BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang menyangkut kesehatan reproduksi ini, salah satunya adalah kanker

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Karibia, Sub-Sahara

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di dunia pada wanita setelah kanker payudara.

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dini. 6,8 Deteksi dini kanker serviks meliputi program skrining yang terorganisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker merupakan istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Berdasarkan data Internasional Agency For Research on Cancer

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang

Novia Sari Yunita, Puji Lestari. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servix-uterus suatu daerah pada

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nama Rumah Sakit Jumlah Kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat. Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Penyakit ini didominasi oleh wanita (99% kanker payudara terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. hingga 2030 meneruskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. kematian. Badan Organisasi Kesehatan Dunia/ World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

dari leher rahim seorang wanita (Kemenkes, 2010). Setiap tahun terdeteksi lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedua di dunia dimana konstribusinya 13 % dari 22% kematian yang

Lindawati Simorangkir* Staf Pengajar STIKes Santa Elisabeth Medan* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB I PENDAHULUAN jiwa dan Asia Tenggara sebanyak jiwa. AKI di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda penyakit atau double

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

Promotif, Vol.7 No.1, Juli 2017 Hal 51-59

BAB I PENDAHULUAN. leher rahim disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Virus. akan tumbuh menjadi kanker (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. ganas dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis sel di tubuh manusia (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan tumor ganas pada sel-sel yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sedang berkembang, salah satunya Indonesi (WHO, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut WHO kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang memberi beban kesehatan masyarakat karena keberadaannya tersebar di

PENGARUH PENYULUHAN KANKER SERVIKS TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MELAKUKAN PEMERIKSAAN IVA DI DUSUN SAMBEN ARGOMULYO SEDAYU BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dalam program melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker payudara ialah sejumlah sel di dalam payudara dan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. payudara. Di Indonesia, kanker serviks berada diperingkat kedua. trakea, bronkus, dan paru-paru (8.5%), kanker kolorektal (8.

BAB I PENDAHULUAN. kesengsaraan dan kematian pada manusia. Saat ini kanker menempati. Data World Health Organization (WHO) yang diterbitkan pada 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. biaya. 1 Kanker payudara merupakan kanker yang sering dialami perempuan saat

BAB I PENDAHULUAN. rahim yang terletak antara rahim uterus dengan liang senggama vagina.

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

BAB I PENDAHULUAN tentang Kesehatan (Presiden Republik Indonesia, 2009). Perkembangan

FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI METODE PAP SMEAR PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kanker serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam

Heni Hendarsah Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat ABSTRAK

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di

No. Responden: B. Data Khusus Responden

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

Jurnal Siklus Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 p-issn :

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. serviks dan rata-rata meninggal tiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dalam perkembangan selanjutnya berada di bawah control hormone-hormon

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSETUJUAN...iii. LEMBAR PERNYATAAN...iv. KATA PENGANTAR...v

BAB I PENDAHULUAN. (Maharani, 2009). World Health Organization (WHO) (2014) mengatakan. terjadi di Negara berkembang dari pada Negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

See & Treat untuk Skrining Lesi Prakanker Serviks

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular yang paling menakutkan bukan hanya pada. wanita, tetapi pada laki-laki dan anak-anak yakni kanker.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit dengan prevalensi cukup tinggi di dunia. Kanker

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan yang diperlukan (Maryanti, 2009). SADARI (Pemeriksaan

1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyebab kematian utama nomor dua di dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui bahwa pada Tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia, dengan 70% kematian akibat kanker berada di negara miskin dan berkembang. Penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahun, salah satunya disebabkan oleh kanker serviks. (1) Kanker serviks merupakan penyebab kematian kedua karena kanker pada wanita setelah kanker payudara, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. (2) Insidens kanker serviks menurut GLOBOCAN Tahun 2012 yaitu 16 per 100.000 perempuan dengan prevalensi urutan ketiga terbanyak pada wanita diseluruh dunia. Di Indonesia, kanker serviks merupakan penyakit kanker pada (1, 3) perempuan urutan kedua setelah kanker payudara. Pada tiga dekade terakhir ini, kasus kanker serviks meningkat pada usia lebih muda atau dibawah 30 tahun. (1) Berdasarkan data Riskesdas (2013), prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk, sedangkan kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi kedua tertinggi di Indonesia sebesar 0,8% atau sekitar 98.692 penduduk. Prevalensi kanker di Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah 170 per 100.000 penduduk. (4) Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Sumatera Barat merupakan provinsi kedua dengan jumlah kanker serviks tertinggi, yaitu 82 per

100.000 penduduk, dengan daerah Padang dan Solok sebagai penyumbang terbanyak. Peningkatan kasus ini terlihat dari tahun 2007 sebanyak 36 kasus sampai tahun 2013 dengan 42 kasus. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas kanker serviks menurut WHO (2006) disebabkan karena keterlambatan dalam pengobatan. Pasien biasanya datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi stadium lanjut, dan terlambat untuk diobati. Ini terjadi karena terlambatnya deteksi dini kanker dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gejala kanker serviks. Menyikapi hal ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mencanangkan program deteksi dini kanker serviks metode IVA di Puskesmas. Skrining IVA efektif akan memberikan kontribusi untuk menurunkan mortalitas & morbiditas yang terkait dengan keganasan kanker serviks. (5) Dalam beberapa studi klinis besar, skrining IVA telah menunjukkan kepekaan klinis mulai dari 41% 92%, mendekati standar dari kolposkopi. Bila dibandingkan dengan pemeriksaan Pap-smear, IVA meningkatkan deteksi hingga 30%. Studi di Afrika Selatan menunjukkan bahwa IVA akan mendeteksi lebih dari 65% lesi pra-kanker dan direkomendasikan sebagai skrining sitologi. Di Zimbabwe, skrining IVA oleh bidan memiliki sensitifitas 77% dan spesifisitas 64% dibandingkan Pap-smear yaitu 43% dan 91%. Di India skrining IVA dilakukan oleh perawat terlatih, dengan sensitifitas 68% dan Pap-smear 62%. (6) WHO (2006) menyatakan bahwa sensitifitas IVA rata rata sebesar 77% (range antara 56-94%) dan spesifisitas rata rata 86% (antara 74-94%). (7) Menurut WHO (2006), deteksi dini metode IVA dengan cakupan minimal 80% selama lima tahun akan menurunkan insidens kanker serviks secara

signifikan. Skrining kanker serviks dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat menurunkan kasus kanker leher rahim sampai 83,6%. (8) Skrining IVA sangat sesuai dengan kondisi negara berkembang seperti Indonesia, karena tekhniknya mudah, sederhana, biaya rendah/ murah, tingkat sensitifitasnya tinggi, cepat dan akurat untuk menentukan kelainan pada tahap pra-kanker. Tes IVA dianjurkan bagi semua perempuan usia 30 50 tahun yang sudah melakukan hubungan seksual. (9) Target program adalah 50% perempuan berusia 30-50 tahun melakukan skrining yang dicapai pada tahun 2019. (1) Skrining IVA mulai diperkenalkan di Indonesia oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2007, dengan didahului pengembangan pada 6 lokasi pilot project, kemudian dikembangkan ke daerah lain di seluruh Indonesia. IVA baru menjadi program Dinas Kesehatan Kota Padang pada Tahun 2014. Awalnya, hanya 8 Puskesmas di Kota Padang yang melakukan deteksi dini kanker serviks metode IVA, yaitu Puskesmas Padang Pasir, Puskesmas Anak Air, Puskesmas Andalas, Puskesmas Air Tawar, Puskesmas Lubuk Begalung, Puskesmas Ambacang, Puskesmas Lapai, dan Puskesmas Kuranji. (10) Kemudian dikembangkan di tiap Puskesmas Kota Padang pada tahun 2015 sampai sekarang. (11) Dari semua puskesmas yang berada di Kota Padang, Puskesmas Padang Pasir merupakan Puskesmas dengan cakupan IVA tertinggi. Tahun 2014 terdapat 21 penemuan IVA positif atau sebesar 10,5%. (10) Pada tahun 2015, terdapat 105 IVA positif dengan 366 kunjungan IVA. (11) Sampai Bulan Mei 2016 telah terdapat 121 kunjungan IVA di Puskesmas Padang Pasir. Namun jumlah ini masih jauh dari target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang yaitu 10% WUS

melakukan deteksi dini kanker serviks metode IVA, dan sangat jauh bila dibandingkan dengan target nasional yaitu 50%. Rendahnya angka cakupan deteksi dini IVA ini disebabkan karena rendahnya kesadaran perempuan Indonesia untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Cakupan deteksi dini di Indonesia kurang dari lima persen (2,45%,) sehingga banyak kasus kanker serviks ditemukan sudah stadium lanjut dan seringkali menyebabkan kematian pada wanita. Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Padang Pasir, melalui wawancara dengan pemegang program IVA diketahui bahwa faktor yang menjadi hambatan perempuan tidak melakukan deteksi dini kanker serviks adalah kurangnya pengetahuan akan bahaya kanker, pendidikan yang kurang atau kurangnya informasi tentang penyakit kanker dan deteksi dininya, sehingga muncul rasa takut, cemas, ataupun malu bila hasilnya positif dan memilih untuk menghindarinya. Kurangnya promosi kesehatan dan belum maksimalnya perluasan informasi deteksi dini kanker serviks metode IVA ditanggung oleh JKN juga menjadi hambatan seseorang melakukan IVA. Penelitian di negara-negara di Amerika Latin dan Karibia juga telah mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan deteksi dini kanker leher rahim. Pan American Health Organization (PAHO) menyimpulkan bahwa rasa malu, status sosial ekonomi yang rendah, pendidikan yang terbatas, rasa takut terhadap diagnosis kanker leher rahim berhubungan dengan kegagalan deteksi dini kanker leher rahim (Lewis, 1995). Penelitian yang dilakukan PAHO di Amerika Latin dan Karibia dan studi dari Trinidad dan Jamaika telah menemukan bahwa alasan utama untuk tidak pernah memiliki deteksi dini kanker

leher rahim adalah kurangnya gejala penyakit (41%). Studi dari Amerika Latin mengkonfirmasi bahwa kurangnya pengetahuan bahwa kanker adalah penyakit yang dapat dicegah dan miskin pemahaman tentang gejala kanker leher rahim tersebut memiliki korelasi dengan kegagalan untuk mendeteksi dini kanker leher rahim (Lewis, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Seow A, Wong ML, Smith WC (1995) dan King J (1987) dalam (Bessler dkk, 2005) menemukan bahwa ada hubungan bermakna antara kerentanan terhadap kanker leher rahim yang dirasakan oleh wanita dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim. Pada penelitian Patricia Bessler, Maung Aung,dan Pauline Jolly di Trelawny, Jamaika (2005) menemukan juga,bahwa wanita yang merasa dirinya lebih berisiko terhadap kanker leher rahim cenderung telah pernah mendeteksi dini kanker leher rahim dibandingkan dengan mereka yang merasa kurang berisiko. Dalam penelitiannya, 81 % dari responden menyatakan bahwa penyakit kanker leher rahim adalah penyakit yang sangat serius dan melakukan deteksi dini kanker leher rahim. Sedangkan mereka yang keseriusannya rendah tidak melakukan deteksi dini kanker leher rahim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi manfaat tindakan deteksi dini kanker leher rahim berhubungan dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim. Dari beberapa penelitian diatas terlihat bahwa masalah persepsi memiliki andil yang besar dalam membentuk perilaku kesehatan seseorang. Orang dengan persepsi kerentanan tinggi, persepsi manfaat tinggi, persepsi keseriusan penyakit tinggi, dan persepsi hambatan yang rendah akan melakukan suatu tindakan pencegahan terhadap penyakit (health preventif behavior). Hal ini sesuai dengan teori Health Beliefs Model (HBM) yang dikemukakan oleh Rosenstock.

Menurut teori Health Beliefs Model (HBM), individu akan mengambil suatu keputusan terhadap suatu penyakit untuk melindungi dirinya dengan cara memandang diri mereka akan kerentanannya terhadap penyakit, keseriusan penyakit tersebut, manfaat dan hambatan dalam melakukan tindakan kesehatan. Resenstock (1988) menyatakan ada empat persepsi yang membentuk HBM, yaitu : keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan rintangan yang dirasakan (perceived barrier). Setiap persepsi tersebut baik secara sendiri maupun dikombinasikan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kesehatan (Health Behavior). Maulida Nurfazriah dalam thesisnya menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi kerentanan individu (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan rintangan yang dirasakan (perceived barrier) dengan tindakan skrining IVA. Selain empat persepsi tersebut, tindakan IVA juga dipengaruhi oleh karakteristik individu yaitu : faktor usia WUS, pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan Health Beliefs dan karakteristik individu dengan tindakan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Puskesmas Padang Pasir tahun 2016. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, Bagaimana Health Beliefs Model (HBM) perilaku deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016?.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui Health Beliefs Model (HBM) perilaku deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran distribusi frekuensi tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 2. Mengetahui gambaran distribusi frekuensi persepsi kerentanan individu, persepsi keseriusan penyakit, persepsi manfaat dan persepsi hambatan perilaku deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 3. Mengetahui gambaran distribusi frekuensi karakteristik individu (usia, pengetahuan, dan pendidikan) WUS dalam deteksi dini kanker leher rahim metode IVA di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 4. Mengetahui hubungan usia dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 5. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 6. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016.

7. Mengetahui hubungan Persepsi Kerentanan Individu (Perceived Susceptibility) dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 8. Mengetahui hubungan Persepsi Keseriusan Penyakit (Perceived Seriousness) dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 9. Mengetahui hubungan Persepsi Manfaat (Perceived Benefits) dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 10. Mengetahui hubungan Persepsi Hambatan (Perceived Barrier) dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 11. Mengetahui faktor yang paling mempengaruhi tindakan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat mendukung penggunaan teori Health Beliefs Model dalam menilai perilaku deteksi dini kanker leher rahim metode IVA sebagai deteksi dini kanker leher rahim di masyarakat. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data untuk mendesain program promosi kesehatan dalam meningkatkan deteksi dini kanker leher rahim metode IVA di puskesmas untuk menurunkan angka kejadian kanker leher rahim.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Health Beliefs Model (HBM) perilaku deteksi dini kanker leher rahim metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Padang Pasir Tahun 2016. Penelitian ini akan dilakukan pada Bulan Juni Juli tahun 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah WUS yang sudah menikah, usia 30 50 tahun, berada di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2016.