Oleh : Arief Setyadi Persyaratan Gender dalam Program Compact Perempuan Bekerja Menyiangi Sawah (Foto: Aji) Program Compact memiliki 5 persyaratan pokok, yakni: 1. Analisis ERR di atas 10%, 2. Analisis Dampak Manfaat, 3. Kesetaraan Gender, 4. Jangka Waktu 5 tahun, dan 5. Keberlanjutan. Dengan demikian, MCC memandang kesetaraan gender merupakan aspek yang penting untuk dipenuhi dalam pelaksanaan Untuk persyaratan gender, Indonesia telah melampaui persyaratan dari Kebijakan Gender MCC dengan disetujuinya hibah Compact MCC kepada Indonesia pada November 2011. Adapun persyaratan gender dalam Compact adalah: 1. Hal-hal yang diperlukan dalam Program Compact untuk mengatasi kendala-kendala kebijakan, peraturan, dan sosial budaya bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh manfaat secara penuh dari investasi 2. Perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang akan mempengaruhi tujuan program. Variasi perbedaan tersebut berdasarkan karakteristik sosial dan demografi dari masyarakat pemanfaat 3. Perbaikan atau mitigasi dalam Program Compact atas ketidaksetaraan gender dalam akses dan kontrol dari sumber daya produktif yang relevan dalam tujuan program. 4. Kesesuaian antara tujuan Program Compact dengan kebutuhan praktik dan kepentingan strategis gender atau berbagai kepentingan untuk perbaikan ketidaksetaraan gender struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan dalam Program Program Compact di Indonesia terdiri dari 3 proyek, yakni: 1. Green Prosperity, ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan pengurangan bahan bakar fosil melalui perluasan energi terbarukan dan meningkatkan produktvitas dan pengurangan emisi berbasis daratan melalui perbaikan praktik-praktik penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam. 2. Community-based Health and Nutrition to Reduce Stunting, ditujukan untuk mengurangi dan mencegah rendahnya berat badan bayi, anak pendek dan anak kurang gizi. 3. Procurement Modernization, ditujukan untuk meningkatkan penghematan belanja pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa dan perbaikan pelayanan publik melalui anggaran belanja yang terencana.
Fokus dan Orientasi Kesetaraan Gender Kesetaraan gender dalam Program Compact difokuskan pada misi Compact untuk pengurangan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi yang menekankan perempuan sebagai aktor pelaku ekonomi, untuk mengoperasionalkan pendekatan gender berbasis hak. Disadari juga, ketidaksetaraan gender dapat menjadi kendala yang signifikan dalam pencapaian misi Disisi lain, Program Compact juga menekankan bahwa terdapat hubungan yang kompleks dan multi-dimensional antara pertumbuhan, ke- Berdasarkan pembelajaran yang diperoleh MCC hingga saat ini, maka orientasi integrasi gender dari Program Compact adalah: 1. Definisi integrasi gender yang komprehensif yakni bergerak dari resiko menuju peluang, dimana bukan sekedar target yang sederhana dari bantuan untuk perempuan dan mencari bias yang tidak disengaja dari desain proyek yang kelihatannya bersifat netral. 2. Perumusan integrasi gender yang lebih operasional, dari desain Compact ke hasil Integrasi gender melingkupi 5 aspek dari persyaratan pengembangan program dan pelaksanaan Compact, yakni: kepemilikan program bagi negara penerima Compact (country ownership), focus pada analisis pertumbuhan dan ekonomi, pentingnya kebijakan, integrasi gender dalam kegiatan program dan fokus pada hasil. 3. Menterjemahkan aspirasi ke dalam pelaksanaan, dimana aspek gender dalam Compact tidak sekedar menghargai nilai-nilai gender namun akan dilaksanakan dalam bentuk-bentuk kegiatan Compact dan didukung sumberdaya yang memadai. Isu spesifik kesetaraan gender yang telah dimunculkan oleh MCC dari kegiatan Compact di Indonesia adalah: 1. Proyek Community-based Health and Nutrition to Reduce Stunting (PNPM Generasi) memerlukan keterlibatan laki-laki (kelompok ayah) untuk mencapai tujuan kegiatan mengingat perilaku mereka sangat menentukan untuk kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Kepada mereka, diperlukan upaya peningkatan pengetahuan dan promosi kesehatan keluarga, sebagai isu masyarakat, dari ranah domestik perempuan menjadi ranah publik. Hal ini merupakan tantangan untuk menggeser pemikiran bahwa gender bukanlah program untuk perempuan, namun lebih untuk memberikan pemahaman bahwa pendekatan kesetaraan gender juga untuk mempererat keterlibatan laki-laki dalam pelaksanaan program. 2. Indonesia belum memenuhi indikator gender yang baru dari indikator ekonomi, dimana UU Perkawinan Indonesia masih menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga sehingga perempuan akan membayar pajak lebih tinggi daripada laki-laki dan bagi perempuan kepala keluarga menjadi hal yang memberatkan untuk masuk dalam angkatan kerja formal. Program Compact akan melakukan eksplorasi dan mengungkapkan berbagai hambatan kebijakan yang berhubungan dengan kegiatan Compact, seperti definisi legal untuk perempuan pengusaha. Pertemuan Khusus Kelompok Perempuan (Foto: Dewi Novirianti)
Pengembangan Agenda Integrasi Gender Integrasi Gender dalam Compact Indonesia perlu dipersiapkan dengan rancangan yang inklusif dari masing-masing kegiatan Compact dan kegiatan yang bersifat cross cutting dari keseluruhan kegiatan Hal tersebut merupakan langkah untuk melakukan analisa gender bagi pengembangan, perancangan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi Program Pengembangan kegiatan gender dalam Compact meliputi: 1. Integrasi gender di dalam masing-masing kegiatan dengan pendanaan dari masingmasing kegiatan. 2. Cross cutting isu gender dengan pendanaan tersendiri untuk isu: Kebijakan (policy), Kelembagaan (institutional), dan Peningkatan Kapasitas (capacity building) Laki-laki menimbang berat Balita di Posyandu (Foto: Iiing Mursalin) Adapun agenda integrasi gender dalam masing-masing kegiatan Program Compact adalah: 1. Green Prosperity (GP) Kegiatan GP dikoordinasikan secara langsung oleh MCA-Indonesia, bekerjasama dengan Pemerintah Daerah yang menjadi tempat pelaksanaan kegiatan, Kementerian/Lembaga terkait, lembaga donor dan Iembaga relevan lainnya. Integrasi gender dalam kegiatan GP akan dilakukan dengan memasukkan persyaratan gender manual operasional proyek, yang meliputi: Seluruh konsultasi stakeholder yang dilakukan dalam perencanaan kegiatan akan mengikutkan proses inklusif gender. Dalam seluruh tahapan atau siklus proyek memasukkan aspek ketimpangan sosial dan gender, berkonsultasi dengan masyarakat secara luas dan dipastikan menjangkau kelompok perempuan dan rentan untuk menyerap aspirasi mereka melalui proses konsultasi yang inklusif dan adanya manfaat untuk kelompok perempuan dan rentan serta rencana meminimalkan dampak negatif dari aspek sosial dan gender. Termasuk dipastikan adanya ahli gender dalam proyek tersebut. Diberikannya pemihakan kepada NGO perempuan dan kelompok perempuan dan rentan melalui pendanaan hibah khusus bagi mereka. Pengembangan kegiatan cross cutting gender untuk GP, yang meliputi: a. Penguatan Perempuan Kepala Keluarga, yang ditujukan untuk penguatan posisi legal dan sosial perempuan kepala keluarga dan membantu memformalkan status legal mereka agar memperkuat kemampuan perempuan dan rasa percaya diri untuk lebih aktif terlibat dalam kegiatan masyarakat. Hal tersebut untuk memastikan keberdayaan mereka dan dapat mengambil manfaat dari investasi GP. b. Peningkatan Kapasitas Stakeholder GP, yang ditujukan untuk membantu stakeholder GP memahami persyaratan Social and Gender Assessment.
2. Community-based Health and Nutrition to Reduce Stunting Kegiatan ini dilaksanakan melalui PNPM Generasi oleh Kementerian Dalam Negeri dari sisi demand dan dari sisi supply akan dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan. Integrasi Gender untuk kegiatan ini telah diidentifikasi dari sisi dimensi gender yang mana diperlukannya perubahan perilaku untuk mendukung pengurangan anak pendek (stunting), yaitu : Peningkatan akses dari perempuan dan laki-laki kepada pemanfaatan informasi mengenai anak pendek, kesehatan ibu hamil, ASI, praktik penyapihan dan pemberian makan anak, pengasuhan yang efektif dan hak-hak pelayanan. Peningkatan rasa tanggung jawab laki-laki untuk kelahiran dan kesehatan anak sebagai isu komunitas maupun keluarga. Peningkatan kemauan laki-laki untuk berbagi tanggung jawab dalam keluarga sehingga terdapat waktu yang lebih untuk menyiapkan makanan sehat dan memberikan makanan anak yang tepat. Peningkatan kapasitas perempuan untuk pengambilan keputusan di rumah, terkait dengan penggunaan waktu, alokasi sumber daya untuk makanan sehat dan pemanfataan pelayanan kesehatan. Peningkatan kapasitas perempuan untuk pengambilan keputusan dalam komunitas. Peningkatan kapasitas penyedia jasa (swasta) untuk memunculkan dimensi gender dari kelahiran dan gizi anak serta anak pendek, termasuk perbaikan sanitasi. Waktu luang untuk peningkatan produktivitas perempuan (Foto: Lila Meulila) 3. Procurement Modernization Integrasi gender dalam modernisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah akan berupaya meningkatkan peluang bagi beragam penyedia barang dan jasa melalui: Memastikan keseimbangan gender jumlah staf ULP1 dan peluang untuk memperoleh pelatihan dengan demikian perempuan dan laki-laki akan memperoleh manfaat dalam upaya meningkatkan profesionalisme staf pengadaan barang dan jasa pemerintah. Program pelatihan akan meningkatkan efektivitas keterlibatan dan layanan staf ULP selama proses penawaran. Program ini pada akhirnya akan membangun kepercayaan dan jasa tentang layanan ULP dan meningkatkan akses beragam dan jasa terhadap kontrak pemerintah. Pelatihan staf ULP akan memasukkan fokus tentang gender dan kewirausahaan perempuan2.
Melakukan penelitian, analisa dan pengumpulan data tentang gender dan pengadaan barang dan jasa. MCC telah mendanai survey gender terhadap pengada (vendor/supplier) barang dan jasa untuk mengidentifikasi persoalan dan hambatan yang dialami oleh perempuan pengusaha ketika ikut serta dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebagai bagian dari survey, sebuah definisi tentang perusahaan yang dimiliki oleh perempuan telah mulai dikembangkan dan digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan perempuan dalam survey. Rekomendasi survey akan digunakan untuk mendukung integrasi gender dalam modernisasi pengadaan barang dan jasa termasuk pelatihan staf dan menjaring pengada (vendor/supplier) barang dan jasa. Kelompok Perempuan Posyandu (Foto: Iing Mursalin) Mendukung peluang bagi perusahaan yang dimiliki oleh perempuan untuk memperoleh manfaat dari pengadaan barang dan jasa pemerintah. Meningkatkan kemampuan perempuan pengusaha untuk menjadi dan jasa yang akan membantu keragaman pengada (vendor/supplier) barang dan jasa serta memperluas peluang bagi beragam perusahaan yang ikut serta dalam proses pengadaan barang dan jasa. Hal ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan keragaman dan kemampuan dan jasa dan membantu ULP untuk mengembangkan jumlah pengada (vendor/supplier) barang dan jasa. Dengan kompetisi yang semakin besar, pemerintah akan memiliki dan jasa dengan kualitas dan harga yang lebih bersaing3. FGD Perempuan Pengusaha Dalam Procurement (Foto: Aang Sutisna) 1ULP merupakan unit organisasi pemerintah yang bersifat struktural maupun non-struktural yang bertugas untuk menangani pekerjaan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara terintegrasi dan terpadu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2Sebagai contoh, 40% staf Kementerian Pekerjaan Umum yang telah bersertifikat ahli pengadaan barang dan jasa adalah perempuan namun yang menjadi panitia lelang masih sangat terbatas. Disisi lain, data LKPP belum memuat disagregasi gender untuk ahli pengadaan barang dan jasa (Laporan Assessment Gender Integration untuk Procurement Modernization oleh Konsultan Gender MCC). 3Laporan IFC NORC (2010) memperlihatkan perempuan menjalankan 39% dari seluruh usaha mikro dan kecil dan 18 % dari seluruh usaha menengah dan besar. Jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dikelola oleh perempuan meningkat sebesar 42% antara tahun 2002-2007 dan sejalan dengan trend global, pertumbuhan tahunannya melebihi usaha yang dikelola oleh laki-laki yaitu masing-masing 8% dan - 0,27% (Policy Brief Gender Equality, 2011)