PARALISIS BELL. Pendahuluan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Bell s palsy

BELL S PALSY Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuclear, dan infranuklear.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar

Assalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Bell s palsy. Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN

LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY. Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELLS PALSY DEXTRA DI RSAL. DR.RAMELAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

Disusun oleh: RUSTRIA IKA PURWANINGSIH J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH

NERVUS FASIALIS (N.VII)

PERBEDAAN TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

PROSES ASUHAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY SINISTRA DI RSAL. DR.RAMELAN SURABAYA

Herpes Zoster Oicus DEFINISI

BELL S PALSY I. Pengertian II. Anatomi Perjalanan Nervus Facialis

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan. kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

PENGARUH ANESTESI LOKAL SAAT PENCABUTAN GIGI TERHADAP TERJADINYA BELL S PALSY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi

Bell s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah. Viqtor Try Junianto / C2. Universitas Kristen Krida Wacana

BAB I PENDAHULUAN. Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai

MANFAAT TERAPI MANIPULASI SARAF FASIALIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL OTOT-OTOT WAJAH PADA PENDERITA BELL S PALSY

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELLS PALSY SINISTRA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY DEXTRA DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

TUTORIAL KLINIK. : dr. Hj. Tri Wahyuliati, Sp.S, M.Kes Tanggal Periksa : 26 Desember 2015

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

SINDROMA GUILLAINBARRE

BAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang

Facial Palsy. 1. Definisi

GEJALA DAN TANDA DINI STROKE. Harsono

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAN BELL S PALSY

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK TERHADAP BELL S PALSY DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PERIODE DESEMBER 2014 JANUARI 2015

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL SPALSYDEXTRA

Pemeriksaan Neurologis : Fungsi Nervus Cranialis

LAPORAN KASUS BELLS PALSY IPSILATERAL SINISTRA

DEWI TRI MAULITA J

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Oleh : J FAKULTAS

Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris (Laporan Kasus)

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.

TINJAUAN ANATOMI KLINIK DAN MANAJEMEN BELL S PALSY

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY DEXTRA DI RSUD SALATIGA

Herpes Zoster Otikus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peran fisioterapi memberikan layanan kepada individu atau kelompok

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

BAB 2 TEMPOROMANDIBULA DISORDER. sejumlah masalah klinis yang berkaitan dengan ganguan pada otot-otot pengunyahan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY SINISTRA DI RSU AISYIYAH PONOROGO

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,

BELL S PALSY. Terapi Akupuntur Untuk Penderita Bell s Palsy. Rido Maulana ( )

Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan

Tanya-jawab herpes. Apa herpes itu? Seberapa umum kejadian herpes? Bagaimana herpes menular? Apa yang terjadi saat herpes masuk tubuh?

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Rehabilitasi pada perdarahan otak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009,

PENGARUH PENAMBAHAN MANIPULASI SARAF FASIALIS PADA TERAPI LATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL BELL S PALSY SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

BAB I PENDAHULUAN. jantung sebagai pemompa, kelainan dinding pembuluh darah dan komposisi

1. Nama Penyakit/ Diagnosis : Sindrom Down

BAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan yang dilakukan setiap hari dapat menimbulkan berbagai macam. penyakit. Salah satunya adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

Gangguan Neuromuskular

BELL S PALSY PENDAHULUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY DEXTRA DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Carpal tunnel syndrome

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Vertigo adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

EFEKTIVITAS DAN KENYAMANAN TRANCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DALAM MENGURANGI NYERI KRONIK MUSKULOSKELETAL PADA USIA LANJUT

BAB I PENDAHULUAN. optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

LEAF. Book Bacaan ringkas & terpercaya. & apa yang harus anda ketahui untuk mencegah STROKE

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Otak dan Saraf Kranial. By : Dyan & Aulia

MENGENAL GUILLAIN BARRE SYNDROME) (GBS) Tutiek Rahayu Dosen Jurdik Biologi FMIPA UNY

Fungsi nervus trokhlearis Fourth Nerve Palsy ( FNP ) Lesi setingkat nukleus

Transkripsi:

PARALISIS BELL Pendahuluan Paralisis Bell (Bell's palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun demikian lebih sering terjadi pada umur 20 50 tahun. Peluang untuk terjadinya Paralisis Bell pada laki laki sama dengan pada wanita. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya paralisis Bell lebih tinggi daripada pada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat. Para ahli menyebutkan bahwa pada Paralisis Bell terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen stilomastoideus. Paralisis Bell ini hampir selalu terjadi unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Paralisis fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit penyakit tertentu, misalnya diabetes melitus, hipertensi berat, anastesi lokal pada pencabutan gigi, infeksi telinga bagian tengah, sindrom Guillain Barre, kehamilan trimester terakhir, meningitis, perdarahan dan trauma. Apabila faktor penyebabnya jelas maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya Paralisis Bell. Gejala dan Tanda Klinik

Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan dimulut pada saat anak bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan adanya kelainan didaerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya lebih cermat dengan menggunakan cermin. Mulut tampak mencong terlebih pada saat meringis kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos). Waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka bola mata tampak terputar ke atas (tanda Bell). Penderita tak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh. Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi. a. Lesi di luar foramer: stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul diantara pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus. b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (dua pertiga bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis. c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (a) dan (b), ditambah dengan adanya hiperakusis. d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b) dan (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrane timpani dan konka. Sindrom Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpetic terlihat di membrane timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina. e. Lesi di meatus akustikus Internus Gejala dan tanda klinik seperti di atas ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya nervus akustikus. f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus abdusens, nervus aksesorius, dan nervus hipoglosus. Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa paralisis Bell, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinik: air mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus fasialis menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivarius submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivarius tetapi dalam perkembangannya terjadi salah jurusan menuju ke glandula lakrimalis. Terapi

Kepada para penderita berusia pertengahan sampai lanjut perlu diberikan pengertian bahwa apa yang dialaminya bukanlah tanda stroke. Hal ini perlu ditekankan karena penderita dapat mengalami stress yang lebih berat sebagai akibat dari salah pengertian. Sebab-sebab terjadinya paralisis fasialis perifer harus dijelaskan kepada para penderita, agar mereka tidak akan panik lagi. Terapi harus diberikan seawalmungkin karena proses denervasi terjadi dalam waktu 4 hari pertama. Pemberian kortikosteroid masih tetap kontroversial. Berbagai laporan menyatakan bahwa kortikosteroid sangat efektif untuk Paralisis Bell, sementara itu laporan lainnya menyatakan bahwa kortikosteroid sama sekali tidak bermanfaat. Diantara kontroversi tadi ada yang mengambil sikap jalan tengah, ialah dengan memberi saran agar kortikosteroid tetap diberikan hanya saja cukup dalam waktu 4 hari pertama saja. Alasannya ialah bahwa dalam waktu 4 hari tadi masih mungkin terjadi proses kea rah paralisis total. Kornea harus dilindungi terutama pada waktu tidur karena dapat terjadi kekeringan. Apabila kornea kering maka akan mudah terjadi ulserasi dan infeksi yang akhirnya dapat menimbulkan kebutaan. Fisioterapi (masase otot wajah, diatermi, faradisasi) dapat dikerjakan seawall mungkin. Disarankan agar dalam 7 hari pertama cukup diberi diatermi dan sesudahnya dikombinasi dengan faradisasi. Penderita juga perlu dilatih untuk dapat melakukan masase otot wajah dirumah. Prognosis Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam waktu 3 bulan. Paralisis ringan atau sedang pada saat awitan merupakan tanda prognosis baik. Denervasi otot-otot wajah sesudah 2-3 minggu menunjukkan bahwa terjadi

degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan pemulihan yang lebih lama dan tidak sempurna. Pulihnya daya pengecapan lidah dalam waktu 14 hari pasca awitan biasanya berkaitan dengan pulihnya paralisis secara sempurna. Apabila lebih 14 hari, maka hal tersebut menunjukkan prognosis yang buruk. Daftar Pustaka 1. Chusid, J.G.1976. Correlative Neuroanatomy And Functional Neurology, 16 th ed. Lange Medical Publications, Tokyo. 2. Donaldson, J.O.1991. neurological problems of pregnancy, dalam W.G. Bradley et al (eds): Neurology in Clinical Practice, Butterworth Heinemann, Boston pp.809-815. 3. Finelli, P.F., & Mair, R.G. 1991. Disturbance of taste and smell, dalam W.G. Bradley et al (eds): Neurology in Clinical Practice, Butterworth Heinemann, Boston pp. 209-216. 4. Hanson, M.R., & Sweeney, P.J. 1991. Lower cranial neuropathies, dalam W.G. Bradley et al (eds): Neurology in Clinical Practice, Butterworth Heinemann, Boston pp. 217-229. 5. Matthews, B. 1987. Bell s palsy, Medicine 2 (16): 1985-37. 6. Sweeney, P.J., & Hanson, M. 1991. The cranial neuropathies, dalam W.G. Bradley et al (eds): Neurology in Clinical Practice, Butterworth Heinemann, Boston pp. 1549-61.

7. Walshe III, T.M. 1982. Diseases of nerve and muscle, dalam M.A. Samuels (ed): Manual of Neurologic Therapeutic, 2 nd ed. Little Brown Company, Boston, pp 365-404.