KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

DAFTAR REFERENSI. Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrachman, H.M., Hukum Acara Perdata, Jakarta : Universitas Trisakti, 2003

BAB III PENUTUP. keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Van Koophandel (WvK), buku Ketiga yang berjudul Van de Voordieningen in Geval

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

DAFTAR PUSTAKA. A. Abdurrachman, 1991 : 89, dalam Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

ADHAPER J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ISSN Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian saat ini memunculkan cara berfikir seseorang

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

HUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000).

SKRIPSI PEMBAGIAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA. Oleh : HERU PERMANA PUTRA PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I)

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

Heri Hartanto - FH UNS

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir. Badan Hukum Bandung: Alumni. Amos, Abraham. Legal Opinion Jakarta:Raja Grafindo Persada

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D

DAFTAR PUSTAKA. Apeldoorn, L. J. Van. Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2001.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

DAFTAR PUSTAKA. Fuady, Munir, 2003, Perseroan Terbatas: Paradigma Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB III PENUTUP. belum dapat berjalan dengan baik. Kurangnya konsistensi dalam

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. Oleh : Linda Firdawaty * Abstraksi

DAFTAR PUSTAKA. Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan menimbulkan masalah-masalah berantai, yang apabila tidak. adanya perangkat hukum yang mendukungnya.

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

KESALAHAN PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING VI

DAFTAR PUSTAKA. Ahmad, Baharuddin, 2008, Hukum Perkawinan di Indonesia, Studi Historis Metodologi, Syari ah Press, Jambi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN ARBITRASE. dari istilah failliet.istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu failliet

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Bogor, Ghalia Indonesia, 2009.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

DAFTAR PUSTAKA. Amirin, Tatang M., Pokok-pokok Teori Sistem, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

DAFTAR PUSTAKA. Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

HAK HAK KARYAWAN PADA PERUSAHAAN PAILIT (STUDI TENTANG PEMBERESAN HAK KARYAWAN PADA KASUS PERUSAHAAN PT. STARWIN) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

DAFTAR PUSTAKA. Hariwijaya, M. dan Bisri M. Djaelani, 2008, Teknik Menulis Skripsi dan Thesis, Hanggar Kreator, Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal

Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

DAFTAR PUSTAKA. Amriani, Nurnaningsih, 2011, Mediasi : Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

Transkripsi:

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : SHAFIRA HIJRIYA 07140080 PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 No. Reg. 3256/PK I/04/2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kepailitan bukan merupakan lembaga yang baru dalam sistem hukum Indonesia. Indonesia telah memiliki peraturan yang mengatur tentang kepailitan karena diwarisi dari zaman Hindia Belanda, yang diatur dalam Verordening op het Faillissement en de Surseance van Betaling de Europeanen in Nederlands Indie (Faillissement Verordening), Staatsblaad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblaad 1906 Nomor 348. Berdasarkan Staatsblaad 1906 Nomor 348 maka Peraturan Kepailitan mulai berlaku tanggal 1 November 1906 dan selanjutnya tidak berlaku lagi ketentuan-ketentuan dalam Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD). 1 Terjadinya krisis ekonomi dan gejolak moneter tahun 1997 yang melanda Indonesia telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan nasional. Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya sangat terganggu, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya tidak mudah, mengingat modal yang diperoleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi, maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian piutang. 1 M.Hadi Subhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal.5-6.

Pada tanggal 22 April 1998, Pemerintah mengundangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissement Verordening, Staatsblaad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblaad 1906 Nomor 348), yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, karena peraturan yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat untuk penyelesaian utang piutang. Salah satu perubahan terpenting dari peraturan kepailitan tersebut adalah pembentukan Pengadilan Niaga. Pembentukan Pengadilan Niaga masih dalam lingkup Pengadilan Negeri waktu itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaaan Kehakiman juncto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaaan Kehakiman. 2 Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999, 18 Agustus 1999, didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga seperti masalah kepailitan dan masalah-masalah yang terkait dengan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). 3 2 Ibid,hal.101. 3 Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia, Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perkembangannya Dalam Era Globalisasi, tersedia di http://www.bappenas.go.id, diakses tanggal 25 Desember 2009.

Dalam perkembangannya, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan mengalami perubahan dan penyempurnaan lagi menjadi Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 4 1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur; 2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Di dalam pelaksanaan perjanjian antara debitur dan kreditur, biasanya tidak selalu berjalan lancar sehingga dalam menyepakati suatu perjanjian para pihak adakalanya memasukkan klausula arbitrase dalam perjanjian tersebut. Klausula arbitrase ini sangat penting bagi para pihak apabila terjadi sengketa atau perselisihan diantara para pihak. Perselisihan yang terjadi dapat diselesaikan melalui peradilan umum atau arbitrase, tetapi pada saat ini para pihak cenderung menggunakan arbitrase daripada peradilan umum. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa dengan menunjuk pihak ketiga sebagai arbiter yang diberi wewenang untuk 4 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

memutuskan sengketa. Arbitrase memiliki kelebihan dibandingkan dengan peradilan umum antara lain : 5 1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak; 2. Dapat dihindarkan kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan administratif; 3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur, dan adil; 4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase;dan 5. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Para pihak jika dalam perjanjiannya sepakat akan menggunakan arbitrase dalam hal terjadi perselisihan atau sengketa terhadap pelaksanaan perjanjian yang mereka buat maka para pihak tersebut akan menggunakan arbitrase sebagai penyelesaiannya. Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, jika debitur sudah berada dalam keadaan berhenti membayar atau sudah tidak mampu lagi membayar utang-utangnya dapat dijatuhi putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, baik atas permohonan kreditur maupun debitur itu sendiri atau pihak lainnya yang ditentukan menurut undang-undang ini. Akan tetapi, apabila dalam perjanjian tersebut memuat klausula arbitrase, apakah debitur atau kreditur dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa perkara tersebut, atau diselesaikan melalui prosedur arbitrase sesuai dengan isi perjanjian. 5 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dalam hubungannya dengan masalah sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase, Sutan Remy Sjahdeini pernah berpendapat bahwa sengketa kepailitan merupakan sengketa yang seyogyanya dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase. Dengan kata lain, lembaga arbitrase seharusnya berwenang untuk menyelesaikan sengketa kepailitan, disamping Pengadilan Niaga. Namun, berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung, Putusan No.21/PK/N/1999, ditentukan bahwa perkara kepailitan tidak dapat diajukan penyelesaiannya kepada arbitrase, karena telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, sesuai dengan Pasal 280 ayat (1), yang berwenang memeriksa dan memutus perkara kepailitan adalah Pengadilan Niaga. 6 Hal ini kemudian dikuatkan dengan Pasal 303 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, yaitu Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) undangundang ini. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE. 6 Achmad Daniri, Memilih Arbitrase Untuk Atasi Sengketa, tersedia di http://www.governanceindonesia.com, diakses tanggal 25 Desember 2009.

B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari apa yang penulis kemukakan dalam latar belakang pemilihan judul di atas maka dalam ruang lingkup permasalahan ini penulis perlu membatasi sedemikian rupa agar masalah yang dibahas tidak menyimpang dari sasarannya. Untuk mengatasi permasalahan ini maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kompetensi Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase? 2. Apakah kreditur dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga apabila terdapat klausula arbitrase? 3. Bagaimanakah penyelesaian perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase, jika dilihat dari penerapan asas hukum lex specialis derogat lex generalis? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kompetensi Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase. 2. Untuk mengetahui apakah kreditur dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga apabila terdapat klausula arbitrase.

3. Untuk mengetahui penyelesaian perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase, jika dilihat dari penerapan asas hukum lex specialis derogat lex generalis. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Untuk memperdalam dan memperkaya khasanah pengetahuan di bidang hukum perdata, khususnya dalam hal penyelesaian perkara kepailitan di Pengadilan Niaga, dalam rangka untuk memperoleh kepastian hukum. 2. Manfaat Praktis Untuk memberikan kepastian hukum bagi para kreditur, debitur, dan praktisi hukum dalam menyelesaikan perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam Bab III sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak perlu diragukan lagi bahwa Pengadilan Niaga tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 303 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Kebebasan berkontrak (Choice of Law) yang ada dalam perkara kepailitan tidak berpengaruh atau tidak berlaku mutlak. 2. Kreditur dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga apabila terdapat klausula arbitrase, persyaratannya tetap mengacu pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan prosedur permohonan pailit yang diajukan oleh kreditur terhadap debitur yang terikat klausula arbitrase pun juga sama dengan proses kepailitan biasa. Kreditor juga tetap dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga walaupun sebelumnya permohonan pailit tersebut telah diajukan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

3. Penyelesaian perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase, jika dilihat dari penerapan asas hukum lex specialis derogat lex generalis dalam beberapa kasus yang ada diselesaikan dengan penafsiran hukum oleh majelis hakim yang menjadi yurisprudensi bagi hakim selanjutnya, sehingga telah menempatkan undang-undang kepailitan sebagai lex specialis dan undang-undang arbitrase sebagai lex generalis. B. Saran 1. Dengan adanya beberapa kasus perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase yang telah diputus dan semuanya telah mempunyai kekuatan hukum tetap berarti sudah dapat dijadikan yurisprudensi tetap dan salah satu sumber hukum di Indonesia yang dapat menjadi pedoman bagi para hakim. 2. Pemerintah hendaknya dapat segera memikirkan untuk membuat suatu peraturan atau lembaga tertentu yang berwenang menyelesaikan apabila timbul masalah mengenai tumpang tindih antara peraturan khusus yang satu dengan peraturan khusus yang lain, misalnya antara Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dengan Undang-Undang Arbitrase. 3. Perlu adanya undang-undang khusus yang mengatur mengenai Pengadilan Niaga sehingga dapat dibandingkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dengan Undang-Undang Arbitrase, seandainya ada fenomena hukumnya akan mengalami perubahan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Buku Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006. Fuady, Munir, Hukum Pailit, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Harahap, M. Yahya, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta, 1991. Hartono, Sumarti, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Liberti, Yogyakarta, 1981. Hoff, Jerry, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia (Indonesia Bankruptcy Law), diterjemahkan oleh Kartini Muljadi, Tatanusa, Jakarta, 2000. Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1988. Nating, Imran, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Prodjohamidjojo, Martiman, Proses Kepailitan, Mandar Maju, Bandung, 1999. Purwosutjipto, Pengertian dan Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 8 : Perwasitan, Kepailitan, dan Penundaan Pembayaran, Djambatan Jakarta,.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002. Subhan, M. Hadi, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, Mandar Maju, Bandung, 1997 Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Kepalitan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004. Widjaja, Gunawan, Resiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit, Forum Sahabat, Jakarta, 2009. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002. Seminar dan Makalah Aria Suyudi et. al., Kepailitan di Negeri Pailit : Analisis Hukum Kepailitan Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004. Ricardo Simanjuntak, Klausula Arbitrase dan Wewenang Pengadilan Niaga- Penyempurnaan Undang-Undang Kepailitan, Kerjasama antara Pusat Pengkajian Hukum dan Mahkamah Agung RI, Jakarta, 11-12 Juni 2002.

Perundang-undangan Het Herziene Indonesische Reglement (HIR). Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg). Reglement op de Rechtsverordering (RV). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaaan Kehakiman juncto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang. Yurisprudensi Putusan Pengadilan Niaga Nomor 14/PAILIT/1999/PN.NIAGA.JKT.PST. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 32/PAILIT/1999/PN.NIAGA.JKT.PST. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 81/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST. Putusan Pengadilan Niaga Nomor 36/PAILIT/2003/PN.NIAGA.JKT.PST. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 12/K/N/1999. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 19/K/N/1999. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 06/K/N/2001. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/2004. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 13/PK/N/1999. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 20/PK/N/1999. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 04/PK/N/2001. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 09/PK/N/2004. Internet Achmad Daniri, Memilih Arbitrase Untuk Atasi Sengketa, tersedia di www.governance-indonesia.com, diakses tanggal 25 Desember 2009. Aria Suyudi, Kepailitan dan Arbitrase, tersedia di www.hukumonline.com, diakses tanggal 21 Januari 2011.

Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia, Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perkembangannya Dalam Era Globalisasi, tersedia di www.bappenas.go.id, diakses tanggal 25 Desember 2009. Pan Mohamad Faiz, Kemungkinan Diajukannya Perkara dengan Klausula Arbitrase ke muka Pengadilan, tersedia di http://www.blogger.com, diakses tanggal 30 Desember 2010. Peradilan Niaga, tersedia di www.viedkamedia.wordpress.com, diakses tanggal 30 Desember 2010. Kamus Hukum, tersedia di www.kamushukum.com, diakses tanggal 30 Desember 2010.