ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

KESENJANGAN DAN KONVERGENSI EKONOMI ATAR KABUPATEN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

Kata Kunci : Analisis Lokasi, Analisis Kontribusi, Tipologi Klassen, koridor Jawa Timur

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DI KABUPATEN SIDOARJO TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

PENENTUAN LEADING SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

PERTUMBUHAN EKONOMI, SEKTOR UNGGULAN, KESENJANGAN DAN KONVERGENSI ANTAR KABUPATEN DI PROPINSI PAPUA SKRIPSI

ANALISIS PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN DI PROPINSI MALUKU SKRIPSI. Oleh: Muhammad A. A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ekonomi suatu daerah baik itu Kabupaten maupun kota yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

ECONOMIC GROWTH MODEL LOCATION QUOTIENT (LQ) IN EAST JAVA PROVINCE

ANALISIS KONVERGENSI PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA TAHUN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Sarjana Ekonomi

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

P E N U T U P P E N U T U P

PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Evaluasi Pengembangan Kawasan Andalan Pasuruan-Probolinggo- Luumajang di Provinsi Jawa Timur-Indonesia

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Ekonomi Unggulan, Jawa Timur Wilayah Timur.

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN TIMUR TENGAH SELATAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTARA WILAYAH UTARA DAN SELATAN PROVINSI JAWA TIMUR

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

TESIS ANALISIS LOCATION QUOTIENT DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN BUDIDAYA DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

ANALISIS POTENSI DAN DAYA SAING SUB SEKTOR PERIKANAN KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TIMUR SKRIPSI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

Analisis Spatial Economic Kabupaten dan Kota Wilayah Utara dan Selatan Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

ANALISIS KESENJANGAN PENDAPATAN KOTA/KABUPATEN PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI. Oleh : TRIO KURNIAWAN

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

TIPOLOGI DAYA SAING KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS

BERITA RESMI STATISTIK

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten dan Kota Di Provinsi Jawa Timur (An Analysis The Income Disparity of Regency and Town in East Java Province)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu

CVw = 3. Analisis penentuan subsektor unggulan perekonomian daerah, dengan teknik analisis Location Quotient ( LQ ).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pilar-pilar pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA KABUPATEN/KOTA DI KORIDOR UTARA SELATAN PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

Transkripsi:

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR Zainal Arifin Jurusan Akutansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Malang Alamat Korespondensi : Perum Puncak Permata Sengkaling, Blok N, No.18, Semanding, Dau Malang Telpon : 0341-7656756, Hp: 08155528001, E-mail: azainala@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this study was to identify how patterns of economic growth at the district level in each corridor in East Java Province; identify what sectors could be developed in an effort to determine development priorities at the district level in each corridor in East Java Province, and also compared the rate of the economy on four corridors in East Java Province. Typology analysis of Klaasen and LQ can be explained that the North South Corridor has the economy ranked first, followed by the Southwest corridor, then the East Corridor and the final ranking of the Northern Corridor. Keyword: Region mainstay, leading sector, typology Klassen, LQ PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antardaerah dan antar sektor. Akan tetapi pada kenyataanya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selamanya diikuti pemerataan secara memadai. Di negara-negara sedang berkembang, perhatian utama terfokus pada dilema komplek antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sulit diwujukan bersamaan. Pengutamaan yang satu akan menuntut dikorbankanya yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan Gross national Product (GNP) yang tinggi dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana cara memacu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasil-hasilnya. Penanggulangan kemiskinan/kesenjangan pendapatan kini merupakan masalah pokok dalam pembangunan dan sasaran utama kebijakan pembangunan di banyak negara, (Todaro,2000:177). Hal tersebut di atas selalau terjadi karena pembangunan, dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu berlangsung sistemik. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami peetumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama di sebabkan oleh karena kurangnya sumber-sumber yang di miliki, adanya kecenderungan peranan modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti sarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil di samping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari pemerintah pusat kepada daerah. Pemerintah Daerah di Indonesia telah mengalami perubahan seiring dengan di berlakukanya otonomi daerah, dengan mendekatkan pembuatan keputusan ke daerah, Pemerintah Pusat telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah baik untuk mengatur 160 HUMANITY, Volume 5, Nomor 2, Maret 2010 : 161-167

urusan pembangunan ekonominya sendiri. Pemberlakuan otonomi daerah juga berarti Pemerintah Daerah harus memiliki rencana ekonomi daerah yang baik untuk menyediakan kesejahteraan bagi penduduknya. UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, akan membawa angin segar bagi daerah untuk dapat menggali dan mengembangkan potensi ekonomi secara mandiri sehingga ketimpangan antar penduduk, antardaerah dan antar sektor secara bertahap dapat diperkecil. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebagai salah satu indikator pembangunan yang diukur dengan produk domestik regional bruto (PDRB) selama 12 tahun (1997-2007) mengalami fluktasi terlebih pada tahun 1998 terjadi penurunan PDRB akibat krisis ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 1996 mengalami peningkatan 7,36 %, pada tahun 1998 turun menjadi minus 14,70 %. Pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 3,31 %. Dalam Propinsi Jawa Timur sendiri terbagi menjadi 38 Kabupaten/Kota, 29 Kabupaten dan 9 Kota. Propinsi Jawa Timur terbagi lagi menjadi beberapa koridor yang meliputi kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Timur, yaitu : Koridor Utara Selatan terdiri dari Gresik - Surabaya - Sidoarjo Mojokerto Pasuruan Malang Blitar. Koridor Barat Daya terdiri dari Jombang - Kediri - Tulungagung - Trenggalek - Nganjuk - Madiun - Ponorogo - Pacitan - Magetan. Koridor Timur terdiri dari Probolinggo - Situbondo - Bondowoso - Lumajang - Jember - Banyuwangi. Koridor Utara terdiri dari Lamongan - Tuban - Bojonegoro - Ngawi - Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep. Percepatan pertumbuhan daerah bisa dicapai antara lain dengan memicu pusat-pusat pertumbuhan (growth poles) yang akan mendorong pertumbuhan daerah-daerah sekitarnya. Daerahdaerah biasanya sulit untuk berkembang cepat secara bersamaan. Pusat pertumbuhan diperlukan sebagai perangsang bagi pertumbuhan daerah sekitarnya. Penelitian ini akan menganalisis perbandingan perekonomian pada empat koridor di Propinsi Jawa Timur METODE LOGI PENELITIAN Analisis Tipologi Klassen Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997: 27-38; Kuncoro, 1993: Hill, 1989). Tabel 1. Matrik Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen PDRB per kapita (y) Laju Pertumbuhan (r) ri r ri r yi y Daerah berkembang Cepat Daerah relatif Tertinggal yi y Daerah cepat maju dan Cepat tumbuh Daerah maju tapi Tertekan Zainal Arifin: Analisis perbandingan perekonomian Pada empat koridor di propinsi jawa timur 161

Keterangan : ri = laju pertumbuhan PDRB kabupaten/kota i r = laju pertumbuhan total PDRB Jawa Timur yi = pendapatan perkapita kabupaten/kota i y = pendapatan perkapita Jawa Timur Analisis Location Quotient (LQ) Sektor yang unggul secara definitif adalah sektor yang memenangkan persaingan (Yuwono, 1999: 45). Lebih lanjut, Yuwono (1999: 45) mengemukakan bahwa dalam suatu daerah, suatu sektor dikatakan unggul apabila sektor tersebut maupu memenangkan persaingan dengan sektor lain. Hal ini dapat dilihat aktivitas ekonomi daerah yang dicerminkan oleh pangsa atau sumbangan setiap sektor pada Produk Domestik Regional (PDR) menurut harga konstan atau PDR Riil (PDRR). Dengan alat analisis location question (LQ) ini dapat diketahui sektor ekonomi unggulan Kabupaten/Kota di empat Koridor yang ada di Propinsi Jawa Timur dari sisi kontribusi. Formulasi dari tehnik analisis tersebut adalah : Keterangan: LQ = Location Quotient (hasil bagi lokasi) Xr = Sumbangan sektor i daerah studi k (kabupaten/ kota) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Riil daerah studi. RVr = Produk Domestik Regional Riil total di semua sektor daerah studi. Xn = Sumbangan sektor i daerah referensi (koridor propinsi) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Riil daerah referensi. RVn = Produk Domestik Regional Riil total di semua sektor daerah referensi. Semakin tinggi nilai LQ suatu sektor berarti semakin pula competitif advantage daerah yang bersangkutan dalam mengembangkan sektor tersebut. Dari hasil perhitungan yang diperoleh, dapat dirtikan dalam tiga kategori, yaitu: Bila nilai LQ lebih kecil atau sama dengan 1, menunjukkan bahwa sektor tersebut bukan sektor unggulan. Karena laju pertumbuhan sektor i di daerah studi adalah lebih kecil laju pertumbuhan sektor yang sama di daerah referensi. Bila nilai LQ lebih besar dari 1, menunjukkan bahwa sektor tersebut adalah sektor unggulan yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k. Karena laju pertumbuhan sektor i di daerah studi adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor yang sama di daerah referensi. Bila nilai LQ sama dengan 1, maka menunjukkan bahwa spesialisasi sektor tersebut pada daerah studi sama dengan sektor yang sama di daerah referensi. Untuk mengidentifikasi kawasan andalan,akan digunakan kombinasi analisis tipologi klassen dan LQ. Kecamatan yang termasuk dalam klasifikasi cepat tumbuh dan berkembang serta didukung adanya beberapa sektor yang memiliki keunggulan memungkinkan untuk dijadikan kawasan andalan. Analisis Perbandingan Perekonomian Analisis perbandingan perekonomian dilakukan dengan penggabungan hasil analisi Tipologi Klassen dan LQ, kemudian ditentukan koridor mana yang memiliki peringkat pertama, kedua, ketiga dan keempat. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam menganalisi perbandingan perekonomian pada empat koridor di Propinsi Jawa Timur, berikut akan dipaparkan pola pertumbuhan ekonomi, sektor yang bisa dikembangkan dalam upaya menentukan prioritas pembangunan serta menganalisa perbandingan perekonomian pada empat koridor di Propinsi Jawa Timur. Pola pertumbuhan ekonomi pada tingkat kabupaten pada masing-masing koridor di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan analisis Tipologi Klassen, maka dapat diketahui pola pertumbuhan ekonomi dari masing-masing kabupaten di empat koridor di Propinsi Jawa Timur. 162 HUMANITY, Volume 5, Nomor 2, Maret 2010 : 161-167

Koridor Utara Selatan Pola pertumbuhan ekonomi pada kabupaten di Koridor Utara Jawa Timur pada tahun 2005-2009 dapat diketahui kabupaten yang tergolong dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah Kota Surabaya dan Kota Malang, yang tergolong daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah Kabupaten Sidorajo, Kota Batu dan Kabupaten Mojokerto, yang tergolong daerah berkembang cepat (high growth but low income adalah) Kabupaten Gresik, Kabupaten malang, Kota Blitar dan Pasuruan, dan yang tergolong daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah Kabupaten Blitar. Koridor Barat Daya Pola pertumbuhan ekonomi pada kabupaten di Koridor Barat daya Jawa Timur pada tahun 2005-20097 dapat diketahui kabupaten yang tergolong dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah Kota Kediri dan Kota Madiun, yang tergolong daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah Kabupaten Kediri, abupaten Nganjuk dan Kabupaten Madiun, yang tergolong daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Magetan dan yang tergolong daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah Kabupaten Pacitan dan Trenggalek. c. Koridor Timur Pola pertumbuhan ekonomi pada kabupaten di Koridor Timur Jawa Timur pada tahun 2005-2009 dapat diketahui kabupaten yang tergolong dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah Kota Probolinggo dan Kabupeten Jember, yang tergolong daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah Kabupaten Banyuwangi dan Probolinggo, yang tergolong daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso, dan yang tergolong daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah Kabupaten Lumajang d. Koridor Utara Pola pertumbuhan ekonomi pada kabupaten di Koridor Utara Jawa Timur pada tahun 2005-2009 dapat diketahui kabupaten yang tergolong dalam daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah Kabupaten Bojonegoro, yang tergolong daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Sumenep, yang tergolong daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalahkabupaten Ngawi dan Bangkalan dan yang tergolong daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan menentukan prioritas pembangunan pada tingkat kabupaten pada masing-masing koridor di Propinsi Jawa Timur; Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan analisis Location Question (LQ), maka dapat diketahui sektor yang dapat dikembangkan dalam upaya menentukan prioritas pembangunan pada masing-masing kabupaten di empat koridor di Propinsi Jawa Timur Koridor Utara Selatan Sektor yang dikembangkan dalam upayamenentukan prioritas pembangunan Kabupaten Gresik adalah sektor pertanian, pertambangan, indutri, jasa-jasa, Kota.Surabaya adalah sektor indutri, perdagangan, keuangan, jasa-jasa, Kabupaten Sidoarjoadalah sektor pertanian, indutri, keuangan, Kota Mojokerto adalah indutri, perdagangan, pengangkutan, Kabupaten Sidoarjo adalah sektor pertanian, indutri, konstruksi, jasajasa, Kota Pasuruan adalah sektor perdagangan, keuangan, jasa-jasa, Kabupaten Pasuruan adalah sektor Zainal Arifin: Analisis perbandingan perekonomian Pada empat koridor di propinsi jawa timur 163

pertanian, pengangkutan, jasa-jasa, Kota Malang adalah sektor pertanian, pengangkutan, jasa-jasa, Kabupaten Malang adalah sektor pertanian, perdagangan, keuangan. Kota Batu adalah sektor pertanian, jasa-jasa, Kota Blitar adalah sektor konstruksi, perdagangan, keuangan. Dan Kabupaten Blitar adalah sektor pertanian, konstruksi. Koridor Barat Daya menentukan prioritas pembangunan Kabupaten Jombang adalah sektor pertanian, pengangkutan, Kota Kediri adalah sektor indutri, listrik, keuangan, Kabupaten Kediri adalah sektor pertanian, konstruksi, perdagangan, jasa-jasa, Kabupaten Tulungagung adalah sektor pertanian, konstruksi, Kabupaten Trenggalek adalah sektor perdagangan, jasa-jasa, Kabupaten Nganjuk adalah sektor pertanian, listrik, Kota Madiun adalah sektor perdagangan, keuangan, jasa-jasa, Kabupaten Madiun adalah sektor pertanian, listrik, Kabupaten Ponorogo adalah sektor pengangkutan, jasa-jasa, Kabupaten Pacitan adalah sektor pertanian, pertambangan, Kabupaten Magetan adalah sektor listrik, jasa-jasa. Koridor Timur menentukan prioritas pembangunan Kota Probolinggo adalah sektor pertanian, jasajasa, Kabupaten Situbondo adalah sektor pertambangan, indutri, pengangkutan, Kabupaten Bondowoso adalah sektor perdagangan, pengangkutan,, Kabupaten Lumajang adalah sektor perdagangan, pengangkutan, Kabupaten Jember adalah sektor pertanian, indutri, listrik, Kabupaten Banyuwangi adalah sektor pertambangan, konstruksi, perdagangan, keuangan. Koridor Utara menentukan prioritas pembangunan Kabupaten Lamongan adalah sektor pertanian, konstruksi, jasa-jasa, Kabupaten Tuban adalah sektor pertambangan, listrik, Kabupaten Bojonegoro adalah sektor pertanian, pengangkutan, keuangan, Kabupaten Ngawi adalah sektor pertanian, konstruksi, Kabupaten Bangkalan adalah sektor pertanian, listrik, Kabupaten Sampang adalah sektor konstruksi, perdagangan, Kabupaten Pamekasan adalah sektor konstruksi, perdagangan, Kabupaten Sumenep adalah sektor pertanian, pertambangan, jasa-jasa. Analisis Perbandingan Perekonomian Analisis perbandingan perekonomian dilakukan dengan penggabungan hasil analisi Tipologi Klassen dan LQ, kemudian ditentukan koridor mana yang memiliki peringkat pertama, kedua, ketiga dan keempat. Dari analisis Tipologi Klaasen dan LQ dapat dijelaskan bahwa Koridor Utara Selatan memiliki perekonomian pada peringkat pertama, kemudian disusul koridor Barat Daya, selanjutnya Koridor Timur serta pada peringkat terakhir yaitu Koridor Utara. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan analisis Tipologi Klassen di empat koridor di Jawa Timur yang termasuk daerah berkembang cepat adalah Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Probolinggo, Kabupeten Jember, dan Kabupaten Bojonegoro. Yang tergolong daerah maju tapi Kabupaten Sidorajo, Kota Batu, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Probolinggo Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Sumenep. Yang tergolong daerah berkembang cepat (high growth but low income adalah) Kabupaten Gresik, Kabupaten Malang, Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Ponorogo, 164 HUMANITY, Volume 5, Nomor 2, Maret 2010 : 161-167

Kabupaten Magetan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Bangkalan. Yang tergolong daerah relatiftertinggal (low growth and low income) adalah Kabupaten Blitar, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan. Sedangkan berdasarkan analisis LQ, sektor yang paling banyak menjadi unggulan adalah pertanian disusul listrik, gas dan air bersih, bangunan, jasa-jasa, keuangan, persewaan dan jasa perusahan, angkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, industri pengolahan, serta pertambangan dan penggalian. Berdasarkan analisis perbandingan perekonomian dapat dijelaskan bahwa Koridor Utara Selatan memiliki perekonomian pada peringkat pertama, kemudian disusul koridor Barat Daya, selanjutnya Koridor Timur serta pada peringkat terakhir yaitu Koridor Utara Saran Berdasarkan hasil-hasil analisis dapat ditarik implikasi kebijakan hasil-hasil analisis sebagai berikut. Dalam menetapkan kebijakan pembangunan dan pengembangan sektoral perekonomian daerah, hendaknya lebih memprioritaskan sektor unggulan yang dimiliki oleh masingmasing Kabupaten. Meskipun demikian sektor lainnya tetap mendapat perhatian secara proporsional sesuai dengan potensi dan peluang pengembangannya. Pengembangan sektor unggulan hendaknya diarahkan pada upaya untuk menciptakan keterkaitan antar Kabupaten di empat koridor di Jawa Timur. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui penciptaan proses pertukaran komoditas antar daerah yang memungkinkan bergeraknya perekonomian secara bersama-sama. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal (2003), Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antar kabupaten di Jawa Timur, Laporan Penelitian Arifin, Zainal (2005), Ketimpangan dan Konvergensi antar kabupaten di Jawa Timur, Laporan Penelitian Aswandi, H., & Kuncoro, M. (2002). Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Stusi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17(1). Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, Penerbit PBFE-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Aziz, I. J. (1994). Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia (Regional Economics and Its Some Applications in Indonesia). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Bendavid Val, Avrom, 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practioners, Fourt Edition, New York, Praeger Publisher. Blakely, Edward J., 1994. Planning Local Economic Development Theory and Practice. 2ndEdition, Sage Pub., Inc., California. Boediono, 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis, Edisi Pertama, Cetakan Keenam, BPFE, Yogyakarta. BPS, 1999., Pendapatan Regional Propinsi Kalimantan Timur Tahun 1993-1999. Propinsi Kalimantan Timur. Hamid, Imdaad, 1999. Otonomi Daerah Dan Perimbangan Keuangan di Kalimantan Timur : Peran Pemuda Menuju Masyarakat Madani, Makalah, Sarasehan Peringatan Hari Sumpah Pemuda, Dalam Rangka Hari Pemuda ke 71, Kota Balikpapan. Zainal Arifin: Analisis perbandingan perekonomian Pada empat koridor di propinsi jawa timur 165

Hoover, E.M. and F. Giarratani, 1984. An Introduction to Regional Economic. Third Edition, Alfred A. Knopf, Inc., New York. J ean-louis, M. and F. Puech, 2001. Location And Agglomeration Of French Firms In Europe A Probabilistic Approach. Team University Of Paris I CNRS, 106-112, September 2001. Kuncoro, Mudrajad, 2000. Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah dan Kebijakan), Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajad, 2001. Metode Kuantitatif (Teori Dan Aplikasi Untuk Bisnis Dan Ekonomi), Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta Maskun, Sumitro. H, 1996. Pengembangan Ekonomi Regional; Tantangan dan Prospeknya Bagi Perekonomian Nasional, Manajemen Usahawan Indonesia No. 12, Tahun XXV, 10-13. Swasta dan Masyarakat, Manajemen Usahawan Indonesia, No.12, Tahun XXV, 14-17. Sjafrizal, 1997. Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma, No.3, 27-38. Soepono,Prasetyo, 2001. Teori Perrtumbuhan Berbasis Ekonomi (Ekspor): Posisi dan Sumbangannya Bagi Perbendaharaan Alatalat Analisis Regional, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.16, No.1, 41-53. Soedjito, B.B. 1997, Perencanaan Pembangunan di Indonesia, mengenang Prof. Dr. Sugijanto Soegijoko, (Penyunting Budhy Tjahjati S.Soegiioko dan BS. Kusbiantoro, Bunga Rampai, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Todaro, M.P, 2000, Economic Development, Seventh Editions, New York, Addition Wesley Longman, Inc. Nopirin, 1996. Globalisasi dan Regionalisasi Ekonomi : Indikator dan Trend Ekonomi Daerah, Program Penataran Manajemen Sector Ekonomi Strategi, Modul, Kerja Sama Dirjen PUOD Depdagri dengan Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis, UGM, Yogyakarta. Nelson, Arthur C, Drummod, William P, Sawicki, David s, Summer, 1994. Economic Base Anaysis of Employment Trend by Economic Sector, Economic Development Review, Vol.12, Number 3, 32-36. Richardson, Harry W, 1991. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional (terjemahan oleh : Paul Sihotang), LPFE-UI, Jakarta. Royat, Sujana, 1996. Pembangunan Ekonomi Regional dan Upaya Menunjang Pertumbuhan KAPET Dalam Kaitannya Dengan Kemitraan Antara Pemerintah, 166 HUMANITY, Volume 5, Nomor 2, Maret 2010 : 161-167