Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya

dokumen-dokumen yang mirip
SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PROGRAM KONVERSI DARI BBM KE BBG UNTUK KENDARAAN. Agus Hartanto, Vita Susanti, Ridwan Arief Subekti, Hendri Maja Saputra, Estiko Rijanto, Abdul Hapid

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat semakin banyaknya kendaraan di Indonesia mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI BBM KE GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL SIMULASI KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK MENUJU BAHAN BAKAR GAS MENGGUNAKAN PENGHAMPIRAN SISTEM DINAMIS

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RWUBLIK INDONESIA. MENERI EfJERGl PAN SUMBER DAYA MINERAL

ANALISIS POTENSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI DI DKI JAKARTA TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012

Gambar 1. 1 Pola konsumsi energi di Indonesia ditinjau dari sumbernya

Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

ANALISIS MASALAH BBM

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan fiskal secara keseluruhan. Indikator kerentanan fiskal yang dihadapi adalah meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar sangat penting dalam kehidupan manusia. Berbagai kegunaan

Negara Hadapi Risiko Likuiditas

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

Ketahanan Energi: Idealitas versus Realitas

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

MELEPAS KETERGANTUNGAN SUBSIDI BBM MELALUI PROGRAM KONVERSI BBG PADA KENDARAAN UNTUK MENUJU KETAHANAN ENERGI NASIONAL

DATA DAN INFORMASI MIGAS

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif

PENGARUH PENGHAPUSAN SUBSIDI PEMERINTAH TERHADAP KELAYAKAN USAHA JASA ANGKUTAN TRANS PAKUAN KOTA BOGOR. Oleh : IRMA AGUSTINA H

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Konsolidasi Fiskal dan Komitmen Indonesia pada G20 1

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

DRS. LAURENS BAHANG DAMA KETUA KOMISI V DPR-RI. Aspek Ekonomi Politik, Subsidi BBM, APBN dan Transportasi Massal dalam Kerangka Ekonomi Hijau

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN?

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

Gambar 1.1 Statistik Energi total Indonesia (sumber:bppt, Outlook Energi Indonesia. 2013)

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

TEORI PENGELUARAN NEGARA

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor

F A C T S H E E T S B Kebijakan Realokasi Anggaran

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

Transkripsi:

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya Oleh: Hadi Setiawan 1 Pendahuluan Kekayaan gas alam Indonesia yang besar dan melimpah, jumlah subsidi bahan bakar minyak (BBM)/energi yang sangat besar, dan kondisi Indonesia yang sudah menjadi net importir minyak menjadi beberapa alasan bagi Indonesia untuk segera melakukan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG). Gambar 1. Cadangan Gas Bumi Indonesia Keterangan: Kondisi per 1 Januari 2011 Sumber: Ditjen Migas diunduh dari http://www.migas.esdm.go.id/ Cadangan gas bumi Indonesia mencapai 152,89 TSCF merupakan jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah gas yang sudah diproduksi. Pada tahun 2012 saja jumlah produksi gas kita hanya sekitar 3,17 TSCF (hanya sekitar 2,07% dari total cadangan gas bumi atau hanya 3,03% dari total cadangan terbukti). 2 Ditambah lagi, jumlah yang dikomsumsi di dalam negeri hanya separuh dari jumlah produksi. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi negara eksportir gas 1 2 Peneliti Muda pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, BKF, Kementerian Keuangan, email: hadi.setia@gmail.com. Artikel telah dimuat dalam Buletin Info Risiko Fiskal (IRF) Edisi 1 Tahun 2014. Data dari Ditjen Migas.

nomor 7 di dunia pada tahun 2012. 3 Hal ini berarti Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan gas sebagai bahan bakar pengganti BBM. Nilai subsidi BBM yang sudah mencapai sekitar 22,8% dari jumlah total realisasi penerimaan pajak tahun 2013, bahkan jika ditambah dengan subsidi listrik maka nilainya menjadi sekitar 33,8% adalah suatu nilai yang tidak rasional karena sebagian besar subsidi tersebut justru dinikmati oleh orang yang mampu. Walaupun dilakukan kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan 2013, hal itu ternyata tidak terlalu membawa perubahan yang signifikan pada jumlah subsidi BBM tahun 2014. Jika pada APBN-P 2013 jumlah subsidi BBM sebesar Rp209,9 triliun maka pada tahun 2014 nilainya menjadi Rp210,7 triliun (sekitar 18,98% dari target penerimaan pajak). Jadi dapat dikatakan bahwa sekitar 1/5 uang pajak dari rakyat hanya dibakar di kendaraan. Alangkah jauh lebih bermanfaatnya jika uang pajak rakyat yang dibakar tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur, untuk pengentasan kemiskinan, untuk penciptaan lapangan kerja, dan sebagainya. Grafik 1. Besaran Subsidi Tahun 2009 s. d. 2014 (dalam triliun rupiah) 400 350 300 250 200 150 100 50 0 43,5 49,5 45 52,8 57,6 82,4 39,8 90,4 165,2 2009 2010 2011 APBN-P 39,9 48,3 94,6 100 51,6 71,4 211,9 209,9 210,7 2012 APBN-P 2013 APBN-P 2014 Non energi Listrik BBM Sumber: Nota Keuangan APBN, beberapa terbitan. Harga BBM bersubsidi yang murah menjadi salah satu penyebab konsumsi BBM yang sangat besar padahal supply di Indonesia sudah sangat terbatas. Efeknya, Indonesia menjadi salah satu net importir minyak sehingga neraca perdagangan minyak dan gas (migas) selalu mengalami defisit. Pada tahun 2013 saja neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar US$12,6 miliar yang 3 www.indexmundi.com, diakses tanggal 28 Februari 2014.

berdampak pada defisitnya neraca perdagangan secara keseluruhan sekitar US$4,1 miliar. Pada kuartal tiga 2013, defisit neraca perdagangan ini bahkan sampai mengganggu kondisi ekonomi kita (nilai kurs rupiah melemah, pertumbuhan ekonomi melambat, dan sebagainya). Semua kondisi tersebut mendorong kita untuk kembali menjalankan program konversi BBM ke BBG yang sudah pernah dilakukan sebelumnya di beberapa kota yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Cirebon, Bogor, dan Palembang. Walaupun dapat dikatakan program konversi yang dijalankan di beberapa kota tersebut gagal tetapi seharusnya kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman kegagalan tersebut. Pengalaman Indonesia Sebelumnya Susanti, dkk. (2011) 4 menuliskan dalam bukunya tentang pengalaman beberapa kota dalam menjalankan program konversi. Pertama di Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta telah mengharuskan penggunaan BBG bus Transjakarta dan angkutan umum lainnya pada tahun 2006 melalui Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 dan juga mengatur target penggunaan BBG setiap tahunnya (Tabel 1). Pada tahun 2015 diharapkan 15.563 angkutan umum telah menggunakan BBG, namun kenyataan pada saat ini yang konsisten menggunakan BBG hanyalah bus Transjakarta, sedangkan jenis angkutan umum lainnya termasuk bajaj semakin berkurang jumlah yang menggunakan BBG. Tabel 1. Target Konversi BBM ke BBG Jakarta Jenis Angkutan Umum 2011 2012 2013 2014 2015 Bus besar Busway 50 100 200 350 Bus sedang 50 100 200 350 Bus kecil - Mikrolet 300 1.000 1.500 2.000 1.910 Bus kecil APB 100 200 250 250 346 Bus kecil KWK 300 1.000 1.500 2.000 1.438 Taksi 2.000 3.000 5.000 5.000 7.169 Bajaj 100 1.000 2.000 3.000 4.000 Sumber: Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam Susanti, dkk., 2011. 4 Susanti, dkk. 2011. Kebijakan Nasional Program Konversi dari BBM ke BBG untuk Kendaraan. LIPI Press. Jakarta

Program konversi di Jakarta kurang berhasil disebabkan antara lain (i) sangat terbatasnya pasokan gas untuk transportasi; (ii) jaringan pipa gas di Jakarta yang masih sangat minim, akibatnya SPBG yang ada sangat terbatas dan jaraknya juga jauh sehingga para pemilik kendaraan angkutan umum tersebut malas untuk mengisi BBG; (iii) posisi SPBG tersebut sebagian besar tidak dilewati oleh rute angkutan umum; dan (iv) sebagian SPBG yang ada masih menggunakan teknologi slow fill sehingga memerlukan waktu lama untuk pengisian 1 tangki BBG (sekitar 30 menit) sehingga antrian menjadi panjang. Sementara di Bandung, pengalaman program konversi telah dimulai pada tahun 1997 melalui Program Langit Biru. Pada tahap awal sebanyak 35 angkutan kota dan 45 mobil dinas menggunakan BBG. Tetapi program ini tidak bertahan lama karena banyaknya kendala yang dihadapi, yang antara lain (i) di Bandung tidak ada jaringan pipa gas sehingga menyulitkan pasokan BBG, (ii) tidak ada suku cadang dan bengkel atau teknisi khusus untuk konverter kit dan kendaraan yang dikonversi sehingga apabila konverter kit rusak dilakukan kanibalisme efeknya jumlah konverter kit lama-kelamaan habis, dan (iii) teknologi pengisian SPBG yang ada adalah slow fill sehingga para sopir angkutan kota yang menggunakan BBG menjadi tidak sabar. Program konversi juga sudah di mulai pada tahun 2003 di Cirebon. Program ini dilakukan dengan inisiatif sendiri dari pengusaha angkutan kota, karena pengusaha menilai bahwa dengan menggunakan BBG akan dapat menghemat biaya mereka. Hal ini ditunjang oleh infrastruktur di Cirebon yang dilalui oleh jaringan pipa gas dan kondisi masyarakatnya yang sudah terbiasa menggunakan gas. Tetapi pada kenyataannya program konversi di Cirebon juga tidak dapat bertahan lama karena terkendala teknologi yang tersedia di SPBG hanyalah teknologi slow fill, dan sulitnya mencari spare part pengganti konverter kit yang rusak serta ketiadaan bengkel khusus konverter kit. Kementerian Perhubungan juga melakukan program konversi di Bogor dengan menyumbangkan 1.001 konverter kit bagi angkutan kota pada tahun 2009. Tetapi sampai dengan saat ini, konverter kit tersebut belum dapat dipergunakan karena tidak adanya SPBG di Bogor. Ketiadaan SPBG tersebut disebabkan oleh tidak adanya jaringan pipa gas yang memenuhi syarat untuk dapat dibangun SPBG.

Sedangkan di Palembang program konversi dimulai pada tahun 2009 dengan adanya bantuan konverter kit sebanyak 666 dari Pemerintah Pusat yang diperuntukkan bagi angkutan kota. Tetapi hanya sebanyak 53 unit saja yang dipasang, karena terkendala letak SPBG yang jauh dari rute angkutan kota, ketakutan akan meledaknya tabung BBG, ketakutan akan berkurangnya kinerja mesin, tidak adanya suku cadang konverter kit, dan layanan purna jual yang jelek. Khusus untuk Surabaya program konversi ternyata cukup berhasil. Program yang diprakarsai oleh para pengusaha taksi pada tahun 2007 ini dilakukan dengan cara memberikan konverter kit kepada supir taksi dan cara pembayarannya dicicil pada saat pembelian BBG. Kemudian pada tahun 2010, Pemerintah Pusat juga turut serta memberikan 500 konverter kit bagi angkutan kota. Sampai saat ini program ini masih bertahan di Surabaya dan diharapkan semakin berkembang. Pelajaran yang Diperoleh Potensi gas alam yang sangat besar dan manfaat-manfaat lainnya yang diperoleh dari program konversi membuat Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan BBG sebagai bahan bakar pengganti BBM. Pengalamanpengalaman kegagalan program konversi BBM ke BBG di beberapa kota memberi pelajaran untuk pengembangan program konversi selanjutnya. Dari pengalaman sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kegagalan program konversi di beberapa kota antara lain disebabkan oleh supply/pasokan gas yang sulit/terbatas, jumlah SPBG yang sangat sedikit dan lokasi nya yang tidak strategis, infrastruktur jaringan pipa gas yang masih sangat terbatas, teknologi pengisian BBG yang sangat lama (sekitar 30-40 menit), harga BBM yang masih murah, suku cadang dan teknisi konverter kit (layanan purna jual) yang sangat jarang, dan ketakutan pengguna BBG. Oleh karena itu, setidaknya terdapat tiga hal yang harus dilakukan agar program konversi ini dapat berjalan sukses, yaitu (i) pengadaan konverter kit, (ii) jaringan distribusi termasuk pengadaan SPBG, dan (iii) ketersediaan pasokan gas. 5 Pengadaan konverter kit. Agar program konversi ini menarik, Pemerintah harus ikut campur tangan dengan memberikan subsidi pengadaan konverter kit 5 Setiawan. 2013. Konversi Bahan Bakar Minyak ke Bahan Bakar Gas Pada Sektor Transportasi: Mungkinkah Dilakukan. Bunga Rampai Energi. Jakarta.

atau memberikan dana talangan pengadaan konverter kit yang nantinya akan dibayar oleh pembeli konverter kit dengan cara mencicil ketika membeli BBG (harga BBG sudah termasuk cicilan konverter kit - Gambar 2). Selain itu, pada tahap awal Pemerintah juga harus memastikan bahwa layanan purna jual, bengkel, dan teknisi untuk konverter kit tersedia di lapangan. Selanjutnya jika pasar konverter kit sudah terbentuk maka kemungkinan besar layanan purna jualnya juga akan tersedia dengan sendirinya. Gambar 2. Skema Pengadaan Konverter Kit Keterangan: 1. Konsumen mendapatkan konverter kit dari produsen/penjual secara cuma-cuma 2. Konverter kit dibayar oleh Pemerintah sebagian dengan dana subsidi dan sebagian lagi dibebankan kepada konsumen melalui pembelian BBG yang didalamnya terdapat komponen harga konverter kit 3. Konsumen membayar BBG ke SPBG yang di dalamnya terdapat komponen pembelian konverter kit 4. SPBG membeli BBG dari Pertamina/PGN/Supplier Gas Swasta yang didalamnya ada komponen harga konverter kit 5. Pertamina/PGN/Supplier Gas Swasta membayar ke pemerintah porsi konverter kit dari hasil penjualan BBG Pipa jaringan distribusi dan pengadaan SPBG. Pemerintah juga harus turut berperan dalam pembangunan jaringan pipa distribusi gas dan pengadaan SPBG. Untuk tahap awal adalah pembangunan jaringan pipa gas di lokasi-lokasi yang sudah direncanakan sebelumnya, termasuk pembangunan jaringan pipa di dalam kota. Pembangunan infrastruktur ini dapat dilakukan dengan menggunakan dana APBN/APBD atau menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan swasta (KPS) ataupun melalui penugasan kepada BUMN. Sedangkan untuk pengadaan SPBG dapat di dilakukan oleh Pemerintah melalui dua skema sehingga dapat menarik minat pengusaha agar mau berinvestasi dalam pembangunan SPBG, yaitu (i) melalui penerusan pinjaman dan (ii) melalui pemberian penjaminan pinjaman.

Dalam skema penerusan pinjaman, Pemerintah dapat meneruskan fasilitas pinjaman murah atau hibah dari luar negeri yang banyak disediakan oleh negara maju atau lembaga internasional bagi teknologi ramah lingkungan atau energi ramah lingkungan ke pengusaha-pengusaha SPBG dengan suku bunga kredit yang murah dan akses/skema yang mudah. Sementara dalam skema pemberian penjaminan pinjaman, skema penjaminan yang diterapkan pada KUR dapat dijadikan contoh untuk kredit pembangunan SPBG. Pemerintah memberikan penjaminan atas sebagian pinjaman, misalnya sebesar 50% - 80% melalui perusahaan penjamin. Di samping itu untuk membuka pasar bisnis SPBG, Pemerintah dapat menugaskan kepada BUMN (Pertamina atau PGN) untuk menjadi pionir. Setelah pasar bisnis ini terbentuk, maka pasti pengusaha akan mau terjun untuk membangun SPBG. Ketersediaan pasokan gas. Suplai BBG harus dapat dijamin oleh Pemerintah. Caranya dapat dilakukan melalui tangan SKK Migas yang mengatur mengenai peruntukan gas. Misalnya memanfaatkan bagian gas yang diterima oleh pemerintah untuk dipergunakan pada sektor transportasi. Untuk memastikan program ini berhasil, maka ketiga faktor tersebut harus dibarengi dengan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi, misalnya dengan melakukan pola subsidi tetap, dimana subsidi BBM yang diberikan per liter nya adalah tetap (misal Rp1.000 atau Rp2.000). Sehingga masyarakat akan mau beralih dari menggunakan BBM menjadi menggunakan BBG karena harga BBM menjadi tidak menarik lagi. Penutup Belajar dari pengalaman-pengalaman yang didapat dari program konversi BBM ke BBG yang sudah dilakukan sebelumnya membuat kita mengetahui apa saja kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki dan apa saja yang harus dilakukan agar program konversi dapat berhasil. Dengan kemauan yang kuat dari Pemerintah dan peran serta dari seluruh pemangku kepentingan, maka niscaya program konversi BBM ke BBG ini akan berhasil. Keberhasilan program konversi akan membuat Indonesia dapat menikmati manfaat dari pengalihan anggaran subsidi BBM yang sebelumnya sebagian besar dinikmati oleh orang mampu menjadi lebih

bermanfaat bagi pembangunan ekonomi dan dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.