A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif dimulai pada tanggal 1 Januari 2001. Kebijakan ini memberikan ruang bagi pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan daerahnya secara lebih mandiri. Otonomi merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa ada campur tangan pemerintah pusat, termasuk mandiri dalam hal keuangan. Meskipun demikian pemerintah pusat tetap memberi bantuan dalam bentuk DAU (Dana Alokasi Umum) sebagaimana tercantum dalam UU No.33 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri pajak dan sumber daya alam. Pemberian dana perimbangan ini ditujukan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal (antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah) dan horizontal (antar pemerintah daerah), sekaligus untuk membantu 1

2 daerah dalam membiayai pengeluaran pembangunannya. Disamping dana perimbangan tersebut, pemerintah daerah juga mempunyai sumber pendapatannya sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan dan lain-lain pendapatan. Hubungan keuangan pusat dan daerah dilakukan sejalan dengan prinsip Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Agar pendanaan penyelenggaraan pemerintahan terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan. Ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah diarahkan untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan

3 retribusi daerah melalui perluasan basis pajak dan retribusi dan pemberian diskresi dalam penetapan pajak dan retribusi tersebut. Perluasan basis pajak tersebut antara lain dengan menambah jenis pajak dan retribusi baru dan diskresi penetapan dilakukan dengan memberikan kewenangan sepenuhmya kepada daerah dalam menetapkan sesuai maksimal yang ditetapkan dalam undang-undang. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksanaannya, yaitu PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBD yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah. Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan transfer dana dari pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi daerah.

4 Dalam undang-undang ini ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil, akan memperoleh alokasi DAU kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh alokasi DAU besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pertumbuhan daerah. Dalam lain-lain pendapatan selain hibah, Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 juga mengatur pemberian dana darurat kepada daerah karena bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Disamping itu, pemerintah juga dapat memberikan dana darurat pada daerah yang mengalami krisis solvabilitas, yaitu daerah yang mengalami krisis keuangan berkepanjangan. Untuk menghindari menurunnya pelayanan kepada masyarakat setempat, pemerintah dapat memberikan dana darurat kepada daerah tersebut setelah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang merupakan salah satu instrumen kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD setiap tahun anggaran. Kebijakan-kebijakan yang akan dilaksanakan melalui program

5 dan kegiatan yang tertuang dalam APBD, tentunya dari tahun ke tahun harus memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu menuju ke arah yang lebih baik. Selain daripada itu, setiap aktivitas penyelenggaraan pemerintahan selama satu tahun anggaran yang tertuang dalam APBD tentunya harus lebih berpihak kepada kepentingan publik dibandingkan untuk kebutuhan aparatur. APBD berfungsi untuk menciptakan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan, baik di tingkat regional (provinsi, dan kabupaten/kota) pada khususnya maupun dalam tingkat nasional pada umumnya. Sejalan dengan hal tersebut, juga ditegaskan bahwa APBD mempunyai fungsi alokasi, yaitu harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian. Jawa Timur membutuhkan sumber daya keuangan yang cukup untuk dapat mengatasi beberapa tantangan penting agar dapat meningkatkan pembangunan ekonomi seperti yang diuraikan diatas. Bagian ini akan membahas tentang perkembangan sumber daya fiskal yang dimiliki pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Hal utama yang akan dilihat adalah pendapatan daerah di Jawa Timur, sumber sumber pendapatan yang berkontribusi cukup signifikan, serta ruang fiskal pemerintah untuk dapat mengalokasikan dana tersebut bagi peningkatan kualitas infrastruktur, pendidikan dan pertanian. Sebagian besar pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berasal dari dana DAU, namun kecenderungan dalam lima tahun terakhir menunjukkan semakin besarnya kontribusi pendapatan asli daerah. Pendapatan yang dapat dikumpulkan

6 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun melampaui target yang ditetapkan dalam APBD. Nilai yang diperoleh juga mengalami kenaikan sebagaimana dapat dilihat pada grafik berikut, di mana target pendapatan pada TA 2011 sebesar 9,9 trilyun rupiah dapat dicapai sebanyak 11,49 trilyun rupiah. Jumlah realisasi pendapatan tersebut mengalami kenaikan sebesar 34% di tahun 2012 menjadi 15,4 trilyun rupiah dari rencana yang ditetapkan pada APBD sebesar 11,52 trilyun rupiah. Selanjutnya pada TA 2013 persentase kenaikan pendapatan hanya sebesar 12,91% dengan jumlah 17,39 trilyun rupiah dari rencana pagu sejumlah 16,39 trilyun rupiah. Grafik 1.1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Timur TA 2011 2013 2011 2012 2013 Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2015 *Keterangan : Biru (Pagu), Merah (Realisasi) Realisasi pendapatan TA 2013 diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak 11,596 trilyun rupiah, dari Dana Perimbangan sejumlah 3,092 trilyun rupiah serta berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah sejumlah 2,7 trilyun rupiah. Kemampuan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menggali potensi yang dimiliki sangat baik, di mana dari tahun ke tahun Pendapatan Asli Daerah

7 (PAD) menjadi penyumbang terbesar pendapatannya. PAD yang diperoleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada TA 2013 mendominasi total pendapatan yang diterima dengan persentase 66,69%, yaitu berjumlah 11,597 trilyun rupiah dari total pendapatan sebesar 17,390 trilyun rupiah. Dengan proporsi PAD yang cukup besar dapat dinyatakan bahwa tingkat kemandirian provinsi ini cukup tinggi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengumpulkan PAD tersebut dari beberapa sumber yaitu Pajak daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan serta dari Lain-lain PAD yang Sah. Data menunjukkan PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur mempunyai tren kenaikan, di mana realisasinya pada TA 2013 telah bertambah hampir sepertiga atau sekitar 30,2% dari realisasi dua tahun sebelumnya di TA 2011 yang berjumlah 8,898 triliun rupiah. Grafik 1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Jawa Timur TA 2013 2.86% 0.92% 15.12% 81.10% Sumber: DPKAD Prov Jatim, 2015 *Keterangan : Hijau : pajak daerah Biru : retribusi daerah Merah : hasil pengelolaan kekayaan daerah yg sah, kuning : lain-lain PAD yg sah

8 81,10% PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur TA 2013 adalah Pajak Daerah, yaitu sebanyak 9,404 trilyun rupiah. Pendapatan dari Pajak Daerah tersebut diperoleh melalui pungutan yang didasarkan pada Peraturan Daerah sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pendapatan Pajak Daerah Pemerintah provinsi Jawa Timur berasal dari 5 jenis penerimaan yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan serta dari Pajak Rokok. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Langsung? 2. Seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Langsung? 3. Seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Langsung? C. Batasan Masalah Agar dapat terfokus dalam pembahasannya maka penelitian ini dibatasi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Belanja Langsung pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2011-2013.

9 D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Langsung. 2. Pengaruh Dana alokasi umum dan Dana alokasi khusus terhadap Belanja Langsung. 3. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Langsung. E. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kontribusi bagi pemerintah khususnya di Jawa Timur dalam menggali potensi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) menjadi lebih baik. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap teori dan tambahan wawasan ilmiah yang ditekuni. 3. Dapat memberikan informasi dan sebagai bahan referensi kepada semua pihak terutama kepada mahasiswa maupun peneliti yang menelaah kasus serupa.