(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

A. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke :

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

RANCANGAN. Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan BNN dibuka pukul WIB dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

RANCANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

J A K A R T A, M E I

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BIO DATA KOTA TANGERANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI NOVEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN URUSAN PENANGGULANGAN NARKOTIKA NO JENIS/ SERIES ARSIP RETENSI KETERANGAN KEBIJAKAN

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014

UU NO.35 tahun 2009 tentang Narkotika PP 25 tahun 2010 Tentang Wajib Lapor. Abdul Azis T, SKep

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG

KEBIJAKAN NASIONAL P4GN

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

Kementerian Sosial RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG RI DAN SEKJEN KOMISI YUDISIAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RENCANA AKSI BNNP SULAWESI SELATAN BIDANG PENCEGAHAN TARGET/ TAHUN No TUJUAN RENCANA AKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

Transkripsi:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI ------------------------------ LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2013-2014 Masa Persidangan : II Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat. Hari/tanggal : Selasa, 26 November 2013. Waktu : Pukul 13.00 16.30 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Ketua Rapat : Drs. Al Muzzammil Yusuf, M.Si / Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Sekretaris : Endah Sri Lestari, SH, M.Si / Kabagset. Komisi III DPR RI. Hadir : 33 orang dari 52 anggota Komisi III DP R RI. : BNN : Kepala BNN beserta jajarannya. Ijin : 5 orang anggota Komisi III DPR RI. Acara : Rencana strategi BNN dalam road map dan prioritas kerja terhadap program ASEAN Free Drugs Nation 2015 dan Target Operasinya. Pemberian Fasilitas dan Alat di lokasi-lokasi strategis. Laporan Kinerja BNN dalam fungsi Pencegahan Narkoba di masyarakat, efektivitas dan kendala yang dihadapi, serta Sistem Pelaporan Masyarakat dan Rewardnya. Pelaksanaan Program Kontrol terhadap peredaran Bahan Obat dan Kimia, kebutuhan dan kendala yang dihadapi. Pembangunan Pusat Rehabilitasi dan kerjasama dalam Proses penanganannya. KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat dibuka pukul 13.00 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III, Drs. Al Muzzammil Yusuf, M.Si dengan agenda sebagaimana tersebut diatas. 1

II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Beberapa hal disampaikan oleh Komisi III DPR RI kepada BNN, sebagai berikut: Komisi III DPR RI meminta penjelasan BNN mengenai realisasi atau penyerapan anggaran T.A 2013, berikut pula kendala yang dihadapi. Sert penjelasan mengenai penggunaan anggaran yang bersumber bukan dari Rupiah Murni (Bila ada). Berdasarkan hasil kunjungan kerja Komisi III DPR RI pada masa reses di Provinsi Lampung, Badan Narkotika Provinsi Lampung dan Kepolisian Daerah Provinsi Lampung melaporkan adanya kerusakan pada alat pengawas dan pendeteksi Narkoba di Pelabuhan Bakauheni sehingga tidak dapat digunakan. Selanjutnya, Komisi III DPR RI meminta penjelasan BNN mengenai kendala yang dihadapi, metode yang diambil untuk saat ini, dan kebutuhan BNN khususnya dalam menindaklanjuti permasalahan tersebut. Komisi III DPR RI meminta penjelasan BNN terkait Strategi dan Road Map BNN terhadap pencegahan peredaran Narkoba dan kebutuhan BNN dalam merealisasikannya. Komisi III DPR RI meminta penjelasan BNN mengenai Laporan Evaluasi Kinerja BNN dalam bidang P4GN selama tahun 2013 berdasarkan indeks keberhasilan pencapaian target, beserta kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya. Demikian pula strategi BNN dalam operasi P4GN di berbagai wilayah dan jalur peredarannya di akhir tahun dan perayaan tahun baru 2014. Mengenai peningkatan dan tingginya presentase penghuni LAPAS Narkoba, baik pengguna, pengedar, maupun residivis; yang juga menyebabkan permasalahan overkapasitas di berbagai Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, Komisi III DPR RI meminta penjelasan BNN terkait efektifitas penindakan yang dilakukan bersama penegak hukum dan program rehabilitasi dan pascarehabilitasi yang dilakukan BNN bersama berbagai pihak, beserta kendala yang masih dihadapi dalam mengurangi angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. Komisi III DPR RI meminta penjelasan BNN terkait Target dan Programprogram Prioritas BNN pada tahun 2014 dan untuk menuju pada ASEAN Free Drugs Nation 2015. 2. Beberapa hal yang disampaikan oleh Kepala BNN, diantaranya sebagai berikut : Permasalahan Prevalensi Penyalah guna dan Pecandu Narkotika yang sudah terlanjur tinggi. Berdasarkan penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI, angka prevalensi penyalah guna narkoba mencapai 2,2% atau sekitar 4 Juta Orang dari penduduk Indonesia yang berusia 10-59 Th. 4 Juta penyalah guna narkotika inilah yang menjadi masalah pokok. 4 Juta penyalah guna ini pula yang harus direhabilitasi apabila Indonesia tidak ingin menjadi pasar bagi tujuan peredaran gelap narkotika. Permasalahan tentang Paradigma penanganan terhadap penyalah guna dan pecandu narkotika berorientasi pada hukuman penjara. Aparat penegak hukum lebih memilih memasukan penyalah guna dan pecandu kedalam penjara 2

meskipun tujuan undang undang narkotika yang termaktup dalam pasal 4 UU No. 35/2009 yang merupakan roh undang undang narkotika menyatakan menjamin rehabilitasi medis dan rehabilitasi social bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Hal ini bertolak belakang bahwa secara empiris penyalah guna yang mendiami Lapas berjumlah 23 Ribu lebih. Dekriminalisasi menurut Undang undang Narkotika No 35 Tahun 2009 belum berjalan dengan baik. Berdasarkan Konvensi PBB tahun 1988, menyatakan bahwa penyalah guna diberikan alternative penghukuman berupa rehabilitasi baik rehabilitasi medis, social dan pasca rehabilitasi, konvesi ini telah di ratifikasi oleh Undang Undang Narkotika No 35/2009. Dalam undang undang tersebut penyalah guna atau menggunakan untuk diri sendiri diancam dengan hukuman maksimal 4 tahun, ini artinya penyalah guna tidak harus ditahan oleh penegak hukum dalam menjalani proses pertanggungan jawab pidana, secara empiris masih dilakukan penahanan terhadap penyalah guna dan pecandu narkotik, sehingga dekriminalisasi terhadap penyalah guna yang diatur dalam undang undang narkotika tidak berjalan dengan optimal.dampak dari model penanganan terhadap Penyalah guna dan pecandu seperti tersebut diatas menyebabkan angka penyalah guna tidak menurun, dan cenderung meningkat, ini sama artinya dengan memindahkan pasar dari masayarakat luas kedalam Lembaga Pemasyarakatan. Masyarakat takut untuk melapor pada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Ketakutan ini diakibatkan karena bahwa berdasarkan pengamatan dan fakta di lapangan penyalah guna narkotika ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara bukan ketempat rehabilitasi. Dampaknya penyalah guna narkoba bersembunyi sehingga kita kesulitan dalam menyelamatkan mereka. Masyarakat dan Aparat Penegak Hukum kurang memahami dari kekhususan adiksi (kecanduan), ini tercermin ketika ada penyalah guna yang ditangkap oleh aparat penegak hukum, mereka berkomentar rasakno biar kapok (baru tahu rasa/rasakan), padahal seharusnya kita membantu dan menyelamatkan para penyalah guna. Ketika mereka relaps para penegak hukum memberikan stigma sebagai residivis.mereka adalah korbanyang perlu ditolong keluar dari permasalahan adiksi atau kecanduan. Mereka sudah kehilangan masa kini, dan masa lalunya, jangan sampai mereka kehilangan masa depannya. Pengungkapan peredaran narkoba telah dilakukan secara masiv, hasilnya besar, barang buktinya banyak, tetapi relatif kecil bila dibanding kebutuhan bagi penyalah guna di Indonesia. Kalau kita rata ratakan setiap per hari penyalah guna menggunakan 0,2 Gr maka kebutuhan kita 800.000 Gr atau 800 Kg per hari. Atas dasar permasalahan tersebut perlu dilakukan perubahan paradigma penanggulangan narkotika secara seimbang antara pendekatan hukum dan pendekatan kesehatan. Terhadap penyalah guna solusinya harus diselamatkan, direhabilitasi, dipulihkan. Terhadap masyarakat yang belum terkontaminasi narkoba harus disadarkan, dibentengi, ditingkatkan kepeduliannya. Hal ini harus sama kuatnya dengan menindak dan memberantas jaringan peredaran gelap narkotika. 3

BNN bercita cita ingin merehabilitasi 4 juta penyalah guna narkotika tersebut, kalau ini terwujud maka bisnis Bandar narkotika akan gulung tikar karena kehilangan pasar. Dalam Rencana Strategis BNN 2010 2014 Prioritas penanganan ditujukan untuk mencapai angka prevalensi dibawah hasil penelitian BNN tahun 2008 : Hasil penelitian tahun 2008 prevalensinya 1,99 % dengan prediksi Tahun 2011 = 2,32% Tahun 2013 = 2,56% Tahun 2015 = 2,80% Berdasarkan hasil penelitian BNN tahun 2011, prevalensi penyalah guna turun 0,12% dibawah prediksi prevalensi tahun 2008, sedangkan tahun 2013 masih dalam proses penelitian. 1. Strateginya dilakukan dengan mengutamakan keseimbangan antara pendekatandemand Reduction & Supply Reduction. 2. Target Demand Reduction diprioritaskan melalui upaya rehabilitasi dengan tujuan menjadikan penyalah guna dan pecandu narkotika pulih. Dilakukan melalui pembangunan tempat rehabilitasi, peningkatan kemampuan tempat dan petugas rehabilitasi lembaga, rehab medis & sosial baik milik pemerintah dan masyarakat, hal ini masih terkendala oleh paradigma masyarakat dan penegak hukum yang lebih mengedepankan pemenjaraan dari pada rehabilitasi. 3. Dalam RPJMN 2010-2014 belum disebutkan masalah narkoba sebagai prioritas nasional sehingga kesulitan dalam meningkatkan anggaran BNN. Dalam rangka mendudukan Asean Drug Free Nation2015, dijelaskan sebagai berikut : Kinerja Bidang Rehabilitasi 1. Menambah 3 Balai Rehab di Baddoka, Tanah Merah & Batam. 2. BNN bekerjasama dengan Kementrian Dalam Negeri mendorong para Gubernur, Bupati / Walikota untuk membangun dan memfasilitasi tempat rehabilitasi bagi penyalah guna dan pecandu narkotika di wilayahnya masing - masing. 3. Memanfaatkan fasilitas yang dimiliki TNIdan Polridalam memberikan pelayanan rehabilitasi kepada para penyalah guna dan pecandu narkotika. 4. BNN bekerjasama dengan Kementrian Hukum dan HAM, Gubernur DKI dalam mengoprasionalkan RS Pengayoman dan RS. Duren Sawit sebagai tempat rehab bagipenayalah guna dan pecandu narkotika yg ada di lapas. 5. BNN mendorong dan memberikan penguatan kepada lembaga rehabilitasi milik masyarakat, saat ini ada 90 lembaga rehabilitasi milik masyarakat yang mendapatkan bantuan. 4

6. Dalam rangka penanganan reformasi Lapas, BNN, Kemenkes dan Kemensos terlibat dalam sidang Mahkumjakpol untuk melaksanakan program rehabilitasi terhadap penyalah guna yang terlibat dalam masalah hukum. Kinerja Bidang Pemberantasan 1. Jumlah jaringan narkoba yang berhasil diungkap oleh BNNpada tahun bulan November 2013 berhasil membongkar 5 Jaringan Internasional dan 2 Jaringan Nasional dengan jumlah barang bukti yang telah dimusnahkan11,8 tondari berbagai jenis narkoba, 26.562 butir ekstasi dan 322 liter prekursor narkotika yang dapat diolah menjadi 3 Juta butir lebih ekstasi. 2. Jumlah LKN Sampai dengan bulan November 2013 : 146 LKN dengan jumlah 38 yang sedang dalam proses penyidikan dan 146 berkas sudah dilimpahkan ke JPU. 3. Aset yang dapat disita sampai dengan bulan November 2013 sebesar Rp. 49.466.401.122 yang terdiri dari uang tunai, rekening dan asset asset lainnya. 4. Pola operasional diutamakan melakukan operasi interdiksi terpadu di pintu - pintu masuk dan tempat - tempat rawan peredaran gelap narkoba, baik bersama Bea Cukai maupun dengan Polri. 5. Kasus menonjol yang ditangani oleh BNN : Kasus Faisal, Kasus safrole Kasus Raffi Ahmad Kasus NPS Kasus AM Kinerja Bidang Pencegahan Dalam rangka Pencegahan penyalahgunaan narkoba, BNN telah melakukan pendidikan kepada masyarakat dari tingkat SD, SMP, SMA, Mahasiswa dan lingkungan kerja dengan berbagai metode antara lain membentuk kaderpenyuluh, melakukan Focus Group Discussion, melakukan sosialisasi dengan melibatkan media cetak, elektronik, dan memanfatkan social media. Jumlah kader yang terbentuk 5.913 dari target renstra tahun 2013 sebesar 4.500 Kader. Di sisi lain Deputi Bidang Pencegahn melaksanakan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan narkotika bagi kalangan siswa, pelajar, mahasiswa,kelompok masyarakat,organisasi masyarakatdan tempat kerja melalui Focus Group Discussion (FGD) sejumlah 360 kali dengan jumlah peserta 3213 Pelajar, 1222 mahasiswa dan 3932 pekerja. Kinerja Bidang Pemberdayaan Masyarakat Menggerakan seluruh komponen masyarakat (LSM, Partai Politik, ORMAS, Organisasi keagamaan dan organisasi kemasyarakatan lainya)untuk menjadi subjek atau pelaku Pencegahan penyalahgunaan narkoba, merehabilitasi penyalah guna dan pecandu narkotika. 5

Pemberdayaan di lingkungan Instansi Pemerintah, BNN telah melakukan upaya pembedayaan sesuai dangan Institusi Presiden No 12 Tahun 2011 terhadap : 23 Kementerian dari 34 Kementerian 26 Lembaga/ Badan dari 61 Lembaga/ Badan 25 Pemprov dari 33 Pemprov 41 Pemkab dari 399Pemkab 27 Pemkota dari 98 Pemkota Pemberdayaan di lingkungan masyarakat BNN telah melaksanakan : 1. Telah melaksanakan 14 MoU dengan berbagai kelompok masyarakat 2. Telah melakukan pemberdayaan terhadap 47 kampus bebas narkoba di wilayah DKI Jakarta. 3. Telah melakukan pemberdayaan terhadap Kelurahan bebas narkoba di wilayah DKI Jakarta 4. Telah melakukan tes narkoba di tempat tempat hiburan malam, sekolah, dan tempat kerja. Pelaksanaan program kontrol terhadap peredaran bahan obat, kimia dan kebutuhan serta kendala yang di hadapi. Pelaksanaan program kontrol terhadap peredaran narkoba rencana kebutuhan disusun oleh Menkes baik untuk kebutuhan tahunan narkotika maupun prekursor narkotika, sesuai dengan UU No. 35/2009 tentang Narkotika. Sedangkan terhadap adanya peredaran NPS (New Psychoactiv Substances)/ Zat Psikoaktif baru, sekarang sedangkan dilakukan pembicaraan dengan Kemenkes utk merubah lampiran UU No. 35/2009 ttg Narkotika karena dalam UU tersebut mengamanatkan adanya perubahan lampiran yg diatur oleh Menteri dlm hal ini Menkes. Hambatan 1. Sebagai Lembaga Baru, dukungan anggarannya tidak naik bahkan dipotong sama seperti lembaga lainnya. Sedangkan pada tahun 2014 BNN tidak mendapatkan dukungan belanja modal. Contohnya dalam membangun tempat rehabilitasi, kami hanyi dapat membangun 3 tempat rehabilitasi. 2. Paradigma penanganan penyalah guna narkoba masih belum dipahami oleh masyarakat dan penegak hukum. Pimpinan Komisi III DPR RI beserta Anggota, Bapak/ Ibu peserta RDP yang berbahagia, demikian paparan penyampaian Renstra BNN terhadap program Asean Drug Free Nation 2015 dan laporan kinerja bidang pencegahan, pengawasan peredaran bahan obat dan kimia, pembangunan pusat rehabilitasi serta permasalahan yang dihadapi Tahun Anggaran 2013. Mohon masukan guna pencapaian program Drug Free Asean Nation 2015, meskipun BNN dalam kondisi terbatas. 6

3. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya sebagai berikut : Rencana strategi BNN dalam road map dan prioritas kerja terhadap program ASEAN Free Drugs Nation 2015 dan target operasinya. Pemberian fasilitas dan alat di lokasi-lokasi strategis. Laporan kinerja BNN dalam fungsi pencegahan narkoba di masyarakat, efektifitas dan kendala yang dihadapi, serta sistem pelaporan masyarakat dan rewardnya. Pelaksanaan program kontrol terhadap peredaran bahan obat dan kimia, kebutuhan dan kendala yang dihadapi. Pembangunan pusat rehabilitasi dan kerjasama dalam proses penanganannya. BNN telah membuka cabang di Kota dan Kabupaten di seluruh Indonesia dengan menggunakan anggaran yang cukup besar, sehubungan dengan hal tersebut apakah ekspektasi Indonesia bebas narkoba Tahun 2015 dimungkinkan. Terkait permasalahan pola penanganan dan pencegahan peredaran narkotika, perlu grand design dan road map penanggulangan peredaran narkoba di daerah-daerah. BNN agar melakukan koordinasi dengan Kepolisian sehingga tidak tumpang tindih dan menyeleraskan tupoksi masing-masing institusi dalam pemberantasan peredaran narkoba Sampai sejauhmana hakim dapat memahami secara mendalam, sehingga dalam menilai unsur-unsur pasal dalam Undang-undan tentang Narkotika, dapat dimengerti oleh hakim, jaksa dan BNN. Berapa jumlah gembong narkoba yang dihukum mati, dan berapa jumlah gembong narkoba yang belum dihukum mati. BNN perlu melakukan kerjasama dengan instansi seperti Bea Cukai dan TNI Aangkatan Laut. BNN agar membuat terobosan misalnya dengan memanfaatkan sitaan narkoba untuk industri kesehatan. Bagaimana pengawasan peredaran narkoba oleh BNN di pintu masuk pelabuhan-pelabuhan di daerah-daerah / pelabuhan rakyat. Terkait dengan kasus Raffi Ahmad terkesan BNN mempertontonkan kelemahan dari BNN. Bahwa perlunya hukuman yang lebih tegas terhadap produsen narkoba, namun yang terjadi adalah hukuman mengubah pemakai pasif menjadi pemakai aktif dan seterusnya. BNN harus mengusulkan kepada Pemerintah bahwa pola penanganan peredaran narkoba di hilir menjadi prioritas BNN. Anggota Komisi III meminta penjelasan BNN terkait penanggulangan jaringan narkoba di Kuala Simpang, Provinsi NAD. Juga perlunya optimalisasi kerjasama BNN dengan partai politik. 7

Bagaimana BNN melakukan kerjasama dengan institusi lain untuk mengontrol peredaran narkoba, dan bagaimana BNN juga mengatasi persoalan bandar narkoba / pengedar yang berasal dari Indonesia yang ada di negara lain. BNN agar membangun kesadaran kolektif bersama dengan BPOM, Kementerian Kesehatan, dan PPATK untuk menjadikan pemberantasan narkoba sebagai prioritas nasional. BNN agar melakukan kerjasama dengan Dirpolair Bea dan Cukai, untuk menanggulangi banyaknya pelabuhan tikus yang digunakan untuk peredaran narkoba. Bahwa terkait dengan jenis baru narkoba dalam kasus Raffi Ahmad, BNN agar melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti Kejaksaan. Kinerja BNN di daerah yang masih sangat minim, misalnya sosialisasi kepada masyarakat khususnya di sekolah-sekolah. Bahwa tingkat pemakaian narkoba semakin meningkat, sehingga menunjukkan bahwa di bidang pencegahan, kinerja BNN tidak jalan. Bahwa pertumbuhan pengguna narkoba setiap tahun selalu meningkat. Bagaimana pola kerjasama BNN di Provinsi / Kabupaten. Apa langkah kongkrit dan berapa lama langkah kongkrit tersebut dapat dilihat agar Lapas tidak dimasuki oleh narkoba, dan dukungan seperti apa yang dibutuhkan oleh BNN dari Komisi III DPR. Banyaknya pelaku peredaran narkoba yang berasal dari institusi penegak hukum, sehingga BNN perlu melakukan kerjasama dengan institusi seperti Kepolisian, Bea Cukai agar penanganan narkoba lebih terintegrasi. BNN agar mengusulkan pembangunan pusat rehabilitasi di tiap provinsi mempunyai pusat-pusat rehabilitasi. Bahwa paradigma pengguna narkoba harus diubah, tidak hanya menangkap pengguna ke dalam penjara. Dan wacana bahwa pengguna tidak harus dihukum, agar pengguna tidak menjadi pengedar. Anggota Komisi III meminta data pengedar dan penyalahguna narkoba. Lapas-lapas dipenuhi oleh pengguna narkotika, hal yang disayangkan adalah masyarakat dan penegak hukum tidak memahami mengenai undang-undang tentang narkotika. Seperti apa kerjasama BNN dengan instansi lain, seperti kerjasama dengan Kementrian Kesehatan, seperti apa? Kerjasama dengan sekolah-sekolah, apakah ditindaklanjuti? Dalam hal pemberian grasi oleh Presiden apakah BNN dilibatkan. Perlu dipikirkan oleh BNN, bagaimana agar narkoba tidak masuk ke Indonesia. Sumbernya yang pelu kita perangi. Perlu adanya kampanye perang terhadap narkoba. BNN perlu memikirkan jangan sampai ada industri pembuatan narkoba, bekerjasama dengan Bea Cukai. BNN perlu membuat terobosan-terobosan, seperti narkoba yang disita, jangan dihancurkan, tapi di ekspor ke negara yang melegalkan hal tersebut. Mengenai pemotongan anggaran dapat dikompromikan, dan dapat dikonsultasikan. 8

Perlu dikoordinasikan dengan baik, adanya dugaan Pilkada yang dibiayai oleh gembong narkoba. Bahwa produsen dan distributor narkoba seharusnya dihukum mati, dan pengguna seharusnya diobati. Dalam undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, salah satu pidana asal nya adalah narkoba, sudah berapa banyak tindak pidana narkoba yang ditangani dalam perkara TPPU. Perlu adanya langkah revolusioner utk pemberantasan narkotika. Kinerja BNN di daerah masih sangat minim, dan perlunya sosialisasi ke masyarakat dan sekolah-sekolah. Sehingga BNN perlu fokus pada upaya bidang pencegahan. Kinerja BNN di bidang pencegahan dan blm berjalan dengan baik. Ditemukan jenis narkoba baru sebanyak 251 jenis dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, bagaimana mengantisipasi nya. Adanya keinginan 2015 bebas narkoba, namun jumlah tahanan narkoba semakin banyak. Meminta penjelasan BNN terkait gembong-gembong narkoba yang sudah ditahan serta adanya indikasi makin banyaknya napi yang menjadi kurir narkoba. Bahwa banyaknya keluhan di daerah bahwa over kapasitas di Lapas disebabkan oleh tahanan narkoba, hal ini menunjukkan P4GN BNN belum optimal dilihat dari jumlah peredaran narkoba, meningkatnya napi narkoba. BNN diminta untuk merinci anggaran P4GN, terkait kerjasama dengan instansi lain dimana upaya BNN untuk merubah kultur dimasyarakat seperti halnya masyarakat NAD. Bahwa yang terpenting adalah memerangi dari sumber pembuat dan pengedar narkoba, dimana jaringan peredaran narkoba di Indonesia selalu melibatkan pihak asing. III. KESIMPULAN/PENUTUP Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Komisi III DPR RI mendesak BNN untuk mengoptimalkan fungsi pencegahan dan sosialisasi Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba yang ada pada BNN, BNNP, dan BNNK/Kota, guna meningkatkan peran serta, kesadaran, dan pemahaman masyarakat, terutama di daerah pelosok dan tertinggal dalam rangka menurunkan angka prevalensi penyalahguna dan pecandu Narkoba. 2. Komisi III DPR RI mendesak BNN untuk meningkatkan kinerja di bidang penegakan hukum, terutama dalam rangka mengungkap peredaran gelap Narkoba dan jaringannya di berbagai lokasi dan jalur, baik darat, perairan, maupun udara; serta pelabuhan-pelabuhan resmi dan illegal. 9

3. Komisi III DPR RI mendesak BNN untuk meningkatkan koordinasi yang efektif dengan berbagai pihak atau institusi, seperti Kepolisian, Kejaksaan, PPATK, Bea dan Cukai, Kementerian Kesehatan, dan berbagai lembaga atau Kementerian dalam rangka pemberantasan penyalahgunaan Narkoba maupun Narkoba jenis baru sehingga pencapaian target BNN menjadi optimal. 4. Komisi III DPR RI mendesak BNN untuk menyusun design strategi yang efektif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penggunaan dan Penyalahgunaan Narkoba di seluruh bidang, baik dari aspek legislasi, anggaran, dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BNN, terutama dalam optimalisasi kampanye Komunitas Anti Narkoba 2014 dalam mencapai target pada ASEAN Free Drug Nation di tahun 2015. 5. Komisi III DPR RI dan BNN sepakat untuk menggunakan pola penegakan hukum bagi pengguna, penyalahguna dan pecandu narkoba, yang tidak berorientasi pada pidana penjara, namun lebih kepada penggunaan hukuman rehabilitasi. Pola penegakan hukum diatas akan disosialisasikan kepada seluruh aparat penegak hukum terkait. 6. Komisi III DPR RI mendesak BNN untuk bekerjasama dengan Polri, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM untuk tidak menempatkan / menjadikan satu tahanan dan napi pengedar dan pengguna. Rapat ditutup pada pukul 16.30 WIB. PIMPINAN KOMISI III DPR RI, WAKIL KETUA DRS. AL MUZZAMMIL YUSUF, M.SI 10