Kesesuaian Prinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas Bumi Rancaekek dan Bumi Serpong



dokumen-dokumen yang mirip
Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB III DESKRIPSI PROYEK

STUDI RUANG PARKIR UNIVERSITAS SULTAN FATAH (UNISFAT) DEMAK

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

KAJIAN PEMODELAN LEBAR JALAN PADA PERUMAHAN BUKIT SEJAHTERA INDRAYANI

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

MALL DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN KONSEP CITY WALK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

STUDI TINGKAT PEMANFAATAN FASILITAS KOTA DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

BAB II LANDASAN TEORI

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perkembangan dalam bidang perekonomian semakin meningkat, di

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

HASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA

FASILITAS SOSIAL, TANGGUNG JAWAB SIAPA?

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang)

DAFTAR PUSTAKA. Babbie, Earl The Practice of Social Research. California: Wadsworth. Publishing Company.

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Manajemen Pejalan Kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

Persyaratan Teknis jalan

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 KESIMPULAN. kebutuhan ruang, dan implementasi desain layout pada fungsi industri sepatu. dalam hunian terhadap transformasi dan kebutuhan ruang.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

IDENTIFIKASI PENGARUH PARKIR DI BADAN JALAN TERHADAP TINGKAT PELAYANAN JALAN KI SAMAUN TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Perngertian Judul

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), Satuan ruang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian yang berkaitan dengan parkir, diantaranya yaitu : atau tidak tetap disebut parkir.

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG

BSD INTERMODAL TRANSPORT FACILITY M. BARRY BUDI PRIMA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin

Transkripsi:

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB Kesesuaian Prinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas Bumi Rancaekek dan Bumi Serpong Rufia Andisetyana Putri (1), Sugiyantoro (2) (1) Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. (2) Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. Abstrak Segala bentuk model penataan hunian pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan komunitas ideal yang seimbang (balanced community), dimana aspek fisik merupakan alat untuk mewujudkan keseimbangan kehidupan sosial penghuninya. Neighbourhood Unit dapat dianggap mampu mendorong terciptanya komunitas ideal, karena penataan fisik melalui penerapan prinsip-prinsip fisiknya (ukuran, batas, jaringan jalan internal, jalur pejalan kaki, dan fasilitas ) ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psikologis penghuni. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesesuaian aturan teknis perundangan dan karakteristik fisik Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan Bumi Serpong Damai, dalam memenuhi prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit sebagai konsep penataan hunian ideal. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan melalui dua tahap sasaran (1) mengkaji kesesuaian standar aturan teknis perundangan mengenai penataan hunian di Indonesia terhadap prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit, dan (2) mengkaji kesesuaian karakteristik fisik Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan Bumi Serpong Damai terhadap prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit, dalam upaya menciptakan hunian yang ideal. Lokasi penelitian adalah Perumnas Bumi Rancaekek Kencana, Kabupaten Bandung, dan kawasan perumahan Bumi Serpong Damai Bagian Timur, Kabupaten Tangerang. Analisis dilakukan menggunakan analisis studi multi kasus deskriptif, dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara Pemerintah dan penyelenggara pembangunan perumahan terkait, observasi lapangan, dan telaah aturan perundangan. Hasil studi menunjukkan bahwa ketersediaan aturan teknis perundangan yang secara substansial mengatur tentang penataan hunian, berpengaruh terhadap kesesuaian penerapan prinsip-prinsip fisik The Neighbourhood Unit pada lokasi penelitian. Adapun karakteristik fisik neighbourhood pada hunian yang dihuni oleh golongan ekonomi menengah kebawah di Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan kluster Griya Loka BSD memiliki kesesuaian yang lebih tinggi terhadap prinsip-prinsip fisik The Neighbourhood Unit, dibandingkan kluster hunian mewah. Hal ini berarti, peluang terbentuknya balanced community dengan ikatan sosial yang kuat antar penghuninya, juga dimungkinkan lebih mudah tercipta. Kesimpulan diambil hanya didasarkan pada karakteristik fisik yang terbentuk pada lokasi penelitian, tanpa disertai identifikasi terhadap persepsi dan perferensi penghuni. Kata kunci: aturan perundangan, fasilitas, hunian, perumahan formal, the neighbourhood unit Pengantar Peran pusat menjadi sangat penting sebagai penyedia fasilitas pelayanan publik skala harian, yang sekaligus difungsikan sebagai counter magnet pertama untuk mengurangi ketergantungan pemenuhan kebutuhan harian penduduk terhadap pusat kota. Kemudahan aksesibilitas dan kelengkapan fasilitas pada kawasan pusat pelayanan lokal, akan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2 197

KesesuainPrinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas memberikan pilihan bagi penduduk untuk mengalihkan pilihan pemenuhan kebutuhan fasilitas sosial skala hariannya pada pusat pelayanan terdekat (Porteous, 1977: 71-72). Pada dasarnya, segala bentuk perencanaan hunian ditujukan untuk menciptakan komunitas ideal, yakni komunitas yang seimbang (balanced community), terutama dalam kehidupan sosialnya (Gans, 1961, dalam Rabindra, 1996). Jadi, idealnya, perencanaan skala lokal unit hunian yang menekankan pada aspek fisik, pada hakekatnya merupakan upaya untuk mewujudkan keseimbangan kehidupan sosial penghuninya. Neighbourhood Unit merupakan salah satu konsep penataan hunian yang dianggap mampu mendorong terciptanya komunitas ideal, karena menjadikan penataan fisik nya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosio-psikologis penghuninya (Porteous, 1977:74; Golany, 1976:1987; Perry, 1929, dalam Reiner, 1968: 60-62). Untuk mampu mewujudkan tujuan akhir Neighbourhood Unit, idealnya suatu hunian harus memenuhi prinsip-prinsip fisik yang meliputi size (ukuran), boundaries (batas), jaringan jalan internal, kontinuitas jalur pejalan kaki, dan kelengkapan fasilitas (Perry, 1929, dalam Reiner, 1968: 60-62; Porteous, 1977: 72; Gallion, et al., 1986: 298; Chiara, et al, 1995: 207; McMillan, 2005). Terdapat dua perumahan formal yang dapat dianggap berhasil menerapkan konsep Neighbourhood Unit dan menjadi lesson learned dalam penelitian ini, yakni Radburn, New Jersey, Amerika Serikat dan Tama New Town, Tokyo Metropolitan, Jepang. Keduanya menerapkan prinsip-prinsip fisik Neighbourhood Unit secara fleksibel, disesuaikan dengan karakteristik sosial, ekonomi, kebudayaan, serta kebutuhan penghuninya. Keberagaman bentuk penerapan pada kedua perumahan formal tersebut, dapat memberikan wacana baru mengenai prinsipprinsip fisik penerapan Neighbourhood Unit, yakni berupa parameter utama yang harus dipenuhi dan parameter pendukung yang bersifat fleksibel. Hal ini membuktikan bahwa dalam penerapannya, Neighbourhood Unit mampu bersifat adaptif terhadap beragam karakteristik. Tabel 1. Pengembangan Parameter Prinsip-Prinsip Fisik The Neighbourhood Unit Variabel Parameter Utama Parameter Pendukung Prinsip Fisik Size (Ukuran) Luasan kawasan maksimal memiliki radius ½ mil atau 800 meter dari pusat kawasan, yang mewadahi beragam jenis hunian Boundaries (Batas) (Perry, 1929, dalam Gallion, et al., 1986: 298; Chiara, et al, 1995: 207) Adanya jalan arteri yang berfungsi sebagai batasan neighbourhood, sekaligus penghubung dengan fungsi kawasan lain (pusat kota atau neighbourhood lain) (Perry, 1929, dalam Reiner, 1968: 60-62; Nez, 1961, Law, 1979, dalam Gallion, et al., 1986: 360-361) 198 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2 Luas area 100-250 Ha Jumlah penghuni 1500-5000 jiwa (Perry, dalam Allaire; Chiara, et.al., 1995: 212) Jenis hunian beragam, dapat berupa hunian tunggal ataupun apartemen/rumah susun, dengan luasan beragam yang menggambarkan heterogenitas tingkat perekonomian penghuninya (Porteous, 1977: 74) Desain Penampang Jalan - ROW 25-60 meter dengan perkerasan 18-25 meter (jalan arteri) atau ROW 18-21meter, dengan perkerasan 14 meter sebagai jalur kendaraan dan area parkir on street (jalan kolektor) - Jalan arteri, dilarang berhenti di sisi jalan, sehingga harus dilengkapi area parkir (off street) - Adanya median jalan, baik berupa pulau jalan ataupun marka pembagi jalan - Adanya jalur sepeda dan trotoar ataupun jalur pejalan kaki di sisi jalan (lebar minimal trotoar 1,2-1,5 meter), dibatasi jalur hijau/pagar pembatas dengan jalur cepat. Alat Kelengkapan Penyeberangan Jalan

Rufia Andisetyana Putri Variabel Prinsip Fisik Internal Street System (Jaringan Jalan Internal) Pedestrian Access (Jalur Pejalan Kaki) Fasilitas Lingkungan Sumber: Analisis, 2012 Parameter Utama Bebas dari lalu lintas arus menerus yang tidak menuju kawasan Menghubungkan tiap unit hunian dengan pusat neighbourhood, maksimum sejauh 800 meter, atau dengan waktu tembuh berjalan kaki antara 5-20 menit (Perry, 1929, dalam Reiner, 1968: 60-62, dan Gallion, et al., 1986: 298; Chiara, et al, 1995: 207) Ketersediaan dan kontinutas jalur pejalan kaki (jalan setapak/trotoar) untuk kepentingan pejalan kaki (McMillan, 2005, dalam Erli, 2009: 30) Ketersediaanfasilitas pendidikan, fasilitas sosial budaya, dan fasilitas perbelanjaan skala, yang lokasinya memusat, kecuali taman kecil dan toko yang tersebar (Chiara,et.al., 1995: 205-261) Dilengkapi fasilitas pemberhentian moda transportasi umum, untuk memudahkan penghuni mencapai pusat kota atau kawasan lain. (http://www.radburn.org/; http://www.nli-research.co. jp/english/socioeconomics/1998/ li9805.html; http://www.toshiseibi.metro. tokyo.jp/newtown/e/index.html) Parameter Pendukung - Adanya jembatan penyeberangan, flyover ataupun underpass bagi pejalan kaki Ketersediaan Tempat Pemberhentian Moda Transportasi Umum - Dilengkapi tempat pemberhentian moda transportasi umum, penghubung dengan fungsi kawasan lain (halte bus atau stasiun kereta commuter) Hierarki jalan a. Jalan Lokal, penghubung jalan dengan jalan utama kawasan ROW 15-18meter, dengan perkerasan 11 meter sebagai jalur kendaraan dan area parkir on street. Dilengkapi trotoar 1,2-1,5 meter yang dibatasi jalur hijau atau pagar pembatas dengan jalur cepat. b. Jalan Lingkungan, diutamakan berbentuk kuldesak dengan taman di ujungnya, menghubungkan bangunan hunian dengan jalan lokal. ROW 15m, perkerasan 9-11m, dengan panjang jalan tidak lebih dari 152m Adanya perbedaan material perkerasan jalan dengan jalan kolektor dan lokal, untuk menghambat kecepatan kendaraan bermotor. (Nez, 1961; Law, 1979, dalam Gallion, et al., 1986: 360-361) Setiap jaringan jalan dilengkapi jalur pejalan kaki dengan jalur hijau ataupun pagar besi sebagai pembatas dari jalur kendaraan Fasilitas Pendidikan Pra sekolah Sekolah Dasar Fasilitas Sosial Budaya Tempat beribadah Perpustakaan Area rekreasi neighbourhood playlots, berupa persil lahan cadangan, area bermain, jalan setapak, jalur hijau, ataupun boulevards neighbourhood parks, berupa lapangan olahraga, area bermain dengan perkerasan, alat permainan anak-anak, area piknik, maupun gedung rekreasi Social center, gedung serba guna yang dapat menampung berbagai aktivitas sosial penghuni. Dapat merupakan bagian dari bangunan SD. Pusat pelayanan kesehatan Multiservice center, berfungsi sebagai bangunan pusat pemerintahan lokal Fasilitas Perbelanjaan Sub-neighbourhood shopping center, radius pelayanan ¼ mil (400meter) Neighbourhood shopping center, radius pelayanan ½ mil (800meter) (Chiara,et.al., 1995: 205-261) Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2 199

KesesuainPrinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas Sebagaimana filosofi komunitas ideal, aturan teknis perundangan di Indonesia mengenai penataan hunian bukan hanya disusun untuk kepentingan fisik saja, melainkan pada hakekatnya diupayakan untuk mengakomodasi kepentingan sosial ekonomi didalamnya (SKB Mendagri, Menteri PU, Menpera Tahun 1992; Kepmen PU No 378 Tahun 1987). Akan tetapi, standar-standar penataan hunian di Indonesia tidak ada satu pun yang mengatur substansial aturan penataan hunian secara menyeluruh, melainkan parsial hanya menitikberatkan pada perencanaan kebutuhan sarana dan proporsi tipe hunian perumahan formal. Selain itu, seluruhnya dikeluarkan oleh beberapa instansi Pemerinta secara tidak terintegrasi, serta hanya memiliki kekuatan hukum yang mengikat internal instansi saja. Hal ini dapat mendorong terjadinya penyimpangan pembangunan perumahan formal, terutama bagi developer swasta yang memiliki orientasi besar terhadap kepentingan laba perusahaan, sehingga kepentingan penghuni atas kenyamanan dan keamanan bertempat tinggal dapat terabaikan. Bertolak dari penjabaran diatas, muncul suatu pertanyaan penelitian bagaimanakah kesesuaian aturan teknis perundangan dan karakteristik fisik Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan Bumi Serpong Damai, dalam memenuhi prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit sebagai konsep penataan hunian ideal? Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesesuaian aturan teknis perundangan dan karakteristik fisik Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan Bumi Serpong Damai, dalam memenuhi prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit sebagai konsep penataan hunian ideal. Aturan teknis perundangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aturan perundangan yang secara teknis mengatur tentang penataan ruang skala hunian di Indonesia. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, dilakukan dua tahapan sasaran, yakni (1) mengkaji kesesuaian standar aturan teknis perundangan mengenai penataan hunian di Indonesia terhadap prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit; dan (2) mengkaji kesesuaian karakteristik fisik Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan Bumi Serpong Damai terhadap prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit, dalam upaya menciptakan hunian yang ideal. Metode Pada bagian metode ini, akan dijabarkan metode pengumpulan data dan metode analisis yang dilakukan, berdasarkan tiap tahapan sasaran penelitian. SASARAN Mengkaji kesesuaian standar aturan perundangan mengenai penataan hunian di Indonesiayang berlaku di lokasi studi, terhadap prinsip-prinsip fisik penerapan The Tabel 2. Metode Penelitian KEBUTUHAN PENGUMPULAN DATA DATA Aturan teknis perundangan yang menjadi standar/pedo man perencanaan hunian pada lokasi penelitian Wawancara Pemerintah Kabupaten 1. Tim teknis dari Bappeda dan Dispertasih Kab. Bandung 2. Tim teknis dari Bappeda dan Dinas Tata Ruang Kab. Tangerang Wawancara METODE ANALISIS Analisis kesesuaian aturan teknis perundangan terhadap prinsipprinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit, dilakukan melalui metode studi kasus deskriptif, yakni menggambarkan ada/tidaknya substansi standar yang digunakan mengatur penataan OUTPUT Substansi aturan yang terpenuhi (sesuai) Substansi aturan yang tidak terpenuhi (tidak sesuai) Substansi aturan yang kasuistik 200 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2

SASARAN Neighbourhood Unit Mengkaji kesesuaian karakteristik fisik Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan Bumi Serpong Damai terhadap prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit, dalam upaya menciptakan hunian yang ideal. Sumber : Analisis, 2012 Wilayah Studi KEBUTUHAN DATA Konsep desain penataan ruang makro kawasan Konsep desain penataan ruang skala hunian Siteplan (dari pengembang dan Pemerintah) Rencana jenis dan lokasi fasilitas a. Perumnas Bumi Rancaekek Kencana (BRK) Perumnas BRK berada di Kabupaten Bandung, dibangun oleh Perum Perumnas dengan luas PENGUMPULAN DATA pengembang 1. Perum Perumnas Regional IV 2. PT. BSD Telaah aturan perundangan Wawancara pengembang 1. Perum Perumnas Regional IV 2. PT. BSD Observasi langsung Telaah literatur Dokumen pengembang Website Bumi Serpong Damai Kajian penelitian sebelumnya METODE ANALISIS ruang skala hunian secara menyeluruh, meliputi Size (ukuran) Boundaries (batas) Internal street system (jaringan jalan internal) Pedestrian ways (jalur pejalan kaki) Fasilitas Analisis kesesuaian pengembangan (karakteristik fisik) Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan Bumi Serpong Damai terhadap prinsip-prinsip fisik penerapan the neighbourhood unit, dilakukan melalui metode studi kasus deskriptif, yakni menggambarkan sejauh mana lokasi penelitian, mampu mewujudkan hunian ideal bagi penghuninya, dengan melakukan penilaian terhadap keterpenuhan variabel berikut : Size (ukuran) Boundaries (batas) Internal street system (jaringan jalan internal) Pedestrian ways (jalur pejalan kaki) Fasilitas Rufia Andisetyana Putri OUTPUT Karakteristik fisik yang terpenuhi (sesuai) Karakteristik fisik yang tidak terpenuhi (tidak sesuai) Karakteristik fisik yang kasuistik area 105,5 Ha. Ruang lingkup wilayah penelitian adalah seluruh kawasan Perumnas BRK yang terbagi atas 15 RW atau 16 blok berada di Desa Rancaekek Wetan, dan 2 blok atau 2 RW termasuk dalam wilayah administrasi Desa Bojongloa. Perumnas BRK dilayani oleh Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2 201

KesesuainPrinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas lima Sekolah Dasar, yakni SD Kencana Loka I, II, dan III, SD Nusa Loka, dan SD Plus Arafah. b. Kawasan Perumahan Bumi Serpong Damai Bagian Timur (BSD) Lokasi penelitian adalah kawasan perumahan BSD pada bagian Timur yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tangerang. Lingkup wilayah ini dipilih karena tahapan pembangunan pada beberapa kluster perumahan sudah selesai dan dihuni sejak Tahun 1990-an, yang selanjutnya dipilih berdasarkan perwakilan tipe hunian, sebagai berikut : Hunian tipe menengah dan mewah Lokasi studi meliputi kluster Giri Loka dan Taman Giri Loka yang mewakili tipe hunian mewah, serta kluster Puspita Loka yang mewakili tipe hunian menengah. Ketiganya berada dalam satu kesatuan radius pelayanan (800 meter) SD Al-Azhar. Hunian tipe kecil Lokasi studi adalah kluster Griya Loka, seluas area 69,81 H, yang masuk dalam radius pelayanan (800meter) dari lima Sekolah Dasar, yakni SD Negeri Karya Bhakti I dan II, SD Ora et Labora, SD Santa Ursula, dan Ehipassiko School. Diskusi Berikut akan dijabarkan tahapan analisis yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Kesesuaian Aturan Teknis Perundangan terhadap Prinsip-Prinsip Fisik Penerapan The Neighbourhood Unit Sesuai dengan ruang lingkup materi penelitian, kajian perkembangan standar-standar penataan hunian pada sub-bab ini juga dibatasi pada kurun waktu sebelum Tahun 1994. Dalam perkembangannya, tidak ada standar penataan hunian di Indonesia yang telah mengatur secara komprehensif mengenai prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit, dalam upaya menciptakan hunian ideal. Selain itu, standarstandar tersebut ditetapkan oleh beberapa instansi Pemerintah, dalam bentuk aturan perundangan yang memiliki kekuatan hukum sama, yakni mengikat terhadap internal instansi, dan tidak terintegrasi satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan celah penyimpangan dalam penerapannya. Standar-standar tersebut meliputi Neighbourhood Planning Standard Soefaat (1962), Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Departemen Dalam Negeri (1982), Kepmen PU No. 20 Tahun 1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, Kepmen PU No. 378 Tahun 1987 tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, serta Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Tahun 1992, tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang. a. Ukuran Neighbourhood (Size) Tidak ada yang mengatur tentang ukuran neighbourhood Jika neighbourhood didefinisikan sebagai radius pelayanan sekolah dasar, maka terdapat ketidaksesuaian terhadap ukurannya, dimana standar Indonesia menetapkan kemampuan berjalan kaki penghuni secara nyaman sejauh 1000 meter dengan kecepatan 4000 meter/jam, ditempuh dalam ±10 menit (Kepmen PU 378/1987), sedangkan The Neighbourhood Unit menetapkan jarak temuh 800 meter yang dapat dicapai dalam 5-20 menit (didasarkan pada standar kemampuan berjalan kaki anak usia SD), dan Heterogenitas penghuni diwujudkan melalui aturan proporsi tipe hunian yang harus dipenuhi pengembang dalam mengembangkan kawasan perumahannya (1:3:6), namun tidak disebutkan secara eksplisit mengenai ukuran kawasan perumahan yang harus memenuhi (SKB 3 Menteri, 1992) 202 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2

b. Batas Terluar Neighbourhood (Boundaries) Kepmen PU 20/1986 menyebutkan bahwa perumahan harus memiliki batas-batas yang jelas, serta adanya kebutuhan atas jalan penghubung perumahan yang menghubungkannya dengan kesatuan kawasan perumahan, ataupun terhadap fungsi kawasan lain. Standar desain jaringan jalan tidak mengakomodasi kebutuhan atas jalur pejalan kaki yang terpisah dari jalur kendaraan. Kebutuhan atas tempat pemberhentiaan moda transportasi umum terpenuhi, meskipun tidak disertai dengan aturan letak fasilitas, desain minimal dan luasan yang dibutuhkan (Kepmen PU 20/1986). c. Jaringan Jalan Internal (Internal Street System) Kesesuaian aturan mengenai keterbebasan seluruh hierarki jaringan jalan dari arus lalu lintas, dapat dilihat dari desain lebar perkerasan jalan yang hanya 0,9-3,5 meter, tidak memungkinkan mewadahi lalu lintas kendaraan arus cepat (Kepmen PU 378/1987). d. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways) Tidak ada standar terkait penataan ruang skala hunian di Indonesia yang mengatur tentang kebutuhan dan ketersediaan dan kontinuitas jalur pejalan kaki dalam desain jaringan jalannya. e. Fasilitas Lingkungan Perbedaan utama antara standar fasilitas di Indonesia dengan The Neighbourhood Unit adalah dasar klasifikasinya. Indonesia didasarkan pada jumlah penduduk yang dibutuhkan mendukung untuk tiap jenis fasilitas (Kepmen PU 20/1986; Kepmen PU 378/1987), sedangkan The Neighbourhood Unit didasarkan pada kebutuhan untuk seluruh penduduk satu area neighbourhood. Persamaan jenis fasilitas yang dibutuhkan penduduk skala Rufia Andisetyana Putri keluarga, meliputi Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), tempat ibadah, tempat rekreasi berupa taman bermain dan taman, balai pertemuan warga sebagai social center, pusat pelayanan kesehatan, pusat pemerintahan skala (multiservice center), serta pusat perbelanjaan skala sub neighbourhood (pertokoan) dan neighbourhood (pusat perbelanjaan ). Perbedaan jenis fasilitas skala hunian hanya dikarenakan perbedaan latar belakang sosial budaya antara Negara Barat dimana The Neighbourhood Unit diciptakan dengan Indonesia (kasuistik). Perbedaan terletak pada adanya kebutuhan fasilitas nursery (kelompok bermain anak-anak) dan perpustakaan yang sudah menjadi kebutuhan skala harian penduduk di Negara Barat. Sedangkan di Indonesia, terdapat kebutuhan atas warung dan pos keamanan. Standar jumlah penduduk yang harus dilayani oleh fasilitas seluruhnya terpenuhi. Standar radius pelayanan fasilitas terpenuhi pada TK dan taman bermain, sedangkan fasilitas lainnya tidak terpenuhi karena besaran maksimum neighbourhood di Indonesia adalah 1000 meter. Standar lokasi hampir seluruhnya terpenuhi, karena adanya konsep aglomerasi fasilitas pada pusat kawasan, terkecuali fasilitas pusat pemerintahan lokal dan pertokoan (subneighbourhood shopping center). Kesesuaian Karakteristik Perumahan Formal Terhadap Prinsip-Prinsip Fisik Penerapan The Neighbourhood Unit. Hasil analisis yang akan dipaparkan pada tulisan ini adalah hasil komparasi antara karakteristik neighbourhood Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dengan karakteristik neighbourhood kluster perumahan terpilih di Bumi Serpong Damai, dalam memenuhi prinsip-prinsip fisik penerapan The Neighbourhood Unit. Adapun Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2 203

KesesuainPrinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas yang perlu dijadikan perhatian adalah, kedua lokasi penelitian sama-sama tidak membagi blok ataupun kluster hunian yang didasarkan pada ukuran maksimum neighbourhood berdasarkan konsep The Neighbourhood Unit. Akan tetapi, keduanya memiliki perpotongan radius area pelayanan Sekolah Dasar kurang dari 800 meter, sehingga area yang didefinisikan oleh penulis sebagai kesatuan neighbourhood (unit lokasi penelitian) adalah area radius pelayanan Sekolah Dasar. Sumber : Perum Perumnas, 1990; Analisis, 2012 Gambar 1. Pembagian Neighbourhood pada Perumnas Bumi Rancaekek Kencana Sumber : Perum Perumnas, 1990; Analisis, 2012 Gambar 1. Pembagian Neighbourhood pada Perumnas Bumi Rancaekek Kencana a. Ukuran Neighbourhood (Size) Batas radius pelayanan terpenuhi, namun ukuran jumlah penghuni tidak konsisten dapat dipenuhi oleh seluruh neighbourhood, karena kegagalan pembangunan satu fasilitas SD di Perumnas BRK dan adanya konsep Edutown yang diterapkan pada di BSD Heterogenitas tipe hunian dalam satu neighbourhood yang didefinisikan hanya dapat dipenuhi kesesuaiannya oleh Perumnas BRK. b. Batas Terluar Neighbourhood (Boundaries) Batas terluar seluruh neighbourhood dibatasi oleh jaringan jalan yang 204 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2 menghubungkan antar neighbourhood ataupun dengan fungsi kawasan yang lain, meskipun hierarkinya bukan merupakan jalan arteri dan tidak mengelilingi kawasan. Desain penampang jalan yang merupakan batas terluar neighbourhood hanya dipenuhi kesesuaiannya oleh BSD, sedangkan BRK berpegang pada standar Pemerintah. Ketersediaan termpat pemberhentian moda transportasi umum hanya dapat dipenuhi kesesuaiannya oleh kawasan perumahan yang ditujukan untuk golongan ekonomi menengah kebawah, baik Perumnas BRK maupun kluster Griya Loka BSD. c. Jaringan Jalan Internal (Internal Street System) Terbebas dari arus lalu lintas menerus kota, karena didesain dengan dimensi jalan dan keterhubungan terhadap jaringan jalan skala kota yang terbatas, sehingga tidak memungkinkan dilalui lalu lintas cepat. Parameter fungsi jaringan jalan internal menghubungkan antara unit hunian dengan fasilitas berjarak tempuh maksimum 800 meter terpenuhi kesesuaiannya. Parameter standar minimum desain penampang jaringan jalan internal tidak dapat dipenuhi kesesuaiannya oleh kedua lokasi penelitian, pengembang berpegang pada aturan teknis jaringan jalan yang ditetapkan oleh Pemerintah. d. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Access) Ketersediaan dan kontinuitas jalur pejalan kaki pada seluruh jaringan jalan neighbourhood tidak terpenuhi kesesuaiannya, dimana memang tidak aturan perundangan yang mengatur tentang kebutuhan jalur pejalan kaki. e. Fasilitas Lingkungan Radius pelayanan untuk seluruh fasilitas yang tersedia pada setiap

neighbourhood terpenuhi kesesuaiannya, yakni kurang dari 800 meter. Fasilitas yang tidak terpenuhi ketersediaannya adalah nursery, perpustakaan, dan sub neighbourhood shopping center. Fasilitas yang terpenuhi ketersediaan dan lokasinya, adalah taman bermain, dan taman (biasanya berupa lapangan olah raga). Fasilitas yang terpenuhi ketersediaannya, namun tidak sesuai lokasi penempatannya adalah TK, dan multiservice center (pusat pemerintahan lokal). Pusat pelayanan kesehatan skala hunian tidak terpenuhi pada seluruh lokasi penelitian, Fasilitas yang tidak dapat secara konsisten dipenuhi oleh neighbourhood tipe hunian menengahmewah dan sederhana di BSD adalah ketersediaan dan lokasi TK, SD, balai pertemuan warga, pusat pemerintahan lokal, dan pusat perbelanjaan skala neighbourhood. Neighbourhood tipe hunian sederhana memenuhi parameter ketersediaan dan lokasi fasilitas sesuai pedoman konsep The Neighbourhood Unit, sebaliknya tidak dapat dipenuhi oleh neighbourhood tipe hunian menengah mewah. Kesimpulan Rufia Andisetyana Putri Upaya mewujudkan suatu konsep sosial melalui perencanaan fisik pada dasarnya sudah diadopsi oleh aturan teknis perundangan di Indonesia. Seluruh pedoman yang diatur dalam aturan teknis perundangan bertujuan untuk menciptakan perumahan yang layak huni (memenuhi kebutuhan dasar manusia), dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Jadi, perencanaan fisik perumahan digunakan sebagai alat untuk mendorong terciptanya kehidupan sosial masyarakat yang lebih baik. Akan tetapi, filosofi tersebut tidak disertai dengan substansi standar penataan hunian yang mampu mengatur tiap elemen fisik secara menyeluruh dengan kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh elemen Pemerintahan di Indonesia. Dalam kaitannya dengan kesesuaian substansi aturan teknis perundangan dan karakteristik fisik neighbourhood pada lokasi penelitian, diketahui bahwa mayoritas prinsip fisik yang tidak terpenuhi adalah komponen yang memang tidak diatur dalam pedoman penataan hunian di Indonesia. Sebaliknya, keberadaan Sumber : PT BSD; Analisis, 2012 Gambar 2. Pembagian Neighbourhood Kluster Hunian Kecil Griya Loka (kiri) dan Kluster Hunian Menengah-Mewah Taman Giri Loka, Giri Loka dan Puspita Loka (kanan), Bumi Serpong Damai Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2 205

KesesuainPrinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas aturan teknis perundangan yang mengatur secara detail, seperti terkait fasilitas skala hunian, mampu mendorong penyelenggara pembangunan pada kedua lokasi, baik Perum Perumnas maupun PT BSD untuk memberikan perhatian yang cukup besar dalam memenuhi prinsip fisik tersebut, meskipun masih terjadi beberapa penyimpangan terhadap ketersediaan dan lokasi fasilitas. Hal ini membuktikan bahwa standar yang mengatur penataan hunian secara detail dan menyeluruh sebagai kesatuan aturan teknis perundangan sangat penting keberadaannya sebagai kontrol terhadap perencanaan dan implementasi pembangunan perumahan formal. Temuan studi yang menarik adalah, kesesuaian terhadap prinsip-prinsip fisik The Neighbourhood Unit, cenderung lebih banyak ditemukan pada hunian golongan ekonomi menengah kebawah, baik pada Perumnas Bumi Rancaekek Kencana maupun kluster Griya Loka BSD. Adapun konsep pengembangan kawasan perumahan untuk golongan ekonomi menengah keatas di BSD dalam bentuk kluster hunian yang dirancang secara eksklusif, tertutup, berskala kecil, dan memiliki akses terbaik terhadap kawasan makro, justru mengakibatkan banyak fasilitas disediakan diluar kluster hunian, yang meskipun berada pada radius kurang dari 800 meter, namun berada di tepi jalan arteri ataupun kolektor, sehingga tidak memungkinkan dijangkau dengan cara berjalan kaki secara aman dan nyaman. Akibatnya, filosofi dasar konsep Neighbourhood Unit dalam upaya menciptakan ikatan sosial antar penghuni cenderung tidak dapat terwujud. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peluang terbentuknya balanced community dengan ikatan sosial yang kuat antar penghuninya, dimungkinkan lebih mudah tercipta pada hunian yang dihuni oleh golongan ekonomi menengah kebawah di Perumnas Bumi Rancaekek Kencana dan kluster Griya Loka BSD, dibandingkan pada kluster hunian golongan ekonomi menengah keatas di BSD. Adapun yang perlu digarisbawahi dalam studi ini adalah, kesimpulan diambil hanya didasarkan pada karakteristik fisik yang terbentuk pada lokasi penelitian, tanpa disertai identifikasi terhadap persepsi dan perferensi penghuni. Ucapan Terima Kasih Ir. Sugiyantoro, MIP, selaku pembimbing atas bimbingan dan arahan selama penelitian Daftar Pustaka Chiara, De Joseph, et al. 1995. Time Saver Standards for Housing and Residential Development. 2 nd Edition. United States of America : McGraw-Hill, Inc Erli H. 2009. Ketut Dewi Martha. 2009. Studi Pengaruh Bentuk Kota (Urban form) terhadap Perilaku Perjalanan Anak Sekolah Dasar di Kota Bandung. Tesis. Institut Teknologi Bandung Gallion, Arthur B., Simon Eisner. 1986. The Urban Pattern. New York: Van Nostrand Reinhold Company Inc. Golany, Gideon. 1976. New Town Planning: Principles and Practice. Canada: John Wiley & Sons Kepmen PU No. 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun Kepmen PU No. 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia (Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota) Porteous, J. Douglas. 1977. Environment and Behaviour: Planning and Everyday Urban Life. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company Rabindra S., Ida Bagus. 1996. Pola Komunitas Kota Tabanan Bali. Tesis. Institut Teknologi Bandung. Reiner, Thomas A. 1968. The Place of the Ideal Community in Urban Planning. Philadelphia: University of Pennsylvia Press SKB Menteri Dalam Negeri No. 648-384 Tahun 1992, Menteri Pekerjaan Umum No 739/KPTS/1992, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang 206 Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2