Jurnal Bumi Lestari, Volume 10 No. 2, Agustus 2010, hlm Sumberdaya Lahan, Sumberdaya Air, dan Produktivitasnya Sebelum dan Setelah Alih

dokumen-dokumen yang mirip
Pengujian Paket Teknologi Budidaya Padi (Oryza sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dwijenagro Vol. 4 No. 1 ISSN :

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

TITOJER SEBAGAI PUPUK ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

Aplikasi Citra Satelit QuickBird Untuk Kajian Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Denpasar

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

EFEKTIVITAS KOMPOS SAMPAH PERKOTAAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA PADI

THE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13

Sumber : Nurman S.P. (

UJI LAPANG PENINGKATAN HASIL TANAMAN PADI MELALUI APLIKASI PEMBERIAN TINGGI GENANGAN DAN DOSIS PUPUK ORGANIK SKRIPSI

Gusnidar, dan Herviyanti 2

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

Peningkatan Produksi Pangan pada Lahan Sawah dengan Penerapan Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Melalui Evaluasi Status Unsur Hara Tanah

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION

Efisiensi Penggunaan Pupuk dan Lahan dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Padi Sawah

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015)

PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK PHONSKA DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L) VARIETAS IR 64

Teknologi Peningkatan Produksi dan Kualitas Hasil Panen Padi

APLIKASI PUPUK POPS PADA TANAMAN PADI: PENELITIAN DUA TAHUN. Ikhsan Hasibuan* 1, Sunarti 2 1,2

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN PENDAPATAN PETANI DARI TUMPANG SARI PALAWIJA + KAPAS (Studi Kasus di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul)

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

III. BAHAN DAN METODE

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

PENGARUH ZEOLIT DALAM PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, K PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) KEPRAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI. Mildaerizanti, Desi Hernita, Salwati dan B.Murdolelono BPTP JAMBI BPTP NTT

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Transkripsi:

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH TERHADAP PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR UNTUK MENUNJANG KETAHANAN PANGAN I Gusti Ngurah Santosa, Gede Menaka Adnyana, I Ketut Kartha Dinata, dan I Gusti Alit Gunadi Staf Pengajar pada Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar Abstract Land and water resources are important roles to keep the sustainability of food production. However, these resources tend to decrease because of developing infrastructure as well building, road, industry, tourism, property, etc. In two decades, it was predicted that land farm alleviation in Indonesia was about 10,000 ha per year. On the other side, food demand tended to increase because of population growth. Consequently, study has to be done to get some information about land area, irrigation facilities, and crops production. The location of the study on one unit area of irrigation, named Daerah Irigasi (DI) Mambal. This study was conducted by survey and field experiment on rice package technology. Survey methode was done by interview and literature study. The field experiment was done by some modified input i.e. younger seedling, minimum dosage of complete fertilizer, and minimum water irrigation. These treatments were compared to farmer s technology, and the result was analyzed by t test. The result of the study revealed that the land alleviation was 38.17% (4,280 ha to 2,980 ha) in a period of 30 years at DI Mambal and the land alleviation at Subak Sempidi was 26% (135 ha to 99 ha) in a period of 24 years. The supply of irrigation water debit at DI Mambal decreased 15% (from 3,596 l/sec to 3,038 l/sec) in a period of 30 years. On the other hand, the supply of irrigation water debit at Subak Sempidi increased 26% (from 168 l/sec to 212 l/sec) from 2005 to 2008. As a final point, supply of irrigation water debit increased from 1.70 l/sec/ha on 2005 2007 to 2.14 l/sec/ha on 2008. Paddy yield on experiment of technology package was 12.39 ton of dry grain harvest and it was 11.47 ton of dry grain harvest by the farmer s technology. From the result of the study was suggested that technology package have to be done by two or three times of cultivation to identify the stability of each harvest yield. Key words: land alleviation, water resources, technology package, food security 1. Pendahuluan Kekurangan pangan sangat berpengaruh terhadap gizi buruk, kesehatan, sekaligus menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Dampak serius lain yang ditimbulkan apabila terjadi krisis pangan adalah terganggunya stabilitas sosial politik, ekonomi, dan keamanan. Oleh karena itu, persediaan pangan tidak boleh kurang, dengan kata lain ketahanan pangan harus stabil dan tetap terjaga secara berkelanjutan. Untuk menunjang ketahanan pangan yang berhubungan dengan aspek ketersediaan pangan, maka kelangsungan proses produksi pangan, membutuhkan ketersediaan lahan secara berkelanjutan dalam jumlah dan mutu yang memadai (Santosa, 2008). Ditinjau dari sumberdaya lahan sawah, belakangan banyak lahan sawah produktif yang sudah beralih fungsi menjadi perumahan, industri, pariwisata, maupun untuk tujuan yang lain. Di sisi lain pencetakan sawah baru untuk mengganti lahan 208

I G.N. Santosa, dkk. : Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Air... sawah yang hilang memerlukan biaya yang tinggi dan waktu yang lama karena kendala terbatasnya infrastruktur penunjang seperti jalan penghubung, prasarana irigasi dan transportasi. Secara nasional, terjadi penurunan luas sawah sebesar 10.000 ha setiap tahun dalam dua dekade terakhir (Suganda, 2008). Luas sawah di Bali pada tahun 2007 adalah sekitar 80.997 ha (14,38%) dan selebihnya 85,16% berupa lahan kering (BPS Bali, 2007). Selanjutnya, konversi lahan sawah di Bali adalah sebesar 6,45% selama kurun waktu 10 tahun terakhir (Rai dan Menaka Adnyana, 2009). Seiring dengan situasi tersebut, keadaan sekarang dan dimasa mendatang ketersediaan sumberdaya air juga semakin berkurang, namun kebutuhan di berbagai sektor semakin meningkat. Oleh karena itu, tantangan sistem produksi padi ke depan adalah mampu meningkatkan produksi sekaligus mampu menghemat pemakaian air irigasi (Zhang et al., 2009). Selain faktor teknologi, maka yang tidak kalah penting untuk menjamin keberlanjutan sistem produksi padi adalah adanya regulasi atau kebijakan yang dapat mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah (Pasandaran, 2006). Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang keberlanjutan sistem produksi padi khususnya menyangkut luas lahan yang masih tersedia, debit air irigasi yang dipasok dan kondisi jaringan irigasi, serta pola tanam dan hasil-hasil tanaman yang dibudidayakan. Tujuan selanjutnya adalah untuk mengetahui hasil panen padi yang dibudidayakan dengan penerapan paket teknologi. 2. Metode Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian lapangan yang terdiri atas metode survei dan percobaan untuk mendapatkan data primer serta studi pustaka untuk memperoleh data sekunder (Nasir, 1999). Lokasi survei dilakukan di wilayah DI Mambal dan lokasi percobaan dilakukan di Subak Sempidi. Penelitian lapangan ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu mulai bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2009. Teknik survei meliputi pengamatan langsung di lapangan dan wawancara kepada Kelian Subak dan pengamat pintu air Lukluk, dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran perubahan luas lahan, kondisi jaringan irigasi, debit air, pola tanam, dan hasil panen. Selanjutya, kegiatan percobaan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang hasil dari uji coba paket teknologi padi. Paket teknologi padi yang dimaksud adalah penggunaan benih unggul (Ciherang), tanam bibit umur muda (14 hst) dengan jumlah bibit per lubang terbatas (3 bibit per lubag), penggunaan pupuk berimbang (urea 250 kg/ha; TSP 100 kg/ha, dan KCl 75 kg/ha), penambahan pupuk kompos (3500 kg/ ha), penambahan kapur (800 kg/ha). Dasar pertimbangan dari rumusan paket teknologi ini adalah pemberian input yang berimbang dan lengkap yang didasarkan atas hasil survai tanah (Budianta, 2001; Adnyana, 2005). Selajutnya, irigasi diberikan selangseling antara macak-macak dan pengeringan (Zhang et al., 2009). Sebagai pembanding paket teknologi budidaya padi yang diuji coba adalah cara budidaya yang biasa diterapkan oleh petani setempat. Cara budidaya petani setempat adalah penggunaan benih unggul (Ciherang), tanam bibit umur 21 hst dengan jumlah 4-5 bibit per lubang. Pemberian air terus menerus, dengan genangan 5-10 cm, dosis pupuk urea dan KCl masing-masing 300 kg/ha, tanpa pupuk kandang dan pengapuran.. Variabel yang diamati terdiri atas variabel pertumbuhan, komponen hasil dan hasil panen padi. Variabel yang diamati, selanjutnya dibandingkan dengan menggunakan uji t 0,05%. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Perkembangan sumberdaya lahan dan sumberdaya air di Daerah Irigasi Mambal dari tahun 1980-sekarang Luas lahan sawah di Daerah Irigasi Mambal (DI) sampai pada tahun 80-an tercatat 4820 ha, kemudian terjadi penyusutan setiap tahun. Pada tahun 2008, luas lahan tercatat sekitar 2980 ha. Dapat dikatakan dalam rentang 30 tahun, luas lahan sawah menyusut 38,17 %. Demikian juga terhadap sumberdaya air yang mendukung aktivitas pertanian di lingkungan DI ini, yaitu sampai pada tahun 80-an debit air ratarata yang melayani wilayah ini adalah sebesar 3.596 liter/detik. Debit air juga mengalami penyusutan setiap tahunnya, dan debit yang tercatat pada tahun 2009 adalah 3.038 liter/detik atau menyusut sebesar 15% lebih. Berdasarkan Data perkembangan sumberdaya lahan dan sumberdaya air di DI Mambal, dapat diketahui bahwa debit layanan air irigasi sampai tahun 2000-an adalah sebesar 0,75 liter/detik/ha. Kemudian terjadi peningkatan dan sampai tahun 2009 209

Jurnal Bumi Lestari, Volume 10 No. 2, Agustus 2010, hlm. 208-214 Tabel 1. Perkembangan Sumberdaya Lahan dan Sumberdaya Air di Daerah Irigasi Mambal selama Periode 30 tahun (1980-2009) No Sumberdaya Unit Tahun 1980-2000 2000-2008 1 Lahan sawah ha 4.820 2.980 2 Air irigasi l dt -1 3.596 3.038 3 Penyusutan lahan % 38,17 4 Penurunan debit air % 15,52 5 Tingkat layanan debit per hektar l dt -1 ha -1 0,75 1,02 Sumber: Data Pengamat Pintu Air Lukluk tahun 2009 tercatat sebesar 1,02 liter/detik/ha sebagai konsekuensi dari penyusutan lahan secara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan debit air (Tabel 1). Dalam teori kebutuhan air untuk tanaman padi, diketahui bahwa kebutuhan debit ratarata adalah sekitar 2 liter/detik/ha. Walaupun demikian, dengan kemampuan managemen irigasi di tingkat subak, persediaan air yang ada mampu dikelola untuk meningkatkan produktivitas lahanya. 3.2 Sumberdaya Lahan, Sumberdaya Air, dan Produktivitasnya Sebelum dan Setelah Alih Fungsi Lahan di Subak Sempidi Luas lahan sawah di Subak Sempidi sebelum terjadi alih fungsi lahan, yaitu sebelum tahun 2003 (tahun 2003 ini diasumsikan terjadi alih fungsi lahan yang signifikan) adalah seluas 135 ha. Selanjutnya, sampai pada tahun 2008 luas areal masih tersedia 99 ha, atau dalam rentang lima tahun terakhir lahan telah menyusut sekitar 26%. Sebaliknya, debit air irigasi yang melayani aktivitas kegiatan pertanian di Subak Sempidi justru meningkat, khususnya pada tahun 2008. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan layanan air irigasi dari rata-rata 1,70 liter/ detik/ha pada rentang tahun 2005-2007 menjadi 2,14 liter/detik/ha (Tabel 2). Gambaran produksi padi sebelum dan setelah alih fungsi lahan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Sebelum alih fungsi lahan, luas sawah adalah 135 ha, dengan asumsi dilakukan dua kali tanam setahun dan hasil panen masing-masing musim seperti pada Tabel 3, maka diperkirakan produksi padi setahun adalah sebesar 1.552,5 ton gabah kering panen (GKP). b. Setelah alih fungsi lahan, luas sawah menjadi 99 ha, dengan asumsi yang sama seperti pada Tabel 3, produksi padi setahun menjadi 1.188 ton (GKP). Berdasarkan gambaran demikian, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan produksi padi sebesar 364,5 ton atau sebesar 23,5%. c. Melalui perbaikan teknik budidaya, hasil panen dapat ditingkatkan menjadi 11 dan 12 ton/ha. Dengan demikian produksi padi menjadi 2.277 ton (GKP). Dengan demikian produksi padi dapat ditingkatkan menjadi 1.089 ton (GKP) atau 91,61% terhadap luas lahan setelah alih fungsi lahan. Demikian pula terhadap luas lahan sebelum alih fungsi lahan, produksi padi dapat ditingkatkan sebesar 724,5 ton (GKP) atau sebesar 46,67%. Tabel 2. Perkembangan Sumberdaya Lahan dan Air di Subak Sempidi tahun 2005-2008 No Sumberdaya Unit Tahun 2005 2006 2007 2008 1 Lahan sawah ha 99 99 99 99 2 Air irigasi l dt -1 168 168 168 212 3 Tingkat layanan Air irigasi l dt -1 ha -1 1,70 1,70 1,70 2,14 Sumber: Data Pengamat Pintu Air Lukluk tahun 2009 210

I G.N. Santosa, dkk. : Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Air... Tabel 3. Gambaran Produksi Padi di Subak Sempidi Sebelum dan Setelah Alih Fungsi Lahan No Luas sawah (ha) Intensitas panen (%) Panen I (ton/ha) Panen II (ton/ha) Produksi (ton) 1 135 200 5,5 6,0 1.552,5 2 99 200 5,5 6,5 1.188,0 3 99 200 11 *) 12 **) 2.277,0 Sumber: Data Pengamat Pintu Air Lukluk tahun 2009; *) Hasil wawancara dengan Klian Subak Sempidi, **)Hasil Percobaan Tim Peneliti FP Unud, tahun 2009 3. 3 Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Padi Pertumbuhan vegetatif tanaman padi yang diamati dengan variabel berturut-turut tinggi tanaman maksimum, jumlah daun maksimum, luas daun maksimum per rumpun, indeks luas daun dan jumlah anakan maksimum per rumpun yang diberi perlakuan paket teknologi berbeda tidak nyata dengan perlakuan cara petani (Tabel 4). Berdasarkan hasil analisis tanah di lokasi percobaan, untuk lahan lokasi perlakuan paket teknologi dan cara petani didapatkan gambaran bahwa kondisi yang berbeda adalah kandungan N total dan K tersedianya, dimana N total kandungannya sedang untuk lokasi paket teknologi Tabel 4. Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada perlakuan paket teknologi dan cara petani No Perlakuan Tinggi tanaman maksimum (cm) Jumlah daun maksimum (helai) Luas daun maksimum (cm 2 ) Indeks luas daun Jumlah anakan Maksimum (batang) 1 Paket teknologi 98,50 72,30 3157,67 4,73 17,50 2 Cara petani 88,95 82,75 5003,15 7,46 26,25 t hitung 1,491-0,495-1,881-1,881-1,792 t tabel 0.05 2,021 2,021 2,021 2,021 2,021 Sumber: Hasil Pengamatan Tim Peneliti FP Unud tahun 2009 Tabel 5. Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi Pada Perlakuan Paket Teknologi dan Cara Petani No Perlakuan Jumlah anakan produktif (batang) Indeks batang akar Indeks panen 1 Paket teknologi 16,100 3,081 0,417 2 Cara petani 17,950 3,908 0,428 t hitung - 0,334-0,843-0,179 t tabel 0.05 2,021 2,021 2,021 Sumber : Hasil Pengamatan Tim Peneliti FP Unud tahun 2009 211

Jurnal Bumi Lestari, Volume 10 No. 2, Agustus 2010, hlm. 208-214 dan kandungannya rendah untuk lokasi cara petani. K tersedia kandungannya tinggi untuk lokasi paket teknologi, sebaliknya kandungannya sedang untuk lokasi cara petani serta kondisi tanah agak masam pada kedua lokasi percobaan. Selain itu, kondisi kualitas tanahnya sama.. Selanjutnya, berdasarkan kondisi lapangan tersebut, dirumuskan paket teknologi berturut-turut mengkombinasikan pupuk kimia dengan pupuk organik dan penambahan kapur dengan dosis sebagaimana disebutkan sebelumnya. Penambahan dosis pupuk kompos sebesar 3,50 ton/ ha didasari atas hasil analisis pupuk kompos yang digunakan. Asumsinya adalah N total pada lokasi paket teknologi dengan lokasi cara petani menjadi sama, tetapi sumbernya yang berbeda. Berdasarkan kondisi sumber N yang berbeda dari masing-masing lokasi percobaan, ternyata respons pertumbuhan vegetatif tanaman padi tidak berbeda. Sebenarnya, dari kondisi yang berbeda ini diharapkan respons pertumbuhan vegetatif tanaman padi yang diberi perlakuan paket teknologi seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Tetapi, justru variabel vegetatif tanaman padi pada perlakuan cara petani cenderung ukurannya lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan paket teknologi, meskipun berbeda tidak nyata. Kondisi demikian dapat dijelaskan bahwa karakter pupuk kompos dalam menyediakan hara bagi pertumbuhan tanaman tidak secepat pupuk mineral. Selain itu, pupuk kompos yang dipakai adalah pupuk yang belum mengalami pengomposan yang baik. Akibatnya, pupuk kompos dalam kondisi anaerob justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Dari kondisi demikian, maka disarankan untuk menggunakan pupuk kompos yang terlebih dahulu mengalami pengomposan secara sempurna. Sebagaimana dengan pertumbuhan vegetatif tanaman padi yang ditampilkan pada Tabel 4, ternyata pertumbuhan generatif tanaman padi seperti jumlah anakan produktif per rumpun, indeks batang akar dan indeks panen, responsnya juga berbeda tidak nyata pada perlakuan paket teknologi dan cara petani (Tabel 5). Artinya, respons pertumbuhan vegetaif tanaman padi konsisten dengan respons pertumbuhan generatifnya. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa baik pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman padi, responsnya sama, baik untuk perlakuan paket teknologi maupun cara petani. Dalam teori pertumbuhan tanaman, terdapat korelasi antara pertumbuhan vegetatif dengan pertumbuhan generatif, dimana pertumbuhan generatif yang baik didukung oleh pertumbuhan vegetatifnya (Tesar, 1984). Dalam penelitian ini diharapkan akan terjadi respons yang lebih baik pada pertumbuhan generatif tanaman padi yang diberi perlakuan paket teknologi dibandingkan dengan cara petani, meskipun respons pertumbuhan vegetatifnya sama. Oleh karena harapan dimaksud tidak terjadi, maka dapat dijelaskan bahwa; pupuk kompos yang digunakan belum mengalami pengomposan yang sempurna, selain sifat pupuk kompos memiliki kemampuan penyediaan hara yang lambat. Dalam praktek budidaya padi yang diterapkan di lapangan, para petani umumnya sudah paham dan mengerti tentang penggunaan air yang macak-macak, penambahan bahan organik dan praktek-praktek budidaya padi lainnya. Sehingga, hasil dari penelitian ini sebagaimana yang akan diharapkan dalam tujuan penelitian tidak terjadi. Oleh karena itu dapat disarankan dalam penelitian model uji coba langsung di lapangan (on farm research), maka diperlukan pemilihan lokasi yang lebih sesuai terutama dalam praktek pemberian air yang masih menggunakan genangan. Selain itu, petugas pengawas lapangan harus bekerja dengan baik dan disiplin. 3.4 Komponen Hasil dan Hasil Panen Padi Pengamatan terhadap komponen hasil dan hasil panen padi pada kedua perlakuan yang diujicobakan juga memberikan respons yang sama seperti pada pertumbuhan vegetaif dan generatifnya (Tabel 6). Artinya terjadi korelasi antara pertumbuhan vegetaif, generatif dan komponen hasil serta hasil panennya. Terjadinya respons yang lebih baik pada komponen hasil dan hasil panen padi yang diberi perlakuan paket teknologi dibandingkan dengan perlakuan cara petani tetap diharapkan. Oleh karena harapan yang dimaksud tidak terjadi maka diperkirakan fungsi atau manfaat pupuk kompos yang diberikan, lebih pada upaya menjaga kualitas tanah setelah panen. Hasil analisis residu tanah tempat percobaan menunjukkan bahwa kandungan N total, P dan K tersedia berturutturut sedang, tinggi dan tinggi untuk perlakuan paket teknologi. Sebaliknya, kandungan N total, P dan K tersedia beruturut-turut sedang, sangat rendah dan tinggi pada perlakuan cara petani. Maka apabila dilakukan pengujian pada musim tanam berikutnya, dimana dengan perlakuan dosis pupuk sedang tanpa perlu lagi penambahan pupuk kompos diperkirakan 212

I G.N. Santosa, dkk. : Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Air... Tabel 6. Komponen hasil dan hasil panen padi pada perlakuan paket teknologi dan cara petani No Perlakuan Jumlah gabah (butir) Persentase gabah berisi (%) Bobot gabah (g) Bobot 1000 butir gabah (g) Hasil panen Hektar -1 (kw) 1 Paket teknologi 1426,55 88,03 52,15 37,33 123,90 2 Cara petani 1286,85 86,87 49,18 38,48 114,70 t hitung 0,26 0,182 0,173-0,149 0,751 t tabel 0.05 2,021 2,.021 2,021 2,021 2,101 Sumber: Hasil Pengamatan Tim Peneliti FP Unud,2009 pertumbuhan tanaman dan hasil padi lebih stabil dibandingkan dengan cara petani. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui peranan dari perlakuan paket teknologi yang diujicobakan disarankan untuk dikerjakan dalam dua atau tiga kali panen untuk mengetahui stabilitas hasil panennya. Dalam teori dan praktek budidaya dengan menggunakan pupuk kompos, nampaknya belum diketahui benar dan lebih mendalam terhadap peranan pupuk kompos dimaksud. Pernyataan ini muncul karena beberapa pertanyaan harus diketahui jawabannya yaitu: i) apakah dalam setiap penanaman harus selalu memupuk dengan pupuk kompos; ii) apakah jenis tanah yang berbeda merespons sama terhadap pemberian pupuk kompos; dan iii) dibutuhkan standarisasi terhadap deskripsi pupuk kompos. Hasil penelitian ini dapat memberikan makna bahwa terjadinya alih fungsi lahan dan penurunan sumberdaya air mengakibatkan penurunan produksi tanaman. Walaupun demikian, melalui perbaikan teknik budidaya seperti pada penerapan paket teknologi padi, dengan pemupukan berimbang, penambahan pupuk organik, pengapuran dan irigasi macak-macak, produksi padi dapat ditingkatkan. Harapannya adalah terdapat peluang dalam upaya menunjang ketahanan pangan. 4. Simpulan dan Saran Lahan sawah di Daerah Irigasi Mambal mengalami penyusutan sebesar 38,17% dalam rentang waktu 30 tahun dari luas sekitar 4820 ha pada tahun 80-an menjadi 2980 ha pada tahun 2008. Selanjutnya, luas sawah di Subak Sempidi juga mengalami penyusutan sebesar 26,67% dalam rentang waktu 24 tahun dari luas sekitar 135 ha pada tahun 1979 menjadi sekitar 99 ha pada tahun 2003 hingga sekarang. Debit air irigasi yang disuplai ke Daerah Irigasi (DI) mengalami penyusutan sebesar 15% dalam rentang waktu 30 tahun dengan debit sekitar 3596 liter/detik pada tahun 80-an menjadi 3038 liter/detik pada tahun 2008. Sebaliknya, di Subak Sempidi, suplai air irigasi justru mengalami peningkatan dari debit sekitar 168 liter/detik pada tahun 2005-2007 menjadi sekitar 212 liter/detik pada tahun 2008. Dengan demikian tingkat layanan suplai air irigasi meningkat dari 1,70 liter/detik/ha pada tahun 2005-2007 menjadi sekitar 2,14 liter/detik/ha pada tahun 2008. Intensitas tanam di Subak Irigasi sebelum alih fungsi lahan berkisar antara 200-250% dalam setahun, dengan pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi/palawija-palawija/bera. Selanjutnya, setelah alih fungsi lahan, intensitas tanam mengalami peningkatan menjadi sekitar 250-300%, dengan pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi/palawijapadi/palawija. Jenis-jenis komoditas palawija yang diusahakan sebelum alih fungsi lahan diantaranya adalah jagung dan kedelai. Kemudian, palawija yang diusahakan setelah alih fungsi lahan diantaranya adalah jagung manis dan semangka. Distribusi dan alokasi air irigasi dalam Subak Sempidi secara umum tidak mengalami perubahan, dimana pengaturan air pada musim hujan untuk tanaman padi dapat dilakukan secara serempak pada unit-unit tempeknya. Sebaliknya, pada musim kemarau, suplai air irigasi dilakukan secara bergiliran dengan mengutamakan tempek-tempek yang akan menanam padi. Tempek-tempek yang menanam palawija mendapat bagian setelah kebutuhan areal 213

Jurnal Bumi Lestari, Volume 10 No. 2, Agustus 2010, hlm. 208-214 tanaman padi terpenuhi. Kondisi jaringan irigasi di Daerah Irigasi (DI) Mambal dan Subak Sempidi secara umum masih dalam kondisi baik dan berfungsi sempurna. Kondisi ini disebabkan oleh dukungan anggaran operasional dan pemeliharaan (OP) dari pemerintah yang memadai. Permasalahan yang dominan dalam OP jaringan adalah adanya sampah yang sering menyumbat saluran yang mengakibatkan terganggunya kelancaran distribusi air irigasi ke petakan sawah. Produksi padi di Subak Sempidi sebelum terjadi alih fungsi lahan adalah sebesar 1552,5 ton dan produksi padi setelah alih fungsi lahan menjadi sebesar 1188 ton atau mengalami penurunan sebesar 23,5%. Hasil panen padi pada uji coba budidaya paket teknologi didapatkan sebesar 12,39 ton GKP/ ha dan pada uji coba budidaya cara petani didapatkan sebesar 11,47 ton GKP/ha. Dalam penelitian atau uji coba penggunaan pupuk organik, maka prasyarat dari bahan organik yang digunakan terlebih dahulu harus mengalami proses pengomposan yang benar. Dalam model penelitian uji coba langsung di lapangan (on farm research), maka diperlukan pemilihan lokasi yang lebih sesuai terutama untuk praktek pemberian air irigasi yang masih menggunakan genangan di petakan sawah. Selain itu, petugas pengawas lapangan harus bekerja dengan baik dan disiplin. Untuk dapat mengetahui peranan dari perlakuan paket teknologi yang diujicobakan disarankan untuk dikerjakan dalam dua atau tiga kali tanam untuk mengetahui stabilitas setiap hasil panennya. Berdasarkan hasil uji coba budidaya paket teknologi ini dapat disarankan, jika petani pemilik ternak, maka limbahnya dapat ditampung dan terlebih dahulu dikomposkan sebelum dimanfaatkan untuk pupuk. Dengan demikian tujuan melestarikan kualitas tanah dapat terpenuhi sekaligus dapat mengurangi biaya produksi tanaman. Daftar Pustaka Adnyana, I. M. 2005. Rekomendasi Pemupukan Fosfat Spesifik Lokasi Untuk Tanaman Padi Sawah. Agritrop (Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian). Vol. 24. No. 4.: 133-136. BPS Bali. 2007. Bali Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Budianta, D. 2001. Pengelolaan Hara Terpadu untuk Mempertahankan Kualitas Sumberdaya Lahan dan Air. Visi-Jurnal Ilmiah Studi dan Pengembangan Irigasi, Sumberdaya Air, Lahan, dan Pembangunan. PSI- SDALP UNAND. Padang. No. 20 Maret: 49-67. Nasir, M. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal. Pasandaran, E. 2006. Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Beriigasi di Indonesia, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. 25 (4): 123-129. Rai, I N. dan G. Menaka Adnyana. 2009. Persaingan Pemanfaatan Lahan dan Air: Perspektif Keberlanjutan Pertanian dan Kelestarian Lingkungan. Udayana University Press. Denpasar. 195 hal. Santosa, I G.N. 2008. Conservation of Water Resources Is As The Key To Realize Sustainable Water Use, Food Security and Poverty Alleviation. A paper presented for the Symposium on Efficient and Sustainable Water Use to Adress Poverty Alleviation and Food Security. The 5 th INWEPF Steering Meeting. Conducted in Denpasar 13-15 November 2008.: 151-156. Suganda, H. 2008. Produksi Pangan dan Beras Persediaan Kita. Http//c-tinemu.blogspot.com/2008/12/ produksi-pangan-dan beras. Tesar, MB. 1984. Physiology Basis of Crop Growth and Development. Crop Science Society of America. Madison-Wisconsin. 341 pp. Zhang, H., Y. Xue, Z. Wang, J. Yang and J. Zhang.2009. An Alternate Wetting and Moderate Soil Drying Regime Improves Root and Shoot Growth in Rice. Crop Sci. 49: 2246-2260. 214