BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat, penetapan APBN sendiri dilakukan setelah ada pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

B A B I P E N D A H U L U A N. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

1

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi dana pembangunan Negara, Pemerintah. masyarakat Indonesia, karena berdasarkan tax ratio Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan, maka tidak terlepas dari pembahasan mengenai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari masalah pembiayaan pembangunan. itu, diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Rutin dan Pengeluaran Pembangunan. Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB II ` KAJIAN PUSTAKA. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM), Pajak Lain, dan Surat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini menganut sistem Self

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. satu instrumen penting dalam berjalannya pemerintahan sebuah negara. APBN yang digunakan oleh sebuah pemerintahan diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. negeri. Penerimaan yang diperoleh dapat berasal dari sektor minyak bumi, gas

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dikaji. Sejauh ini Negara memiliki dua sumber pendapatan yaitu pendapatan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi: 2006). Dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

Makalah Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan

BABl PENDAHULUAN. Kelangsungan suatu negara dalam menjalankan sistem pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. pajak untuk membiayai segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. migas dan non migas. Misi utama Direktorat Jenderal Pajak adalah misi fiskal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat

pajak. Data dari Departemen Keuangan Republik Indonesia juga menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

Susanti, Liberti Pandiangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan serta mencapai pertumbuhan ekonomi. APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat, penetapan APBN sendiri dilakukan setelah ada pembahasan dengan pihak-pihak terkait, dalam hal ini Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga kepada Dewan Perwalian Rakyat Daerah (DPRD), hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Defisitnya Anggaran Pembelanjaan Negara (APBN) yang mengacu pada Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), semakin besarnya hutang negara yang bersumber dari tidak selarasanya kebijakan fiskal, diantaranya depresiasi nilai tukar rupiah ataupun meningkatnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta realisasi penerimaan yang di bawah target merupakan masalah kompleks yang dihadapi Indonesia pada saat ini dalam mengatur APBN. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan belanja Negara sekaligus untuk menjaga kemantapan dan kestabilan pendapatan negara, pengerahan serta penggalian

2 sumber-sumber penerimaan dalam negeri, terutama dari penerimaan perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara terus ditingkatkan oleh pemerintah. Secara struktural pajak memberikan kontribusi sebesar 70%-80% dalam pendapatan negara, sementara pajak dalam negeri menguasai rata-rata 96% dari total penerimaan perpajakan dalam kurun waktu empat tahun. Kontribusi Pajak Penghasilan masih menjadi yang terbesar dari sumber pendapatan perpajakan, yaitu sebesar 52%, adapun Pajak Pertambahan Nilai merupakan komponen kedua terbesar dari penerimaan Negara, yang memberikan kontribusi sebesar 32% dari pendapatan perpajakan di Indonesia Penerimaan Pajak Dalam Negeri URAIAN PPh MIGAS PPh NON MIGAS PPN DAN PPnBM PBB BPHTB CUKAI PAJAK LAINNYA 4% 1% 1% 0% 10% 8% 32% 44% Sumber: http://www.pajak.go.id (2013) Optimalisasi dilakukan pemerintah dalam menggali sumber-sumber pendapatan negara, baik yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tanpa mengesampingkan stabilitas perekonomian negara, upaya yang dilakukan pemerintah antara lain dengan cara peninjauan kembali bagian

3 Pemerintah atas laba BUMN (pay out ratio). Pada sektor perpajakan optimalisasi yang dilakukan pemerintah antara lain dengan cara penyisiran (canvassing) terhadap kegiatan usaha di sentra-sentra ekonomi tertentu, pengembangan sistem informasi dan monitoring perpajakan yang terintegrasi, serta peningkatan kualitas aparatur, pengawasan administratif, pemeriksaan, penyidikan, penagihan secara aktif, dan penegakan hukum. Bahkan baru-baru ini dikembangkan pajak yang dikenakan atas rokok, pajak atas rokok sendiri didasarkan pada cukai rokok dengan tarif 10% dari cukai rokok. Menurut Undang-Undang PDRB nomor 28 Tahun 2009, cukai ialah pungutan yang dikelola oleh pemerintah pusat dengan berdasarkan tarif tertentu dari proses produksi barang-barang yang diatur Undang- Undang dan berfungsi untuk mengatur barang tersebut demi kepentingan masyarakat, sedangkan pajak rokok sendiri ialah pungutan yang dikelola oleh pemerintah daerah dan tidak tergantung kepada harga produksi setiap barang tertentu. Stabilitas ekonomi serta tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh langsung dalam mendongkrak penerimaan pajak (Laurens Bahang, 2011). Sementara itu, pemerintah yang didampingi oleh KPK berupaya secara terus menerus menghilangkan hangusnya pendapatan negara dari sektor perpajakan (Bibit Samad, 2010), besarnya potensi kehilangan penerimaan negara dari sektor pajak pada tahun 2010 sebesar 50 triliun rupiah yang meningkat pesat dari tahun 2009 yang hanya 2 triliun saja.

4 Hilangnya penerimaan Negara dari sektor pajak, tidak lepas dari usaha yang dilakukan wajib pajak untuk melakukan perlawanan terhadap pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan pajak sendiri dapat dideskripsikan sebagai hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak, baik yang disebabkan oleh kondisi negara dan rakyatnya maupun disebabkan oleh usaha-usaha wajib pajak yang disadari ataupun tidak, dalam proses pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan negara (Santoso Brotodiharjo, 2003;56). Hal perlawanan pasif ataupun aktif yang dilakukan wajib pajak, terkadang reaksi ketidakpuasan terhadap aturan dan sistem perpajakan itu sendiri. Perlawanan pasif terdiri dari usaha-usaha wajib yang mempersulit pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan strukur ekonomi, pengembangan intelektual, dan moral dalam sistem pemungutan pajak, sedangkan perlawanan aktif merupakan semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukan kepada fiskus yang bertujuan untuk menghidari pajak (Santoso Brotodiharjo, 2003;57). Dalam pelaporan pajak di Indonesia, tidak samanya dasar pengenaan pajak yang dilaporkan pada jenis pajak satu dan lainnya dapat menimbulkan salah persepsi kepada pemeriksa pajak serta dapat terjadi indikasi kecurangan pajak. Pada hakikatnya perbedaan tersebut dapatlah terjadi, hal ini diakibatkan perbedaan prinsip antara beberapa jenis pajak di Indonesia. Salah satu fenomena yang terjadi ialah pada BUT Hyundai Heavy Industries yang melaporkan peredaran usaha pada SPT PPh Badan sebesar 499 miliar rupiah sedangkan pada

5 SPT PPN sebesar 522 miliar rupiah, sekilas perbedaan tersebut dapat terlihat seperti upaya penghindaraan pajak oleh perusahaan dan negara berpotensi kehilangan pajak sebesar 5,75 miliar rupiah, tetapi setelah diteliti kembali perbedaan tersebut timbul karena perusahaan konstruksi dijinkan menggunakan metode presentase penyelesaian dalam perhitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan PPh Badan tahun berjalan sesuai dengan PP No 138 Tahun 2000. Peredaran usaha yang diakui pada SPT PPh Tahunan adalah setiap transaksi penjualan yang berkaitan dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh setiap wajib pajak, penghasilan dari penjualan barang ataupun jasa pada umumnya diakui pada saat realisasi transaksi atau pada saat penyerahan hak kepemilikan kepada konsumen sesuai dengan prinsip yang digunakan dalam akuntansi yang dimana menggunakan prinsip cash basis dan mengacu pada sistem akuntansi yang berlaku (Indonesia tax Review, Volume II Edisi 18/2011). Peredaran usaha yang diakui dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri ialah, seluruh penyerahan atau penerimaan BKP atau JKP yang timbul karena faktor objektifnya (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2006). Dalam sistem perpajakan di Indonesia penjualan dan penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dikenakan PPN haruslah diiringi oleh penerbitan faktur pajak, yang mana pembuatan serta penerbitan faktur pajak itu sendiri paling lambat adalah akhir bulan pada bulan penyerahan barang atau jasa kena pajak itu sendiri. Dengan demikian pelaporan peredaran usaha yang dilaporkan pada SPT PPh Tahunan dan SPT PPN sangatlah mungkin terjadi, hal ini diakibatkan oleh

6 SPT PPh Tahunan menggunakan prinsip Cash Basis serta berpedoman pada sistem pencatatan akuntansi yang berlaku, sedangkan PPN sendiri menggunakan prinsip Accrual Basis, yang berpedoman pada Ketentuan Undang-Undang Perpajakan (KUP), khususnya nomor 42 tahun 2009. Dengan adanya perbedaan prinsip serta pengakuan akan peredaran usaha padan PPh Badan ataupun PPN, maka tidak menutup kemungkinan untuk Wajib Pajak melakukan penggelapan pajak ataupun terjadinya salah persepsi antara fiskus dan wajib pajak, oleh karena itu proses identifikasi dapatlah dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mengenai perbedaan jumlah peredaran usaha yang dilaporkan dalam SPT PPh Tahunan dan SPT PPN masa dalam satu periode pajak. Dengan adanya pemeriksaan tersebut, Wajib Pajak diharapkan dapat menjembatani, mengklarifikasi dan menjelaskan penyebab timbulnya perbedaan yang timbul kepada fiskus yang disertai dengan dokumen pendukungnya. Ekualisasi atau yang lebih dikenal dengan pemeriksaan tingkat keseimbangan satu pajak dengan jenis pajak lainnya yang memiliki hubungan akan tetapi terdapat perbedaan prinsip. Pada dasarnya teknik pemeriksaan ekualisasi ataupun rekonsiliasi bukanlah sesuatu yang baru bagi pemeriksa pajak. Ekualisasi dalam pemeriksaan sendiri telah diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam tata cara pelaksanaanya, ekualisasi dalam bidang perpajakan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-04/PJ/2012 Tentang Pedoman

7 Penggunaan Metode dan Tekhnik Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Dalam hal Ekualisasi PPH Badan dan PPN masa adalah kegiatan membandingkan peredaran usaha dalam SPT PPh Tahunan dan total penyerahan usaha pada SPT PPN masa yang sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 untuk PPN dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai PPh Badan. Peredaran usaha yang diidentifikasi dalam proses ekualisasi merupakan peredaran usaha dalam satu periode pajak yang dilaporkan pada SPT PPh Badan serta SPT PPN masa. Pada dasarnya penelitian mengenai ekualisasi bukanlah penelitian yang baru pada saat ini yang dilakukan dalam bidang akademik. Pada tahun 2010 Ekualisasi diteliti oleh Ria Embriani Lumbaturoan dari Universitas Bina Nusantara Jakarta, adapun perbedaan pada penelitian ini adalah peneliti lebih fokus kepada proses ekualisasi di perusahaan berjenis usaha perdagangan dan tidak ada metode seperti penelitian terdahulu yang berjenis usaha jasa konstruksi serta metode yang digunakan oleh penulis. Selain penelitian yang dilakukan Ria Embriani Lumbaturoan tersebut, ekualisasi pernah menjadi penelitian yang dilakukan oleh Fita Christianty pada tahun 2011, perbedaan pada penelitian kali ini adalah pada jenis pajak yang dijadikan objek penelitian, adapun jenis pajak yang diteliti pada penelitian tersebut adalah Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai.

8 PT. Australian Belt Scraper Indonesia merupakan badan usaha yang bergerak dalam perdagangan, hal ini dikarenakan PT. Australian Belt Scraper Indonesia membeli produk hasil olahan bumi dari perusahaan setempat yang kemudian dieksport ke berbagai mancanegara, terlepas dari pada itu PT. Australian Belt Scraper Indonesia sendiri menjual berbagai macam peralatan dan mesin industri pertambangan dari perusahaan indukan di Negara Australia. Penelitian ini dilakukan pada tahun buku 2010 sampai dengan tahun buku 2012, yang dikarenakan pada tahun PT. Australian Belt Scraper melakukan periode pembukan yang berbeda dengan kebanyakan perusahaan lainnya (April s/d Maret), hal ini dikarenakan perusahaan merupakan salah satu perusahaan Permodalan Milik Asing (PMA) yang diperkenankan menggunakan metode pembukuan tersebut. Dengan metode pembukuan tersebut sangatlah memungkinkan terjadi perbedaan antara peredaran usaha yang dilaporkan pada PPN dan PPh Badan, perbedaan tersebut dapatlah menimbulkan salah persepsi baik berasal dari fiskus dengan Wajib Pajak itu sendiri, dan tentunya dapat mempengaruhi pajak terutang khususnya PPh Pasal 25, maka melalui penelitian ini peneliti mencoba untuk membandingkan, menelusuri dan menjelaskan perbedaan yang terjadi dengan proses ekualisasi antara SPT PPN masa dan SPT PPh Badan dalam satu periode pembukuan. Terdapat risiko yang dihadapi wajib pajak atau pengusaha apabila penyebab perbedaan tersebut tidak diketahui oleh wajib pajak itu sendiri. Risiko

9 yang harus ditanggung oleh wajib pajak berupa konsekuensi sanksi perpajakan yang akan dikenakan kepada wajib pajak, jika perbedaan tersebut menjadi temuan pemeriksa pajak dan diindikasikan sebagai pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan (KUP). Dokumen yang digunakan oleh fiskus dalam menentukan besarnya PPh Badan yang dibebankan kepada Wajib pajak ialah laba rugi fiskal, yang dimana dokumen berasal dari laba rugi komersial yang di sesuaikan pembebanannya berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Atas dasar tesebut risiko yang ditanggung wajib pajak akan semakin nayata apabila persepsi fiskus dalam hal ini mengatakan adanya pelanggaran yang dilakukan wajib pajak dalam penyampaian laba rugi fiskal khususnya pada peredaran usaha. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis berencana untuk melakukan penelitian yang berjudul : ANALISI EKUALISASI SPT PPN MASA DENGAN SPT PPH BADAN PADA PT. AUSTRALIAN BELT SCRAPER INDONESIA 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah umum mengenai penelitian yang dilaksanakan. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses dan analisis deskripsi ekualisasi antara SPT PPN dan SPT PPh Badan di PT. Australian Belt Scraper Indonesia.

10 2. Apakah terdapat perbedaan peredaran usaha antara SPT PPN masa dan SPT PPh Badan di PT. Australian Belt Scraper Indonesia 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Peneltian Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan peredaran usaha yang dilaporkan pada SPT PPN masa dengan SPT PPh Badan dalam satu periode pencatatan dan proses ekualisasi yang dilakukan, guna menemukan penyebab terjadinya perbedaan pelaporan peredaran usaha yang tertera pada kedua SPT tersebut serta menilai perspektif Wajib Pajak dan Fiskus mengenai laporan laba rugi fiskal. 1.3.2 Tujuan Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. Untuk mengetahui proses ekualisasi SPT PPN dan SPT PPh Badan serta faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan peredaran usaha atas kedua SPT tersebut. 2. Untuk mengetahui jumlah peredaran usaha antara SPT PPN masa dan SPT PPh Badan dan selisih yang ditimbulkan. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Melalui hasil penelitian ini, peneliti berharap agar hasil penelitian ini bisa memberikan sumbangsih konseptual bagi pengembang ilmu pengetahuan dan

11 pengaplikasian teori selama masa studi di Unviersitas dengan kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu, penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan kegunaan dalam kajian berikutnya dalam bidang akuntansi perpajakan, yang khususnya dalam bidang ekualisasi SPT PPN masa dengan SPT PPh Badan. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi Perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangsih pemikiran dalam identifikasi dan dalam hal ekualisasi pada SPT PPN Masa dan SPT PPh Badan serta dapat membantu perusahaan dalam menjembatani selisih peredaran usaha yang terjadi antara SPT PPN dan SPT PPh Badan pada PT. Australian Belt Scraper Indonesia.. 2. Untuk Peneliti Selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pemikirian yang dapat dijadikan kajian lebih lanjut dalam penelitian-penelitian selajntunya, khususnya dalam bidang akuntansi perpajakan mengenai proses ekualisasi.