GAMBARAN UMUM PETANI KARET RAKYAT DAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak awal pembangunan peranan sektor pertanian dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

TEKNIK KONVERSI KOPI ROBUSTA KE ARABIKA PADA LAHAN YANG SESUAI. Oleh Administrator Selasa, 02 April :00

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

PENELITI: Dr. Ir. DMT. Napitupulu, M.Sc Prof. Dr. Ir. Zulkifli, M.Sc Ir. Elwamendri, M.Si

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra karet di Indonesia, menurut

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Copy Bahan Bukti Karya Tulis Nomor 27 GAMBARAN UMUM PETANI KARET RAKYAT DAN KONTRIBUSINYA DALAM PROGRAM PEREMAJAAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Bahan Seminar disajikan pada Kegiatan: Orientasi Pengenalan Jurusan (OPJ) Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi, 10 11 Maret 2007 Oleh Dr. Dompak Napitupulu JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIANN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2007

GAMBARAN UMUM PETANI KARET RAKYAT DAN KONTRIBUSINYA DALAM PROGRAM PEREMAJAAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI 1 Oleh: Dr. Dompak Napitupulu 2 A. PENDAHULUAN Karet alam telah sejak lama menjadi salah satu komoditi trade mark dari Provinsi Jambi. Komoditi ini bahkan telah diusahakan secara turun temurun dan diperdagangkan di wilayah Provinsi Jambi bahkan sejak jaman penjajahan Belanda sehingga usahatani karet dapat dikatakan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Jambi. Pada tahun 2004, areal perkebunan karet di Provinsi Jambi tercatat seluas 567.042 Ha dan menyerap 425.282 orang tenaga kerja dengan jumlah rumah tangga petani sebanyak 216.724 keluarga. Luas areal perkebunan karet tersebut kemudian meningkat 8,86 % menjadi 622.192 Ha yang diusahakan oleh 226.908 keluarga petani pada Tahun 2005. Selain itu, komoditi karet berperan sebagai penyumbang yang cukup berarti terhadap perekonomian Provinsi Jambi. Selama tiga tahun terakhir, terdapat kecendrungan peningkatan ekspor komoditi ini, baik dalam volume maupun nilainya. Pada tahun 2002, volume ekspor tercatat sebesar 82.259 ton dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 125.974 ton. Demikian pula, nilai ekspor meningkat dari US$.56.924.000 pada tahun 2002 menjadi US$.141.304.352 pada tahun 2004. Keseluruhan produksi karet alam tersebut diperoleh dari perkebunan rakyat, perkebunan swasta besar, serta perkebunan negara. Sesuai dengan perkiraan Dirjenbun, sebesar 76,1 persen produksi karet alam nasional dihasilkan oleh perkebunan karet rakyat. Meskipun peran komoditi karet cukup berarti dalam perekonomi Provinsi Jambi, akan tetapi perannya terhadap peningkatan kesejahteraan petani belum signifikan. Telah menjadi suatu fenomena bahwa petani karet rakyat identik dengan kemiskinan. Hasil penelitian Zulkifli, dkk (2006) menunjukkan bahwa rata rata penerimaan petani karet rakyat di Provinsi Jambi berkisar antara Rp 2.133.300 per tahun di Kabupaten Batang Hari dan Rp 3.090.573 per tahun oleh petani sampel di Kabupaten Sarolangun. Petani karet rakyat umumnya memiliki pendapatan utama dari usahatani karet yang dilakukan. Kebutuhan hidup sehari-hari dengan demikian digantungkan pada hasil 1 Disajikan Pada Kegiatan Orientasi Mahasiswa Jurusan SEP FP UJ Tanggal : 10 Maret 2007 2 Dosen Pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Faperta UNJA 1

penerimaan dari usahatani karet yang dilakukan. Bank Dunia menggunakan rata-rata pendapatan satu dollar Amerika per kapita perhari sebagai batas garis kemiskinan di negara sedang berkembang. Jika diasumsikan bahwa rata rata petani karet rakyat memiliki anggota keluarga sejumlah 5 (lima) orang maka set iap keluarga petani karet rakyat membutuhkan penerimaan sebesar US $ 5,00 per hari atau sekitar Rp 12.960.000 per tahun untuk terbebas dari kemiskinan. B. PETANI KARET RAKYAT Sebagaimana diungkapkan terlebih dahulu, karet alam di Indonesia mayoritas (76,1 %) dihasilkan oleh petani karet rakyat. Petani karet rakyat di Provinsi Jambi sebagaimana juga secara umum dijumpai di wilayah lain di Indonesia dapat digolongkan kedalam tiga kelompok petani yakni: petani pemilik, petani penyadap dan petani pemilik penyadap. Kelompok petani pemilik adalah petani karet rakyat yang umumnya memiliki areal perkebunan karet rakyat yang cukup luas sehingga petani tersebut tidak mampu untuk memanen (menderes) sendiri lahan perkebunan karet yang dimiliki. Petani pemilik pada umumnya hanya berperan dalam mengusahakan kebun karet yang dimiliki dari sejak persiapan tanam, serta melakukan perawatan seperlunya hingga tanaman karet siap sadap. Setelah tanaman karet siap sadap, petani pemilik kemudian menyerahkannya pengelolaan menderes tanaman karet tersebut kepada petani lain yang di Provinsi Jambi lebih dikenal dangan buruh potong. Sistem bagi hasil merupakan pola yang umum dilakukan dalam jalinan kemitraan antara pemilik dan penyadap dengan proporsi tertentu. Pemilik kebun karet mendistribusikan lahan karet yang mereka miliki kepada sejumlah buruh potong dengan luasan rata-rata dua hingga tiga hektar per kepala keluarga. Sistem bagi hasil yang dianut umumnya mengikuti pola 1 : 2; 1 : 3; atau 1 : 4 tergantung usia dan produktivitas tanaman karet. Dalam sistem produksi ini, petani pemilik umumnya akan bertindak sebagai toke yang siap membeli bagian yang diperoleh oleh petani penderes, sekaligus memasok kebutuhan sehari-hari keluarga buruh potong tersebut. Cukup luasnya areal perkebunan karet yang dimiliki serta perannya sebagai toke bagi buruh potong menyebabkan kelompok petani pemilik ini mampu memperoleh pendapatan yang cukup memadai dari usaha perkebunan karet yang dimiliki. Kelompok petani karet rakyat kedua adalah petani penyadap yang umumnya adalah petani yang tidak memiliki lahan karet sendiri. Hasil penelitian Zulkifli, Napitupulu, 2

dan Elwamendri (2006) menunjukkan bahwa sekitar 40 % dari petani karet di Kabupaten Bungo dan 60 % petani karet rakyat di Kabupaten Merangin memotong karet orang lain. Diperkirakan bahwa separuh ( 50 %) dari petani penyadap tersebut berasal dari Pulau Jawa (pendatang) dan 50 % lainnya adalah merupakan warga asli di daerahnya masing masing. Petani penyadap tersebut berkewajiban melakukan perawatan dan pemanenan kebun karet serta menjual bahan olahan karet kering (bokar) yang dihasilkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa petani pemilik umumnya berperan menjadi pembeli bokar yang dihasilkan oleh petani penyadap. Fenomena lainnya yang mewarnai usaha perkebunan karet rakyat khususnya yang dikelola dengan sistem bagi hasil adalah penguasaan teknologi usaha perkebunan karet yang dimiliki oleh buruh potong umumnya hanya terbatas pada kemampuan sadap dan pengolahan getah menjadi bokar yang siap dipasarkan. Hasil penelitian Napitupulu (2004) menunjukkan bahwa petani penyadap sesuai dengan status yang dimiliki tidak memiliki motivasi yang cukup untuk menguasai teknologi usahatani pada fase persiapan tanam, tanam dan perawatan tanaman hingga siap panen. Lebih dari pada itu, petani penyadap juga memiliki motivasi yang sangat rendah untuk melakukan perawatan tanaman berproduksi yang diusahakannya. Petani cenderung untuk menghemat biaya dengan tidak melakukan penyiangan (piringan), pemberantasan hama, serta pemupukan yang dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik. Hal ini menyebabkan kebun karet rakyat yang dikelola dengan sistem bagi hasil umumnya terkesan berbentuk hutan karet yang sangat minim perawatan. Hal ini menyebabkan produktivitas tanaman karet yang diusahakan menjadi sangat rendah. Kecilnya luas areal sadap, rendahnya produktivitas per hektar serta lemahnya posisi tawar yang dimiliki oleh buruh sadap dalam pemasaran bokar yang dihasilkan menyebabkan kelompok petani kedua tersebut umumnya memiliki pendapatan yang relatif rendah. Kelompok petani ketiga dalam industri perkebunan karet rakyat adalah petani pemilik penyadap. Jumlah petani kelompok ketiga ini diperkirakan adalah sekitar 30 persen dari keseluruhan petani karet rakyat yang ada di wilayah Provinsi Jambi. Kelompok petani pemilik penyadap pada umumnya mampu memiliki pendapatan yang memadai untuk menunjang kehidupan anggota keluarganya dari usahatani perkebunan karet yang diusahakan. Rasa memiliki yang ada pada petani pemilik penyadap menyebabkan kelompok petani ini pada umumnya mengusahakan perkebunan karet 3

yang dimiliki lebih baik dari kelompok petani penyadap. Disamping itu, tidak adanya ikatan yang erat kepada pedagang tertentu menyebabkan kelompok petani pemilik penyadap bebas memilih waktu dan tempat yang lebih menguntungkan baginya dalam memasarkan bokar yang dihasilkan. C. FENOMENA PRODUKSI PETANI KARET RAKYAT Cukup besarnya jumlah petani penyadap sangat mewarnai industri karet rakyat di wilayah Provinsi Jambi. Salah satu fenomena umum yang mewarnai industri karet rakyat di Provinsi Jambi dewasa ini adalah mutu bokar yang dihasilkan tergolong rendah bahkan lebih buruk lagi memiliki trend yang mengarah pada mutu bokar yang semakin rendah. Ilusi memperoleh pendapatan lebih yang menjadi motivasi berproduksi petani penyadap diduga menjadi salah satu faktor pemicu rendahnya mutu bokar yang dihasilkan oleh petani karet rakyat. Perkebunan karet rakyat yang dikelola oleh petani dapat dikategorikan kedalam pola pengusahaan tradisional. Meskipun usahatani karet adalah merupakan sumber pendapatan utama petani karet rakyat, petani belum memandang usaha perkebunan karet ini sebagai suatu unit bisnis (komersil ), dalam mengelola perkebunan karet tersebut. Dalam prakteknya diperoleh gambaran bahwa perkebunan karet yang dikelola petani masih dipandang sebagai suatu cara hidup (way of life). Belum terlihat adanya upaya petani untuk memperhitungkan berbagai variabel ekonomi seperti input, output, biaya, penerimaan kotor dan pendapatan bersih dalam mengelola usahatani karet. Cara-cara pengelolaan tanaman karet yang terlihat pada perilaku petani dalam penyadapan dan dalam pengolahan hasil/pasca panen juga menunjukkan bahwa tanaman karet ini masih dikelola secara tradisional. Jumlah hari sadap tanaman karet yang dilakukan petani rata-rata berkisar dari 3 sampai 5 hari dalam satu minggu, bahkan ada petani yang menyadap tanaman karetnya setiap hari selama satu minggu. Hasil penelitian Zulkifli, Napitupulu, dan Elwamendri (2006) menunjukkan bahwa sekitar 55,78 persen petani pemilik penggarap menyadap tanaman karetnya sebanyak 3 hari dalam satu minggu serta sebanyak 30,75 persen petani menyadap tanaman karetnya selama tujuh hari dalam satu minggu. Selain terdapat sejumlah petani yang melakukan sistem sadap berat, dalam pengolahan lateks atau pasca panenpun petani tidak melakukan sesuai dengan caracara pasca panen yang dianjurkan. Khususnya di wilayah Provinsi Jambi diperkirakan 4

sekitar 80,12 persen petani masih menggunakan benda asing berupa kotoran kedalam bongkahan karet kering yang dihasilkan. Berbagai bahan asing yang umum disertakan petani kedalam bongkahan bokar diantaranya adalah: tatal (kulit batang bekas sadapan), dedaunan, ranting, dan kayu. Meski belum terdeksi secara nyata, bahkan pada daerah tertentu telah mulai ditemui sejumlah petani yang sengaja mencampurkan tanah liat putih untuk dibekukan bersama sama dengan getah karet. Selain mencampurkan benda asing kedalam bokar yang dihasilkan, mayoritas petani karet rakyat ditengarai menggunakan bahan koagulum selain cuka getah yang dianjurkan. Adapun alasan petani untuk memasukkan benda asing kedalam bongkahan karet diantaranya adalah mencegahnya hilangnya getah segar dari mangkok tampungan pada saat turun hujan. Pencampuran tatal pada hari pertama sadap berfungsi untuk mempercepat pembekuan karet pada mangkuk sehingga jika hujan turun maka karet yang ada pada mangkuk tidak terhanyutkan oleh air hujan. Selain secara teknis bermanfaat untuk mencegah kehilangan karet pada saat musim hujan, petani juga telah terjebak pada fallacy dog and cat dimana petani berupaya menambah bobot bokar untuk mengimbangi adanya anggapan pembeli melakukan kecurangan mengurangi berat bokar pada saat penimbangan dilakukan sebagai upaya menambah bobot bokar. Alasan lain bagi petani untuk enggan menghasilkan karet kering mutu baik adalah tidak adanya insentif bagi petani untuk menghasilkan bokar dengan kualitas baik. Hilangnya penghargaan pedagang terhadap upaya petani untuk menghasilkan karet kualitas baik pada dasarnya lebih dilatarbelakangi oleh perilaku pedagang untuk menghidari resiko rugi sebagai akibat upaya petani memperoleh tambahan pendapatan dengan menambah bobot karet kering yang dihasilkan. Minimnya sarana pengukuran mutu serta bentuk komoditas yang diperdagangkan menyebabkan sulitnya menentukan mutu yang sebenarnya dari bokar yang diperdagangkan. Guna menghindari resiko rugi, pedagang kemudian dengan sengaja menetapkan mutu bokar lebih rendah dari yang semestinya. Peluang pedagang untuk menentukan mutu yang lebih rendah dari yang semestinya tersebut terbuka karena bentuk pasar bokar yang hampir tanpa persaingan ditingkat pembeli. Kondisi sosial ekonomi petani karet yang hampir tidak memiliki posisi tawar dalam transaksi pemasaran karet merespon perilaku pedagang dengan menghasilkan bokar kualitas rendah. Siklus tersebut berlangsung hingga kualitas karet yang diperdagangkan mencapai titik terendah yang layak diperdagangkan. Ironisnya, perilaku 5

destruktif mutu karet kering tersebut dapat tumbuh dengan subur sebab pasar masih tetap tersedia bagi komoditas karet kering mutu buruk. D. PETANI DAN PEREMAJAN KARET RAKYAT Sebagaimana diuraikan terlebih dahulu, petani karet rakyat identik dengan kelompok masyarakat yang masih belum mampu melepaskan diri dari batas garis kemiskinan. Dengan rata rata pendapatan berkisar antara dua hingga tiga juta rupiah per keluarga per tahun berarti rata rata pendapatan petani karet rakyat masih belum mampu mencapai batas garis kemiskinan menurut standar bank Dunia yakni satu dollar Amerika Serikat per kapita pertahun. Berbagai upaya pada dasarnya telah dilakukan oleh pemerintah baik secara nasional maupun regional (provinsi dan kabupaten) untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet rakyat. Upaya peningkatan produksi karet alam Indonesia diantaranya ditempuh dengan program perluasan areal tanam karet rakyat serta perbaikan kualitas masukan khususnya benih karet unggul. Kedua program ini misalnya ditempuh melalui Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor (PRPTE) yang dilakukan di berbagai sentra produksi karet di Indonesia. Berbagai proyek lain yang dalam konteks peningkatan kuantitas dan kualitas karet alam Indonesia yang telah dilakukan oleh baik pemerintah maupun swasta diantaranya adalah Perusahaan Inti Rakyat (PIR), Project Management Unit (PMU), P2WK, P2RT, dan proyek pengembangan yang pelaksanaannya dikelola oleh daerah seperti JRDP misalnya yang memilih core project meningkatkan kuantitas dan kualitas karet alam di Provinsi Jambi. Salah satu upaya Pemerintah Daerah Provinsi Jambi yang terkini dalam lingkup peningkatan kesejahteraan petani karet rakyat adalah Kebijakan Pengembangan Karet Rakyat Jambi yang terdiri dari Program Peremajaan Karet Rakyat yang dilakukan secara bertahap hingga seluas 130.656 Ha selama periode tahun 2006-2010 dan Program Perluasan Areal Karet rakyat seluas 25.294 Ha pada periode tahun yang sama. Meskipun belum terpenuhi dengan baik, program peremajaan tersebut direncanakan telah akan meremajakan karet rakyat seluas 17.500 Ha pada tahun 2006 yang lalu. Berbagai kendala teknis dan non teknis yang saling berkaitan seperti penentuan CPCL, ketersediaan bibit, distribusi sarana produksi pertanian serta iklim yang tidak kondusif ditengarai menjadi faktor penyebab belum terwujudnya luasan areal 6

peremajaan karet rakyat sesuai dengan yang direncanakan. Bermodalkan pengalaman dari belum berhasilnya program pada tahun pertama tersebut, program peremajaan karet rakyat Provinsi Jambi direncanakan akan dilanjutkan pada tahun 2007 dengan target luasan areal yang lebih besar. Selain mencermati faktor pemicu kegagalan program sebagaimana ditengarai diatas, kesiapan petani karet rakyat sebagai subyek dalam pelaksanaan program peremajaan karet rakyat juga perlu mendapatkan perhatian. Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu, terdapat tiga kelompok petani karet rakyat di wilayah Provinsi Jambi. Pola keterlibatan emosional masing masing kelompok petani karet rakyat tersebut dalam proses produksi menyebabkan penguasaan teknologi dan faktor produksi diantara mereka menjadi berbeda. Beberapa permasalahan yang diduga dapat menjadi kendala keberhasilan petani sebagai subyek dalam program peremajaan karet rakyat dengan demikian adalah menyangkut penguasaan faktor produksi lahan, modal yang meliputi input produksi, sumberdaya manusia petani yang menyangkut penguasaan teknologi, serta kelembagaan petani. D.1. Sumberdaya Lahan Sesuai dengan tujuan utama dari kebijakan pengembangan karet rakyat Provinsi Jambi yakni meningkatkan kesejahteraan petani karet rakyat yang masih tergolong rendah, maka kelompok petani yang menjadi sasaran kebijakan tersebut adalah kelompok petani pemilik penggarap. Salah satu gambaran umum yang melekat pada kelompok petani penggarap adalah pemilikan areal perkebunan yang tidak terlalu luas, sistem ekonomi yang mengandalkan pendapatan dari usahatani karet, serta rata rata pendapatan yang relatif rendah. Tiga gambaran yang pada hakekatnya saling terkait tersebut pada kondisi tertentu dapat menjadi kendala bagi petani karet rakyat untuk merelakan sebahagian dari lahan tersebut untuk diremajakan. D.2. Sumberdaya Modal Gambaran lain dari petani karet rakyat pemilik penggarap adalah penggunaan teknologi produksi yang masih tradisional. Tanaman karet yang diusahakan pada umumnya masih berasal dari bibit sapuan dengan kemampuan produksi yang masih rendah. Rata rata tingkat produktivitas usahatani karet rakyat di Provinsi Jambi masih 714 Kg/Ha/tahun (KKK = 100 %). Dengan rata rata harga karet alam KKK = 100 % senilai US $ 1,84 /Kg, yakni harga ratarata karet kering SIR-20 pada bulan September 7

2006, maka rata rata petani karet rakyat Jambi hanya mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp. 11.823.840 per Keluarga per petani. Rata rata pendapatan tersebut masih lebih rendah dari pendapatan minimal pendapat keluarga untuk lepas dari garis kemiskinan menurut standar Bank Dunia. Rata rata pendapatan tersebut akan semakin rendah dengan masih besarnya keinginan pedagang perantara untuk menekan harga bokar ditingkat petani hingga serendah mungkin. Poin penting yang ingin ditunjukkan dalam hal ini adalah bahwa petani karet rakyat Provinsi Jambi masih memiliki keterbatasan kemampuan penumpukan modal untuk dapat mendukung keberhasilan program peremajaan karet rakyat. Rendahnya kemampuan sumberdaya modal yang dimiliki oleh petani karet rakyat sayangnya tidak ditunjang oleh tersedianya dana khusus (paket kredit) dengan suku bunga yang wajar yang dapat dimanfaatkan petani karet rakyat untuk menunjang keberhasilan peremajaan tanaman karet yang dimiliki. D.3. Sumberdaya Manusia Faktor internal petani karet rakyat lainnya yang dapat menjadi penghambat bagi mereka untuk dapat berhasil berkontribusi dalam program peremajaan karet rakyat di Provinsi Jambi adalah penguasaan teknologi produksi yang masih sangat terbatas. Berbeda dengan kelompok petani tanaman pangan yang telah memiliki pola introduksi teknologi baru yang baku, pada kelompok petani perkebunan masih sangat jarang dijumpai lembaga kelompok tani yang dapat dimanfatkan sebagai sarana penyuluhan pertanian. Akibatnya adalah petani karet rakyat masih melakukan teknologi budidaya yang diwarisi dari orangtua mereka. Pendapat yang mengatakan bahwa bibit karet sapuan lebih tahan terhadap hama dan gulma menyebabkan sejumlah petani masih enggan menggunakan bibit unggul dan mengusahakan perkebunan karet yang mereka miliki dengan menggunakan input dan perawatan minimal. Gambaran umum yang dapat dilihat hampir pada seluruh areal perkebunan karet rakyat di Provinsi Jambi adalah areal hutan karet yang bercampur dengan semak belukar serta jarak tanaman yang tidak beraturan. E. PENUTUP Keberhasilan program peremajaan karet rakyat disamping perlu mengantisipasi faktor teknis pengadaan bibit, distribusi sarana produksi serta ketidak bersahabatan 8

iklim, juga perlu secara lebih matang mempersiapkan calon petani peserta dan memposisikan mereka sebagai subyek dalam pelaksanaan program tersebut. Masih tergolong rendahnya kemampuan petani karet rakyat dalam melakukan penumpukan modal (tabungan) kiranya perlu diantisipasi dengan cara p emberian alternatif pendapatan sebagai pengganti dari sebahagian areal perkebunan karet yang diremajakan. Bantuan sarana produksi tanaman musiman yang dapat diusahakan sebagai tanaman sela menjelang tanaman yang diremajakan dapat memberikan hasil sebagai misal dapat diikutkan dalam paket peremajaan karet rakyat yang dilakukan. Kenyataan masih terdapatnya sejumlah petani karet rakyat yang lebih memilih menggunakan teknologi tradisional dalam mengusahakan perkebunan karet yang dimiliki secara implisit menunjukkan perlunya upaya perubahan perilaku usahatani petani karet rakyat di Provinsi Jambi. Perubahan perilaku petani melalui kelembagaan penyuluhan pertanian/perkebunan yang ditata seefektif sistem penyuluhan pertanian tanaman pangan juga perlu dipertimbangkan sebagai paket program dalam program peremajaan karet rakyat yang dilakukan. 9