PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING (FSW) ALUMINIUM 2024

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 6110

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PENGARUH FEED RATE TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA FRICTION STIR WELDING ALUMUNIUM

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN ALUMINIUM 1XXX DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING. Tri Angga Prasetyo ( )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH FEED RATE TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM SERI 6110

PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

I. PENDAHULUAN. Salah satu cabang ilmu yang dipelajari pada Teknik Mesin adalah teknik

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

I. PENDAHULUAN. terjadinya oksidasi lebih lanjut (Amanto & Daryanto, 2006). Selain sifatnya

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. penting pada proses penyambungan logam. Pada hakekatnya. diantara material yang disambungkan. Ini biasanya dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. cukup berat. Peningkatan akan kualitas dan kuantitas serta persaingan

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

PENGARUH KECEPATAN PUTAR TOOL TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN ALLUMUNIUM 1XXX DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

Pengaruh Variasi Putaran Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Sambungan Las Tak Sejenis Paduan Aluminium 5083 dan 6061-T6 Pada Proses Las FSW

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan logam memberikan manfaat yang sangat besar bagi. kehidupan manusia. Dengan ditemukannya logam, manusia dapat

BAB IV DATA DAN ANALISA

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HEAT TREATMENT PADA ALUMINIUM PADUAN

I. PENDAHULUAN. atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. luas, seperti pada kontruksi bangunan baja dan kontruksi mesin.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37

Kolbi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Program Studi S-1 Teknik Mesin Fakultas Teknik, Yogyakarta 55183, Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

PERNYATAAN. Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Prasetyo Agung Nugroho NIM :

Studi Eksperimen Pengaruh Durasi Gesek, Tekanan Gesek Dan Tekanan Tempa Pengelasan Gesek (FW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Impact Pada Baja Aisi 1045

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH SUHU PREHEAT DAN VARIASI ARUS PADA HASIL LAS TIG ALUMINIUM PADUAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Studi Komparasi Sambungan Las Dissimilar AA5083- AA6061-T6 Antara TIG dan FSW

PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penyambungan Aluminium 6061 T6 dengan Metode CDFW. Gambar 4.1 Hasil Sambungan

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110

ANALISIS PENGARUH SISI PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan efisiensi penggunaan BBM. Penggantian bahan pada. sehingga dapat menurunkan konsumsi penggunaan BBM.

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENGARUH KECEPATAN SPINDLE DAN FEED RATE TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN LAS TIPE FRICTION STIR WELDING UNTUK ALUMINIUM SERI 1100 DENGAN TEBAL 2 MM

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

ANALISA KUAT LENTUR DAN PENGELASAN PADA PEMEGANG KURSI MOBIL

ringan, mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat baik lainya sebagai sifat logam, selain itu aluminium juga

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Oleh Wahyu Ade Saputra ( ) Dosen Pembimbing 1. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng., Ph.D 2. Ir. Soeweify, M.Eng

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu. sehingga tercipta alat-alat canggih dan efisien sebagai alat bantu dalam

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB IV DATA DAN ANALISA

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH VARIASI ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN SAMBUNGAN PADA PROSES PENGELASAN ALUMINIUM DENGAN METODE MIG

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

NASKAH PUBLIKASI STUDI METALOGRAFI PENGARUH ARUS DAN HOLDING TIME PADA PENGELASAN SPOT WELDING MATERIAL STAINLESS STEEL

KAJIAN EKSPERIMEN PENGUJIAN TARIK BAJA KARBON MEDIUM YANG DISAMBUNG DENGAN LAS SMAW DAN QUENCHING DENGAN AIR LAUT

Pengaruh Diameter Pin Terhadap Kekuatan dan Kualitas Joint Line Pada Proses Friction Wtir Welding Aluminium Seri 5083 Untuk Pre Fabrication

Sifat Sifat Material

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN POSTWELD HEAT TREATMENT PADA PROSES PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS BAJA TAHAN KARAT

Abstraksi. Kata Kunci : Mikrostruktur, Kekerasan, AC4C, ADC12

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNEALING TERHADAP KEKERASAN SAMBUNGAN BAJA ST 37

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

Transkripsi:

PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING (FSW) ALUMINIUM 2024 Agus Duniawan Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin IST AKPRIND Yogyakarta e-mail: agusduniawan@gmail.com Abstrak Friction stir welding (FSW) adalah teknik pengelasan yang relatif masih baru,kelebihan las ini adalah mampu mengelas bahan aluminum paduan yang tidak dapat dilas dengan metode cair. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil lasan adalah Post Weld Heat Treatment (PWHT). Pada penelitian ini dilakukan pengelasan Friction Stir Welding pada aluminium 2024 dengan mesin miling pada putaran 1000 rpm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PWHT (150 C, 200 C, dan 250 C) dengan waktu PWHT 8 jam terhadap kekerasan, kekuatan tarik dan kekuatan tekan dari sambungan aluminium 2024 hasil dari FSR welding. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa daerah Haz dan daerah las (stir zone) menunjukan pelunakan jika dibandingkan dengan logam induk aluminum 2024. Dengan PWHT didapatkan bahwa kekerasannya menurun jika dibandingkan dengan non PWHT untuk setiap variasi temperature. Sambungan FSW non PWHT kekerasan pada daerah las (stir zone) sebesar 105,6 VHN,sedangkan pada spesimen PWHT untuk variasi temperature 150, 200, 250 0 C kekerasan menurun menjadi masing-masing 93,4 VHN, 79 VHN, 74,1 VHN.Demikian pula kekuatan tarik dan tekan menurun dengan PWHT. Kekuatan tarik dan tekan dengan PWHT untuk variasi temperature 150, 200, 250 0 C adalah(26,09 kg/mm 2 ; 43.04 kg/mm 2 ), (18,28 kg/mm 2 ; 33,89 kg/mm 2 ) dan(17,74 kg/mm 2 ; 27,19 kg/mm 2 )dan jika dibanding dengan kekuatan tarik dan tekan non PWHT (27,15 kg/mm 2 ; 46,72 kg/mm 2 ). Kata Kunci: FSW, Aluminium 2024, PWHT, tarik, tekan PENDAHULUAN Pengelasan adalah kumpulan teknologi untuk memperoleh suatu sambungan mati yang dilakukan dengan pemanasan yang mencapai temperatur titik cair dari logam dengan menggunakan bahan tambah atau tanpa bahan tambah. Friction stir welding (FSW) adalah teknik pengelasan yang relatif masih baru, kelebihan las ini adalah mampu mengelas bahan aluminum paduan yang tidak dapat dilas dengan metode cair. Pengelasan dengan metode FSW dipengaruhi oleh tiga parameter pengelasan yaitu: putaran pahat, kecepatan pengelasan, dan tekanan pengelasan. Dengan proses friction stir welding (FSW) mencegah penurunan sifat mekanis bahan yang dilas, karena proses pengelasan FSW tidak menyebakan over aging yang berakibat pada penurunan kekuatan bahan yang dilas. Aluminum 2024 merupakan aluminum paduan tempa, dapat diperlakukan panas, dengan paduan utama adalah Al Cu. Tujuan pada penelitian post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024, Mengetahui metode pengelasan friction stir welding (FSW), pengaruh parameter heat treatable berupa temperatur dan waktu terhadap distribusi kekerasan, struktur mikro pada daerah pengelasan, kekuatan tarik dan tekan. Manfaat memberikan informasi mengenai variable-variabel yang digunakan, mampu melakukan pengujian sifat mekanik dan melakukan proses post weld heat treatment (PWHT). Prinsip Friction Stir Welding, Gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek, dengan sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disatukan. TI-22

Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah pin/probe dengan material mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Panjang dari pin sedikit lebih rendah dari pada kedalaman atau tebal material yang akan dilas agar tidak bersentuhan dengan alas. Shoulder harus bersentuhan dengan material yang dilas untuk menekan dan menjaga material yang dalam kondisi lunak, titik lebur tool harus lebih tinggi dan lebih keras dari material yang akan dilas. Skema FSW ditunjukkan oleh Gambar 1. Gambar 1. Skema friction stir welding (www.m-osaka.com) Pengelasan ini memerlukan input energi yang rendah dan tidak menggunakan filler material. Proses pengelasan metode ini ada beberapa parameter penting yang sangat berpengaruh, yaitu: 1. Rancangan tool Pada friction stir welding (FSW) sebuah tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah shoulder dan sebuah probe yang dapat berintegrasi atau sebagai pemisah dari kemungkinan masuknya suatu material berbeda. keduanya juga bergerak pada kecepatan tetap dan bergerak melintang pada kedua sambungan. Panas yang dihasilkan dari gesekan tool dan material yang akan dilas sekitar 80% dari temperatur titik lebur material. Material tool harus memiliki titik cair yang lebih tinggi dari material las, Oleh sebab itu diharapkan material tool cukup kuat, keras dan liat pada temperatur pengelasan. Kecepatan merupakan parameter yang mempunyai tingkat kepentingan yang cukup besar. Ada dua kecepatan alat yang harus diperhitungkan dalam pengelasan ini yaitu seberapa cepat tool itu berputar dan seberapa cepat tool itu melintasi jalur pengelasan (joint line). Jika material tidak cukup panas maka arus pelunakan tidak akan optimal sehingga dimungkinkan terjadi cacat rongga atau cacat lain pada stir zone, dan tool akan rusak. Struktur mikro yang terjadi pada FSW terdiri dari kombinasi antara tool dan sifat dasar material yang disambung. Kombinasi itu menghasilkan sebuah struktur mikro yang bagus. Pada pengelasan FSW terjadi beberapa bagian struktur mikro yang unik, antara lain : 1.Stir zone adalah bagian yang bersentuhan langsung dengan probe dan shoulder. 2. Flow arm terdapat pada permukaan atas las, pada flow arm terbentuk alur-alur yang diakibatkan oleh gerakan shoulder pada material panas di sepanjang garis pengelasan. 3. TMAZ (thermomechanically affected zone) terjadi pada sisi stir zone. 4.HAZ (heat affected zone). Aluminum (Al) didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian 99,85% berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai kemurnian 99,99%, yaitu dicapai bahan dengan angka sembilanya empat. Sifat sifat alumunium ditunjukkan oleh Tabel 1. TI-23

Tabel 1. Sifat-sifat alumunium Sifat-sifat Kemurnian Al (%) 99,996 > 99,0 Masa jenis (20ºC) 2,6989 2,71 Titik cair (ºC) 660,2 653 657 Panas jenis (cal/g ºC)(100ºC) 0,2226 0,2297 Hantaran listrik (%) 64,95 59 (dianil) Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC) 0,00429 0,0115 Koefisien pemuaian (20 100 ºC ) 23,86X10 6 23,5X10 6 Jenis kristal, konstanta kisi fcc, a=4,013 kx fcc,a=4,04 kx (Surdia. T & Saito, 1999 : 134) Paduan aluminum yang mengandung magnesium sekitar 4% atau 10% mempunyai ketahanan korosi dan sifat mekanis yang baik, mempunyai kekuatan tarik di atas 30 kg/mm 2 dan perpanjangannya di atas 12% setelah perlakuan panas. Paduan ini disebut hidronalium dan dipakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia, kapal laut, papal terbang dan sebagainya yang membutuhkan ketahanan korosi. Proses heat treatment untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan aluminum dilakukan dalam tiga langkah yaitu: solution heat treatment, quenching dan age hardening. Dalam ketiga proses tersebut, parameter-parameter seperti temperatur pemanasan, laju pemanasan, laju pendinginan dan waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik. Gambar 2 memperlihatkan proses heat treatment yang diberlakukan pada aluminum yang terdiri dari solution treatment, quenching dn age hardening Gambar 2. Diagram proses heat treatment aluminum (Davis, 1993 : 330) Proses solution heat treatment dilakukan dengan memanaskan material aluminum sampai temperatur solid solution, kemudian diberikan waktu penahanan yang cukup agar terbentuk fasa solid solution yang homogen. Proses quenching pada aluminum dilakukan setelah proses solution heat treatment mencapai single phase solid solution. Proses quenching dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya difusi dari atom solid solution sehingga terbentuk fasa supersaturated solid solution pada temperatur kamar. Pada proses aging terjadi proses presipitasi dari atom solid solution melalui nukleasi dan pertumbuhan butir dari atom solute menjadi nucleasi presipitat. Pengerasan maksimum dan kekuatan maksimum terjadi bila paduan aluminum diaging dengan temperatur aging rata-rata antara 120 C dan 220 C, dengan laju aging sebesar 300 C tiap jam, serta dengan variasi penahanan aging dari dua jam sampai dua puluh empat jam. Pengujian Kekerasan dengan Metode Vickers Nilai kekerasan suatu material diberikan rumus sebagai berikut: 1,854P VHN (1) 2 d TI-24

dengan: P = Beban (kg) d = Panjang diagonal rata rata jejak (mm). Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Gambar 3. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers (Yuwono, 2009 : 18) Struktur mikro. menggunakan alat untuk mengamati struktur mikro, yaitu: mikroskop cahaya, Hasil dari pengamatan struktur mikro ini akan diperlihatkan berbagai fase untuk diidentifikasi. Pada pengamatan struktur mikro yang diamati adalah ukuran butiran, bentuk butiran dan larutan padat yang terbentuk. Pada pengujian tarik benda uji diberi beban tarik yang besarnya secara kontinu dan satu sumbu terhadap benda uji yang diamati pertambahan beban (F) & pertambahan panjang ( l). Tegangan (stress) yang terjadi pada benda uji adalah beban (F) persatuan luas penampang (A): F kg t 2 A mm 0 (2) Sedang pertambahan panjang dinyatakan dengan regangan yaitu pertambahan panjang dibagi dengan panjang awal (L o ) pada panjang ukur (gage length): l L t L0 t L0 L0 (3) Gambar 4. Kurva tegangan regangan (Harsono W. & T. Okumura, 2000 : 182) Keterangan untuk Gambar 4. yang merupakan grafik hubungan antara tegangan dan regangan adalah sebagai berikut: TI-25

1. Garis OP adalah garis lurus pertambahan beban sebanding dengan pertambahan panjang disebut juga daerah proposional atau daerah Elastis. Pada daerah elastis berlaku Hukum Hooke: F L0 l atau E A0 E (4) 2. Garis B F daerah Necking terjadi reduksi luas penampang, atau deformasi ditentukan dengan persamaan: A f 100% (5) A 0 3. Titik F (break) titik putus (tegangan putus). Hubungan tegangan regangan teknik dan tegangan-regangan sebenarnya: a. Sebelum necking: s = ln ( t + 1 ) dan s (6) = t ( t + 1 ). b. Setelah necking : A 0 F s ln dan s A A (7) f 1 METODE PENELITIAN Diagram Alir Penelitian, post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024 yang mengalami proses penyambungan dengan friction stir welding ditunjukkan oleh diagram alir (flowchart) Gambar 5. Aluminum 2024 Proses pengelasan dengan mesin milling pada putaran 1000rpm Pembuatan spesimen PWHT Temperatur : 150 C, 200 C, dan 250 C Holding time : 8 jam Pendinginan : Furnace PENGAMBILAN DATA 1. Harga kekerasan 2. Kekuatan tarik 3. Kekuatan tekan 4. Foto mikro Analisa dan Pembahasan Kesimpulan Gambar 5. Diagram alir penelitian TI-26

Tabel 2. Komposisi kimia Al 2024 Unsur (%) Si (silicon) 0,30 Fe (besi) 0,35 Cu (tembaga) 4,35 Mn (mangan) 0,70 Mg (magnesium) 1,5 Zn (seng) 0,15 Ti (titanium) 0,09 Al (aluminum) 92,56 Gambar 6. Spesimen uji tarik (a) (b) Gambar 7. Hasil pengelasan aluminum 2024; (a) permukaan lasan, (b) dasar lasan Tabel 3 Pengkodean spesimen No Kode Keterangan 1 TT Las non PWHT 2 T 150 PWHT dengan temperatur 150 C 3 T 200 PWHT dengan temperatur 200 C 4 T 250 PWHT dengan temperatur 250 C PEMBAHASAN Analisa pengamatan Struktur Mikro Pengambilan foto pada daerah pengelasan, meliputi Logam induk, daerah las (stir zone), dan HAZ, ilustrasi pembagian daerah pada FSW ditunjukkan oleh Gambar 8. B A. Daerah pengelasan (stir zone) B. Daerah HAZ C. Logam induk Gambar 8. Daerah pada spesimen hasil pengelasan C A Gambar hasil foto mikro menggunakan pembesaran 200 kali, dengan spesimen TT, T150, T200, dan T250 ditunjukkan oleh Gambar 9. B C TI-27

Gambar 9. Struktur mikro logam induk HAZ.TT HAZ. T.150 STIR ZONE TT STIR ZONE T 150 HAZ.T.200 HAZ T.250 STIR ZONE T.200 STIR ZONE T.250 Gambar 10. Struktur mikro Daerah HAZ dan stir zone Sruktur mikro yang terjadi tergantung dari komposisi unsur kimia. Pada proses pengelasan FSW, hasil pengelasan mengalami deformasi temperatur yang tinggi yaitu 80% dari titik cairnya, yaitu sekitar 525 o C. Pengaruh panas dan efek tempa dari tool mengakibatkan struktur butir berbeda. Struktur mikro Al-Cu-Mg terdiri dari struktur Al, Al 2 Cu dan Al 2 CuMg (ASM HANDBOOK VOL 9, 2004:1691-1692) yang perlakuan panas tidak merubah bentuk struktur mikro Al 2024, perlakuaan panas mengakibatkan pembentukan enadapan beruapa Al 2 Cu dan Al 2 CuMg yang terkonsentrasi pada satu posisi dan meninggalkan struktur Al, hal ini dapat dilihat dari foto struktur mikro pada Gambar 10, foto mikro pada T 250 memiliki bercak hitam (enadapan) Al 2 Cu dan Al 2 CuMg yang tampak terkonsentrasi, berbeda dengan foto mikro TT, T 150, dan T 250 yang konsentrasi bercak hitam lebih merata pada semua bagian. Pengujian kekerasan, daerah pengelasan pada Logam las (stir zone), HAZ, dan Logam induk Pengambilan data dilakukan terhadap spesimen dengan jarak antara titik pengujian sebesar 2 mm. -10-9 -8-7 -6-5 -4-3 -2-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 Gambar 11. Jejak uji kekerasan pada spesimen TI-28

Harga Kekerasan (VHN) Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Tabel 4. Hasil pengujian kekerasan Daerah Harga Kekerasan (VHN) Titik Las TT T 150 T 200 T 250 10 mm 5 146,9 145,4 146,9 104,8 8 mm 4 148,4 141,2 141,2 103,0 6 mm 3 120,4 127,2 119,3 103,0 4 mm 2 117,2 97,3 96,5 101,3 2 mm 1 105,6 89,1 93,4 82,0 Stir Zone 0 105,6 93,4 79,0 74,1 2 mm -1 118,3 116,2 122,6 72,5 4 mm -2 159,3 120,4 128,4 104,8 6 mm -3 154,5 145,4 141,2 106,5 8 mm -4 149,8 145,4 130,8 110,2 10 mm -5 151,4 142,6 137,8 116,2 159.3 160 151.4 142.6 137.8 149.8 145.4 154.5 145.4 141.2 150 140 148.4 141.2 146.9 145.4 116.2 130.8 110.2 106.5 128.4 120.4 104.8 130 122.6 120 118.3 116.2 110 100 90 105.6 93.4 105.6 93.4 89.1 117.2 101.3 97.3 96.5 127.2 120.4 119.3 103 103 104.8 TT T 150 T 200 T 250 80 79 82 72.5 70 74.1 60-6 -4-2 0 2 4 6 Titik Gambar 12. Grafik harga kekerasan spesimen TT, T150,T200, dan T 250 Pada grafik yang terdapat pada Gambar 12 menunjukan terjadi perbedaan harga kekerasan yang signifikan. Spesimen (TT) ataupun spesimen (T150, T200, dan T 250) menunjukkan harga kekerasan daerah las (stir zone) harga lebih rendah jika dibandingkan dengan HAZ dan logam induk. Terjadi penurunan harga kekerasan pada (stir zone) dan HAZ jika dibandingkan dengan logam induk. Pada proses pemanasan, temperatur material tidak boleh temperatur eutectic-nya, sebab dapat menyebabkan material meleleh dan dapat merusak struktur. Jika temperatur eutectic sampai tercapai sebagai akibat dari overheating, maka akan mengakibatkan menurunnya kekuatan, kekerasan dan ketangguhan dari material (Davis, 1993). Paduan Al-Cu-Mg dituakan setelah perlakuan pelarutan pada temperatur biasa selesai degan satu tahap perubahan, tetapi pada temperatur diatas 100 o C terjadi dua tahap pengerasan. Fasa θ-cual 2 kasar tidak memberi sumber sumbangan pengerasan. Pada tahap terakhir dari presipitasi fasa antara dan apabila telah terjadi presipirtasi fasa keseimbangan, paduan menjadi lunak kembali, hal ini dinamakan penuaan lebih (Surdia & Saito, 2005). Pengujian tarik dilakukan terhadap spesimen hasil pengelasan, pada sampel A dan B. TI-29

Tegangan max & Tegangan patah Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 30 25 27.15 27.15 26.09 25.25 20 15 18.28 16.28 17.74 17.74 10.94 10 5 3.22 0 0 TT T 150 T 200 T 250 Spesimen 0 Gambar 13. Grafik perbandingan hasil uji tarik pada spesimen TT, T 150, T 200, dan T 250 Pada grafik yang terdapat pada Gambar 13 menunjukan tegangan tarik maksimum menunjukan kecendrungan penurunan kekuatan tarik rata-rata pada setiap spesimen. Ratarata tegangan tarik maskimum pada spesimen TT adalah 27,15 dengan tegangan patah 27,15 kg/mm 2, spesimen T 150 rata-rata tegangan tarik maskimum 26,09 kg/mm 2 dengan tegangan patah 25,25 kg/mm 2, spesimen T 200 rata-rata tegangan tarik maskimum 18,28 kg/mm 2 dengan tegangan patah 16,28 kg/mm 2, spesimen T 250 rata-rata tegangan tarik maskimum 17,74 kg/mm 2 dengan tegangan patah 17,74 kg/mm 2, PWHT berpengaruh terhadap harga rata-rata tegangan tarik maksimum dan tegangan patah dengan metode FSW. Perilaku ulet ditunjukkan oleh spesimen T 150 dan T 200, tegangan tarik maksimum dan tegangan patah sebesar 3,22%, sedangkan pada T 200 sebesar 10,94%. Spesimen Uji Ke - Luas Penampang (A 0 ) Kekuatan tarik max (kg/mm2) Kekuatan patah (kg/mm2) Perubahan tegangan (%) Tabel 5. Hasil pengujian tarik Beban Max (F max ) (kg) Beban patah (F brk ) (kg) Tegangan tarik. Max (kg/mm 2 ) Tegangan Patah (kg/mm 2 ) TT 1 35,25 991 991 28,11 28,11 2 35,50 1015 1015 28,59 28,59 3 36,00 891 891 24,75 24,75 Rata-rata 27,15 27,15 T 150 1 35,50 929 862 26,16 24,28 2 36,50 986 968 27,01 26,52 3 35,75 897 892 25,09 24,95 Rata-rata 26,09 25,25 T 200 1 34,00 779 579 22,91 17,02 2 35,50 399 395 11,23 11,12 3 35,25 730 730 20,70 20,70 Rata-rata 18,28 16,28 T 250 1 34,50 537 537 15,56 15,56 2 34,75 606 606 17,43 17,43 3 34,50 698 698 20,23 20,23 Rata-rata 17,74 17,74 Pengujian bending terhadap spesimen dilakukan untuk mengetahui beban bending maksimum yang mampu diterima sambungan las sebelum patah, skema pengujian bending ditunjukkan oleh Gambar 14. TI-30

Tegangan Tekan (kg/mm2) Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Penekan 2.55 Tumpuan Tumpuan 58,3 Gambar 14. Skema pengujian bending Tabel 7. Hasil pengujian bending Spesimen Uji Ke - Tegangan bending(mpa) TeganganBending(kg/m m 2 ) TT 1 445,92 45,50 2 478,13 48,79 3 449,51 45,87 rata rata 457,85 46,72 T 150 1 427,47 43,62 2 427,35 43,61 3 410,50 41,89 rata rata 421,77 43,04 T 200 1 345,36 35,24 2 327,62 33,43 3 323,48 33,01 rata rata 332,15 33,89 T 250 1 306,77 31,30 2 278,73 28,44 3 214,03 21,84 rata rata 266,51 27,19 50.00 46.72 45.00 43.04 40.00 35.00 33.89 30.00 27.19 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 TT T 150 T 200 T 250 Spesimen Tegangan tekan (kg/mm2) Gambar 15. Grafik perbandingan hasil uji bending pada spesimen TT, T 150, T 200, dan T 250 Kekuatan bending pada masing-masing spesimen TT sebesar 46,72 kg/mm 2. Kekuatan bending berhubungan dengan kekerasan. Kekerasan yang tinggi memberikan kekuatan bending yang tinggi, sedangkan nilai kekerasan yang rendah akan meghasilkan kekuatan bending yang rendah (George, E., Dieter, 1993:333). TI-31

120.00 105.6 100.00 93.4 80.00 79 74.1 60.00 40.00 46.72 43.04 27.15 26.09 33.89 27.19 20.00 18.28 17.74 0.00 TT T 150 T 200 T 250 Spesimen Tegangan tekan (kg/mm2) Harga Kekerasan (VHN) Kekuatan tarik max (kg/mm2) Gambar 16. Grafik perbandingan hasil uji bending kekuatan tarik dan harga kekerasan (VHN) KESIMPULAN Penelitian post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024 yang mengalami proses penyambungan dengan friction stir welding memperoleh hasil sebagai berikut: 1. Proses friction stir welding membentuk tiga daerah, yaitu: logam induk, HAZ, dan daerah las (stir zone). Haz dan daerah las (stir zone) menunjukan pelunakan jika dibandingkan dengan logam induk aluminum 2024 2. Proses PWHT terhadap hasil friction stir welding adalah sebagai berikut, proses PWHT mempengaruhi kekerasan, kekutan tarik, dan kekutan tekan sambungan. Pada sambungan FSW non PWHT kekerasan pada daerah las (stir zone) sebesar 105,6 VHN, sedangkan pada spesimen PWHT T 150 kekerasan menurun menjadi 93,4 VHN, pada T 200 kekerasannya 79 VHN, dan pada T 250 menjadi 74,1 VHN. Untuk kekuatan tarik dan tekan adalah sebagai berikut : pada spesimen TT kekuatan tarik 27,15 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 46,72 kg/mm 2, spesimen T 150 kekuatan tarik 26,09 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 43,04 kg/mm 2, spesimen T 200 kekuatan tarik 18,28 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 33,89 kg/mm 2, spesimen T 250 kekuatan tarik 17,74 kg/mm 2 dengan kekuatan tekan 27,19 kg/mm 2 Saran-saran Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan variasi waktu pada proses post weld heat treatment (PWHT), dan proses friction stir welding diharapkan dilakukan dengan menggunakan putaran dan feed rate yang bervariasi. DAFTAR PUSTAKA 1. ASM HANDBOOK VOL 9, 2004, Metallography and Microstructures, ASM International 2. Dieter, G.E. dan dietrjemahkan Djaprie, S., 1993, Metalurgi Mekanik, Erlangga, Jakarta. 3. David, S. A. & Feng, Z., 1993, Friction Stir Welding of Advanced Materials: Challenges, Metals and Ceramics Division Oak Ridge, TN., Austria. 4. Dieter, G., Djaprie, S., Metalurgi Mekanik, Edisi Ketiga, Erlangga 1987 5. Davis, J.R. 1993. Aluminium and Aluminium Alloy, Ohio: ASM International TI-32

6. Harsono.W & T. Okumura, 2000, Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 7. Surdia,T dan Saito S, 1993. Pengetahuan Bahan Teknik, Pradya Paramita, Jakarta. 8. Surdia,T dan Saito S, 2005. Pengetahuan Bahan Teknik, Pradya Paramita, Jakarta. 9. Smallman, R.E, Metalurgi FisikModern, Gramedian Jakrta. 10. What is Friction Stir Welding, www.mosaka.com/fsw/en/fsw/about_fsw.html 11. (www.aluminum.matter.org.uk) TI-33