Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2014

dokumen-dokumen yang mirip
SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

Serba Serbi Pengurangan Subsidi BBM

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.

DRS. LAURENS BAHANG DAMA KETUA KOMISI V DPR-RI. Aspek Ekonomi Politik, Subsidi BBM, APBN dan Transportasi Massal dalam Kerangka Ekonomi Hijau

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

Gambar 1. 1 Pola konsumsi energi di Indonesia ditinjau dari sumbernya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

Alokasi Dana Hasil Penghematan Subsidi BBM: Sebuah Catatan

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Analisis Perkembangan Industri

Konsolidasi Fiskal dan Komitmen Indonesia pada G20 1

Versi 27 Februari 2017

Buku GRATIS ini dapat diperbanyak dengan tidak mengubah kaidah serta isinya

HARGA (SELALU) BARU BBM DAN DAMPAKNYA (SELALU) BAGI KONSUMEN. Zamroni Salim, Ph.D The Habibie Center - LIPI

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konsep KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI BBM

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

I. PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia, menyebabkan kebutuhan akan

ANALISIS MASALAH BBM

BAB I. Pendahuluan. Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

Transkripsi:

Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2014 Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah, demi mensejahterakan hajat hidup rakyat bangasanya. Baik dari segi kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, pertahanan dan keamanan negara, hingga pencerdasan warganya melalui jalur pendidikan. Dari sisi perekonomian, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memberikan insentif berupa subsidi yang diberikan baik untuk mengurangi beban konsumen dalam mengonsumsi barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maupun untuk mengurangi biaya produksi yang ditanggung oleh produsen dari suatu barang atau jasa. Subsidi dapat diterapkan di dalam banyak hal, seperti pendidikan dan kesehatan. Namun subsidi pada umumnya dititikberatkan pada pemberian keringanan terhadap konsumsi BBM maupun BBG karena bahan bakar merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi masyarakat. Subsidi di bidang energi dianggap secara umum sebagai upaya untuk memeratakan kekayaan. Bagi negara-negara importir seperti Indonesia, subsidi diterapkan untuk menjaga kestabilan harga ditengah tren harga bahan bakar yang terus naik. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan berbagai negara dinilai berdampak pada pemborosan dalam konsumsi, pengurangan keamanan energi, menghambat investasi-investasi sumber daya alam ramah lingkungan, dan menghambat upaya-upaya dalam mengatasi perubahan iklim. Subsidi energi menjadi jurus suatu negara dalam membantu masyarakatnya menghadapi tekanan biaya hidup sehari-hari. Energi menjadi salah satu aspek vital dalam sendi kehidupan. Maka dari itu perannya dalam tingkat kesejahteraan sangat besar. Dampak energi pada kehidupan yang sangat penting ini membuat berbagai pemerintahan di negara manapun memberi perhatian lebih pada komoditas itu. Tingkat kemiskinan suatu negara juga ditentukan oleh faktor energi ini. Subsidi pada komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam hal ini membantu menekan naiknya harga barang dan jasa dari aspek biaya produksi. Oleh karena itu efek dari kenaikan BBM ini akan menimbulkan peningkatan kemiskinan dan pengangguran. Salah satu penyebab hal ini bisa terjadi karena penyedia lapangan kerja akan memangkas ongkos labor-nya pada saat terjadi kenaikan harga BBM dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) demi tetap menjaga kestabilan usaha. Pada saat itulah pengangguran dan kemiskinan mulai bermunculan.

Subsidi memiliki dua muka dimana itu bisa menolong sekaligus melukai konsumen. Subsidi menjadi bersifat menolong karena membuat masyarakat memiliki daya beli lebih atas bahan bakar. Lebih jauh lagi akan mengurangi biaya yang diperlukan untuk memasak, menerangi rumah, bahkan menjaga harga-harga tetap pada kondisi semula. Sebagai gambaran, menurut IMF, setiap kenaikan BBM $ 0,25 per liter akan mengurangi daya beli riil masyarakat miskin lebih dari 5%. Namun di sisi lain, subsidi BBM menjadi bersifat melukai karena tidak tepat sasaran. Subsidi BBM dinikmati oleh kalangan menengah keatas dimana 20% masyarakat kelas atas menikmati murahnya BBM bersubsidi enam kali lipat dibandingkan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat kelas bawah. Merujuk pada kajian sebuah lembaga penelitian Universitas Indonesia tercatat kelompok yang tidak masuk kategori miskin mengonsumsi BBM jenis premium 8,2 kali lebih banyak dibandingkan kelompok miskin. Sedangkan untuk BBM jenis solar, kelompok yang tidak termasuk kategori miskin mengonsumsi 99,4 kali lebih banyak daripada kelompok miskin. Bagi masyarakat kelas atas, mereka menjadi pemasukan utama bagi negara dalam menutupi besarnya subsidi BBM baik melalui pajak penghasilan maupun pajak dari kegiatan konsumsi. Lebih jauh lagi, penggunaan BBM yang semakin masif akan semakin menurunkan kualitas hidup masyarakat di semua level pendapatan. Kemacetan dan polusi adalah dua hal utama yang paling disorot. Bahkan New York Times pernah menggambarkan kondisi Jakarta sebagai kota terbesar di dunia dengan tingkat kelajuan transportasi yang sangat lambat. Pertumbuhan ekonomi yang melambat juga merupakan efek samping dari penerapan subsidi BBM. Bisnis biasanya menganggap bahwa tingginya harga bahan bakar akan membut mereka kurang mampu bersaing dalam pasar global. Dalam jangka pendek hal tersebut mungkin saja benar, namun di jangka panjang efeknya malah berbalik 180 derajat. Subsidi BBM akan menghambat pertumbuhan dengan mengikat anggaran yang seharusnya bisa saja dipakai untuk perbaikan human capital dan atau perbaikan infrastruktur. Kebijakan yang Diterapkan di Indonesia Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2014 Republik Indonesia, dijelaskan bahwa Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang

memproduksi, menjual barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Penyediaan anggaran subsidi oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup besar, penyediaan anggaran subsidi ini pun tetap harus memperhatikan kemampuan keuangan Negara. Sedangkan, Subsidi Energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied gas for vehicle (LGV) serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat. Realisasi anggaran belanja subsidi energy dalam rentang waktu 2008 2013 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp76,8 triliun atau tumbuh rata rata 6,1% per tahun, yaitu dari Rp223,0 triliun pada tahun 2008 dan sebesar Rp299,8 triliun pada APBNP tahun 2013. Dalam rentang waktu 2008 2013, realisasi anggaran subsidi BBM, BBN, dan LPG tabung 3 kg secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp60,8 triliun atau tumbuh rata rata 7,5% per tahun dari sebesar Rp139,1 triliun pada tahun 2008 dan sebesar Rp199,9 triliun pada APBNP tahun 2013. Perkembangan realisasi anggaran ini disebabkan oleh meningkatnya volume konsumsi BBM bersubsidi dan LPG tabung 3 kg bersubsidi.

Melihat kondisi ini, Pemerintah kemudian mengambil langkah langkah pengendalian agar beban subsidi tidak memberatkan APBN. Kebijakan pengendalian yang dilakukan pemerintah dari tahun 2008 2013 diantaranya adalah: 1. Meningkatkan program pengalihan pemakaian minyak tanah bersubsidi ke LPG tabung 3 kg. 2. Meningkatkan pemanfaatan energi alternatif dan diversifikasi energi. 3. Melakukan pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi serta pembatasan volume. 4. Mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem distribusi tertutup secara bertahap dan penyempurnaan regulasi. Dan kebijakan lain yang dilakukan pemerintah dalam periode waktu ini adalah melakukan penyesuaian terhadap harga jual eceran BBM bersubsidi. Uraian 1 Jan 2006 Perkembangan Harga Eceran BBM bersubsidi tahun 2006 - sekarang 23 Mei 2008 24 Mei Nov 2008 1 Des 14 Des 2008 15 Des 2008 14 Jan 2009 15 Jan 2009 21 Juni 2013 22 Juni 2013 - Sekarang Premium 4.500 6.000 5.500 5.000 4.500 6.500 Solar 4.300 5.500 5.500 4.800 4.500 5.500 Minyak Tanah 2.000 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 Di tahun 2014 ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pembatasan terhadap konsumsi BBM bersubsidi. Namun, kebijakan ini hanya diperuntukkan untuk BBM subsidi berjenis solar. Staff Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah, menjelaskan bahwa penghapusan subsidi BBM jenis solar yang di mulai pada 1 Agustus 2014 ditargetkan bisa menghemat dua juta kilo liter. Pemerintah akan melihat efektifitas dari kebijakan baru ini yang kemudian akan dijadikan bahan evaluasi. Dari banyak kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dari waktu ke waktu, volume pertambahan terhadap BBM subsidi tetap saja mengalami peningkatan. Sehingga,

kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dapat dikatakan tidak efektif untuk mencegah meningkatkatnya volume penggunaan BBM bersubsidi. Lalu siapakah yang menikmati BBM bersubsidi di Indonesia? Data kementerian ESDM menunjukkan proporsi BBM bersubsidi dinikmati oleh: 1) Pemilik mobil (53%) dibandingkan pemilik motor (47%); 2) Masyarakat di Jawa dan Bali (59%) dan 3) Angkutan darat (89 %). Tercatat 25 persen rumah tangga berpenghasilan tertinggi menikmati 77 persen subsidi BBM dibandingkan 25 persen rumah tangga berpenghasilan terendah yang hanya menikmati 15 persen subsidi BBM (Kementerian Keuangan, 2012). Data ini menunjukan bahwa Subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah atas dibandingkah oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan dan kesehatan, persentase anggaran subsidi BBM ternyata jauh lebih besar. BBM yang sebagian besar dikonsumsi untuk kebutuhan transportasi dan masalah logistik ternyata bisa mengalahkan kebutuhan akan pendidikan yang pada APBN 2014 dianggarkan Rp368,9 triliun, bahkan anggaran kesehatan jauh lebih kecil dari subsidi BBM dimana anggaran kesehatan pada APBN 2014 hanya dianggarkan 46,5 triliun. Kebijakan yang Diterapkan di India India merupakan negara besar di Asia yang populasi penduduknya menembus angka satu miliar jiwa. Jumlah penduduk yang sangat besar ini berimplikasi pada besarnya jumlah subsidi di bidang energi yang harus ditanggung oleh Pemerintah. India merupakan negara dengan konsumsi bahan bakar fosil keempat terbesar di dunia, disertai dengan demand yang terus meningkat seiring perkembangan perekonomian negara tersebut. Subsidi energi di India meliputi subsidi terhadap produk produk minyak bumi/gas serta subsidi terhadap energi listrik. Produk turunan minyak bumi dan gas yang diberikan subsidi hanyalah Solar, minyak tanah, dan LPG sehingga rakyat India menikmati harga yang lebih rendah daripada harga di pasar internasional. Besaran harga untuk solar, minyak tanah dan LPG itu diatur secara terpusat oleh Pemerintah India. Sedangkan untuk bensin, pemerintah India telah melepas kendali penuh sejak tahun 2010 lalu, kemudian besaran harga bensin

diserahkan kepada Oil Marketing Company (OMC) yang penetapannya mengikuti harga pasar. Akan tetapi, OMC hanya diperkenakan menyesuaikan harga bensin setiap dua minggu sekali dan harus mendapat persetujuan pemerintah. Hingga akhirnya subsidi terhadap bensin menjadi relatif sangat kecil. Bahan Bakar Harga Harga Total Subsidi Pasar Ditetapkan INR US$ Solar (dalam liter) 46,42 33,47 34.706 7.614 LPG (per 14,2 kg) 721,58 373,43 23.746 5.210 Minyak tanah (per liter) 42,31 12,99 20.415 4.479 Bensin - - 2.227 489 Total 81.094 17.792 Sumber: International Institute for Sustainable Development *Kalkulasi diatas menggunakan asumsi harga pada Januari 2012 Total subsidi yang ditanggung oleh India pada tahun 2011 sesuai jumlah dalam tabel diatas memiliki proporsi 1,02 % terhadap PDB India. Di sisi lain, belanja pemerintah di bidang kesehatan sebesar 1,27% terhadap PDB dan untuk belanja pemerintah di bidang pendidikan sebesar 2,98% terhadap PDB. Besaran subsidi untuk setiap satuan hitung di masing masing jenis bahan bakar menunjukkan angka yang sangat tinggi. Bahkan besaran subsidi mencapai dua per tiga dari harga pasar. Artinya untuk setiap pembelian, pemerintah membayar lebih besar daripada rakyat yang membeli.

Berikut tabel di bawah ini akan menggambarkan perbandingan besaran subsidi, harga pasar, beserta harga yang ditetapkan pemerintah untuk setiap jenis bahan bakar mulai tahun 2004 hingga 2012. Sumber: IMF Dari grafik di atas tergambar bahwa terjadi tren kenaikan besaran subsidi bahan bakar di India untuk minyak tanah, LPG, dan solar semenjak kuartal IV tahun 2008, setelah sebelumnya mengenai penurunan yang sangat tajam. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak internasional yang terus terjadi hingga sekarang. Untuk menutupi subsidi bahan bakar yang sangat besar ini, terdapat tiga komponen yang bertanggung jawab dalam artian menanggung subsidi tersebut, diantaranya Total Penanggung subsidi INR US$ Millions Government 43.905 9.632 Upstream oil company 30.297 6.647

Oil marketing companies 6.893 1.512 Sumber : international institute for sustainable development *Data dalam tabel diatas adalah besaran subsidi yang ditanggung pada tahun anggaran 2010-2011 Tak berbeda jauh dengan Indonesia, pihak yang paling merasakan manfaat dari subsidi bahan bakar adalah kelompok penduduk yang berpendapatan menengah keatas. Mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahan bakar dalam jumlah yang paling besar. Penikmat Subsidi: 1. LPG Dalam kurun waktu 2007-2008, 76% pengguna LPG sebagai bahan bakar utama untuk memasak adalah masyarakat perkotaan, dan sekiar 40% penggunaan LPG dinikmati oleh 6,75% penduduk terkaya India. Data tersebut berdasarkan studi yang dilakukan oleh The Energy and Resources Institute. 2. Solar Hampir 60% dari total penggunaan solar di India adalah untuk transportasi, dimana 54%nya adalah untuk transportasi jalan raya. Dan penggunaan ini menunjukkan tren yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya kepemilikan atas kendaraan pribadi, sehingga subsidi pun akan dinikmati oleh orang orang yang memiliki pendapatan mencukupi. 3. Minyak Tanah Subsidi minyak tanah ditargetkan untuk meningkatkan aksesibiltas masyarakat miskin terhadap bahan bakar minyak. Minyak tanah bukan hanya digunakan untuk memasak akan tetapi juga untuk bahan bakar pencahayaan di dalam rumah. Sekitar 39% dari masyarakat perkampungan menggunakan minyak tanah untuk bahan bakar pencahayaan dan hanya 1,3 % yang menggunakannya untuk memasak. Sedangkan di masyarakat perkotaan, 5,1% menggunakan minyak tanah untuk pencahayaan dan 8% menggunakannya untuk memasak. India yang notabene adalah sebuah negara berkembang dengan masih banyaknya penduduk miskin sering dikomparasikan dengan kondisi di Indonesia. Pada tahun 2010, Pemerintah India mengumumkan untuk menderegulasi sektor energi dengan mencabut subsidi BBM jenis premium. Deregulasi ini berdampak naiknya harga BBM jenis premium dan meningkatkan

inflasi India yang saat itu sudah dua digit. Dengan dicabutnya subsidi BBM jenis premium, Harga premium akan langsung mengacu kepada harga pasar dunia yang fluktuatif. Tujuan utama pencabutan bertujuan mengurangi defisit anggaran belanja melalui mencabut subsidi yang dibayar Pemerintah India ke BUMN migasnya. Walaupun sudah mengurangi subsidi untuk BBM berjenis premium, subsidi untuk energi lainnya masih besar. Sumnber energi yang masih disubsidi India antara lain, Diesel atau Solar, LPG, LSD Kerosene, dan Natural Gas. Hal ini dimaksudkan agar anggaran subsidi lebih tepat sasaran dimana solar dan LPG lebih banyak digunakan oleh penduduk yang berpenghasilan rendah. Untuk solusi dari mahalnya harga BBM premium yang jika mengikuti harga pasar dapat mencapai sekitar Rp11.500-12.000, pemerintah India melakukan kebijakan konversi BBG memasang catalytic converter kit di mobil untuk mengalihkan bahan bakar antara gas dan BBM. Jika BBM mahal maka gas yang akan dipakai. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah India lebih memikirkan solusi dengan mendayagunakan sumber energi alternatif, yaitu bahan bakar murah CNG (Compressed Natural Gas). Selain itu, Produsen mobil India seperti Tata Motors yang umumnya menjadi produk mobil yang digunakan di India juga sudah mengembangkan teknologi untuk memfasilitasi energi terbarukan. Hal ini sebenarnya dapat ditiru oleh pemerintah Indonesia, alih-alih mengalokasikan anggaran subsidi BBM yang sangat besar, Pemerintah Indonesia seharusnya juga fokus pada pengembangan industri yang memfasilitasi energi terbarukan dan fokus pada bidang penelitian. Contohnya dalam mobil listrik, Pemerintah Indonesia menganggap era mobil listrik masih jauh karena keterbatasan infrastruktur di dalam negeri. Sementara pemerintah India terlihat agresif karena sudah memiliki rencana terkait mobil listrik yang mereka sebut National Electric Mobility Mission 2020 dengan program mensubsidi mobil listrik. Komparasi Strategi Pengendalian terhadap Konsumsi BBM Indonesia dan India Indonesia India

1. Meningkatkan program pengalihan pemakaian minyak tanah bersubsidi ke LPG tabung 3 kg 2. Meningkatkan pemanfaatan energi alternatif dan diversifikasi energi 3. Melakukan pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi serta pembatasan volume 4. Mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem distribusi tertutup secara bertahap dan penyempurnaan regulasi. 5. Melakukan penyesuaian terhadap harga jual eceran BBM bersubsidi. 6. Melakukan pembatasan terhadap harga BBM subsidi berjenis solar 1. Pemerintah India mengumumkan untuk menderegulasi sektor energi dengan mencabut subsidi BBM jenis premium 2. Pemerintah India melakukan kebijakan konversi BBG memasang catalytic converter kit di mobil untuk mengalihkan bahan bakar antara gas dan BBM 3. Produsen mobil India seperti Tata Motors yang umumnya menjadi produk mobil yang digunakan di India juga sudah mengembangkan teknologi untuk memfasilitasi energi terbarukan Penikmat Subsidi BBM Indonesia 1. Pemilik mobil (53%) dibandingkan pemilik motor (47%); 2. Masyarakat di Jawa dan Bali (59%) dan 3. Angkutan darat (89 %) Tercatat 25 persen rumah tangga berpenghasilan tertinggi menikmati 77 persen subsidi BBM dibandingkan 25 persen rumah tangga berpenghasilan terendah yang hanya menikmati 15 persen subsidi BBM India 1. LPG Pada tahun 2007-2008, 76% pengguna LPG sebagai bahan bakar utama untuk memasak adalah masyarakat perkotaan, dan sekiar 40% penggunaan LPG dinikmati oleh 6,75% penduduk terkaya India. 2. Solar Hampir 60% dari total penggunaan solar di India adalah untuk transportasi, dimana 54%nya adalah untuk transportasi jalan raya. Dan penggunaan ini menunjukkan tren yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya kepemilikan atas kendaraan pribadi, sehingga subsidi pun akan dinikmati oleh orang orang

yang memiliki pendapatan mencukupi. 3. Minyak Tanah Minyak tanah bukan hanya digunakan untuk memasak akan tetapi juga untuk bahan bakar pencahayaan di dalam rumah. Sekitar 39% dari masyarakat perkampungan menggunakan minyak tanah untuk bahan bakar pencahayaan dan hanya 1,3 % yang menggunakannya untuk memasak. Sedangkan di masyarakat perkotaan, 5,1% menggunakan minyak tanah untuk pencahayaan dan 8% menggunakannya untuk memasak Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2014 Republik Indonesia, Pemerintah telah memberikan arah kebijakan subsidi BBM yang dapat dilakukan dalam periode 2015 2017, sebagai berikut Menata ulang kebijakan subsidi agar makin adil dan tepat sasaran Menyusun sistem seleksi yang ketat dalam menentukan sasaran penerima subsidi Menggunakan metode perhitungan subsidi yang didukung basis data yang transparan Menata ulang sistem penyaluran subsidi agar lebih akuntabel Mengendalikan anggaran subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 kg dan LGV Serta arah kebijakan subsidi listrik melalui Pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi; Peningkatan penggunaan energi alternatif seperti gas, panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), dan batubara untuk pembangkit listrik (sebagai pengganti BBM). Arah kebijakan yang diberikan masih bersifat normatif, untuk hal yang bersifat teknis pemerintah Indonesia bisa berkaca dari strategi yang dilakukan oleh negara India. Kebijakan yang Diterapkan di Rusia Rusia sebagai salah satu negara maju juga menerapka subsidi energi bagi warganya. Rusia menduduki peringkat ke-3 dunia dalam pemberian subsidi terhadap penggunaan BBM bagi

masyarakatnya. Iran menduduki posisi pertama dengan subsidi tahunan mencapai sekitar $49 miliar dollar US dan pada tahun 2010 dan mencapai $65 miliar dollar US pada tahun 2012. Pada posisi kedua, terdapat negara Arab yang memberikan subsidi sebanyak $44 miliar dollar US untuk sektor perminyakan saja. kemudian diikuti dengan Russia sebesar $39,3 miliar dollar US untuk sektor perminyakannya dan diikuti oleh India dan China. Subsidi yang diberikan oleh pemerintah Rusia pada tahun 2009 untuk bahan bakar fosil mencapai sebesar $34 miliar dollar US, sedangkan subsidi bahan bakar fosil secara global pada saat itu adalah sebesar $312 miliar dollar US. Hal ini memiliki arti bahwa subsidi yang diberikan oleh pemerintah Rusia cukup besar, yang mencapai lebih dari 10% subsidi dunia. Dalam memberikan subsidi terhadap bahan bakar fosil, pemerintah Rusia memberikannya dalam beberapa bentuk. Pertama, pemerintah Rusia memberikannya dalam bentuk subsidi migas bagi perusahaan yang bergerak padak bidang produksi bahan bakar fosil di laut Arktik. Pemerintah Rusia memberikan insentif bagi produsen produsen ini untuk dapat berproduksi terus menerus, sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan menghasilkan tenaga listrik yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Contohnya adalah seperti yang diberikan kepada Yamal Liquified Natural Gas, salah satu produsen LNG di Rusia. Pemerintah Rusia memberikan bantuan dalam bentuk investasi dalam perusahaan tersebut sebesar $5,75 miliar dollar US, padahal perusahaan tersebut hanya menghasilkan return sebesar $4,35 miliar dollar US. Selain itu, pemerintah Rusia juga memberikan subsidi kepada Prirazlomnoe Projects yang menghasilkan return sebesar $22,34 miliar dollar US, atau setara dengan 53% kepemilikan perusahaan tersebut. Kedua, pemerintah juga menyalurkan bantuan kredit terhadap perusahaan produsen bahan bakar fosil yang membutuhkan pinjaman sebesar $3 miliar dollar US hingga $8 miliar dollar US untuk setiap proyeknya. Dan rata rata pinjaman ini banyak diberikan kepada listrik termal serta minyak dan gas. Hal ini dimaksutkan oleh pemerintah Rusia untuk mencegah pengambil alihan kepemilikan oleh pihak asing. Serta hal ketiga yang dilakukan oleh pemerintah Rusia adalah dengan membebaskan pajak properti serta jaringan pipa yang sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan minyak dan gas. Beberapa bentuk insentif inilah yang diberikan oleh pemerintah Rusia kepada pihak produsen dari minyak dan gas yang terdapat disana. Sebetulnya, pemerintah Rusia memberikan insentif insentif tersebut bukan hanya untuk memberikan kemudahan bagi pengusaha dan masyarakatnya saja, melainkan dengan maksud untuk

mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi yang berasal dari pasar modal atas berdirinya perusahaan perusahaan tersebut. Kebijakan yang Diterapkan di Amerika Serikat Dalam Pittsburgh Summit di bulan September 2009, negara-negara yang tergabung dalam G- 20 sepakat untuk menghapuskan setahap demi setahap dan merasionalisasi subsidi BBM-nya. Kesepakatan ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di atmosfer. Tidak lama setelah itu, Amerika Serikat di bawah pemerintahan Obama mengajukan pengeliminasian pajak preferensi untuk produksi minyak dan gas dalam anggaran tahun 2010. Kesepakatan G-20 dan pengajuan anggaran tahun 2010 tersebut menimbulkan pertanyaan akan efek yang dapat ditimbulkan dari perubahan kebijakan yang bersangkutan, terutama pada industri minyak dan gas Amerika Serikat, harga konsumen, dan sekuritas energi. Bagi negara-negara di luar Organisation for Economic Co-opretaion and Development (OECD), menghilangkan subsidi BBM dapat menjadi signifikan. Subsidi BBM pada 20 negara non- OECD terbesar kebanyakan ditujukan langsung kepada harga konsumen, berjumlah sekitar USD 310 milyar pada 2007 (IEA 2008). Subsidi BBM di Amerika Serikat sendiri memiliki total sekitar USD 5,5 milyar pada tahun 2007, di mana mayoritasnya berbentuk keringanan pajak bagi produsen (IEA 2007). Jika dibandingkan dengan beberapa negara anggota G-20, subsidi minyak dan gas di Amerika Serikat dapat dikatakan relatif kecil. Untuk estimasi 9 tahun periode dari 2011 hingga 2019, pemerintahan Obama memproyeksikan kenaikan dalam pendapatan pajak sebesar USD 31,5 milyar. Dalam periode yang sama, perhitungan berdasarkan proyeksi US Energy Information Administration (EIA) mengindikasikan produksi minyak dan gas domestik akan menghasilkan pendapatan sebesar sekitar USD 3,4 triliun. Tabel. Estimasi Pendapatan Pajak dari Penghapusan Pajak Preferensi Minyak dan Gas

(Sumber: US Office and Management Budget 2009) Penutup Memang kita tidak dapat membandingkan kebijakan subsidi yang dilakukan pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan Rusia atau Amerika Serikat. Indonesia saat ini masih masuk dalam kategori negara berkembang dan juga Indonesia kini sudah tidak lagi menjadi negara eksportir minyak, namun satu hal yang dapat dijadikan masukan berharga bagi Indonesia adalah subsidi yang sangat besar yang dilakukan baik oleh Rusia maupun Amerika Serikat tidak ditujukan bagi konsumen untuk melakukan kegiatan konsumsi melainkan bagi produsen yang mana tentu saja akan sangat berdampak bagi pendapatan negara. Besarnya subsidi BBM yang diberikan pemerintah bagi warganya untuk melakukan kegiatan konsumsi seharusnya dialihkan ke sektor lain yang lebih vital yang lebih mampu menyejahterkan masyarakat kelas bawah. Masyarakat kelas bawah problemnya adalah masalah kesehatan, pendidikan, dan pangan. Oleh karena itu, ketiga sektor itulah yang perlu disubsidi pemerintah.

Alasan lain adalah subsidi BBM menimbulkan ekstenalitas negatif, maksudnya subsidi BBM memberi dampak buruk (langsung atau tidak langsung) bagi sektor lain di sekitarnya. Eksternalitas negatif ini misalnya: berkurangnya minyak bumi di dunia, polusi asap kendaraan bermotor, kemacetan, dll. Dalam ilmu ekonomi barang yang memiliki eksternalitas negatif hendaknya dikurangi atau dimusnahkan. Di negara maju, pemerintah sering tidak cukup untuk menutupi eksternalitas yang diciptakan dari mengemudi. Situasi yang lebih gawat muncul di negara berkembang. Banyak pemerintahan yang tidak hanya tidak cukup memberikan pajak namun juga mengeluarkan biaya pendapatan untuk menyubsidi bahan bakar dan menjaga harga gas tetap rendah. Akibatnya, pemerintah secara harfiah, membayari masyarakat untuk mengemudi. Menurut sebuah studi baru-baru ini IMF, pada 2011,sebanyak $ 480 milyar dihabiskan untuk subsidi bahan bakar. Ini setara dengan 0,3 persen dari GDP global, atau 0,9 persen dari pendapatan pemerintah di seluruh dunia, secara harfiah dihabiskan menjadi asap. Alasan terakhir adalah kausalitas klasik BBM yaitu jika BBM masih murah maka orang-orang tidak akan tertarik untuk menggunakan transportasi publik sebab mereka cenderung lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi yang lebih nyaman dan memakan biaya murah. Harga BBM yang murah membuat masyarakat cenderung boros, over consumption, dan tentu efeknya buruk, seperti anggaran negara yang semakin terbebani, polusi dan lainnya. Sedangkan jika dialihkan ke infrastruktur atau pendidikan, apakah kondisi over infrastruktur atau over pendidikan jelek dampaknya? Tentu tidak, efeknya jauh lebih bagus. Serupa tapi tak sama, energi terbarukan pun tidak akan mungkin tercipta apabila masyarakat terus mengandalkan BBM seperti premium dan solar. Jika BBM menjadi mahal, implikasinya adalah kurangnya minat masyarakat untuk mengonsumsi BBM sehingga mereka akan mulai melirik energi lain yang lebih murah, dan tentunya transportasi publik akan laku sebab biaya transportasi akan lebih murah dibandingkan biaya menggunakan kendaraan pribadi. Ini adalah kunci sesungguhnya untuk mencapai masyarakat yang inovatif dan green-thinking. Sumber referensi: http://www.bps.go.id/getfile.php?news=1070 http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_india_review_february2014.pdf http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_indonesia_review_i1v1.pdf

http://jakartagreater.com/haruskah-bbm-subsidi-dihapus/ http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/18/0746006/hitunghitungan.subsidi.bbm. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/02/10/anggaran-subsidi-energi-indonesia- 532932.html http://oilprice.com/energy/gas-prices/why-fuel-subsidies-are-bad-for-everyone.html http://oto.detik.com/read/2014/07/22/173658/2645056/1207/india-saja-ingin-beri-subsidimobil-listrik-indonesia-kapan? http://www.bappenas.go.id/files/4513/6508/2376/apakah-persoalannya-pada-subsidi-bbm--- oleh-hanan-nugroho 20081123135217 19.pdf http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/pembatasan%20subsidi%20bahan%20bakar% 20Fosil%20dan%20Efisiensi%20Energi.pdf http://m.kompasiana.com/post/read/491270/2/pengurangan-subsidi-bbm-kebijakan-yangmengawali-sebuah-kebijaksanaan.html http://bisnis.liputan6.com/read/2089030/subsidi-bbm-lebih-tepat-untuk-pengembanganinfrastruktur http://www.lihat.co.id/2013/05/7-negara-dengan-subsidi-bbm-terborosdi.html#axzz3ah6qleje http://www.jaringnews.com/ekonomi/umum/12894/soal-subsidi-bbm-indonesia-kalah-cerdasdibanding-brasil-dan-india http://blogs.wsj.com/indiarealtime/2014/07/07/this-is-why-india-has-to-shrink-the-subsidyraj/ http://www.iisd.org/sites/default/files/publications/india_fuel_subsidies_fact_sheet.pdf http://www.equitymaster.com/5minwrapup/detail.asp?date=05/19/2011&story=4&title=thereal-culprit-behind-high-fuel-prices-in-india http://www.antaranews.com/berita/447707/pembatasan-bbm-bersubsidi-bukan-pencabutan http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2013/wp13128.pdf http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/nk%202014.pdf http://news.nationalgeographic.com/news/energy/2012/06/pictures/120618-large-fossil-fuelsubsidies/ http://www.ictsd.org/bridges-news/biores/news/opinion-the-high-cost-of-cheap-energyrussia%e2%80%99s-fossil-fuel-subsidies http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_awc_russia_yamalprirazlomnoe_en.pdf http://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/8668.pdf http://www.earthtrack.net/blog/fossil-fuel-producer-subsidies-russia-first-look

http://rff.org/rff/documents/rff-ib-09-10.pdf http://sumutpos.co/2014/08/83386/pembatasan-solar-subsidi-cuma-kebijakan-konyol Government Support to Upstream Oil & Gas in Russia : Lars Petter Lunden & Daniel Fjaertoft, 2014