (2005) yang menyatakan bahwa pendekatan scientific perlu dikembangkan karena bersifat mendidik untuk suatu disiplin ilmu tertentu. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauziah, dkk (2013) yang mengungkapkan bahwa pendekatan scientiic memotivasi dan menanamkan sikap internal pada siswa. M.F. Atsnan, Rahmita Yuliana Gazali (2013) menunjukkan suatu pendekatan berpikir dan berbuat yang diawali dengan mengamati dan menanya sampai kemudian mereka berupaya untuk mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan akhirnya mencipta. Itulah mengapa pendekatan scientific ini akan bermuara kepada tingkatan mencipta (to create) yang tentunya terdapat unsur kreativitas di dalamya. Dalam pembelajaran matematika intinya adalah peserta didik berkegiatan. Dengan adanya kegiatan tersebut, pembelajaran matematika akan lebih bermakna. Selain itu, hal hal sepele yang bisa menjadi miskonsepsi siswa dalam belajar matematika sejak dini perlu diperhatikan, terutama untuk bahan ajar berupa buku matematika siswa, agar nantinya lebih sempurna dan baik lagi. Menurut Ishabu (2013), strategi NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan meningkatnya niai siswa. Nuruddin (2013) mengungkapkan bahwa strategi NHT melibatkan siswa dalam meninjau materi pelajaran dan memeriksa pemahaman mereka pada isi pokok pembelajaran.

10 Hasil penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang erat antara pendekatan scientific dengan strategi NHT berdasarkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti kali ini ingin mengamati apakah kesimpulan tersebut berlaku dalam penerapan pendekatan scientific dengan strategi NHT dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. B. KajianTeori 1. Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika a. Hakikat Belajar Belajar adalah sesuatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Perubahan terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam periode waktu cukup panjang. Perubahan ini disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian, biasanya hanya berlangsung sementara. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian pemecahan

11 masalah, keterampilan, kecakapan, atau kebiasaan ataupun sikap (Purwanto, 2006:85). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang melalui beberapa tahap untuk menjadi yang lebih baik. b. Kemampuan Pengertian kemampuan dalam kamus bahasa Indonesia artinya kesanggupan; kecakapan; kekuatan dengan diri sendiri. Dalam kegiatan belajar mengajar guru diwajibkan dapat mendorong kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa berkembang. Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki siswa, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan kognitif yang berkembang tidak hanya mempengaruhi kemampuan kognitif saja, tetapi kemampuan afektif dan psikomotoriknya juga akan berkembang. Guru dituntut dapat mengembangkan kecakapan kognitif pada siswa dalam memecahkan masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya. c. Pemecahan Masalah Pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi di bandingkan tipe belajar lainnya. Menurut Slameto (2010:86) pemecaham masalah dipandang sebagai suatu proses

12 untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu gambaran perilaku siswa dengan aturan yang diterapkan untuk mengatasi suatu yang baru. d. Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah Pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajarn matematika. Ruseffendi (2006) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam matematika, bukan saja bagi merekan yang dikemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Dewi Puspitasari (2012:86) kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan. Persoalan tentang bagaimana mengajarkan pemecahan masalah tidak akan pernah terselesaikan tanpa memperhatikan jenis masalah yang ingin dipecahkan, saran dan bentuk program yang disiapkan untuk mengajarnya, serta variabel- variabel pembawaan siswa.

13 Menurut Sri Harmini (2011:120) mengatakan bahwa latihan merupakan pemecahan masalah jika siswa perlu mengidentifikasi persoalan yang harus dikerjakan, kemudian siswa memerlukan menyusun strategi terlebih dahulu bagaimana cara mengerjakannya, bagaimana kalimat matematika yang harus dibuat, dan bagaimana menentukan jawaban dari persoalan. Suatu pendekatan pemecahan masalah tidak terkait dengan kegiatan mengajar matematika secara rutin tetapi mengajar keterampilan matematika sebagaimana mestinya dengan menggunakan pemecahan masalah yang sesuai dan situasi yang cocok. Menurut Jhon (2008:5), indikator pemecahan masalah adalah (1) membangun pengetahuan matetematika melalui pemecahan masalah; (2) menyelesaikan soal yang muncul dalam matematika; (3) menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang cocok untu memecahkan masalah; dan (4) mengamati dan mengembangkan proses pemecahan masalah matematika. Polya (1985) mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai, sedangkan menurut Utari (1994) dalam (Hamsah 2003) mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah tersebut

14 mempunyai interpretasi yang berbeda, misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki siswa agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan, baik masalah dalam matematika, masalah dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks. Polya (1985) mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah. Indikator kemampuan pemecahan masalah dapat diamati dari: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahan masalah; (3) menyelesaikan masalah; dan (4) memeriksa kembali hasil dari suatu masalah matematika. 2. Pendekatan Scientific dengan strategi NHT a. Pendekatan Scientific Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (Scientific appoach) meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan menciptakan untuk semua mata pelajaran (Permendikbud, 2013). Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang memiliki kriteria pendekatan saintifik sebagai berikut

15 (Permendikbud, 2013): (1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. (2) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. (3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengaplikasikan materi pembelajaran. (4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. (5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. (6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan. (7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajian. Pendekatan scientific bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran ke arah belajar yang komprehensif dan multidimensional matematika dalam konteks ilmiah dan kegiatan siswa (Beckmann, 2009: 9). Disebutkan bahwa pendekatan scientific mengaitkan antara matematika dengan cara yang menarik. Belajar

16 dengan berkegiatan akan berkontribusi terhadap pemahaman intutif matematika siswa. Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum 2013. Dalam pelaksanaanyan, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik dari pendekatan scientific tidak berbeda dengan metode scientific. Sesuai dengan standar kompetensi lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses (Permen No.65 Tahun 2013). Pendekatan Scientific dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi obsersing (mengamati), questioning (menanya), associating (menalar), experimenting (mencoba), networking (membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran). Dalam pendekatan scientific ditekankan dengan diberikannya pengarahan secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Sitiatava, 2013:40). Pendekatan scientific sering disebut pendekatan induktif. Sebab, dalam prosesnya pendekatan scientific dimulai dari hal-hal yang bersifat spesifik ke kesimpulan yang bersifat umum.

17 b. Strategi Numbered Heads Together Anita (2008:59) mengemukakan bahwa model NHT ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja mereka, serta bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Pada strategi pembelajaran Numbered Heads Together (NHT), siswa berkemampuan atas akan bersedia membantu siswa berkemampuan bawah, bantuan ini didasari oleh motivasi tanggug jawab atau nama baik kelompok. Siswa berkemampuan rendah diharapkan dapat lebih antusias dalam memahami permasalahan dan jawaban karena mereka merasa merekalah yang akan ditunjuk guru untuk menjawab (Krismanto, 2003). Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks strategi pembelajaran Numbered Head Together (NHT) yaitu: (1) fase penomoran; (2) fase mengajukan pertanyaan; (3) fase berpikir bersama; (4) fase menjawab. Strategi pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) mempunyai beberapa Keunggulan strategi Numbered Head Together yaitu (1) setiap siswa menjadi siap semua; (2) dapat melakukan diskusi; (3) siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai; (4) tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.

18 Berdasarkan keunggulan strategi Numbered Head Togethet diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Selain keunggulan tersebut, strategi pembelajaran Numbred Heads Together (NHT) juga memiliki kekurangan yaitu: (1) kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru; dan (2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. 3. Penerapan Pendekatan Scientific dengan Strategi Numbered Heads Together untuk meningkatkan Pemecahan Masalah Pendekatan scientific dengan strategi NHT merupakan pengembangan dari pendekatan pembelajaran secara nyata, dimana siswa dituntut untuk memecahkan permasalahan yang ada dan menemukan konsep baru. Implementasi pembelajaran matematika dengan pendekatan scientific dengan strategi NHT memiliki langkah-langkah sebagai berikut: a. Observing (mengamati) Pada tahap observasi siswa diharapkan mampu menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan guru. Langkah-langkahnya Pertama, siswa menentukan obyek yang akan diobservasi sesuai dengan permasalahan yang dimunculkan oleh guru. Kedua, siswa menyusun pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi. Ketiga, siswa menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi dan melihat sesuai dengan karakteristiknya.

19 Keempat, siswa menentukan tempat yang sesuai untuk observasi. Kelima, siswa merencanakan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan sehingga proses pengumpulan data berjalan mudah dan lancar. Keenam, siswa menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. b. Questioning (menanya) Pada proses menanya guru memberikan pertanyaan sesuai objek masalah, kemudian setelah menyampaikan pertanyaan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawabannya. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa siswa untuk menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pada tahap menanya ini diharapkan siswa aktif menjawab pertanyaan dan mampu mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. c. Associating (menalar) Langkah-langkah menalar diantaranya, pertama siswa melihat dan menghubungkan ojek-objek yang sesuai. Kedua, siswa mencermati pola hubungan yang ada. Ketiga, siswa menganalisis, membandingkan, mensintesis atas hubungan-hubungan yang ditemukan. Keempat, siswa membuat dugaan sementara (hipotesis) tentang hubungan tersebut. Pada tahap ini siswa harus lebih aktif daripada guru.

20 d. Experimenting (mencoba) Pada pelaksanaannya pertama, guru merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan siswa. Kedua, guru bersama siswa mempersiapkan perlengkapan yang akan digunakan untuk melakukan eksperimen. Ketiga, guru membagi tempat dan memperhitungkan waktu. Keempat, guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan siswa. Kelima, guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen. Keenam, guru membagi kertas kerja kepada siswa dan siswa melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru. Ketujuh, guru mengumpulkan hasil kerja siswa dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Pada tahap mencoba ini dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. e. Networking (membentuk Jejaring) Pada tahap ini guru menerapkan strategi NHT dan menjelaskan langkah-langkahnya pada siswa. Langkahnya diantaranya pertama, guru memberikan siswa kertas bernomor sesuai jumlah siswa. Kedua, guru memberikan tugas kepada setiap kelompok mengenai suatu pokok bahasan. Ketiga, guru memberikan waktu untuk memahami keseluruhan pokok bahasan dan mendiskusikan setiap kelompok. Keempat, guru menentukan nomor yang akan maju menjawab dan mempresentasikan hasil diskusi dan mendiskusikan bersama

21 kelompok-kelompok lain. Kelima, guru memberikan tes untuk mengevaluasi hasil belajar. Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yaitu Numbered Heads Together (NHT), yang dikembangkan oleh Spencer Kagen tahun 1993. Anita (2008:59) mengemukakan bahwa model NHT ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja mereka, serta bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Ciri khas Numbered Heads Together (NHT) yaitu guru hanya menunjuk seorang siswa dengan menyebutkan salah satu nomor yang mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Hal ini merupakan upaya sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individu dalam diskusi kelompok, serta adanya saling ketergantungan antar sesama individu dalam kelompok sehingga meningkatkan kemampuan kreatif siwa dalam menyelesaikan tugas kelompok. Penganggapan bahwa model Numbered Heads Together (NHT) efektif dalam meningkatkan kreativitas siswa yang diduga karena pengaruh beberapa langkahnya, antara lain yaitu siswa berdiskusi secara kelompok dalam menyelesaiakan masalah. a. Siswa berdiskusi secara kelompok dalam menyelesaikan permasalah. Pasti ada siswa yang memiliki cara berbeda dalam menyelesaikan

22 sebuah masalah. Dengan berdiskusi maka akan terjadi proses pertukaran pendapat yang dapat meningkatkan kreativitas siswa. b. Guru mengecek pemahaman siswa. Langkah ini adalah ciri khas dari Numbered Head Together (NHT) yaitu guru menunjuk seorang siswa dengan menyebutkan salah satu nomor yang mewakili kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Cara demikian ini yang menurut Agus S. (2009:60) dapat membuat setiap siswa memiliki tanggungjawab tersebut yang menyebabkan kemampuan pemecahan masalah meningkat secara merata kepada masing-masing individu. Pada pembelajaran matematika dengan pendekatan scientific melalui metode NHT siswa dituntut agar lebih aktif. Guru hanya menjadi fasilitator dan memberikan sedikit arahan pada setiap pelajaran. C. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran yang konvensional. Pembelajaran terpusat pada guru sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika. Strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dengan pendekatan scientific melalui strategi Numbered Heads Together pada kelas VII B SMP N 1 Ngemplak.

23 Dengan strategi pembelajaran Numbered Heads Together, diharapkan kemampuan pemecahan masalah siswa dapat meningkat. Strategi pembelajaran ini diterapkan untuk memberikan perubahan baru dalam kelas, karena menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi. Secara skematis kerangka pemikiran dapat ditunjukkan sebagai berikut :

24 Kondisi awal Kemampuan pemecahan masalah rendah yaitu: 1) kemampuan memahami masalah sebesar 15,63%; 2) kemampuan merencanakan pemecahan masalah sebesar 21,88%; 3) kemampuan menyelesaikan masalah sebeser 12,50%; 4) kemampuan memeriksa kembali hasil dari suatu masalah matematika sebesar 25,00%. Tindakan Penerapan strategi pembelajaran Numbered Heads Together Siklus I 1) Guru memberikan materi pembelajaran 2) Guru membagi kelompok secara acak 3) Guru menjelsakan tentang pendekatan scientific dengan strategi NHT 4) Guru memberikan contoh masalah dan menyelesaikan dengan pendekatan scientificdengan strategi NHT 5) Guru memberikan masalah tiap kelompok dengan penyelesaian menggunakan pendekatan scientificdengan strategi NHT Kondisi Akhir Diduga melalui penerapan pendekatan Scientific dengan strategi NHT dapat meningkatkan pemecahan masalah bagi siswa kelas VII SMP N 1 Ngemplak yaitu: siswa yang mampu memahami masalah 75%, siswa mampu merencanakan pemecahan masalah 65%, siswa yang mampu menyelesaikan masalah 60%, siswa yang mampu memeriksa kembali hasil dari suatu masalah matematika 60%. Gambar 2.1 Kerangka berpikir D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran tersebut, dapat dirumuskan hipotesis tindakan Melalui pendekatan scientific dengan strategi Numbered Heads Together pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VII B SMP N 1 Ngemplak tahun ajaran 2014/2015.