STUDI KARAKTERISASI LAPISAN SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN KAMPUNG BUGIS KOTA TANJUNGPINANG

KARAKTERISTIK SEDIMEN PERMUKAAN PERAIRAN DESA BUSUNG KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU

KARAKTERISTIK DAN LAJU ENDAPAN SEDIMEN DI PERAIRAN KELURAHAN TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau

Sebaran Fraksi Sedimen Dasar Permukaan di Perairan Pantai Pulau Topang Provinsi Riau

Terbentuknya Batuan Sedimen

Muhammad Ramli Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji

CHARACTERISTIC OF SEDIMENT AND SEDIMENT ACCUMULATED RATE IN COASTAL WATERS OF BUKIT BESTARI SUBDISTRICT TANJUNGPINANG CITY RIAU ARCHIPELAGO PROVINCE

Karakteristik Sedimen Permukaan Muara Sungai Kawal Kabupaten Bintan

ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DI MUARA SUNGAI INDRAGIRI

Distribusi Sedimen Dasar di Perairan Pesisir Banyuasin, Sumatera Selatan

KARAKTERISASI SEDIMEN DASAR PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

STUDI SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN TEKSTUR SEDIMEN DI PERAIRAN SAYUNG, DEMAK

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh

SEDIMENT STRATIGRAPHY IN DUMAI WATERS RIAU PROVINCE. Ramot S Hutasoit 1), Rifardi 2) and Musrifin Ghalib 2)

PROSES SEDMENTASI DI PERAIRAN DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

ANALISIS LAPISAN SEDIMEN BERDASARKAN KEDALAMAN TANAH DI PERAIRAN TANJUNG UNGGAT KOTA TANJUNGPINANG

STRATIGRAFI SEDIMEN PERAIRAN SELAT RUPAT BAGIAN TIMUR. Oleh Visius Uracha Sisochi Wau 1 dan Rifardi 2

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak

ISSN : KARAKTERISTIK SEDIMEN PANTAI PADA PERAIRAN PANTAI DESA HUTUMURI DAN DESA WAYAME PULAU AMBON

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

SEDIMENT CHARATERISTICS IN TELUK KABUNG WATERS PADANG CITY WEST SUMATERA KARAKTERISTIK SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK KABUNG KOTA PADANG SUMATERA BARAT

Keywords: Vertical Distribution, Sediment, Bengkalis Strait, characteristics 1) Student of Fisheries and Marine Science Faculty, University of Riau 2)

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh

KARAKTERISTIK SEDIMEN PERMUKAAN DASAR DI PERAIRAN KELURAHAN TAREMPA BARAT KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

Penulis, Prof. Dr. Ir. Rifardi, M.Sc

SEDIMENT CHARACTERISTIC AND DISTRIBUTION PATTERN OF WESTERN COAST OF RUPAT STRAIT. By:

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2017), Hal ISSN :

LAJU VOLUME AKUMULASI SEDIMEN DI PERAIRAN PESISIR KAMPUNG BUGIS KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

ANALISA KARAKTERISTIK KETEBALAN SEDIMEN DI DASAR PERAIRAN SENGGARANG KELURAHAN SENGGARANG KOTA TANJUNGPINANG

KARAKTERISTIK SEDIMEN DI PERAIRAN SUNGAI CARANG KOTA REBAH KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Analisis Karakteristik Sedimen dan Mineral Mikro Konsentrat pada Substrat Bekas Penambangan Bauksit di Pulau Bintan. M Febriansyah Ramadhana

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Analisis Karakteristik Sedimen dan Konsentrasi Logam Berat Pada Substrat Bekas Penambangan Bauksit di Pulau Bintan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Penyebab Perubahan Garis Pantai

STUDI ABRASI PANTAI PADANG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Ferli Fajri 1, Rifardi 1, Afrizal Tanjung 1

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb) PADA SEDIMEN DI PULAU PAYUNG KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

ANALISIS LAPISAN SEDIMEN DI PERAIRAN KAMPUNG BARU KOTA TANJUNGPINANG

SEDIMENTASI DI PERAIRAN TEPI LAUT KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-2 UKURAN BUTIR SEDIMEN. Oleh

Analisis Karakteristik Sedimen dan Konsentrasi Logam Berat Pada Substrat Bekas Penambangan Bauksit di Pulau Bintan

Distribution of sediment grain in Dalegan beach, Gresik, East Java

KERANG DARAH (Anadara granosa) ABUNDANCE IN COASTAL WATER OF TANJUNG BALAI ASAHAN NORTH SUMATERA ABSTRACT

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

KARAKTERISTIK SEDIMEN DI PERIRAN DESA TANJUNG MOMONG KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

ANALYSIS OF THE CHARACTERISTICS OF THE SURFACE SEDIMENT IN ROKAN HILIR AND BENGKALIS WATERS PROVINCE OF RIAU

LAJU PENGENDAPAN SEDIMEN DI PULAU ANAKAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI PERAIRAN SEPANJANG JEMBATAN SURAMADU KABUPATEN BANGKALAN

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

DEPENDENCY SEDIMENT ACCUMULATED WITH CURRENT VELOCITY AT THE WATERS WEST TANJUNGPINANG RIAU ARCHIPELAGO PROVINCE

Analisis Kandungan Minyak Pada Air dan Sedimen di Perairan Sekitar Bungus Teluk Kabung Kota Padang Sumatera Barat. Abstract

PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRAN CIREBON

1. Student of Fisheries and Marine Sciences Faculty, University of Riau 2. Lecturer at the Fisheries and Marine Sciences Faculty, University of Riau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI ARUS DAN SEBARAN SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PANTAI LARANGAN KABUPATEN TEGAL

KARAKTERISTIK SEDIMEN PERMUKAAN DASAR SUNGAI DAN LAUT DI DAERAH SUNGAI KUARO DAN TELUK ADANG KALIMANTAN TIMUR

UKURAN BUTIR SEDIMEN PERAIRAN PANTAI DUMAI SELAT RUPAT BAGIAN TIMUR SUMATERA

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

DR. IR. RIFARDI M.Sc. TEKSTUR SEDIMEN Sampling dan Analisis

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

REFARAT MAKALAH ILMIAH OLEH TOBER MARDAIN

POLA SPASIAL SEBARAN MATERIAL DASAR PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai

DEPENDENCY SEDIMENT ACCUMULATED WITH CURRENT VELOCITY AT THE WATERS WEST TANJUNGPINANG RIAU ARCHIPELAGO PROVINCE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN TUTUPAN LAMUN DI DESA TELUK BAKAU KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA

STUDY ON THE SUSPENDED SOLIDS IN THE WEST COASTAL WATERS OF BENGKALIS. Arif Teguh Satria 1, Rifardi 2, Elizal 2 ABSTRACT

PETA SEBARAN KARAKTERISTIK SEDIMEN BERDASARKAN TUTUPAN LAMUN DI DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBUNG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum. B. Maksud dan Tujuan

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan 1.3 Pembatasan Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

ANALISA LAJU SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI CILAUTEUREUN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

STUDI SEDIMENTASI DI PERAIRAN PULAU DOMPAK KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SEDIMENT COMPOSITION AS VERTICAL IN DUMAI COASTAL WATERS. Abstract

KAJIAN SEBARAN UKURAN BUTIR SEDIMEN DI PERAIRAN GRESIK, JAWA TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

DISTRIBUSI SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PELABUHAN CIREBON

PEMETAAN SEBARAN SEDIMEN DASAR BERDASARKAN ANALISA UKURAN BUTIR DI PELABUHAN TASIKAGUNG REMBANG. Abstrak

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

Modul (MEKANIKA TANAH I)

KAJIAN SEDIMENTASI PADA SUMBER AIR BAKU PDAM KOTA PONTIANAK

BAB VII ANALISIS SARINGAN

Transkripsi:

STUDI KARAKTERISASI LAPISAN SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU Dedy Pamungkas Wibisono Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Chandra Joei Koenawan, S.Pi, M.Si Dosen Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Fadhliyah Idris, S.Pi, M.Si Dosen Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Jenis dan komposisi sedimen pada Setiap lapisan sedimen di Perairan Pulau Penyengat, Kota Tanjung Pinang. Penelitian ini di lakukan pada Bulan Februari 2016 sampai Bulan April 2016. Dari nilai kondisi diameter rata rata sedimen pada semua lapisan pengambilan tidak tampak terjadi perbedaan yang signifikan dengan jenis Very Fine Sand yaitu pasir sangat halus dengan nilai tektural sedimen secara umum yaitu Gravelly Mud atau Lumpur Berkerikil. Namun pada tekstural sedimen secara keseluruhan, terjadi perubahan tektur sedimennya dari lapisan teratas (5cm) menuju lapisan terbawah (20 cm). Meskipun secara keseluruhan kondisinya hampir sama, dengan dominan tektur sedimennya Lumpur Berkerikil, namun lapisan yang semakin dalam (jauh dari permukaan) tekstural secara lebih rinci terjadi perubahan komposisinya menjadi lebih kasar yaitu berjenis Muddy Gravel atau Kerikil Berlumpur. Kata kunci : karakterisasi lapisan sedimen, perairan pulau penyengat 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang adalah tempat bersejarah yang menjadi bagian penting dalam perjalanan peradaban Melayu Johor-Riau. Keadaan alam pulau Penyengat dikelilingi oleh pantai, di sekitar Perairan Pulau Penyengat terdapat berbagai aktifitas pesisirnya antara lain daerah yang dapat dimanfaatkan sebagai areal pemukiman, sebagai areal pelabuhan wisata pulau penyengat, kegiatan perikanan, dekat dengan Pelabuhan Sri Bintan Pura, dan adanya arus yang kuat dari aktifitas-aktifitas tersebut berpotensi menyebabkan sedimentasi / pendangkalan perairan. Sedimentasi Berdampak pada Pendangkalan Perairan yang disebabkan beberapa aktifitas yang terdapat di Perairan Pulau Penyengat. Sedimentasi umumnya terjadi karena reklamasi lahan (penimbunan) yang terjadi di Pesisir Pulau Penyengat untuk pengembangan pemukiman penduduk. Meterial-material yang masuk ke perairan di akibatkan karena aliran air hujan yang mengalir dari daratan ke Perairan, aktifitas transfortasi laut yang ada di Perairan Pulau Penyengat mempengaruhi pengadukan sedimen yang terakumulasi ke perairan sehingga terjadi penyebaran sedimen dan pembentukan lapisan sedimen pada Perairan Pulau Penyengat. Akibat dari aktifitas yang ada di Perairan Pulau Penyengat. Bahwa Belum adanya data mengenai lapisan sedimen di Perairan Penyengat mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai studi karakteristik lapisan sedimen di Perairan Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Melihat dari masalah diatas, maka perlu dilakukan penelitian terhadap lapisan sedimen di lokasi tersebut karena adanya aktifitas manusia dan faktor alam yang sering berubah. METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di lakukan di perairan pulau penyengat kecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari 2016 sampai Bulan April 2016. B. Metode Pengambilan Sampel 1. Penentuan Stasiun Penelitian Penentuan Lokasi menggunakan metode Purposive sampling berdasarkan kedalaman perairan sedimen terhadap aktivitas yang terjadi di lokasi tersebut. Penentuan titik pengamatan berdasarkan metode systematic random sampling (SRS) dengan melihat panjang garis pantai sesuai kedalaman, kemudian tetapkan titik dengan jarak 5 meter dari satu titik ke titik lainnya. Berdasarkan hasil survei lapangan awal, ditentukan 5 titik pengambilan sampel, pada masing-masing kedalaman yaitu 0,5 meter, 1 meter, 1½ meter dan 2 meter. 2. Prosedur Pengambilan Sampel Sedimen Sampel sedimen diambil pada lokasi penelitian menurut kedalaman yang berbeda pada saat surut, secara umum pelaksanaan pengambilan sampel harus dilakukan secara sistematis sesuai dengan ketersediaan waktu. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Pipa Stainless dengan ukuran 1½ Inchi sebagai alat sampling. Secara umum cara pengambilan sampel sebagai berikut : 1. Alat untuk mengambil sampel menggunakan Pipa Stainless dengan ukuran 1½ Inchi dan alat pendorong 1

modifikasi guna mempermudah penelitian. 2. Tentukan lokasi atau titik sampling pada peta dasar serta buat identitas titik sampling pada peta dasar dengan sistem penomoran dengan menggunakan kertas klep putih. 3. Siapkan kantong / pembungkus plastik untuk tempat menyimpan sampel. Semua kantong / pembungkus plastik sampel harus diberi label yang berisi nomor titik sampling dan waktu pengambilan agar tidak keliru. 4. Apabila identitas sampel terhapus dan tidak bisa di identifikasi lagi, jangan menggunakan sampel tersebut untuk kepentingan penelitian maka harus di ganti agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan. 5. Pipa stainless dengan ukuran 1½ inchi dan alat pendorong modifikasi. Di turunkan ke lokasi penelitian. Turunkan perlahan ke titik yang telah di tentukan dan setelah itu masukan pipa stainless dengan ukuran 1½ inchi tadi. 6. Sebelum Pipa Stainless dengan ukuran 1½ Inchi di tarik, tekan terlebih dahulu, kerok sedimen yang ada di pinggir tabung besi modifikasi tadi gunanya agar pipa paralon tidak susah untuk di angkat lalu Tariklah perlahan Pipa Stainless keatas dan jangan lupa bawahnya di tutup agar sedimennya tidak jatuh. 7. Siapkan alat pendorong sedimen Setelah sedimen di angkat keatas dan masukan alat pendorong dari atas, dan dorong sedimen agar keluar, setelah sedimen keluar semua karena di dorong, ambilah penggaris dan pisau gunanya untuk menggukur sedimen dan memotong sedimen. 8. Ukurlah sedimen tersebut sampai panjang 5 cm, sampai 4 potongan sepanjang 20 cm masukan sampel sedimen yang terambil kedalam kantong sampel yang telah disiapkan. 9. Setelah semua sampel diperoleh dan telah di potong / di ukur, simpanlah sampel sedimen yang telah di beri tanda dalam icebox agar aman dari kerusakan. 10. Proses pengambilan sampel selesai dan siap dibawa ke laboratorim untuk dianalisis sesuai dari tujuan penelitian. Setelah sampling dilakukan semua alat harus dibersihkan agar tidak terjadi korosi akibat pengaruh air laut. 3. Sumber Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, data yang diperoleh berupa data primer dan data skunder. Data primer diperoleh di lapangan, kemudian dianalisis di laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Sedangkan titik sampel kedalaman telah ditetapkan sebelumnya yang dianggap dapat mewakili daerah perairan Pulau Penyengat Kecamatan Tanjungpinang kota. Dan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan lokasi wilayah penelitian. Untuk selanjutnya data diolah dan dibahas secara deskriptif. 2

4. Prosedur Pengukuran Butiran Sedimen Kering Prosedur Pengayakan Menurut Rifardi, 2012 a) Siapkan ayakan dengan ukuran 2 mm (Ø- 1),dimana ayakan dengan mesh size terbesar pada tingkat teratas dan seterusnya. b) Masukan sampel tersebut dengan ayakan ukuran 2 mm (Ø- 1), kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam ayakan terayak secar sempurna. Timbang sampel paada masing-masing ayakan. c) Bersihkan screen ayakan dengan menggunakan brush/sikat. Susunlah ayakan berdasarkan mesh size yang ada dalam populasi pasir, dimana ayakan dengan mesh size terbesar berada pada tingkat teratas dan seterusnya. Urutan mesh size dari atas kebawah sebagai berikut : 1mm (0Ø), 0,5 mm (1 Ø; 500 um), 0,25mm (2Ø: 250 um), 1/8 mm (3Ø:125 um), 1/16 mm (4 Ø; 63um). d) Masukan sampel yang diperoleh di ayakan paling atas,kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam populasi ini terayak secara sempurna. Timbang sedimen yang tertahan pada masing-masing ayakan dan catat beratnya. e) Hitung presentase masing-masing kelas ukuran. Nilai presentase ini selanjutnya dipakai untuk menentukan presentas komulatif guna menghitung berbagai parameter statistika sedimen (diameter rata-rata, sorting, koefisien, skewness, kurtosis). f) Sedimen yang lolos dari ayakan 1/16 mm(4ø; 63 um) ditampung dalam sebuah cawan, kemudian dimasukan dalam tabung silinder atau tabung ukur yang mempunyai volume 1.000 ml. g) Tambahkan air sehingga volume persis 1.000 ml. Aduk larutan tersebut dengan menggunakan sebatang stik dan biarkan selama 4 menitsupaya partikel-partikel lengket satu sama lain. h) Setelah selesai diaduk selama 4 menit, letakan silinder pada meja datar dan langsung hidupkan stopwatch. i) Ambil larutan dari tabung silinder dengan menggunakan pipet yang bervolume 20 ml. Pada pipet harus diberi tanda sesuai kedalaman pengambilan pada tabung silinde (10 dan 20 cm). j) Ambil larutan dari tabung silinder setelah 4 menit sebanyak 20 ml pada kedalaman 10 cm untuk partikel lumpur Ø5. k) Setelah 15 menit ambil larutan dari tabung silinder dengan kedalaman 10 cm sebanyak 20 ml untuk Ø6. l) Ambil sebanyak 20 ml pada kedalaman 20 cm setelah 30 menit untuk ukuran Ø7. m) Tunggu selama 2 jam, ambil sebanyak 20 ml pada kedalaman 20 cm untuk partikel lumpur Ø > 7. n) Keringkan sampel dari hasil pemipetan dengan suhu 105 0 C selama 24 jam. Timbang cawan yang telah kering bersama dengan residu sedimennya. D. Pengolahan dan Analisis Data 1. Perhitungan Sedimen / Kajian Gambaran lingkungan pengendapan dapat diperoleh dengan beberapa metode diantaranya dengan cara menghitung parameter statistika sedimen sebagai berikut : a. Diameter rata-rata (Mz) Mean Size = Klasifikasi: 3

C. SORTING KOEFISIENT ()016) δ 1 = b. Skewness (SK 1) Sk 1 = Klasifikasi: K G = HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Penyengat merupakan wilayah yang terletak di Kota Tanjungpinang yang telah melakukan pemekaran hingga menjadi Kelurahan sendiri yaitu Kelurahan Penyengat. Pulau penyengat masuk kedalam Wilayah kecamatan Tanjungpinang Kota yang memiliki luas wilayah total sekitar 240 Ha. Jarak Pulau Penyengat dari Pusat Pemerintah Kecamatan adalah 5 Km, jarak dari pemerintahan kota 7 Km, jarak dari Ibu Kota Provinsi adalah 6 Km (Arsip Kecamatan Tanjungpinang Kota). Kondisi topografi wilayah dengan ketinggian tanah dari permukaan laut adalah sekitar 25-50 meter, curah hujan mencapai 630 mm/tahun, dan suhu udara rata-rata adalah 27 0 C. Pulau Penyengat secara keseluruhan dikelilingi oleh perairan 4

Arus Kedalaman (m) laut, sehingga kehidupan masyarakatnya tidak terlepas dari aktifitas perikanan. Secara administratif Pulau Penyengat memilki batas-batas wilayah sebagai berikut: B. Hasil 1. Parameter Perairan a. Arus Kekuatan energi laut digambarkan dengan kecepatan dan arah pergerakan arus yang fluktuatif dari waktu ke waktu sesuai dengan faktor-faktor alam. Kecepatan arus mempengaruhi berbagai macam proses dan dinamika oseanografi salah satunya yaitu sedimentasi dan pemasukan partikel-partikel ke perairan laut. Dari hasil pengukuran arus permukaan perairan, secara lengkap digambarkan seperti pada grafik gambar 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0.032 0.058 0.038 0.064 0.022 0.064 0.059 0.0603 0.063 0.0307 A B C D E Pasang Titik Surut Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa kecepatan arus pada saat pasang berkisar antara 0.022 0.064 m/detik dengan rata-rata 0.037 m/detik, dan pada saat pasang, kecepatan arus berkisar antara 0.058 0.064 m/detik dengan rata-rata 0.06 m/detik. Kecepatan arus lebih cepat pada saat surut dibandingkan pada saat pasang, karena pada saat surut, air laut mengalami pergerakan menuju ke arah laut dalam dari daerah intertidal akibat dari proses pasang surut air laut. b. Pasang surut Ketinggian permukaan air pada periode 24 jam membentuk suatu pola pasang surut yang dapat dilihat seperti pada grafik gambar 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 Waktu (jam) Dari gambar 13 dapat dilihat bahwa ketinggian pasang pertama maksimum terjadi pada pukul 10 dan 11 wib dengan ketinggian mencapai 2.3 meter sedangkan pada pasang kedua terjadi antara pukul 24 wib dengan ketinggian permukaan air 1.7 meter. Sedangkan pada surut minimum terjadi pada jam 17 dan 18 wib dengan ketinggian hanya sebesar 0.5 meter. Kemudian pada saat surut pertama terjadi pada pukul 4 wib dengan ketinggian air sebesar 1.3 meter. Dengan demikian tipe pasang surut perairan Pulau Penyengat yaitu pasang harian ganda/dua kali surut dan dua kali pasang (Diurnal). Berdasarkan hasil pola pasang surut perairannya maka pasang surut juga berperan aktif dalam pengadukan sedimen serta penyebarannya secara vertikal dari pantai ke arah laut dan sebaliknya. Pada saat surut, partikel sedimen banyak yang dibawa oleh energi air ke arah laut, sedangkan pada saat surut terjadi transportasi sedimen dari laut kearah pantai. 2. Kondisi Lapisan Sedimen a. Lapisan 5 cm Kondisi lapisan sedimen berdasarkan Lapisan 5 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel. Tabel 11. Kondisi Lapisan Sedimen Pada Kedalaman 5 Cm 5

Sumber: Data Primer Pada kedalaman pengambilan 5 cm rata-rata ukuran butir sedimennya berbentuk pasir sangat halus (Very Fine Sand) dengan tipikal tekstur sedimen dominan pada jenis Lumpur berkerikil (Gravelly Mud). Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa jenis sedimen pada kedalaman pengambilan 5 cm berbentuk sedimen halus. Meskipun pada Titik 2 di kedalaman perairan 2 meter jenis sedimennya berbentuk Slightly Gravelly Sandy Mud yaitu percampuran kerikil, pasir dan lumpur mengindikasikan terjadi percampuran sedimen pada titik tersebut, namun secara keseluruhan dominan pada jenis sedimen Lumpur berkerikil (Gravelly Mud). Sedangkan untuk statistik sedimen pada pengambilan di kedalaman 5 cm yaitu pemilahan ukuran butiran sedimen (sorting) semua titik pengambilan pada semua titik sampling menunjukkan kondisi yang Very Poorly Sorted yaitu pemililahan sedimen terjadi sangat buruk. Artinya telah terjadi perbedaan ukuran butiran sedimen atau dapat dikatakan ada ukuran butiran sedimen tertentu yang dominan sehingga ukuran butir sedimen tidak seragam. Untuk statistik skewness menunjukkan dominan klasifikasi skewness pada jenis (coarse skewed), namun pada Titik 2 pada pengambilan di kedalaman permukaan air 2 meter, klasifikasi skewnessnya merupakan bentuk simeteris (symetrical). Dari hasil penenlitian, klasifikasi skewness berbentuk coarse skewed mencirikan jenis ukuran butiran sedimen pada kedalaman pengambilan 5 cm cenderung berbutir kasar, meskipun pada satu titik terjadi keseimbangan/simetris antara ukuran butiran halus dengan ukuran butiran yang kasar. Pada kondisi kurtosis (kurva distribusi sedimen) dominan pada klasifikasi kurtosis yang cenderung pada distribusi kurva yang cenderung Platykurtic yang mencirikan bahwa ukuran butiran sedimen pada titik pengambilan sampling cenderung sama yaitu berbutir halus. Sedangkan pada beberapa Titik yaitu Titik 1,4 dan 5 pada kedalaman perairan 1.5 meter diketahui bahwa jenis klasifikasi kurtosis berbentuk mesokurtic yang mencirikan terjadinya ukuran butir sedimen yang sama namun tidak terlalu dominan. b. lapisan 10 cm Kondisi lapisan sedimen berdasarkan lapisan 10 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel. Tabel 12. Kondisi Lapisan Sedimen Pada lapisan 10 Cm Sumber: Data Primer pada kedalaman pengambilan lapisan kedua ( 10 cm) menunjukkan adanya 6

perbedaan namun secara umum masih dalam kondisi yang sama. Diketahui bahwa diameter rata-rata sedimen pada kedalaman 10 cm terdiri dari pasir sangat halus (Very Fine Sand) yang masih sama dengan lapisan 5 cm diatasnya. Namun untuk kelas tekstur substrat tampaknya mengalami perubahan, pada lapisan 10 cm terdiri dari 3 jenis tekstural sedimennya yakni Lumpur Berkerikil (Gravelly Mud), campuran lumpur pasir dan kerikil (Slightly gravelly sandy mud), serta kelompok tekstural sedimen Kerikil Berlumpur (Muddy gravel) namun dominan masih tekstural sedimennya masih tergolong Lumpur Berkerikil (Gravelly Mud). Dengan demikian, pada lapisan 10 cm tektural sedimennya mengarah ke jenis yang lebih kasar meskipun secara umum dominan masih tergolong sedimen halus. Statistika sedimen pada kelompok sorting atau pemilahan ukuran butiran sedimen yang secara umum tergolong kedalam terpilah sangat buruk (Very Poorly Sorted) mencirikan pada kedalaman pengambilan lapisan 10 cm ada ukuran butiran sedimen tertentu yang dominan, jika dilihat dari tektural sedimennya yang dominan adalah Lumpur berkerikil dengan dominan lumpur sehingga kondisi umuran butir sedimennya halus. Kelompok sedimen skewness atau diartikan sebagai penciri ke arah mana dominan ukuran butir dari suatu populasi sedimen, dalam hal ini pada lapisan kedalaman 10 cm diketahui klasifikasi Coarse Skewed dengan nilai skewness negatif antara -0.1 hingga -0.3 yang mencirikan dominan ukuran butirn sedimen pada kedalaman lapisan 10 cm adalah berbutir kasar. Pada kurva kurtosis yang didapatkan pada kedalaman di lapisan 10 cm diketahui jenis klasifikasinya dominan juga pada kurva Platycurtic dengan maksud tingkat keseragamanan ukuran butir sedimen pada titik-titik pengambilan relatif sama yaitu berbutir halus dengan dominan tektural sedimen lumpur berkerikil. c. Lapisan 15 cm Kondisi lapisan sedimen berdasarkan lapisan 15 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel. Tabel 13. Kondisi lapisan sedimen pada lapisan 15 cm Sumber: Data Primer Pada pengambilan kedalaman sampling sedalam 15 cm dengan urutan lapisan ketiga nilai mean size atau rata-rata ukuran butir sedimen terklasifikasikan dengan Very Fine Sand dengan klasifikasi pasir sangat halus dengan dominan tekstural domianan jenis sedimennya yaitu Gravelly Mud atau Lumpur Berkerikil, meskipun di beberapa titik terjadi pembentukan tektur sedimen yang agak berbeda yaitu Muddy Gravel (Kerikil berlumpur). Nilai sortasi/sorting terhadap pemilahan ukuran butir sedimen pada kedalaman lapisan ini, yaitu pada lapisan 15 cm terklasifikasikan dengan Very Poorly Sorted atau terpilah sangat buruk. Sehingga pada kedalaman lapisan 15 cm ini dapat diterangkan terjadi dominan jenis ukuran butiran tertentu yaitu ukuran sedimen halus lebih dominan dibandingkan dengan sedimen yang berukuran kasar. Pada stastistika sedimen selanjutnya yaitu nilai skewness menunjukkan secara dominan jenis skewnessnya adalah Coarse Skewed dengan nilai skewness negatif antara -0.1 hingga -0.3 mencirikan bahwa sedimen pada kedalaman 15 cm lebih condong pada 7

sedimen berbutir kasar. Dan nilai kurtosisi pada masing-masing titik sampling dikedalaman 15 cm menunjukkan jenis kurva yang masih berbentuk Platykurtic dengan penjelasan bahwa pada masingmasing titik sampling ukuran butiran sedimennya hampir sama atau merata yaitu berbutir sedimen halus. d. Lapisan 20 cm Kondisi lapisan sedimen berdasarkan lapisan 20 cm untuk setiap titik pengamatan dapat dilihat pada tabel. Tabel 14. Kondisi lapisan sedimen pada lapisan 20 cm Sorted dengan klasifikasi pemilihan yang sangat buruk. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman butiran sedimen pada kedalaman 20 cm ini tidak sama atau tidak seragam dan terjadi perbedaan ukuran butiran sedimen yang cukup mencolok dengan ukuran sedimen halus yang lebih dominan. Untuk nilai Skewness pada kedalaman 20 cm ini karakteristik nya tergolong Coarse Skewed dengan nilai yang negatif antara -0.1 hingga -0.3 menunjukkan ukuran butir sedimen pada kedalaman 20 cm condong ke ukuran butiran kasar. Nilai kurtosis menunjukkan kurva yang berbentuk Platykurtic dengan sebaran butir sedimen pada kedalaman 20 cm untuk masingmasing titik sampling relatif sama. C. Pembahasan Untuk melihat hasil pelapisan sedimen pada masing masing Titik dapat dilihat pada gambar Sumber: Data Primer Dilihat dari kedalaman pengambilan pada lapisan 20 cm rata-rata ukuran butir sedimennya yaitu berjenis Very Fine Sand yaitu pasir sangat halus dengan demikian jenis sedimen di kedalaman 20 cm berbutir halus. Dilihat dari tekstural sedimen secara keseluruhan, terdiri dari dua jenis diantaranya Muddy Gravel yaitu Kerikil berlumpur dan Gravelly Mud yaitu Kerikil berlumpur, namun dominan pada jenis tektural sedimen Kerikil berlumpur. Nilai statistika sedimen yaitu ukuran pemilahan sedimen (sorting) menunjukkan nilai yang sama pada lapisanlapisan sebelumnya yaitu Very Poorly 8

Dari nilai kondisi diameter rata-rata sedimen pada semua lapisan pengambilan tidak tampak terjadi perbedaan yang signifikan dengan jenis Very Fine Sand yaitu pasir sangat halus dengan nilai tektural sedimen secara umum yaitu Gravelly Mud atau Lumpur Berkerikil. Namun pada tekstural sedimen secara keseluruhan, terjadi perubahan tektur sedimennya dari lapisan teratas (5cm) menuju lapisan terbawah (20cm). Meskipun secara keseluruhan kondisinya hampir sama, dengan dominan tektur sedimennya Lumpur Berkerikil, namun lapisan yang semakin dalam (jauh dari permukaan) tekstural secara lebih rinci terjadi perubahan komposisinya menjadi lebih kasar yaitu berjenis Muddy Gravel atau Kerikil Berlumpur. Dengan kondisi ini, menunjukkan terjadinya akumulasi sedimen yang cukup tinggi ke badan air dari limpasan daratan yang lebih dominan pada jenis partikel halus, sehingga membentuk suatu lapisan baru pada permukaan atas yang lebih halus. Bahan bahan partikel halus tersebut dapat masuk ke badan air melalui aliran hujan, angin, sistematika pasang surut, serta kondisi lingkungan lain yang mendukung. Bahan partikel tersebut kan mengalami akumulasi ke perairan kemudian selanjutnya tersuspensi dan mengendap di dasar perairan. Menurut Susiati, dkk (2010) Kandungan sedimen tersuspensi di perairan sangat dipengaruhi oleh pasokan sedimen tersuspensi dari darat yang terbawa oleh sungai. Selain itu juga karena pengaruh musim yang terjadi, dalam kondisi yang lebih kompleks akan terbentuk daratan baru atau delta. Dengan mengacu pada pendapat tersebut maka terlihat jelas bahwa kandungan/tektural sedimen pada lapisan atas merupakan hasil pelimpasan sedimen dari daratan, dalam waktu yang cukup lama akan membentuk suatu tumpukan sedimen sehingga merubah komposisi asli dari sedimen permukaannya dan membentuk kelompok sedimen baru. Perubahan komposisi sedimen permukaan juga selain dipengaruhi oleh pelimpasan partikel-partikel dari daratan, juga dapat dipengaruhi oleh pembentukan sedimen secara alami dalam suatu ekosistem. Seperti yang dikemukakan oleh Supriharyono (2007) menyebutkan bahwa sumber sedimen dapat berasal dari area mangrove yang membentuk mineralisasi dan dekomposisi, terutama bila serasah terkubur dalam sedimen akan terjadi (Anaerobic decomposition) maupun yang tidak terkubur dalam sedimen (Aerobic decomposition) sehingga menghasilkan unsur hara. Pada saat terjadi aktifitas pasang surut maka akan mengalami penyebaran sedimen dari ekosistem tersebut ke lokasi lain, sehingga dari kegiatan dekomposisi tersebut, tentunya akan mempengaruhi jenis sedimen dasarnya yang cenderung lebih halus. Nilai sortasi atau pemilahan sedimen pada masing-masing lapisan menunjukkan bahwa kondisi sortasi dominan pada jenis sedimen halus (very poorly sorted) membuktikan bahwa sedimen 9

fraksi halus telah mengendap dan bukan hanya berada pada kolom air sebagai suspensi. Nilai ini juga menunjukkan bahwa kondisi arus tidak terlalu kuat sehingga sedimen halus dapat mengendap.pada kondisi arus yang tinggi/kuat sedimen yang halus akan mengalami pencampuran menjadi tersuspensi. Diketahui bahwa dari hasil penelitian arus menunjukkan kecepatan berkisar antara 0.058 0.064 m/detik dengan rata-rata 0.06 m/detik. Menurut Daulay (2014) Penyortiran dapat menunjukkan batas ukuran butir, tipe pengendapan, karakteristik arus pengendapan, serta lamanya waktu pengendapan dari suatu populasi sedimen. Secara umum ada 2 kelompok utama yaitu Well sorted sediment (terpilah baik) adalah suatu lingkungan pengendapan sedimen disusun oleh besar butir relatif sama, mengidentifikasikan tingkat kestabilan arus pada perairan tersebut cukup stabil. Sebaliknya jika Poorly sorted sediment (terpilah buruk), maka kekuatan arus pada perairan tersebut tidak stabil, artinya pada kondisi waktu tertentu terjadi arus dengan kekuatan yang besar dan berubah dalam kondisi lain melemah kembali. Namun mengacu pada pendapat tersebut, kondisi arus di perairan Pulau Penyengat kurang stabil sehingga pemilahan sedimennya tergolong dominan pada ukuran tertentu. Menurut Affandi dan Subakti (2012) Jika nilai sortasi yang diperoleh semakin kecil maka sedimen dalam keaadaan well sorted atau kondisi sedimen dalam keadaan sangat tersortir, dimana sedimen dasar terdiri dari partikel dengan ukuran yang cenderung seragam (sedimen akan terdiri dari partikel partikel dengan kisaran ukuran yang sangat terbatas), sedangkan ukuran partikel yang lain telah tersingkir oleh energi gerak air. Sedangkan jika nilai sortasi semakin besar maka semakin menjauhi nilai rata-rata dengan kata lain kurang mengalami sortasi (poorly sorted). Menurut Allen (1985); Folk (1974) dalam Affandi dan Subakti (2012) skewness merupakan kondisi dimana sedimen dasar terdiri dari berbagai ukuran partikel yang menunjukkan kecilnya pengaruh energi mekanis yang terjadi untuk memilah berbagai ukuran partikel. Nilai skewness positif menunjukkan suatu populasi sedimen condong berbutir halus, sebaliknya skewness negatif menunjukkan populasi sedimen condong berbutir kasar. Sehingga skewness dapat digunakan untuk mengetahui dinamika sedimentasi di suatu perairan. Nilai skewness pada lokasi penelitian di lapisan kedalaman 5cm, 10cm, 15cm, dan 20cm dominan pada jenis Coarse skewed, hal ini menunjukkan bahwa sedimen lebih didominasi oleh ukuran butiran sedimen yang kasar. Namun pada lapisan permukaan (5cm) pada beberapa titik terjadi klasifikasi skewness Symetical yang menandakan adanya komposisi ukuran butiran sedimen halus pada permukaan lapisan sedimen, sedangkan pada lapisan yang paling dalam, domianan sedimennya kasar. Pendapat Poerbandono dan Djunarsjah, (2005) dalam Satriadi (2012) yang menyatakan bahwa Sedimen yang berukuran lebih kecil misalnya: lempung dengan konsentrasi rendah atau pasir halus cenderung terangkut sebagai suspensi dengan kecepatan dan arah yang mengikuti kecepatan arah dan arus. Sehingga dari penjelasan tersebut, komposisi-komposisi sedimen kasar lebih dominan. Rifardi (2012) mengatakan bahwa Kurtosis mengukur puncak dari kurva dan berhubungan dengan penyebaran distribusi normal. Bila kurva distribusi normal tidak terlalu runcing atau tidak terlalu datar disebut mesokurtic. Kurva yang runcing disebut leptokurtic, menandakan adanya ukuran sedimen tertentu yang mendominansi pada distribusi sedimen di daerah tersebut. Sedangkan untuk kurva yang datar disebut platikurtic, artinya distribusi ukuran sedimen pada daerah tersebut sama. Dari hasil penelitian pada lapisanlapisan sedimen pada kedalaman 5cm, 10cm, 15cm, dan 20cm menunjukkan klasifikasi jenis kurtosis yang sama yakni kurvanya cenderung Platykurtic yang dapat diartikan bahwa distribusi ukuran butir sedimen pada semua titik pengambilan di setiap lapisan kedalaman relatif sama. Ini menunjukkan adanya dominan jenis sedimen tertentu pada lapisan-lapisan sedimen yang ada, yakni tekstur Gravelly mud (lumpur berkerikil) dengan rata-rata ukuran sedimen dominan yaitu pasir sangat halus (very fine sand). 10

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari nilai kondisi diameter rata rata sedimen pada semua lapisan pengambilan tidak tampak terjadi perbedaan yang signifikan dengan jenis Very Fine Sand yaitu pasir sangat halus dengan nilai tektural sedimen secara umum yaitu Gravelly Mud atau Lumpur Berkerikil. Namun pada tekstural sedimen secara keseluruhan, terjadi perubahan tektur sedimennya dari lapisan teratas (5cm) menuju lapisan terbawah (20 cm). Meskipun secara keseluruhan kondisinya hampir sama, dengan dominan tektur sedimennya Lumpur Berkerikil, namun lapisan yang semakin dalam (jauh dari permukaan) tekstural secara lebih rinci terjadi perubahan komposisinya menjadi lebih kasar yaitu berjenis Muddy Gravel atau Kerikil Berlumpur. B. Saran Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi para mahasiswa dalam pengambangan penelitian yang lebih baik lagi, serta bagi para pemangku kepentingan dapat mencari solusi terhadap isu sedimentasi yang terjadi di sepanjang perairan pesisir pulau-pulau kecil yang potensial terkusus Pulau Penyengat. Dan penulis mengharapkan untuk penelitian selanjutnya dengan melakukan kedalaman 30 cm atau 50 cm, melihat musim, dan surut terjauh yang terjadi di saat melakukan atau pengambilan sedimen sehingga lebih terlihat perbedaannya dari lapisan atas dan lapisan paling bawah. DAFTAR PUSTAKA Bates, R. L., and Jackson, J. A. 1987. Glossary of Geology, third edition, American Geological Institute, p.598 Boogs, S. 1986. Petrology of Sedimentary Rocks, Mc Millan Publishing Company, New York, 707 p. Daulay. A.B. 2015. Karakteristik Sedimen di Perairan Sungai Carang Kota Raebah. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji: Tanjungpinang. Dinas Hidro-Oseanografi AL, 2016. Daftar Tabel Pasang Surut. Kepulauan Indonesia. Jakarta. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Coastal Zone Area Optimalisation Desain for Development of Brakish-water Pond. SPL-OECF.Directorate General Fisheries, Department of Fisheries and Marine Affair. Jakarta. Komar, P. D. 1976. Beach Processes and Sedimentation, New Jersey: Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs. Mukminin. A. 2009. Proses Sedimentasi di perairan pantai Dompak Kecamatan Bukit Bestari Provinsi Kepulauan Riau. Universitas Riau 2009. Petchik, J. 1997. An Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold Division of Hodder and Stougthon. London. 259 hal. Rifardi, 2008. Tekstur Sedimen : Sampling dan Analisis.Pekanbaru.UNRI Press. Rifardi. 2012. Sedimentasi Perairan Laut. Pekanbaru. UNRI press. Rifardi, 2012. Ekologi Sedimen Laut Modern Edisi Revisi. Pekanbaru. UNRI Press. Rifardi, 2008. Tekstur Sedimen:Sampling dan Analisis.Pekanbaru.UNRI Press. Satriadi. A. 2012. Studi Batimetri dan Jenis Sedimen Dasar Laut di Perairan Marina, Semarang, Jawa Tengah. Program Studi Oseanografi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Subakti. H. 2012. Karakteristik Pasang Surut dan Pola Arus di Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan. 11

Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan Indonesia. Supriharyono,M.S.2007.Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Susiati.H. 2010. Pola Sebaran Sedimen Tersuspensi Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh Di Perairan Pesisir Semenanjung Muria- Jepara. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565 http://geosjepara.blogspot.co.id/2014/02/bat uan-sedimen.html di akses pada tanggal 3 januari 2016 pukul 19.05 https://basdargeophysics.wordpress.com/201 2/04/18/batuan-sedimen-2/ di akses pada tanggal 3 januari 2016 pukul 19.04 http://geograph88.blogspot.co.id/2013/06/str uktur-perlapisan-beddingbatuan.html di akses tanggal 3 januari 2016 pukul 19.03 12