Di Semenanjung Tahun Saat semua berakhir, saat itu pula semua berawal Yuni Amida
Berdampingan, tapi Tak Bergandengan Suatu hari nanti, aku akan melihat kembang api tahun baru, dengan orang yang kusayang. Ucap Banyu pelan, sembari memandang langit tahun baru. Saat ini kamu sedang menyaksikan kembang api itu bersamaku, apa aku bukan seorang yang kamu sayang? Ta, semoga tahun depan, kita bisa menyaksikan kembang api seperti saat ini. Banyu membuat debaran di jantungku melaju dengan kecepatan kuda, Berempat. lanjutnya, yang langsung menimbulkan tanya di dadaku. Berempat? Iya, berempat! Aku dengan seseorang yang aku sayang, dan kamu dengan orang yang kamu sayang pula. Dia mengatakan itu dengan penuh senyuman, matanya yang sangat berharap, berhasil membuat hatiku terjerembab. Aku mengenal Banyu secara tidak sengaja. Pertemuan kami yang mungkin sudah ditakdirkan, telah menggoreskan kisah dalam helai memoriku. Senja itu, aku ditemani sepi, berlindung di bawah 2
atap sebuah halte karena langit yang tak bersahabat. Seragam putih abuku sebagian telah dilahap air hujan. Aku pun hanya bisa diam, berdiri, menunggu ia reda, setidaknya biar aku tidak terlalu basah kuyup. Sesaat setelah itu, dari kejauhan aku melihat seorang laki-laki yang juga berseragam putih abu berlari ke arahku, dia juga akan berteduh. Disusul oleh beberapa orang lainnya, tetapi tidak kuingat. Laki-laki itu semakin mendekat, dan tanpa sengaja bola matanya bertemu dengan mataku. Demi petir yang saat itu tengah menyambar, aku langsung merasakan getar! Gejala yang tak kuduga datangnya. Dari matanya lah berawal rasa, dari matanya lah berawal sesuatu yang orang mengenalnya dengan cinta. Ya, aku telah jatuh cinta. Aku jatuh cinta saat pertama bertemu dengan matanya. Mata, mungkin Tuhan sengaja menciptakan matanya, untuk membuat semua mata di dunia ini iri, atau mungkin juga karena Tuhan ingin manusia tahu bahwa Dia adalah seniman paling hebat, karena telah menciptakan mata seindah mata milik Banyu. Setali tiga uang! Keberuntunganku senja itu tak hanya sampai di situ. Kami menaiki bus yang sama, dan tak sengaja duduk di kursi yang sama pula, yang membuat kami mulai bertukar kata. Entah dunia ini memang sempit, atau karena aku yang kurang 3
membuka mata pada sekitar, satu fakta baru kutahu sejak itu. Kami ternyata satu sekolah. Dari sanalah bermula persahabatan ini, persahabatan yang dipupuk sejak kami kelas 1 SMA. Dan sampai saat ini, sampai kami menjadi mahasiswa, kami tetap bersahabat. Tata, kamu itu sahabatku, dan akan selalu menjadi sahabatku. Tangan Banyu mengusap kepalaku pelan, menyisakan kehangatan di ubunubunku, namun memberi rasa sakit pada perasaanku. Aku tahu dia menyayangiku, aku pun menyayanginya, namun rasa sayang kami berbeda, tujuan kami menyayangi pun tak sama. Ada getar di nadiku dalam menyayanginya, tapi tidak dengan dia dalam menyayangiku. Rasanya pelupuk mataku menghangat. Kembang api tahun ini masih sama dengan kembang api tahun kemarin. Aku menyaksikannya bersama Banyu, sahabatku. Pagi itu, ketika akan menuju kelas, aku tidak sengaja bertabrakan dengan seorang wanita. Aku pun segera meminta maaf, dan membantu membereskan bukunya yang terjatuh. Namun dia mengagetkanku dengan ucapan ketusnya, Kalau jalan tuh pakai mata! Dia pun melangkah pergi. 4
Eh lo siapa sih? Rese banget! Lagian gue udah minta maaf kali. Emosiku hampir saja tersulut, untung Banyu segera datang, dia bagaikan air yang memadamkan api kemarahanku. Kenapa Ta? Siapa sih cewe itu? Belagu banget! Aku udah minta maaf. Nggak semestinya dia ngomong kaya gitu! Aku menunjuk pada wanita yang bertabrakan denganku tadi. Wanita berambut panjang, yang punggungnya masih terlihat dari titikku berdiri. Oh, Sean? Jadi namanya Sean? Kok kamu kenal? Dia temen sekelas aku. Orangnya emang nyebelin. Ucapan dia nggak perlu dimasukin dalam hati. Kamu punya teman sekelas kaya gitu? Ya ampun! Sabar ya. Aku mengolok-ngolok Banyu, yang menyebabkan tawaku lepas. Aku juga tidak menyukai sifatnya. Dia sangat menyebalkan. Dia seperti kerbau, yang tidak ingin turun ke lumpur! Aku kaget mendengar ucapan Banyu. Sebegitunya kah dia membenci wanita bernama Sean itu? Setelah mendengar cerita Banyu, kini aku tahu, Sean adalah rekan sekelas Banyu. Wanita paling keras kepala, yang penuh ambisi, tidak suka 5
mengalah, dan selalu ingin perfeksionis. Menurut pengakuan Banyu, wanita itu masuk dalam urutan pertama dalam daftar orang-orang yang tidak Banyu sukai di kampus. Aku dan Banyu memang satu kampus. Setelah lulus SMA, kami memilih untuk melanjutkan ke universitas yang sama. Universitas negeri yang berada di Kota Kembang, kota asal kami. Awalnya kami pesimis, namun takdir berkata lain, kami dinyatakan lolos di perguruan tinggi yang ternama dan cukup banyak peminatnya. Kami satu fakultas, hanya beda jurusan saja. Rupanya setelah kuliah keadaan masih tetap sama, Banyu masih menyayangiku sebagai sahabatnya, sedangkan aku? Aku menyayangi Banyu, namun dengan rasa sayang yang aku pun bingung harus mengategorikannya apa. Mungkin ini yang dinamakan friendzone, aku terjebak ke dalamnya! Terjerat dan tak mampu keluar. Sedangkan Banyu? Dia tidak ikut bermain di area ini, dia menjaga jarak aman. Sungguh, ini adalah zona yang paling menyebalkan dari sebuah persahabatan. Aku benci friendzone, tapi aku terlambat keluar dari lingkarnya. Jangan kalian pikir menyembunyikan rasa ini selama bertahun-tahun itu mudah. Ini sangat sulit dan juga sakit. Aku harus bisa berperan di depan Banyu, 6
sinar mataku yang begitu mendambakan dia harus kusembunyikan rapat-rapat. Degupan jantung yang selalu lebih cepat saat bersama dia harus aku redam. Di depannya aku harus berperan sebagai sahabatnya! Tidak lebih! Tidak boleh ada harap! Bisa saja aku memulai, menumpahkan seluruh isi hatiku padanya. Tapi aku tidak segegabah itu. Banyak hal yang harus aku pertimbangkan sebelum melakukan tindakan vital itu. Serta banyak ketakutan yang menggentayangiku jika aku benar-benar melakukannya. Hidup ini adalah pilihan, dan aku memilih untuk diam, dari pada harus mengatakan. 7