BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Statistik Deskriptif berhubungan dengan pengumpulan data yang dapat disimpulkan untuk mendapatkan gambaran mengenai data tersebut agar lebih mudah untuk dibaca dan dipahami. Analisis ini menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti jumlah data, rata-rata, nilai terendah, nilai tertinggi, standar deviasi, varian, modus, dan sebagainya. Dari hasil pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari BPS mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Kepadatan Penduduk (KP), Pendapatan Per Kapita (KAPITA), dan Belanja Modal (BM) pada seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011 2013. Nilai dari Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Produk Domestik Regional Bruto menggunakan nilai yang telah dikecilkan dengan menggunakan Log10. Dari perhitungan dengan SPSS for Windows Release 20.0, diperoleh gambaran masing-masing variabel sebagai berkut : 52
Tabel 4.1 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation BM 99 8,1316 10,1968 8,765490,3882536 PAD 99,0334,6815,348764,1687775 DAU 99 6,9911 9,2763 8,803723,3941341 PDRB 99 9,4802 11,6738 10,520081,5514475 KP 99 8,1008 15381,4488 705,084094 2576,5737077 KAPITA 99 269,1720 5293,1026 1212,727493 1168,6744144 Valid N (listwise) 99 Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah data N masing masing variabel sebanyak 99 sampel hasil pengamatan selama 3 tahun, berdasarkan data tabel diatas dapat di deskripsikan sebagai berikut : a. Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap. Dari tabel diatas Belanja Modal yang memiliki nilai rata-rata (mean) Tahun 2011 2013 sebesar 8,765490 dan nilai standar deviasi 0,3882536 yang mencerminkan bahwa jumlah belanja modal di seluruh Provinsi Indonesia jumlahnya merata. Nilai maksimum sebesar 10,1968 atau dengan nilai Rp. 15.732.626.703.000 yang dimiliki oleh provinsi DKI Jakarta tahun 2013 berarti provinsi tersebut memiliki anggaran pengeluaran untuk aset tetap yang tertinggi. Dan nilai minimum sebesar 8,1316 dengan nilai Rp. 135.387.012.000 yang dimiliki oleh provinsi Sulawesi Barat tahun 2012 berarti provinsi tersebut memiliki anggaran belanja modal yang terendah. 53
b. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi daerah itu sendiri. Dari tabel diatas PAD memiliki standar deviasi 0,1687775 dan memiliki nilai rata- rata (mean) 0,348764. Nilai maksimum sebesar 0,6815 yang dimiliki oleh provinsi Jawa Timur tahun 2011 berarti provinsi tersebut memiliki pendapatan asli daerah yang tertinggi. Nilai minimum sebesar 0,0334 yang dimiliki oleh Provinsi Papua Barat tahun 2013 berarti provinsi tersebut memliki pendapatan asli daerah yang terendah. c. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dianggarkan kepada seluruh provinsi untuk pemerataan keuangan antar daerah. Dari table diatas DAU memiliki standar deviasi 0,3941341 dan memiliki nilai rata rata (mean) 8,803723. Nilai maksimum sebesar 9,2763 atau dengan nilai sebesar Rp. 1.889.267.850.000 yang diperoleh oleh provinsi Papua pada tahun 2013, hal ini menunjukan bahwa Papua mendapatkan DAU dari pemerintah terbesar diantara provinsi yang lainnya pada tahun 2013. Nilai minimum sebesar 6,9911 atau dengan nilai sebesar Rp. 9.797.950.000 yang dimiliki oleh provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012, menunjukan bahwa Sulawesi Selatan menerima DAU dari pemerintah terkecil dari provinsi lain pada tahun 2012. d. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indicator untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah dalam suatu periode tertentu. Dari table diatas standar deviasi dari PDRB sebesar 0,5514475 dan rata rata nya sebesar 10,520081. Nilai maksimum dari PDRB 54
berdasarkan table diatas adalah 11,6738 atau dengan nilai sebesar Rp.471.883.000.000 yang dimiliki oleh provinsi DKI Jakarta tahun 2013, hal ini menunjukan bahwa DKI Jakarta mengalami pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh PDRB tertinggi dari provinsi lain. Sedangkan nilai minimum berdasarkan table diatas adalah 9,4802 atau dengan nilai sebesar Rp. 3.021.000.000 yang dimiliki oleh provinsi Gorontalo tahun 2011, data tersebut menunjukan bahwa Gorontalo mengalami pertumbuhan ekonomi terendah dari provinsi lain. e. Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah, berdasarkan data tabel diatas kepadatan penduduk menunjukan standar deviasi 2576,5737077 dan rata rata 705,084094. Nilai maksimum dari Kepadatan Penduduk adalah 15381,4488 yang dimiliki oleh DKI Jakarta tahun 2011, hal itu berarti DKI Jakarta memiliki kepadatan tertinggi di tahun 2011 selama 3 tahun dibandingkan provinsi lain. Nilai minimum dari Kepadatan penduduk adalah 8,1008 yang diperoleh provinsi Papua Barat tahun 2011, hal tersebut menunjukan bahwa Papua Barat kepadatan penduduknya terendah dibandingkan provinsi lain. f. Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita merupakan alat untuk mengukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara atau daerah. Berdasarkan tabel diatas Pendapatan Per Kapita memiliki standar deviasi 1168,6744 dan rata rata 55
1212,7274. Nilai maksimum dari Pendapatan Per Kapita adalah 5293,1026 yang diperoleh provinsi Papua Barat tahun 2012, yang menunjukan bahwa Papua Barat memiliki tingkat kemakmuran tertinggi selama 3 tahun dibandingkan provinsi lain. Nilai minimumnya adalah 269,1720 yang diperoleh provinsi Jawa Tengah tahun 2011, hal ini menunjukan bahwa jawa tengah tingkat kemakmuran nya terendah dibandingkan provinsi lain selama 3 tahun periode 2011 2013. B. Uji Asumsi Klasik Pengujian ini berfungsi untuk memperoleh model regresi yang menghasilkan estimator linier tidak bias yang terbaik (Best Linier Unbias). Tujuannya agar mendapatkan model penelitian yang valid dan dapat digunakan dalam melakukan estimasi. Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan instrumen penguji dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskeditas. 1. Uji Normalitas Untuk menguji normalitas dalam penelitian ini digunakan uji statistic Kolmogrov smirnov yang tujuannya untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat variabel terikat dan variabel bebas yang mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut : H o = Data residual berditribusi normal 56
H a = Data residual tidak berdistribusi normal Data yang terdistribusi normal adalah data yang signifikannya diatas 5% (0,05) Tabel 4.2 Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 99 Normal Parameters a,b Mean 0E-7 Std. Deviation,18510206 Most Extreme Differences Absolute,059 Positive,042 Negative -,059 Kolmogorov-Smirnov Z,589 Asymp. Sig. (2-tailed),879 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Berdasarkan tabel diatas, nili Kolmogrov smirnov sebesar 0,589 dan probabilitas signifikansi 0,879 α 0,05 yang berarti data residual berdistribusi normal atau memenuhi asumsi klasik normalitas. 2. Uji Multikolinearitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen), yaitu : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, PDRB, Kepadatan Penduduk, dan Pendapatan Per Kapita. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan cara melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Apabila nilai VIF < 10 dan tolerance > 0,10 maka tidak terjadi 57
masalah multikolinearitas, sedangkan apabila nilai VIF > 10 dan tolerance < 0,10 maka terjadi adanya multikolinearitas. Berikut hasil output analisisnya : Tabel 4.3 Tabel Uji Multikolinearitas Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF (Constant) 3,243,676 4,794,000 PAD -,295,226 -,128-1,304,196,253 3,958 1 DAU,003,053,003,055,956,852 1,174 PDRB,517,061,734 8,428,000,322 3,105 KP 2,165E-005,000,144 2,311,023,632 1,581 KAPITA,000,000,363 4,840,000,435 2,300 a. Dependent Variable: BM Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas antara variabel independen. Masing masing variabel menunjukan nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10. PAD memiliki nilai VIF 3,958 dan nilai tolerance 0,253. DAU memiliki nilai VIF 1,174 dan nilai tolerance 0,852. PDRB memiliki nilai VIF 3,105 dan nilai tolerance 0,322. Kepadatan Penduduk memiliki nilai VIF 1,581 dan nilai tolerance 0,632. Pendapatan per Kapita memiliki nilai VIF 2,300 dan nilai tolerance 0,435. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antara variabel independen dalam model regresi. 58
3. Uji Autokorelasi Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji autokorelasi dalam penelitian ini dengan menggunakan uji Durbin Watson (uji DW) Tabel 4.4 Tabel Uji Autokorelasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1,879 a,773,760,1900128 1,580 a. Predictors: (Constant), KAPITA, PDRB, DAU, KP, PAD b. Dependent Variable: BM Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa nilai DW dari model regresi adalah 1,580 nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel DW menggunkan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel (n = 99) dan jumlah varibel (k=5) maka pada table DW didapat nilai batas bawah (dl) sebesar 1,568 dan batas atas (du) sebesar 1,780 berada di area dl<dw<4-du (1,568< 1,580 < 2,220 ) atau berada diarea tidak ada autokorelasi. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi pada model regresi yang digunakan. 59
4. Uji Heteroskedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara mendeteksi nya adalah dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X residualnya. Tabel 4.5 Tabel Uji Heteroskedastisitas Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig. (Constant) 3,243,676 4,794,000 PAD -,295,226 -,128-1,304,196 1 DAU,003,053,003,055,956 PDRB,517,061,734 8,428,000 KP 2,165E-005,000,144 2,311,023 KAPITA,000,000,363 4,840,000 a. Dependent Variable: BM Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Dari hasil perhitungan regresi dengan menggunakan variable bebasnya absolute residual diketahui bahwa nilai signifikansi dari PAD dan DAU > 0,05 sedangkan PDRB, KP, dan KAPITA nilai signifikansi < 0,05. 60
C. Uji Hipotesis Uji ini untuk mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai actual dapat diukur dengan nilai statistic F, nilai statistic t serta koefisien determinasi. Perhitungan statistic disebut signifikan secara statistic apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bilai nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima. 1. Uji Signifikansi F Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh antara seluruh variable bebas (PAD, DAU, KP, dan Kapita) dengan variable terikat (BM) secara bersama sama. Hasil pengujian signifikansi F sebagai berikut : Tabel 4.6 ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 11,415 5 2,283 63,232,000 b 1 Residual 3,358 93,036 Total 14,773 98 a. Dependent Variable: BM b. Predictors: (Constant), KAPITA, PDRB, DAU, KP, PAD Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Berdasarkan table 4.6 dapat diketahui bahwa hasil analisis regresi PAD, DAU, KP dan Kapita terhadap Belanja Modal (BM) pada seluruh provinsi di Indonesia periode 2011 2013 dapat dilihat bahwa nilai F 61
hitung = 63,232 dengan nilai siginifikan = 0,000 < tingkat signifikansi α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variable PAD, DAU, KP, dan Kapita mempunyai pengaruh signifikan terhadap variable Belanja Modal. 2. Uji Statistik t Uji t digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh salah satu variable bebas dengan tidak bebas dengan asumsi varibel lainnya konstan. Uji t dilihat dari tingkat signifikansi masing masing variable, jika nilai signifikan dibawah 0,05, maka masing masing variable independen berpengaruh terhadap variable dependen. Jika nilai signifikan diatas 0,05, maka masing masing variable independen tidak berpengaruh terhadap variable dependen. Tabel 4.7 Tabel Uji t Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig. (Constant) 3,243,676 4,794,000 PAD -,295,226 -,128-1,304,196 1 DAU,003,053,003,055,956 PDRB,517,061,734 8,428,000 KP 2,165E-005,000,144 2,311,023 KAPITA,000,000,363 4,840,000 a. Dependent Variable: BM Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) 62
Hasil pengujian dapat dilihat dari nilai t dan nilai signifikansi pengujiannya pada table 4.7, berdasarkan table tersebut dapat dijelaskan bahwa Hasil pengujian PAD terhadap BM pada provinsi di seluruh Indonesia periode 2011 2013 memiliki nilai t hitung sebesar 1,304 dengan nilai signifikan uji t yang lebih besar dari tingkat signifikan α = 0,05 yaitu 0,196. Dengan demikian PAD tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap BM. Hasil pengujian DAU terhadap BM pada provinsi di seluruh provinsi Indonesia periode 2011 2013 memiliki nilai t hitung sebesar 0,055 dengan nilai signifikan uji t yang lebih besar dari tingkat signifikan α = 0,05 yaitu 0,956. Dengan demikian DAU tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal (BM).Hasil pengujian PDRB terhadap BM pada provinsi di seluruh provinsi Indonesia periode 2011 2013 memiliki nilai t hitung sebesar 8,428 dengan nilai signifikan uji t yang lebih kecil dari tingkat signifikan α = 0,05 yaitu 0,000. Dengan demikian Pertumbuhan Ekonomi yang diukur oleh PDRB mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal (BM).Hasil pengujian Kepadatan Penduduk terhadap BM pada provinsi di seluruh Indonesia periode 2011 2013 memiliki nilai t sebesar 2,311 dengan nilai signifikan uji t yang lebih kecil dari tingkat signifikan α = 0,05 yaitu 0,023. Dengan demikian KP mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap BM. Hasil pengujian Pendapatan Per Kapita (Kapita) terhadap Belanja Modal (BM) pada provinsi di seluruh Indonesia periode 2011 2013 memiliki nilai t sebesar 4,840 dengan nilai signifikan uji t yang lebih kecil dari tingkat 63
signifikan α = 0,05 yaitu 0,000. Dengan demikian Pendapatan Per Kapita mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap BM. 3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi bertujuan untuk menguji tingkat ketaatan atau keterikatan antar variable dependen dan variable independen yang bisa dilihat dari besarnya nilai koefisien determinan determinasi (adjusted R-Square). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variable variabell independen dalam menjelaskan variasi variable dependen sangat terbatas. Nilai koefisien determinasi dari moel regresi dalam penelitian ini dapat dilihat pada table 4.4 yang sudah pernah ditampilkan sebelumnya : Tabel 4.8 Tabel Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1,879 a,773,760,1900128 1,580 a. Predictors: (Constant), KAPITA, PDRB, DAU, KP, PAD b. Dependent Variable: BM Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Berdasarkan table 4.8 diatas menunjukan bahwa koefisien determinasi yang menunjukan adjusted R-Square sebesar 0,760. Hal ini berarti bahwa 76 % variable Belanja Modal dapat dijelaskan secara signifikan oleh variable Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, Kepadatan Penduduk, dan Pendapatan Per Kapita, sedangkan selebihnya sebesar 24% dijelaskan oleh variable lain. 64
D. Analisis Regresi Linear berganda Tabel 4.9 Tabel Analisa Regresi Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig. (Constant) 3,243,676 4,794,000 PAD -,295,226 -,128-1,304,196 1 DAU,003,053,003,055,956 PDRB,517,061,734 8,428,000 KP 2,165E-005,000,144 2,311,023 KAPITA,000,000,363 4,840,000 a. Dependent Variable: BM Sumber : Data diolah dengan SPSS v.20 (2015) Analisa ini digunakan untuk menganalisa pengaruh variabel variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Dari hasil analisis regresi linier yang dilakukan maka dapat diperoleh persamaan sebagai berikut : Belanja Modal = 3,243 + 0,295PAD + 0,003DAU + 0,517PDRB + 2,165KP + 0,000Kapita + e Dimana : a. Konstanta sebesar 3,243 menyatakan jika tidak ada PAD, DAU, PDRB, KP, dan Pendapatan Per Kapita maka perubahan belanja modal sebesar 3,243 b. Koefisien regresi variabel PAD sebesar 0,295 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan PAD mengalami kenaikan Rp. 1- maka belanja modal akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0,295. Koefisien 65
bernilai negatif artinya terjadi hubungan yang negatif antara PAD dengan belanja modal, semakin meningkat PAD belum tentu semakin tinggi pula anggaran belanja modal. c. Koefisien regresi variabel DAU sebesar 0,003 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan DAU mengalami kenaikan Rp. 1,- maka belanja modal akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0,003. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara DAU dan belanja modal, semakin meningkat DAU maka akan semakin tinggi nilai Belanja Modal yang dianggarkan. d. Koefisien regresi variabel Pertumbuhan Ekonomi yang diukur dengan PDRB sebesar 0,517 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan PDRB mengalami kenaikan Rp. 1,- maka belanja modal akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0,517. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal, semakin meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi maka akan semakin tinggi pula Belanja Modal yang dianggarkan. e. Koefisien regresi variabel KP sebesar 2,165 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan KP mengalami kenaikan 1 jiwa/km 2 maka belanja modal akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 2,165. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara KP dengan belanja modal, semakin meningkatnya kepadatan penduduk sebuah provinsi maka akan semakin tinggi belanja modal yang dianggarkan. 66
f. Koefisien regresi variabel Kapita sebesar 0,000 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan Kapita mengalami kenaikan Rp. 1,- maka belanja modal akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0,000. E. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian diatas dapat diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal Untuk variable independen PAD (sig 0,196 > 0,05) tidak memiliki pengaruh terhadap belanja modal. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusnandar dan Dodik Siswantoro dalam penelitian Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal bahwa PAD dalam penelitiannya berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Hal ini menunjukan dengan meningkatnya PAD meningkat namun tidak berarti Belanja Modal meningkat pula. Belanja modal tidak berpengaruh menunujukan bahwa PAD bukan hanya di anggarkan untuk Belanja Modal, tapi dapat pula dianggarkan untuk belanja lain seperti belanja pegawai atau belanja barang dan jasa. 67
2. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal Untuk variable independen DAU (sig 0,956 > 0,05) tidak memiliki pengaruh terhadap belanja modal. Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian Kusnandar dan Dodik Siswantoro dalam penelitian Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal bahwa DAU tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Namun tidak sejalan dengan penelitian Darwanto dan Yulia Yustikasari dalam penelitian Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap pengalokasian Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, yang menunjukan bahwa DAU berpengaruh terhadap belanja modal. Hal ini menunjukan bahwa DAU bukan lagi sumber utama pendapatan bagi daerah dalam mendanai kebutuhan daerahnya. 3. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal Variabel Pertumbuhan Ekonomi yang diukur dengan Produk Domestik Regional bruto (sig 0,000 < 0,05) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Nugraha Suratno Putro yang meneliti tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum terhadap belanja modal yang menyimpulkan bahwa 68
pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan anggaran belanja modal, apabila belanja modal terpenuhi untuk mendanai sarana dan prasarana daerah maka pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut pun meningkat. 4. Pengaruh Kepadatan Penduduk (KP) terhadap Belanja Modal Variable Kepadatan Penduduk (sig 0,023 < 0,05) memiliki pengaruh terhadap belanja modal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hadi Sasana yang meneliti tentang Analisis Determinan Belanja Daerah di Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Barat tahun 2004-2008 yang menunjukan bahwa pengaruh populasi berpengaruh terhadap belanja pemerintah di provinsi jawa barat. Hal ini menunjukan bahwa tingkat Kepadatan Penduduk dalam penelitian ini berpengaruh terhadap belanja modal. 5. Pengaruh Pendapatan Per Kapita terhadap Belanja Modal Variable Pendapatan Per Kapita menunjukan (0,000 < 0,05) memiliki pengaruh terhadap Belanja modal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian David Harianto dan Priyo Hari Adi dalam penelitiannya Analisis Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Per Kapita dengan Belanja Modal bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja modal 69
sedangkan PAD nya sendiri berpengaruh positif terhadap Pendapatan Per Kapita. Hal ini menunjukan bahwa Pendapatan Per Kapita meningkat secara langsung meningkat pula anggaran Belanja Modal. 70