PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING (FSW) ALUMINIUM 2024 Agus Duniawan Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin IST AKPRIND Yogyakarta e-mail: agusduniawan@gmail.com Abstrak Friction stir welding (FSW) adalah teknik pengelasan yang relatif masih baru,kelebihan las ini adalah mampu mengelas bahan aluminum paduan yang tidak dapat dilas dengan metode cair. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil lasan adalah Post Weld Heat Treatment (PWHT). Pada penelitian ini dilakukan pengelasan Friction Stir Welding pada aluminium 2024 dengan mesin miling pada putaran 1000 rpm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PWHT (150 C, 200 C, dan 250 C) dengan waktu PWHT 8 jam terhadap kekerasan, kekuatan tarik dan kekuatan tekan dari sambungan aluminium 2024 hasil dari FSR welding. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa daerah Haz dan daerah las (stir zone) menunjukan pelunakan jika dibandingkan dengan logam induk aluminum 2024. Dengan PWHT didapatkan bahwa kekerasannya menurun jika dibandingkan dengan non PWHT untuk setiap variasi temperature. Sambungan FSW non PWHT kekerasan pada daerah las (stir zone) sebesar 105,6 VHN,sedangkan pada spesimen PWHT untuk variasi temperature 150, 200, 250 0 C kekerasan menurun menjadi masing-masing 93,4 VHN, 79 VHN, 74,1 VHN.Demikian pula kekuatan tarik dan tekan menurun dengan PWHT. Kekuatan tarik dan tekan dengan PWHT untuk variasi temperature 150, 200, 250 0 C adalah(26,09 kg/mm 2 ; 43.04 kg/mm 2 ), (18,28 kg/mm 2 ; 33,89 kg/mm 2 ) dan(17,74 kg/mm 2 ; 27,19 kg/mm 2 )dan jika dibanding dengan kekuatan tarik dan tekan non PWHT (27,15 kg/mm 2 ; 46,72 kg/mm 2 ). Kata Kunci: FSW, Aluminium 2024, PWHT, tarik, tekan PENDAHULUAN Pengelasan adalah kumpulan teknologi untuk memperoleh suatu sambungan mati yang dilakukan dengan pemanasan yang mencapai temperatur titik cair dari logam dengan menggunakan bahan tambah atau tanpa bahan tambah. Friction stir welding (FSW) adalah teknik pengelasan yang relatif masih baru, kelebihan las ini adalah mampu mengelas bahan aluminum paduan yang tidak dapat dilas dengan metode cair. Pengelasan dengan metode FSW dipengaruhi oleh tiga parameter pengelasan yaitu: putaran pahat, kecepatan pengelasan, dan tekanan pengelasan. Dengan proses friction stir welding (FSW) mencegah penurunan sifat mekanis bahan yang dilas, karena proses pengelasan FSW tidak menyebakan over aging yang berakibat pada penurunan kekuatan bahan yang dilas. Aluminum 2024 merupakan aluminum paduan tempa, dapat diperlakukan panas, dengan paduan utama adalah Al Cu. Tujuan pada penelitian post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024, Mengetahui metode pengelasan friction stir welding (FSW), pengaruh parameter heat treatable berupa temperatur dan waktu terhadap distribusi kekerasan, struktur mikro pada daerah pengelasan, kekuatan tarik dan tekan. Manfaat memberikan informasi mengenai variable-variabel yang digunakan, mampu melakukan pengujian sifat mekanik dan melakukan proses post weld heat treatment (PWHT). Prinsip Friction Stir Welding, Gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek, dengan sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disatukan. TI-22
Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah pin/probe dengan material mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Panjang dari pin sedikit lebih rendah dari pada kedalaman atau tebal material yang akan dilas agar tidak bersentuhan dengan alas. Shoulder harus bersentuhan dengan material yang dilas untuk menekan dan menjaga material yang dalam kondisi lunak, titik lebur tool harus lebih tinggi dan lebih keras dari material yang akan dilas. Skema FSW ditunjukkan oleh Gambar 1. Gambar 1. Skema friction stir welding (www.m-osaka.com) Pengelasan ini memerlukan input energi yang rendah dan tidak menggunakan filler material. Proses pengelasan metode ini ada beberapa parameter penting yang sangat berpengaruh, yaitu: 1. Rancangan tool Pada friction stir welding (FSW) sebuah tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah shoulder dan sebuah probe yang dapat berintegrasi atau sebagai pemisah dari kemungkinan masuknya suatu material berbeda. keduanya juga bergerak pada kecepatan tetap dan bergerak melintang pada kedua sambungan. Panas yang dihasilkan dari gesekan tool dan material yang akan dilas sekitar 80% dari temperatur titik lebur material. Material tool harus memiliki titik cair yang lebih tinggi dari material las, Oleh sebab itu diharapkan material tool cukup kuat, keras dan liat pada temperatur pengelasan. Kecepatan merupakan parameter yang mempunyai tingkat kepentingan yang cukup besar. Ada dua kecepatan alat yang harus diperhitungkan dalam pengelasan ini yaitu seberapa cepat tool itu berputar dan seberapa cepat tool itu melintasi jalur pengelasan (joint line). Jika material tidak cukup panas maka arus pelunakan tidak akan optimal sehingga dimungkinkan terjadi cacat rongga atau cacat lain pada stir zone, dan tool akan rusak. Struktur mikro yang terjadi pada FSW terdiri dari kombinasi antara tool dan sifat dasar material yang disambung. Kombinasi itu menghasilkan sebuah struktur mikro yang bagus. Pada pengelasan FSW terjadi beberapa bagian struktur mikro yang unik, antara lain : 1.Stir zone adalah bagian yang bersentuhan langsung dengan probe dan shoulder. 2. Flow arm terdapat pada permukaan atas las, pada flow arm terbentuk alur-alur yang diakibatkan oleh gerakan shoulder pada material panas di sepanjang garis pengelasan. 3. TMAZ (thermomechanically affected zone) terjadi pada sisi stir zone. 4.HAZ (heat affected zone). Aluminum (Al) didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian 99,85% berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai kemurnian 99,99%, yaitu dicapai bahan dengan angka sembilanya empat. Sifat sifat alumunium ditunjukkan oleh Tabel 1. TI-23
Tabel 1. Sifat-sifat alumunium Sifat-sifat Kemurnian Al (%) 99,996 > 99,0 Masa jenis (20ºC) 2,6989 2,71 Titik cair (ºC) 660,2 653 657 Panas jenis (cal/g ºC)(100ºC) 0,2226 0,2297 Hantaran listrik (%) 64,95 59 (dianil) Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC) 0,00429 0,0115 Koefisien pemuaian (20 100 ºC ) 23,86X10 6 23,5X10 6 Jenis kristal, konstanta kisi fcc, a=4,013 kx fcc,a=4,04 kx (Surdia. T & Saito, 1999 : 134) Paduan aluminum yang mengandung magnesium sekitar 4% atau 10% mempunyai ketahanan korosi dan sifat mekanis yang baik, mempunyai kekuatan tarik di atas 30 kg/mm 2 dan perpanjangannya di atas 12% setelah perlakuan panas. Paduan ini disebut hidronalium dan dipakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia, kapal laut, papal terbang dan sebagainya yang membutuhkan ketahanan korosi. Proses heat treatment untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan aluminum dilakukan dalam tiga langkah yaitu: solution heat treatment, quenching dan age hardening. Dalam ketiga proses tersebut, parameter-parameter seperti temperatur pemanasan, laju pemanasan, laju pendinginan dan waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik. Gambar 2 memperlihatkan proses heat treatment yang diberlakukan pada aluminum yang terdiri dari solution treatment, quenching dn age hardening Gambar 2. Diagram proses heat treatment aluminum (Davis, 1993 : 330) Proses solution heat treatment dilakukan dengan memanaskan material aluminum sampai temperatur solid solution, kemudian diberikan waktu penahanan yang cukup agar terbentuk fasa solid solution yang homogen. Proses quenching pada aluminum dilakukan setelah proses solution heat treatment mencapai single phase solid solution. Proses quenching dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya difusi dari atom solid solution sehingga terbentuk fasa supersaturated solid solution pada temperatur kamar. Pada proses aging terjadi proses presipitasi dari atom solid solution melalui nukleasi dan pertumbuhan butir dari atom solute menjadi nucleasi presipitat. Pengerasan maksimum dan kekuatan maksimum terjadi bila paduan aluminum diaging dengan temperatur aging rata-rata antara 120 C dan 220 C, dengan laju aging sebesar 300 C tiap jam, serta dengan variasi penahanan aging dari dua jam sampai dua puluh empat jam. Pengujian Kekerasan dengan Metode Vickers Nilai kekerasan suatu material diberikan rumus sebagai berikut: 1,854P VHN (1) 2 d TI-24
dengan: P = Beban (kg) d = Panjang diagonal rata rata jejak (mm). Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Gambar 3. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers (Yuwono, 2009 : 18) Struktur mikro. menggunakan alat untuk mengamati struktur mikro, yaitu: mikroskop cahaya, Hasil dari pengamatan struktur mikro ini akan diperlihatkan berbagai fase untuk diidentifikasi. Pada pengamatan struktur mikro yang diamati adalah ukuran butiran, bentuk butiran dan larutan padat yang terbentuk. Pada pengujian tarik benda uji diberi beban tarik yang besarnya secara kontinu dan satu sumbu terhadap benda uji yang diamati pertambahan beban (F) & pertambahan panjang ( l). Tegangan (stress) yang terjadi pada benda uji adalah beban (F) persatuan luas penampang (A): F kg t 2 A mm 0 (2) Sedang pertambahan panjang dinyatakan dengan regangan yaitu pertambahan panjang dibagi dengan panjang awal (L o ) pada panjang ukur (gage length): l L t L0 t L0 L0 (3) Gambar 4. Kurva tegangan regangan (Harsono W. & T. Okumura, 2000 : 182) Keterangan untuk Gambar 4. yang merupakan grafik hubungan antara tegangan dan regangan adalah sebagai berikut: TI-25
1. Garis OP adalah garis lurus pertambahan beban sebanding dengan pertambahan panjang disebut juga daerah proposional atau daerah Elastis. Pada daerah elastis berlaku Hukum Hooke: F L0 l atau E A0 E (4) 2. Garis B F daerah Necking terjadi reduksi luas penampang, atau deformasi ditentukan dengan persamaan: A f 100% (5) A 0 3. Titik F (break) titik putus (tegangan putus). Hubungan tegangan regangan teknik dan tegangan-regangan sebenarnya: a. Sebelum necking: s = ln ( t + 1 ) dan s (6) = t ( t + 1 ). b. Setelah necking : A 0 F s ln dan s A A (7) f 1 METODE PENELITIAN Diagram Alir Penelitian, post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024 yang mengalami proses penyambungan dengan friction stir welding ditunjukkan oleh diagram alir (flowchart) Gambar 5. Aluminum 2024 Proses pengelasan dengan mesin milling pada putaran 1000rpm Pembuatan spesimen PWHT Temperatur : 150 C, 200 C, dan 250 C Holding time : 8 jam Pendinginan : Furnace PENGAMBILAN DATA 1. Harga kekerasan 2. Kekuatan tarik 3. Kekuatan tekan 4. Foto mikro Analisa dan Pembahasan Kesimpulan Gambar 5. Diagram alir penelitian TI-26
Tabel 2. Komposisi kimia Al 2024 Unsur (%) Si (silicon) 0,30 Fe (besi) 0,35 Cu (tembaga) 4,35 Mn (mangan) 0,70 Mg (magnesium) 1,5 Zn (seng) 0,15 Ti (titanium) 0,09 Al (aluminum) 92,56 Gambar 6. Spesimen uji tarik (a) (b) Gambar 7. Hasil pengelasan aluminum 2024; (a) permukaan lasan, (b) dasar lasan Tabel 3 Pengkodean spesimen No Kode Keterangan 1 TT Las non PWHT 2 T 150 PWHT dengan temperatur 150 C 3 T 200 PWHT dengan temperatur 200 C 4 T 250 PWHT dengan temperatur 250 C PEMBAHASAN Analisa pengamatan Struktur Mikro Pengambilan foto pada daerah pengelasan, meliputi Logam induk, daerah las (stir zone), dan HAZ, ilustrasi pembagian daerah pada FSW ditunjukkan oleh Gambar 8. B A. Daerah pengelasan (stir zone) B. Daerah HAZ C. Logam induk Gambar 8. Daerah pada spesimen hasil pengelasan C A Gambar hasil foto mikro menggunakan pembesaran 200 kali, dengan spesimen TT, T150, T200, dan T250 ditunjukkan oleh Gambar 9. B C TI-27
Gambar 9. Struktur mikro logam induk HAZ.TT HAZ. T.150 STIR ZONE TT STIR ZONE T 150 HAZ.T.200 HAZ T.250 STIR ZONE T.200 STIR ZONE T.250 Gambar 10. Struktur mikro Daerah HAZ dan stir zone Sruktur mikro yang terjadi tergantung dari komposisi unsur kimia. Pada proses pengelasan FSW, hasil pengelasan mengalami deformasi temperatur yang tinggi yaitu 80% dari titik cairnya, yaitu sekitar 525 o C. Pengaruh panas dan efek tempa dari tool mengakibatkan struktur butir berbeda. Struktur mikro Al-Cu-Mg terdiri dari struktur Al, Al 2 Cu dan Al 2 CuMg (ASM HANDBOOK VOL 9, 2004:1691-1692) yang perlakuan panas tidak merubah bentuk struktur mikro Al 2024, perlakuaan panas mengakibatkan pembentukan enadapan beruapa Al 2 Cu dan Al 2 CuMg yang terkonsentrasi pada satu posisi dan meninggalkan struktur Al, hal ini dapat dilihat dari foto struktur mikro pada Gambar 10, foto mikro pada T 250 memiliki bercak hitam (enadapan) Al 2 Cu dan Al 2 CuMg yang tampak terkonsentrasi, berbeda dengan foto mikro TT, T 150, dan T 250 yang konsentrasi bercak hitam lebih merata pada semua bagian. Pengujian kekerasan, daerah pengelasan pada Logam las (stir zone), HAZ, dan Logam induk Pengambilan data dilakukan terhadap spesimen dengan jarak antara titik pengujian sebesar 2 mm. -10-9 -8-7 -6-5 -4-3 -2-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 Gambar 11. Jejak uji kekerasan pada spesimen TI-28
Harga Kekerasan (VHN) Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Tabel 4. Hasil pengujian kekerasan Daerah Harga Kekerasan (VHN) Titik Las TT T 150 T 200 T 250 10 mm 5 146,9 145,4 146,9 104,8 8 mm 4 148,4 141,2 141,2 103,0 6 mm 3 120,4 127,2 119,3 103,0 4 mm 2 117,2 97,3 96,5 101,3 2 mm 1 105,6 89,1 93,4 82,0 Stir Zone 0 105,6 93,4 79,0 74,1 2 mm -1 118,3 116,2 122,6 72,5 4 mm -2 159,3 120,4 128,4 104,8 6 mm -3 154,5 145,4 141,2 106,5 8 mm -4 149,8 145,4 130,8 110,2 10 mm -5 151,4 142,6 137,8 116,2 159.3 160 151.4 142.6 137.8 149.8 145.4 154.5 145.4 141.2 150 140 148.4 141.2 146.9 145.4 116.2 130.8 110.2 106.5 128.4 120.4 104.8 130 122.6 120 118.3 116.2 110 100 90 105.6 93.4 105.6 93.4 89.1 117.2 101.3 97.3 96.5 127.2 120.4 119.3 103 103 104.8 TT T 150 T 200 T 250 80 79 82 72.5 70 74.1 60-6 -4-2 0 2 4 6 Titik Gambar 12. Grafik harga kekerasan spesimen TT, T150,T200, dan T 250 Pada grafik yang terdapat pada Gambar 12 menunjukan terjadi perbedaan harga kekerasan yang signifikan. Spesimen (TT) ataupun spesimen (T150, T200, dan T 250) menunjukkan harga kekerasan daerah las (stir zone) harga lebih rendah jika dibandingkan dengan HAZ dan logam induk. Terjadi penurunan harga kekerasan pada (stir zone) dan HAZ jika dibandingkan dengan logam induk. Pada proses pemanasan, temperatur material tidak boleh temperatur eutectic-nya, sebab dapat menyebabkan material meleleh dan dapat merusak struktur. Jika temperatur eutectic sampai tercapai sebagai akibat dari overheating, maka akan mengakibatkan menurunnya kekuatan, kekerasan dan ketangguhan dari material (Davis, 1993). Paduan Al-Cu-Mg dituakan setelah perlakuan pelarutan pada temperatur biasa selesai degan satu tahap perubahan, tetapi pada temperatur diatas 100 o C terjadi dua tahap pengerasan. Fasa θ-cual 2 kasar tidak memberi sumber sumbangan pengerasan. Pada tahap terakhir dari presipitasi fasa antara dan apabila telah terjadi presipirtasi fasa keseimbangan, paduan menjadi lunak kembali, hal ini dinamakan penuaan lebih (Surdia & Saito, 2005). Pengujian tarik dilakukan terhadap spesimen hasil pengelasan, pada sampel A dan B. TI-29
Tegangan max & Tegangan patah Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 30 25 27.15 27.15 26.09 25.25 20 15 18.28 16.28 17.74 17.74 10.94 10 5 3.22 0 0 TT T 150 T 200 T 250 Spesimen 0 Gambar 13. Grafik perbandingan hasil uji tarik pada spesimen TT, T 150, T 200, dan T 250 Pada grafik yang terdapat pada Gambar 13 menunjukan tegangan tarik maksimum menunjukan kecendrungan penurunan kekuatan tarik rata-rata pada setiap spesimen. Ratarata tegangan tarik maskimum pada spesimen TT adalah 27,15 dengan tegangan patah 27,15 kg/mm 2, spesimen T 150 rata-rata tegangan tarik maskimum 26,09 kg/mm 2 dengan tegangan patah 25,25 kg/mm 2, spesimen T 200 rata-rata tegangan tarik maskimum 18,28 kg/mm 2 dengan tegangan patah 16,28 kg/mm 2, spesimen T 250 rata-rata tegangan tarik maskimum 17,74 kg/mm 2 dengan tegangan patah 17,74 kg/mm 2, PWHT berpengaruh terhadap harga rata-rata tegangan tarik maksimum dan tegangan patah dengan metode FSW. Perilaku ulet ditunjukkan oleh spesimen T 150 dan T 200, tegangan tarik maksimum dan tegangan patah sebesar 3,22%, sedangkan pada T 200 sebesar 10,94%. Spesimen Uji Ke - Luas Penampang (A 0 ) Kekuatan tarik max (kg/mm2) Kekuatan patah (kg/mm2) Perubahan tegangan (%) Tabel 5. Hasil pengujian tarik Beban Max (F max ) (kg) Beban patah (F brk ) (kg) Tegangan tarik. Max (kg/mm 2 ) Tegangan Patah (kg/mm 2 ) TT 1 35,25 991 991 28,11 28,11 2 35,50 1015 1015 28,59 28,59 3 36,00 891 891 24,75 24,75 Rata-rata 27,15 27,15 T 150 1 35,50 929 862 26,16 24,28 2 36,50 986 968 27,01 26,52 3 35,75 897 892 25,09 24,95 Rata-rata 26,09 25,25 T 200 1 34,00 779 579 22,91 17,02 2 35,50 399 395 11,23 11,12 3 35,25 730 730 20,70 20,70 Rata-rata 18,28 16,28 T 250 1 34,50 537 537 15,56 15,56 2 34,75 606 606 17,43 17,43 3 34,50 698 698 20,23 20,23 Rata-rata 17,74 17,74 Pengujian bending terhadap spesimen dilakukan untuk mengetahui beban bending maksimum yang mampu diterima sambungan las sebelum patah, skema pengujian bending ditunjukkan oleh Gambar 14. TI-30
Tegangan Tekan (kg/mm2) Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Penekan 2.55 Tumpuan Tumpuan 58,3 Gambar 14. Skema pengujian bending Tabel 7. Hasil pengujian bending Spesimen Uji Ke - Tegangan bending(mpa) TeganganBending(kg/m m 2 ) TT 1 445,92 45,50 2 478,13 48,79 3 449,51 45,87 rata rata 457,85 46,72 T 150 1 427,47 43,62 2 427,35 43,61 3 410,50 41,89 rata rata 421,77 43,04 T 200 1 345,36 35,24 2 327,62 33,43 3 323,48 33,01 rata rata 332,15 33,89 T 250 1 306,77 31,30 2 278,73 28,44 3 214,03 21,84 rata rata 266,51 27,19 50.00 46.72 45.00 43.04 40.00 35.00 33.89 30.00 27.19 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 TT T 150 T 200 T 250 Spesimen Tegangan tekan (kg/mm2) Gambar 15. Grafik perbandingan hasil uji bending pada spesimen TT, T 150, T 200, dan T 250 Kekuatan bending pada masing-masing spesimen TT sebesar 46,72 kg/mm 2. Kekuatan bending berhubungan dengan kekerasan. Kekerasan yang tinggi memberikan kekuatan bending yang tinggi, sedangkan nilai kekerasan yang rendah akan meghasilkan kekuatan bending yang rendah (George, E., Dieter, 1993:333). TI-31
120.00 105.6 100.00 93.4 80.00 79 74.1 60.00 40.00 46.72 43.04 27.15 26.09 33.89 27.19 20.00 18.28 17.74 0.00 TT T 150 T 200 T 250 Spesimen Tegangan tekan (kg/mm2) Harga Kekerasan (VHN) Kekuatan tarik max (kg/mm2) Gambar 16. Grafik perbandingan hasil uji bending kekuatan tarik dan harga kekerasan (VHN) KESIMPULAN Penelitian post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024 yang mengalami proses penyambungan dengan friction stir welding memperoleh hasil sebagai berikut: 1. Proses friction stir welding membentuk tiga daerah, yaitu: logam induk, HAZ, dan daerah las (stir zone). Haz dan daerah las (stir zone) menunjukan pelunakan jika dibandingkan dengan logam induk aluminum 2024 2. Proses PWHT terhadap hasil friction stir welding adalah sebagai berikut, proses PWHT mempengaruhi kekerasan, kekutan tarik, dan kekutan tekan sambungan. Pada sambungan FSW non PWHT kekerasan pada daerah las (stir zone) sebesar 105,6 VHN, sedangkan pada spesimen PWHT T 150 kekerasan menurun menjadi 93,4 VHN, pada T 200 kekerasannya 79 VHN, dan pada T 250 menjadi 74,1 VHN. Untuk kekuatan tarik dan tekan adalah sebagai berikut : pada spesimen TT kekuatan tarik 27,15 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 46,72 kg/mm 2, spesimen T 150 kekuatan tarik 26,09 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 43,04 kg/mm 2, spesimen T 200 kekuatan tarik 18,28 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 33,89 kg/mm 2, spesimen T 250 kekuatan tarik 17,74 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 27,19 kg/mm 2 Saran-saran Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan variasi waktu pada proses post weld heat treatment (PWHT), dan proses friction stir welding diharapkan dilakukan dengan menggunakan putaran dan feed rate yang bervariasi. DAFTAR PUSTAKA 1. ASM HANDBOOK VOL 9, 2004, Metallography and Microstructures, ASM International 2. Dieter, G.E. dan dietrjemahkan Djaprie, S., 1993, Metalurgi Mekanik, Erlangga, Jakarta. 3. David, S. A. & Feng, Z., 1993, Friction Stir Welding of Advanced Materials: Challenges, Metals and Ceramics Division Oak Ridge, TN., Austria. 4. Dieter, G., Djaprie, S., Metalurgi Mekanik, Edisi Ketiga, Erlangga 1987 5. Davis, J.R. 1993. Aluminium and Aluminium Alloy, Ohio: ASM International TI-32
6. Harsono.W & T. Okumura, 2000, Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 7. Surdia,T dan Saito S, 1993. Pengetahuan Bahan Teknik, Pradya Paramita, Jakarta. 8. Surdia,T dan Saito S, 2005. Pengetahuan Bahan Teknik, Pradya Paramita, Jakarta. 9. Smallman, R.E, Metalurgi FisikModern, Gramedian Jakrta. 10. What is Friction Stir Welding, www.mosaka.com/fsw/en/fsw/about_fsw.html 11. (www.aluminum.matter.org.uk) TI-33