Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. global menghadapkan berbagai persoalan bagi perekonomian nasional yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

Boks 3 Memperkuat Daya Saing dan Kelembagaan Bank Pembangunan Daerah

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Penyelenggaraan Yanlik [Pasal 39 ayat (4)].

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

BAB II DESKRIPSI PT BANK INDEX SELINDO

2 Ruang lingkup Penyelenggara Pelayanan Publik merupakan salah satu aspek penting yang perlu dijabarkan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam penerap

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk ditanamankan pada sektor produksi dan investasi, di samping

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH TABUNGAN MASYARAKAT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT BADAN KREDIT DELANGGU RAYA KABUPATEN KLATEN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 49 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Undang-Undang tentang LKM tersebut mengamanatkan beberapa materi pengaturan teknis lebih lanjut terkait kegiatan usaha LKM, tata cara memperol

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN namun demikian, UU saja masih belum cukup, sehingga diperlukan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

TENTANG PENGADAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN DUKUNGAN FASILITAS SUBSIDI PERUMAHAN MELALUI KPR BERSUBSIDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang tentang LKM tersebut mengamanatkan beberapa materi pengaturan teknis lebih lanjut terkait perizinan usaha, kelembagaan LKM, sert

Sistem Informasi Perbankan, Pertemuan Ke-1 PENGENALAN BANK. DEFINISI BANK BANK Bahasa ITALIA Banco yang artinya Bangku

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

RINA KURNIAWATI, SHI, MH

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Pesatnya kemajuan didunia perbankan membuat

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 05/PERMEN/M/2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

POTENSI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGANNYA

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

BAB I. KETENTUAN UMUM

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

-1- QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DIREKTORAT LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. individu berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bank-bank yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG

PERANAN BANK INDONESIA DALAM PENGAWASAN DAN PEMBINAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Oleh Eli Ratnaningsih

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan yang menjual produk yang berbentuk jasa. Perbankan. dana, disamping menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya.

Kegiatan- kegiatan tersebut dapat dijelaskan pada gambar berikut:

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional pada umumnya dan pertumbuhan ekonomi pada. masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

-1- MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. menimbulkan munculnya gagasan pendirian bank sirkulasi untuk Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. investasi maupun modal kerja. Perkembangan yang pesat tersebut

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PERSEROAN TERBATAS (PT) LAMPUNG JASA UTAMA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada dasarnya lembaga keuangan merupakan sebuah perantara di mana

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya dan sumber dana yang tersedia secara optimal. Lembaga keuangan

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Banyaknya jumlah bank yang ada di Indonesia membuat masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sendi penting dalam perekonomian nasional. Dengan kondisi perbankan yang. dalam menjaga kelangsungan pembangunan ekonomi.

Transkripsi:

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro I Pendahuluan Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan pembangunan oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga hal sekaligus, yaitu: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengentaskan kemiskinan. Akses terhadap jasa keuangan yang berkelanjutan merupakan prasyarat bagi para pengusaha mikro untuk meningkatkan kemampuan usahanya dan keluarga miskin dalam mengurangi kerentanan hidup (terhadap musibah dan permasalahan ekonomi), serta untuk meningkatkan penghasilan mereka. Keuangan mikro adalah alat yang penting dalam strategi pembangunan negara yang diarahkan untuk mendukung pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium. Walaupun Indonesia memiliki beraneka ragam penyedia jasa keuangan mikro, namun kesenjangan antara permintaan dan penawaran layanan keuangan mikro masih tetap ada. Sebagian besar keluarga di Indonesia tidak memiliki akses layanan jasa keuangan, 1 dimana sebagian besar keluarga ini tinggal di wilayah pedesaan dan di luar wilayah Jawa dan Bali yang jumlah masyarakat miskinnya tercatat paling tinggi. Permasalahan rendahnya akses masyarakat miskin terhadap layanan keuangan mikro disebabkan oleh adanya kerangka hukum keuangan mikro yang masih terbatas, kurang memadainya peraturan dan pengawasan, serta masih diterapkannya paradigma lama dalam bentuk kredit bersubsidi dengan target sasaran tertentu yang berjalan bersamaan dengan penerapan paradigma baru yaitu paradigma lembaga keuangan mikro yang dikembangkangkan secara komersial dan berorientasi pasar. Kebijakan nasional bagi keuangan mikro sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai keterbatasan keuangan mikro melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan lembaga keuangan mikro yang sudah ada saat ini untuk memperluas pelayanan mereka serta mendukung terbentuknya berbagai lembaga keuangan mikro untuk mengisi kesenjangan permintaan dan penawaran layanan keuangan mikro terutama di wilayah pedesaan. Kebijakan ini beserta berbagai strategi pelaksanaannya akan didasarkan pada praktek-praktek internasional terbaik, dan pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai pengalaman di Indonesia. 2 Ketiadaan kebijakan keuangan mikro yang terpadu saat ini, bagaimanapun telah membatasi para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menyelaraskan berbagai upaya mereka untuk menciptakan sebuah sistem keuangan mikro yang berkelanjutan. II Visi Kebijakan Nasional ini mempunyai visi yang berintikan akses setiap rumah tangga di setiap desa dan wilayah di seluruh kepulauan di Indoneisa terhadap jasa keuangan yang berkualitas secara berkelanjutan, seperti tabungan, simpanan berjangka, kredit, 1 Penelitian oleh BRI, ADB TA, Asia Foundation, GTZ ProFI 2 Baik praktek-praktek (kebiasaan) internasional maupun pengalaman di Indonesia keduanya diuraikan dalam Latar Belakang Kebijakan dan Strategi 1/8

dan berbagai jasa keuangan mikro lainnya yang dibutuhkan. Hal ini diharapkan dapat menciptakan peluang bagi keluarga miskin dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mengurangi kerentanan hidup, meningkatkan kegiatan usaha, menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatannya. Untuk mencapai misi ini, maka Pemerintah Indonesia beserta seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk bekerjasama menghilangkan berbagai batasan yang ada terhadap pengembangan keuangan mikro. III Tujuan Pengembangan lebih lanjut dari sektor keuangan mikro hendaknya diakui sebagai tujuan pengembangan tersendiri dalam kerangka Buku Putih untuk Kebijakan Perekonomian Indonesia. Untuk itu, suatu sistem keuangan yang menyeluruh perlu diberlakukan dalam jangka menengah dan jangka panjang dalam rangka memperluas jangkauan pelayanan keuangan bagi keluarga miskin dan kelompok berpenghasilan rendah. Sistem tersebut terdiri dari: suatu kerangka hukum yang memadai, (berbagai) lembaga yang mengeluarkan peraturan yang berlandaskan prinsip kehati-hatian 3 dan mengawasi pelaksanaannya, berbagai lembaga yang menyediakan dukungan dan bantuan teknis, berbagai lembaga yang menyediakan pelayanan keuangan untuk lembaga keuangan mikro. Hal tersebut dapat tercapai dalam sektor keuangan yang berorientasi pasar, dimana pemerintah menyediakan lingkungan usaha yang memungkinkan kesempatan berusaha yang setara untuk berfungsinya pasar yang efisien dan keikutsertaan berbagai lembaga sektor swasta. IV Unsur Kebijakan Untuk mewujudkan Visi dan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Nasional Keuangan Mikro disusun berdasarkan pada prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Komunike Yogyakarta tahun 2004 dan kesadaran akan perlunya: a) Reorientasi peran pemerintah menghentikan secara bertahap berbagai program yang memberikan subsidi suku bunga dan skim kredit untuk target sasaran tertentu; b) Lingkungan kondusif bagi keuangan mikro yang berkelanjutan mengakui adanya berbagai jenis dan skala lembaga keuangan mikro diluar perbankan dan koperasi untuk memenuhi permintaan atas jasa keuangan yang beraneka ragam, terutama di wilayah pedesaan dan wilayah diluar Jawa dan Bali. 3 Peraturan berlandaskan prinsip kehati -hatian bertujuan untuk memelihara kesehatan lembaga keuangan melalui pemenuhan persyaratan dengan standar tertentu seperti kecukupan modal, kualitas aktiva, manajemen, keuntungan dan likuiditas. Di bidang perbankan, standar-standar ini juga dikenal dengan sebutan CAMEL. Berbagai standar serupa juga telah dikembangkan untuk koperasi simpan pinjam, dan unit simpan pinjam koperasi. 2/8

melegalisasi berbagai kegiatan lembaga keuangan mikro bukan bank bukan koperasi, termasuk kegiatan menghimpun simpanan masyarakat didalam wilayah dan didalam ambang batas tertentu. mengintegrasikan keuangan mikro kedalam ystem keuangan yang menyeluruh dan memberikan prioritas kepada keuangan mikro dalam implementasinya. c) Penyempurnaan peraturan berlandaskan prinsip kehati-hatian dan pengawasan secara lebih efektif. menciptakan kesempatan berusaha yang setara untuk berbagai lembaga keuangan mikro dan mencegah adanya arbitrasi pengaturan. 4 melindungi para penabung kecil dengan memberlakukan peraturan berlandaskan prinsip kehati-hatian, pengawasan dan penegakan hukum / aturan. d) Pengembangan kelembagaan dan kapasitas usaha memusatkan upaya pemerintah pada penciptaan dan dukungan untuk pengembangan kelembagaan dan kapasitas usaha. IV.1. Reorientasi Peran Pemerintah Menyadari adanya berbagai kelemahan dari kebijakan-kebijakan masa lalu yang bersifat intervensi, dengan biaya yang sangat mahal, yang pada umumnya tidak mencapai jangkauan yang luas dan memperlemah kesinambungan berbagai upaya pengentasan kemiskinan, maka Pemerintah Indonesia berketetapan untuk menghentikan secara bertahap berbagai skim kredit bersubsidi dan kredit program dalam jangka menengah. Namun demikian, pembiayaan keuangan mikro melalui program pemerintah atau program pengentasan kemiskinan dengan menggunakan komponen keuangan mikro dalam jangka pendek masih dibutuhkan sebagai alat untuk menjangkau kelompok sasaran tertentu, yang tanpa program tersebut kelompok tersebut akan sulit dijangkau. Dengan penghentian secara bertahap skim penyaluran kredit bersubsidi dan kredit program dalam jangka menengah, maka perhatian pemerintah akan dialihkan pada pengintegrasian keuangan mikro kedalam sistem keuangan. Dua fungsi utama yang akan dimiliki pemerintah dalam hal ini adalah: I. menciptakan suatu kerangka hukum yang mendukung dengan memberikan status hukum yang jelas kepada berbagai lembaga keuangan mikro sehingga a) memungkinkan bank dan lembaga keuangan lainnya untuk melakukan hubungan bisnis yang wajar dengan lembaga keuangan mikro; b) mengizinkan lembaga keuangan mikro untuk menghimpun simpanan masyarakat dalam wilayah tertentu dan jumlah tertentu. II. mengambil peran sebagai pembina melalui dukungan dan penyediaan dana untuk pengembangan kelembagaan, pengembangan kapasitas usaha dan pelatihan para karyawan lembaga keuangan dan melalui dukungan dan penyediaan dana untuk pembiayaan kembali lembaga keuangan mikro. 4 Arbitrasi pengaturan artinya menarik keuntungan dari adanya lingkungan pengaturan yang lebih lemah. 3/8

IV.2. Lingkungan Kondusif untuk Lembaga Keuangan Mikro yang Berkelanjutan Pemerintah Indonesia akan menetapkan sebuah kerangka hukum yang sesuai dan ditujukan untuk menciptakan lanskap keuangan mikro yang beraneka ragam dan memiliki skala yang beragam serta berorientasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan pengusaha mikro dalam rangka mempermudah akses layanan keuangan secara berkelanjutan. Hal ini membutuhkan adanya lembaga keuangan mikro selain bank dan koperasi di tingkat desa yang diiizinkan menghimpun simpanan masyarakat di dalam wilayah dan jumlah tertentu. Luasnya wilayah negara Indonesia serta proses desentralisasi terus menerus berlangsung membutuhkan pembagian tugas yang jelas di antara lembaga Pemerintah pada pusat, provinsi dan kabupaten yang terkait dengan hukum, peraturan dan pengawasan serta dukungan infrastruktur dan dukungan lainnya bagi berbagai jenis lembaga keuangan mikro beserta program-programnya. Tanggungjawab untuk menciptakan dan memelihara suatu unit keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi yang sehat dan stabil akhirnya akan berada pada masing-masing pemerintah provinsi. IV.3. Peraturan yang Berlandaskan Prinsip Kehati-hatian dan Pengawasan yang Efektif Pemerintah Indonesia berketetapan untuk melindungi penabung kecil dan menjaga stabilitas sektor keuangan melalui pembinaan yang efektif dan efisien dilihat dari segi biaya untuk pengaturan dan pengawasan sektor keuangan mikro. Pada prinsipnya, peraturan dan pengawasan berlandaskan prinsip kehati-hatian penting untuk diterapkan bagi penyedia jasa keuangan mikro menghimpun dana simpanan masyarakat dalam jumlah banyak. Lembaga keuangan mikro diizinkan menghimpun simpanan masyarakat agar memungkinkan mereka tumbuh dan mampu menyediakan berbagai pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh keluarga miskin. Penghimpunan simpanan masyarakat hingga suatu ambang batas tertentu, 5 maka lembaga keuangan mikro hendaknya diizinkan beroperasi didalam suatu lingkungan tidak memerlukan pengaturan berlandaskan prinsip kehati-hatian. Diatas ambang batas tersebut, maka lembaga keuangan mikro perlu berada dibawah perangkat pengaturan yang berlandaskan prinspip kehati-hatian dengan pengawasan dan penegakan hukum / peraturannya. Selanjutnya, penting untuk menetapkan ambang batas tertinggi yang diperkenankan bagi lembaga keuangan mikro yang memperoleh izin operasi dan diatur sesuai dengan ketentuan lembaga keuangan mikro dalam hal penghimpunan dana dimana di atas ambang batas tertentu lembaga keuangan mikro diwajibkan untuk memperoleh izin sebagai bank dengan peraturan dan pengawasan yang lebih ketat. 6 5 Ambang batas tertentu diartikan jumlah simpanan akumulatif hingga jumlah tertentu yang dicantumkan pada neraca lembaga keuangan mikro. 6 Perlu pendekatan berjenjang untuk pengaturan keuangan mikro, yang mengutamakan manfaat pengembangan beraneka ragam keuangan mikro sebagai intermediary, dimana masing-masing tunduk pada tingkat pengaturan dan pengawasan yang berbeda, daripada menciptakan satu peraturan untuk keseluruhan jenis lembaga keuangan mikro. Dalam pendekatan demikian, lembanga keuangan mikro yang hanya menyalurkan kredit tidak harus tunduk pada peraturan yang berlandaskan prinsip kehati -hatian sama sekali sebagaimana halnya dengan lembaga 4/8

IV.4. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Indonesia penting untuk mengambil peran aktif dalam meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan serta penguatan infrastruktur keuangan. Sementara itu, perlu disadari pentingnya mengembangkan sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan yang mandiri secara keuangan dalam perspektif jangka panjang, namun demikian dalam jangka pendek dan menengah pemberian subsidi secara cermat masih dibutuhkan. V Implementasi Milestone (Tujuan Antara) Kebijakan dan Strategi Nasional Keuangan Mikro 7 Tugas pokok dari lembaga pemerintah pada tingkat nasional, regional dan kabupaten bersama-sama dengan bank sentral adalah: V.1. Peran Pemerintah Menghentikan secara bertahap program pinjaman bersubsidi dan dana bergulir dari berbagai departemen hingga tahun 2009. Untuk kasus tertentu, seperti terjadinya kegagalan pasar, misalnya pertanian, maka pemberian subsidi untuk sementara waktu masih dibenarkan. Pemberian subsidi harus diimplementasikan secara terbuka (transparan) dan dihentikan secara bertahap. Lebih lanjut, pengaturan dan penyaluran dana seperti itu dilaksanakan melalui lembaga keuangan mikro bank, lembaga keuangan koperasi, atau lembaga keuangan mikro bukan bank bukan koperasi; Mengalokasikan dana dalam anggaran belanja nasional yang sebelumnya telah disalurkan melalui skim kredit bersubsidi dan kredit program menjadi untuk keperluan a) pengembangan kapasitas dan kelembagaan lembaga keuangan mikro, dan b) penciptaan sistem pengaturan dan pengawasan secara efisien. V.2. Lingkungan Kondusif Menetapkan kerangka hukum dan pengaturan yang mengakui tiga jenis lembaga keuangan mikro: a) lembaga keuangan mikro bank atau unit keuangan mikro dari bank umum; b) lembaga keuangan mikro koperasi atau koperasi serba usaha dengan unit simpan pinjam; c) lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi. 8 keuangan mikro yang menghimpun simpanan masyarakat di bawah suatu ambang batas tertentu. 7 Pelaksanaan tujuan antara (milestone) menjelaskan garis besar berbagai kegiatan pokok strategi implementasi yang domukennya terpisah dari dokumen ini. Strategi pelaksanaan akan menjelaskan dengan lebih terperinci langkah-langkah pelaksanaan, kerangka waktu dan anggaran yang timbul untuk masing-masing kelompok lembaga keuangan mikro. 8 Masing-masing dari ketiga jenis lembaga keuangan mikro tersebut mengkategorikan berbagai sub-jenis lembaga keuangan mikro telah berkembang dengan prinsip operasi Syariah. Tanggungjawab pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga ini, juga dukungan dari Pemerintah akan dilakukan oleh lembaga yang sama dengan lembaga yang ditugaskan untuk 5/8

a) Lembaga Keuangan Mikro Bank Memberikan status hukum lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi sebagaimana diuraikan pada ayat c) kepada lembaga keuangan mikro yang telah mendapat status sebagai bank perkreditan rakyat tetapi tidak dapat memenuti persyaratan untuk menjadi bank, seperti BKD. b) Lembaga Keuangan Mikro Koperasi (Kerangka hukum yang sekarang ada bagi lembaga keuangan mikro koperasi tidak perlu diubah) c) Lembaga Keuangan Mikro Bukan Bank dan Bukan Koperasi Mendelegasikan wewenang kepada setiap pemerintah propinsi untuk mengeluarkan peraturan daerah yang baru tentang pendirian lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi yang diizinkan untuk menghimpun simpanan masyarakat dalam wilayah dan jumlah tertentu. Lembaga keuangan mikro jenis ini tidak perlu diatur dengan peraturan yang berlandaskan prinsip kehati-hatian. 9 Mengeluarkan peraturan baru di tingkat nasional perihal pendirian lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi yang diizinkan menghimpun dana simpanan masyarakat dalam wilayah dan jumlah tertentu, tunduk pada peraturan dan pengawasan berdasarkan prinsip kehati-hatian di tingkat propinsi. Lembaga keuangan mikro yang melampaui ambang batas tertentu tersebut diwajibkan untuk memperoleh izin usaha sebagai bank atau koperasi. V.3. Peraturan dan Pengawasan Berlandaskan Prinsip Kehati-hatian a) Lembaga Keuangan Mikro Bank Mempermudah pembukaan kantor cabang lembaga keuangan mikro terutama di wilayah pedesaan untuk mendorong perluasan akses pelayanan keuangan mikro. b) Lembaga Keuangan Mikro Koperasi Menugaskan pengaturan dan pengawasan kepada lembaga atau badan yang terpisah dari dukungan fungsi keuangan dan teknis dari Kementerian Koperasi dan UKM, serta memastikan adanya pendanaan dan susunan kepegawaian yang memadai dari lembaga pengawas. Mengadakan database lengkap mengenai semua koperasi yang menyediakan layanan jasa keuangan mikro. melakukan pengaturan dan pengawasan bagi lembaga keuangan mikro yang tidak beroperasi berdasarkan prinsip operasi Syariah di dalam kategori yang sama. Kekhususan bagi lembaga keuangan mikro berdasarkan prinsip operasi Syariah akan dikemukakan dalam masing-masing peraturan dan rancangan struktur pendukung. 9 Regulasi yang tidak mengikuti prinsip kehati-hatian terdiri dari kebutuhan pendaftaran lembaga / entitas, yang secara umum menyatakan rincian tentang kepemilikannya, lokasi, cakupan operasi dan manajemen. Mereka tidak membutuhkan pengawasan. Sekali terdaftar, semua lembaga harus menginformasikan kondisi keuangan dan cakupan operasinya. 6/8

Mengembangkan sistem penilaian untuk lembaga keuangan mikro koperasi dengan menetapkan kriteria pembubaran / likuidasi lembaga yang tidak sehat dan memastikan penegakan hukum / peraturan. c) Lembaga Keuangan Mikro Bukan Bank dan Bukan Koperasi Menugaskan pengaturan dan pengawasan kepada lembaga yang sesuai di tingkat propinsi, misal BPD, serta memastikan memadainya pendanaan dan dan susunan kepegawaian yang memadai dari lembaga pengawas. 10 Mengadakan database lengkap mengenai lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi di tingkat propinsi. Mengembangkan sistem penilaian untuk lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi dengan menetapkan kriteria pembubaran / likuidasi lembaga yang tidak sehat dan memastikan penegakan hukum / peraturan. V.4. Aspek Pembinaan a) Lembaga Keuangan Mikro Bank Membantu perkembangan pengintegrasian lebih lanjut kedalam sektor keuangan dengan cara: a) mendorong program hubungan sinergis dengan bank umum (linkage program); b) mendukung pengembangan mekanisme pembiayaan kembali (refinancing) dan manajemen likuiditas, seperti struktur APEX; c) menghubungkan lembaga keuangan mikro bank dengan sistem pembayaran yang ada; d) mengembangkan keterbukaan yang lebih luas di dalam sektor / industri melalui sistem penilaian yang independen. Mendukung dan menyediakan (sebagian) dana untuk pengembangan kapasitas usaha dan pelatihan bagi seluruh sumber daya manusia lembaga keuangan mikro bank dan memperluas sistem sertifikasi; Memfasilitasi pengembangan bersama berbagai jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh industri lembaga keuangan mikro bank, seperti teknologi informasi. b) Lembaga Keuangan Mikro Koperasi Memfasilitasi pengembangan mekanisme penyediaan dana, pembiayaan kembali (refinancing), dan manajemen likuiditas, seperti struktur APEX. Mendukung dan menyediakan (sebagian) dana untuk pengembangan kapasitas usaha dan pelatihan bagi seluruh sumber daya manusia lembaga keuangan mikro koperasi dan mengimplementasikan sistem sertifikasi. Mendorong terjalinnya hubungan sinergis (linkage program) antara lembaga keuangan mikro koperasi dengan bank umum atau lembaga keuangan lainnya. Memfasilitasi pengembangan bersama berbagai jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh industri lembaga keuangan mikro koperasi, seperti teknologi informasi, standar operasional prosedur, dan pengembangan produk. c) Lembaga Keuangan Mikro Bukan Bank dan Bukan Koperasi Memfasilitasi pengembangan mekanisme penyediaan dana, pembiayaan kembali (refinancing), dan manajemen likuiditas, seperti struktur APEX. 10 Wewenang pengaturan dan pengawasan dapat juga diberikan kepada dua lembaga yang terpisah jika dipandang lebih efektif dan efisien. 7/8

Mendukung dan menyediakan (sebagian) dana untuk pengembangan kapasitas usaha dan pelatihan bagi seluruh sumber daya manusia lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi. Mendorong terjalinnya hubungan sinergis (linkage program) antara lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi dengan bank umum atau lembaga keuangan lainnya. Memfasilitasi pengembangan bersama berbagai jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh industri lembaga keuangan mikro koperasi, seperti teknologi informasi, standar operasional prosedur, dan pengembangan produk. V.5. Aspek Pendukung Lainnya Selain keempat aspek utama tersebut di atas, pemerintah juga perlu menyediakan lembaga pendukung, seperti lembaga penelitian dan pengembangan keuangan mikro, untuk memastikan efektifitas kebijakan dan strategi nasional dan untuk melakukan kajian pengembangannya lebih lanjut. Lembaga pendukung tersebut juga akan melaksanakan fungsi monitoring terhadap implementasi kebijakan dan strategi nasional, serta melakukan pengukuran dampak yang ditimbulkan dalam rangka pengentasan kemiskinan. 8/8