BAB III Radang dan Kesembuhan Luka. Oleh : Dhirgo Adji. Radang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

PROSES PERADANGAN & PROSES INFEKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERAN MONOSIT (MAKROFAG) PADA PROSES ANGIOGENESIS DAN FIBROSIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

Tugas Biologi Reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROSES PENYEMBUHAN DAN PENANGANAN LUKA

Tissue Repair: Regeneration, Healing, and Fibrosis. Alphania Rahniayu Nila Kurniasari Dept/ SMF Patologi Anatomi FK UNAIR

BAB 6 PEMBAHASAN. pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27

b) Luka bakar derajat II

Tujuan : memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yg rusak pada tempat itu.

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

D A R A H DARAH. Jumlah sel darah 10/17/2009 PLASMA PURWO SRI REJEKI. Fungsi Darah : ERITROSIT : Fungsi: 1. Transport O 2. Darah merupakan 8% BB total

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

KOMPLEMEN. Tabel 1 : Protein Sistem Komplemen Kaskade klasik Kaskade lektin Kaskade alternatif Kaskade lisis Protein fungsional: Clqrs C2 C3 C4

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

INFLAMASI AKUT DAN KRONIK. Etty Hary Kusumastuti Nila Kurniasari Dept/SMF Patologi Anatomi FK UNAIR

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab luka

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

Transkripsi:

BAB III Radang dan Kesembuhan Luka Oleh : Dhirgo Adji Radang Radang adalah reaksi alamiah yang berupa respon vaskuler dan seluler dari jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya rangsang/ iritasi akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral (Celloti dan Laufer, 2001). Kemampuan tubuh dalam membuat reaksi radang bertujuan untuk mendukung jaringan pada proses kerusakan, pertahanan terhadap serangan mikroorganisme dan memperbaiki jaringan yang rusak serta proses kesembuhan luka (NN, 2003). Walaupun efek inflamasi sering digambarkan menyebabkan beberapa kerugian, namun proses tersebut tetap menguntungkan, antara lain adalah pengaruhnya dalam menanggulangi pengaruh stres yang selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab radang sangat banyak dan bervariasi, namun pada umumnya radang merupakan proses respon imun terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Beberapa penyebab radang lainnya adalah : trauma, operasi, bahan kimia kaustik, pangs dan dingin yang ekstrem dan iskhemia (Baratawidjaja, 2002 ;NN. 2003). Terdapat 2 tipe radang : (1) Akut (eksudatif): merupakan respon awal terhadap gangguan, merupakan reaksi non spesifik dan mungkin menimbulkan pengaruh yang fatal. Durasi biasanya pendek, umumnya terjadi sebelum respon immun menjadi jelas dan ditujukan terutama untuk menghilangkan agen penyebab gangguan dan membatasi jumlah jaringan yang rusak (2) Kronis (proliferatif): Berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bisa bertahuntahun. Radang kronis bisa merupakan hasil perkembangan radang akut. Ciri radang kronis adalah adanya infiltrasi sel mononuklear (makrofag). limfosit dan proliferasi fibroblas. Agen penyebab biasanya merupakan iritan yang mengganggu secara persisten namun tidak mampu melakukan penetrasi lebih dalam atau menyebar secara cepat. Contoh konkret penyebab radang kronis antara lain : benda asing, talk, silikon, asbes dan benang jahit operasi. Universitas Gadjah Mada 1

Tujuan dari adanya keradangan secara umum adalah untuk mengeluarkan, membuang dan menetralkan agen iritan. Efek samping keradangan adalah hipersensitif akut, deformitas fibrotik, pembentukan keropeng, obstruksi dan pembatasan mobilitas. Komponen reaksi keradangan berupa plasma, sei-sel darah dalam sirkulasi berupa neutrofil, monosit, eosinofil, limfosit, basofil, platelet, komponen jaringan konektivus seperti sel Mast ; Fibroblas dan makrofag dan jaringan ekstraseluler seperti : protein penyusun jaringan fibrosa; kolagen; elastin; fibronektin; laminin dan pembuluh darah (Celloti dan Laufer, 2001). Gambar 1. Sebab-sebab keradangan akut (Baratawiwidjaja, 2002) Tanda-tanda keradangan Menurut Celloti dan Laufer (2001), keradangan akut ditandai dengan adanya warna merah (rubor), sebagai hasil peningkatan aliran darah pada daerah radang/hiperemi; panas (kalor) sebagai hasil hiperemi vaskuler; bengkak (tumor), sebagai hasil eksudasi seluler dan cairan; sakit (dolor) disebabkan oleh adanya iritasi akibat tekanan dan adanya produk metabolisme serta Kehilangan fungsi (functio laesa), karena fungsi jaringan berjalan secara tidak normal. Gejala tersebut merupakan gejala umum sebagai manifestasi yang berkaitan dengan proses konstriksii arteriola diikuti dengan dilatasi yang melanjut dengan dilatasi kapiler dan venula; kongesti venula; peningkatan permeabilitas pembuluh darah kecil; eksudasi cairan radang kaya protein (eksudat); hemokonsentrasi, marginasi dan adesi sel darah, transmigrasi menembus venula, kemotaksis, agregasi dan fagositosis. Universitas Gadjah Mada 2

Terdapat 3 komponen histologis dasar pada daerah keradangan : (1) vaskularisasi yang disertai peningkatan namun statis dari aliran darah yang menyebabkan panas dan kemerahan, (2) eksudasi seluler terutama sel fagosit (neutrofil dan monosit) yang menyebabkan kebengkakan dan (3) eksudasi cairan yang mengandung protein tinggi (fibrinogen) menyebabkan kebengkakan disertai iritasi nervus yang menyebabkan sakit dan gangguan fungsi. Manifestasi keradangan 1. Radang akut Manifestasi keradangan akut dibedakan menjadi 2 kategori : (a) respon vaskuler dan (b) respon seluler. Respon vaskuler atau respon hemodinamik terjadi scat timbulnya vasokonstriksi pembuluh darah kecil didaerah radang. Vasokonstriksi akan segera diikuti vasodilatasi arteriola dan venula yang mensuplai daerah radang. Sebagai hasil dari reaksi tersebut, maka daerah radang menjadi kongesti yang menyebabkan jaringan berwarna merah dan panas. Bersamaan dengan itu, permeabilitas kapiler akan meningkat, yang menyebabkan cairan berpindah ke jaringan dan menyebabkan kebengkakan, rasa sakit dan gangguan fungsi. Respon seluler pada keradangan akut ditandai dengan adanya proses fagositosis dari sel darah putih (Celloti dan Laufer,2001). 2. Radang kronis Berbeda dengan radang akut, radang kronis menciri dengan adanya infiltrasi sel mononuklear termasuk makrofag, limfosit dan plasma sel; jaringan yang terdestruksi, proliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis) dan fibrosis (Cotran dkk, 1994). Mediator dan efeknya lnflamasi akut terjadi akibat pelepasan berbagai mediator yang berasal dari jaringan yang rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Meskipun pemicu keradangan dapat berbeda-beda, namun jalur keradangan tetap sama, kecuali radang yang disebabkan oleh reaksi alergi (Ig-E-sel mast) yang terjadi Iebih cepat dan dapat menjadi sistemik. Mediator-mediator tersebut menimbulkan edema, kebengkakan, merah, sakit dan gangguan fungsi organ/ jaringan yang terkena. Jaringan yang rusak akan mengeluarkan mediator seperti trombin, histamin dan TNFa. Mikroba dapat melepaskan endotoksin dan/ atau eksotoksin, yang mana keduanya dapat memacu pelepasan mediator pro-inflamasi. Komponen bakteri LPS (lipopolisakarida) komponen dinding sel bakteri gram negatif, apabila diinjeksikan dapat menyebabkan munculnya berbagai sitokin pro-inflamasi seperti Interleukin (IL)-1, 6, 12, Universitas Gadjah Mada 3

18, TNF- dan TNF-β. Toksin bakteri juga menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan trombin, histamin, sitokin dan merusak ujung-ujung saraf. Mikroba juga dapat mengaktifkan komplemen jalur klasik atau alternatif. Kejadian pada tingkat molekuler/ seluler yang terjadi pada keradangan adalah vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan infiltrasi seluler. Hal tersebut berkaitan dengan kerja mediator kimia yang disebarkan keseluruh tubuh dalam bentuk aktif maupun non aktif. Mediator akan diaktifkan ditempat keradangan itu terjadi. TNF- dan IL-1 yang diproduksi makrofag dan diaktifkan oleh endotoksin mikroba, juga berperanan dalam perubahan permeabilitas vaskuler (Baratawidjaja, 2002). Komplemen Aktivasi komplemen terjadi melalui jalur klasik dan alternatif. Hal ini berhubungan dengan tahap awal dari invasi bakteri Aktivasi komplemen akan melepas berbagai mediator seperti C3a, C4a dan C5a yang merupakan anafilatoksin dan merangsang sel mast jaringan untuk melepas histamin dengan efek pelebaran serta peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Cairan dan protein yang keluar dari rongga intravaskuler, menimbulkan edema dan kebengkakan. Vasodilatasi akan melambatkan aliran darah yang memungkinkan timbulnya marginasi leukosit dan menempel pada endotel (Baratawidjaja, 2002). Mediator Asal Efek Histamin Sel mast, basofil Peningkatan permeabilitas kontraksi Otot polos, kemokinosis 1 5-Hidroksi triptamin Trombosit, mastosit Permeabilitas vaskuler Platelet activating Basofil, neutrofil, Pelepasan mediator dari trombosit, factor makrofag permeabilitas vaskuler meningkat, kontraksi otot polos, aktivasi neutrofil Neutrofil Mastosit Kemotaksis neutrofil chemotactic factor Chemokines Leukosit Merangsang kemotaksis C3a Komplemen C3 Degranulasi mastosit, kontraksi otot polos C5a Komplemen C5 Degranulasi mastosit, kemotaksin neutrofil dan makrofag, aktivasi neutrofil, kontraksi otot polos, permeabilitas vaskuler meningkat Universitas Gadjah Mada 4

Bradikinin Sistem kinin Vasodilatasi, kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, rasa sakit Fibrinopeptida dan Sistem penjendalan Permeabilitas vaskuler, kemotaksis produk asal fibrin darah neutrofil dan makrofag Prostaglandin E-2 Jalur siklooksigenase Vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler oleh histamin dan bradikinin Leukotrin B4 Jalur Lipoksigenase Kemotaksis neutrofil, sinergistik dengan prostaglandin E2 dalam meningkatkanpermeabilitas vaskuler Leukotrin D4 i Jalur lipoksigenase Kontraksi otot polos, permeabilitas vaskuler meningkat Tabel 1. Mediator pada inflamasi akut (Baratawidjaja, 2002).. Reaksi iaringan selama radang Berdasarkan proses kimiawi dan kerjasama berbagai sel dan jaringan dalam tubuh, penampakan perubahan jaringan selama keradangan dibedakan menjadi 3 stadium : (1). Stadium hiperemis : selama stadium ini, perubahan gambaran jaringan disertai dengan aaanya dilatasi pembuluh darah setempat, peningkatan aliran darah dan peningkatan aliran limfe. (2) Stadium stagnasi : Pada stadium ini aliran darah justru menurun, namun tekanan setempat meningkat. Timbul eksudasi leukosit di jaringan interseluler, perubahan sel menjadi fagosit dsan jaringan ikat setempat berubah menjadi fibroblas. (3) Stadium Resolusi : Stagnasi sedikit demi sedikit berkurang, sistem limfe kembali normal, deposit fibrin karena diserap leukosit dan munculnya kapiler-kapiler darah yang baru. Universitas Gadjah Mada 5

Gambar 2. Interaksi antara granulosit dan Kinin Pada keradangan (Thomson, 1978) Kesembuhan Luka Yang dimaksud dengan kesembuhan luka adalah proses pergantian sel-sel atau jaringan rusak dan mati dengan jaringan yang sehat derivat parenkim atau jaringan konektivus (Celluti dan Lauferb, 2001). Kesembuhan luka merupakan respon alamiah terhadap jaringan yang rusak, merupakan interaksi dari cascade kompleks dari sel-sel yang menghasilkan pembentukan jaringan baru sehingga jaringan yang rusak akan kembali baik dan memiliki kekuatan seperti sedia kala (Romo, 2001). Kesembuhan luka merupakan proses yang dinamis, interaktif yang melibatkan mediator, sel-sel darah, matriks ekstraseluler dan sel-sel parenkim (Singer and Clarck, 1999). Proses kesembuhan luka ini secara umum dibedakan atas 3 fase (1) Keradangan (2) Formasi jaringan dan (3) Pembentukan kembali jaringan luka (Singer dan Ciarck, 1999) sedangkan Romo (2001) membedakan fase kesembuhan menjadi (1) keradangan, (2) proliferasi dan (3) maturasi. Universitas Gadjah Mada 6

Keradangan Jaringan yang mengalami kerusakan menyebabkan disrupsi pembuluh darah dan ekstravasasi darah ketempat luka. Darah yang membeku sebagai hasil hemostasis dipergunakan untuk migrasi sel matriks ekstraseluler. Platelet tidak hanya memfasilitasi formasi proses hemostasis, namun jugs mensekresikan beberapa mediator kesembuhan luka seperti PDGF (Platelet Derived Growth factor), yang mengaktivasi makrofag dan fibroblas. Dalam keadaan tidak ada hemoragi, platelet tidak akan bermanfaat terhadap kesembuhan luka. Berbagai vasoaktif mediator dan kemotaktik faktor yang dihasilkan melalui proses koagulasi dan jalur faktor kemotaksis dan sel parenkim aktif atau luka. Substansi ini akan menarik leukosit pada daerah luka (Singer dan Clarck, 1999). Gambar 3: Luka pada kulit hari ke-3 setelah luka (Singer dan Clarck, 1999). Infiltrasi neutrofil akan membersihkan daerah luka terhadap adanya partikel asing dan bakteri kemudian dihancurkan oleh proses fagositosis makrofag. Sebagai respon terhadap kemoatraktan spesifik (protein matriks ekstraseluler, Transforming growth factor β, dan monocyte chemoattracttant-1), monosit juga menginfiltrasi tepi luka kemudian menjadi makrofag aktif yang mengeluarkan growth factor seperti PDGF dan VEGF (vascular endothelial growth factor) yang menginisiasi formasi jaringan granulasi. Makrofag berikatan dengan protein spesifik dari matriks ekatraseluler melalui reseptor integrin, yang selanjutnya akan menstimulasi fagositosis mikroorganisme dan fragmen dari matriks ekstraseluler. Sitokin Iainnya seperti : transforming Growth factor, transforming growth factor β, lnterleukin-1 dan Insulin-like growth factor 1 juga Universitas Gadjah Mada 7

diekspresikan oleh monosit. Monocyte dan Makrophag derived growth factor selalu diperlukan untuk inisisasi dan propagasi formasi jaringan Baru di daerah Iuka Gambar 4. Luka kulit pada hari ke 5 setelah luka (Singer dan Clarck, 1999). Epitelialisasi Reepitelialisasi dimulai dalam beberapa jam setelah luka. Sel epidermis kulit akan mengeluarkan jendalan darah dan stroma yang rusak dari permukaan luka. Pada waktu yang sama, sel akan berubah termasuk retraksi tenofilamen intraseluler; terputusnya kebanyakan desmosoma interseluler yang memungkinkan adanya hubungan antar sel; dan formasi filamen aktin sitoplasma perifer yang menyebabkan sel-sel bergerak. Selanjutnya sel-sel epidermis dan dermis akan lepas, disebabkan terputusnya hubungan hemidesmosomal dengan membrana basalis, yang memungkinkan sel epidermis dapat bergerak ke lateral. Universitas Gadjah Mada 8

Gambar Reepitelialisasi pada luka kulit babi (Snger dan Clarck, 1999) Ekspresi reseptor integrin pada sel epidermis memungkinkan untuk berinteraksi dengan berbagai protein matriks ekstraseluler (fibronektin dan vitronektin) yang akan berselang seling dengan kolagen stromal tipe-1 pada tepi luka dan menjalin dengan jendalan fibrin pada ruang luka. Migrasi epidermis akan memotong luka, memisahkan dan mengeringkan keropeng dari jaringan hidup. Degradasi matriks ekstraseluler, yang dibutuhkan jika sel epidermis bermigrasi antara kolagen dermis dan fibrin keropeng tergantung pada produksi kolagenase oleh sel epidermis sebagaimana aktivasi plasmin oleh aktivator plasminogen yang diproduksi oleh sel epidermis. Aktivator epidermis juga mengaktifkan kolagenase (matriks metalloproteinase-1) dan memfasilitasi degradasi kolagen dan protein matriks ekstraseluler. Satu sampai dua hari setelah luka, sel epidermis tepi luka mulai berproliferasi. Stimulus migrasi dan proliferasi sel epidermis selama reepitelialisasi mungkin berkaitan dengan tidak adanya sel tetangga pada tepi luka (the free edge effect) yang memberi sinyal untuk bermigrasi dan berproliferasi. Keluarnya growth factor lokal dan meningkatnya ekspresi reseptor growth factor kemungkinan juga akan menstimulasi proses ini. Menyebabkan persaingan termasuk epidermal growth factor, transforming growth factor dan keratinocyte growth factor. Seperti reepitelialisasi yang terjadi, protein membran basalis muncul kembali dengan rangkaian yang urut dari tepi luka kearah dalam. Sel-sel epidermis kembali ke fenotipenya, sekali lagi berada pada membrana basalis dan dermis. Universitas Gadjah Mada 9

Formasi jarinqan granulasi Stroma baru kemudian sering disebut sebagai jaringan granulasi, dimulai dengan masuk ke ruang luka kira-kira 5 hari setelah luka. Berbagai kapiler mendukung stroma baru dalam ujud jaringan granuler. Makrofag, fibroblas dan pembuluh darah bergerak ke ruang luka dalam waktu yang sama. Makrofag menjadi sumber grwoth factor yang perlu untuk stimulasi fibroplasia dan angiogenesis. Fibroblas menghasilkan matriks ekstraseluler baru yang perlu untuk mendukung pertumbuhan kedalam, dan pembuluh darah untuk mengangkut oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk mendukung metabolisme sel. Growth factor, kususnya PDGF dan TGF β1, bersama-sama dengan molekui matriks ekstraseluler memacu fibroblas dari jaringan sekitar luka untuk berproliferasi, mengekspresikan reseptor integrin yang sesuai dan berpindah kedalam ruang luka. Sebaliknya, PDGF mempercepat kesembuhan luka pada kondisi radang kronis dan ulcer diabetes, sementara fibroblas growth factor digunakan untuk menanggulangi gangguan kronis. Struktur molekul yang baru dibentuk matriks ekstraseluler membentuk jaringan granulasi yang berupa tangga-tangga atau pipa-pipa untuk migrasi sel. Molekul tersebut termasuk fibrin, fibronektin dan asam hialuronat. Kenyataannya munculnya fibronektin dan reseptor integrin yang sesuai akan mengikat fibronektin, fibrin atau keduanya. Fibroblas bertanggung jawab untuk sintesis, deposisi dan remodelling matriks ekstraseluler. Sel bergerak ke dalam jendalan darah atau melintasi fibrin atau anyaman matriks ekstraseluler mungkin membutuhkan sistem proteolitik aktif yang dapat memecah jalan untuk migrasi sel. Berbagai enzym derivat fibroblas sebagai tambahan serum derivat plasmin juga merupakan kandidat yang berpotensi pada jalan ini, termasuk aktivator plasminogen, kolagenase, gelatinase A dan stromelysin. Setelah bermigrasi kedalam luka, fibroblas memulai sintesis matriks ekstraseluler. Sedikit demi sedikit posisi matriks ekstraseluler diganti oleh matriks kolagen, kemungkinan sebagai hasil aksi TGF β1. Fibroblas kemudian berhenti memproduksi kolagen, dan fibroblas yang kaya jaringan granulasi ditempatkan oleh keropeng yaitu sel yang relatif tanpa inti. Sel pada luka kemudian mengalami apoptosis yang dipacu oleh sinyal yang tidak diketahui asalnya. Neovaskularisasi Formasi pembuluh darah baru sangat perlu untuk mendukung jaringan granulasi yang baru. Angiogenesis merupakan proses yang kompleks berkaitan dengan matriks ekstraseluler pada luka seperti halnya migrasi dan stimulasi mitogenik sel endothel. lnduksi angiogenesis pada awalnya dilengkapi dengan fibroblas growth Universitas Gadjah Mada 10

factor asam atau basa. Selanjutnya beberapa molekul akan ditemukan pada aktivitas angiogenesis tersebut. Urutan kejadian angiogenesis adalah sebagai berikut : Luka yang terjadi menyebabkan destruksi jaringan dan hipoksia. Faktor angiogenesis seperti asam dan basa fibroblast growth factor selanjutnya dikeluarkan oleh makrofag setelah sel rusak, dan produksi VEGF oleh sel epidermis yang distimulasi kondisi hipoksia. Enzim proteolitik kemudian dikeluarkan kedalam jaringan konektif dari protein matriks ekstraseluler terdegradasi. Fragmen dari protein ini akan menarik monosit darah perifer ke tepi luka. Ketika monosit menjadi makrofag aktif, makrofag akan mengeluarkan faktor angiogenesis. Makrofag-faktor angiogenesis menstimulasi sel endotel untuk mengeluarkan aktivator plasminogen dan prokolagenase. Aktivator plasminogen mengubah plasminogen menjadi plasmin, sedangkan prokolagenase menjadi kolagenase aktif. Masing-masing protease kemudian bergerak ke membrana basalis, fragmentasi membrana basalis memungkinkan sel endotel distimulasi oleh faktor angiogenesis untuk berpindah dan membentuk pembuluh darah baru. Luka diisi oleh jaringan granulasi baru, angiogenesis berhenti dan beberapa pembuluh darah baru dihancurkan melalui proses apoptosis. Program kematian sel kemungkinan diatur melalui berbagai molekul matriks seperti thrombospondins-1 dan 2, dan faktor antiangiogenesis, seperti angiostatin, endostatin dan angiopoietin 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka. Meskipun secara alamiah kesembuhan luka berjalan dengan sendirinya, banyak faktor dapat mempengaruhi kesembuhan luka, sehingga mekanisme yang seharusnya terjadi menjadi terhambat, sehingga kesembuhan berjalan lambat atau tidak terjadi sama sekali. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses kesembuhan luka antara lain : (1) Faktor Umum : defisiensi protein, defisiensi vitamin A, defisiensi asam askorbat, defisiensi Zn, obesitas, faktor genetik, anemia, leukopenia, hormon dan umur. (2) faktor Lokal : Vaskularisasi lokal, trauma luka, hematoma, durasi operasi, infeksi, adanya benda asing, jahitan yang tidak baik serta suplai nervus (Archibald, 1974). Universitas Gadjah Mada 11

Gambar 6. Neovaskularisasi kulit babi (Singer dan Clarck, 1999) Universitas Gadjah Mada 12

Pustaka Acuan Archibald, J., 1974, Canine Surgery, 2 ed, 22-29. Baratawidjaja, K.G., 2002, Imunologi Dasar, Edisi ke 5,Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,314-325 Celloti, F and Laufer, S., 2001, Inflammation, Healing and Repair Synopsis, J. Phar. Res., Vol. 43, No. 5, 2001 Cotran, R.S., Kumar, V., and Robbins, S.L., 1994, Robbins Pathologic basis of Disease, 5 ed, WB. Saunders Company, Philadelphia, London, toronto, Montreal, Sydney, Tokyo,51-92. NN, 2003, Inflammation, Tissue repair and Fever dalam Connection.lww.com/go/porth, Chapter 9. halaman 150-167. Romo III, T.,2001, Skin Wound Healing, JMS., sepetmber 10, 2001, Department of Otolaryngology, Division of Plastic Surgery and reconstructive Surgery, New York Eye and ear Infirmy, Singer, A.J. and Clarck, R.A.F., 1999, Cutaneous Wound Healing, NEJM, Vol 341, September 2, 1999, Number 10, pp. 738-746 Thomson, R.G., 1978, General Veterinary Pathology, W.B. Saunders Company, Phyladelphia, London, Toronto, 152-211. Universitas Gadjah Mada 13