BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut sebagai profil yang tidak kompak dan akan mudah mengalami tekuk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tekan sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekuatannya yang besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

BAB III LANDASAN TEORI

hendak dicapai, maka diskusi antara insinyur perencana dan pemborong pekerjaan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan yaitu Studi Kekuatan Kolom Beton Menggunakan Baja Profil Siku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI KEKUATAN KOLOM PROFIL C DENGAN COR BETON PENGISI DAN PERKUATAN TRANSVERSAL

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KEKUATAN KOLOM PROFIL C DENGAN COR BETON PENGISI DAN PERKUATAN TRANSVERSAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta pada khususnya semakin meningkat. Populasi penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

KOLOM PENDEK KANAL C GANDA BERPENGISI BETON RINGAN DENGAN BEBAN EKSENTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, lebih tahan akan cuaca, lebih tahan korosi dan lebih murah. karena gaya inersia yang terjadi menjadi lebih kecil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

BALOK BETON DENGAN TULANGAN TARIK BAJA SIKU

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB III LANDASAN TEORI

KOLOM LANGSING KANAL C GANDA BERPENGISI BETON RINGAN DENGAN BEBAN EKSENTRIK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi waktu pada proyek konstruksi. Selain memiliki kelebihan baja juga

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus,

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

BAB III LANDASAN TEORI. penambal, adukan encer (grout) dan lain sebagainya. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VARIASI PEMAKAIAN PASIR TERHADAP KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI f c 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN KOLOM BETON BERTULANG TERHADAP KUAT TEKAN

KARAKTERISTIK BETON NON STRUKTUR DARI BAHAN LOKAL DI DISTRIK MUTING MERAUKE PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PAPUA NEUGINI

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

BAB III LANDASAN TEORI

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.2. Tujuan Penelitian 2

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

Makalah Kolom Beton Bertulang

PENGARUH PERUBAHAN UKURAN BUTIRAN AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON OKSANDI ABSTRAK

SIFAT - SIFAT MORTAR DARI PASIR MERAUKE DI KABUPATEN MERAUKE PAPUA. Daud Andang Pasalli, ST., M.Eng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan terhadap setiap bahan lain yang tersedia, dan sifat keliatannya. Keliatan (ductility) adalah kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985). Ada dua buah karakteristik yang dapat menggambarkan perilaku sebuah material untuk struktur yaitu kekuatan dan daktilitas. Gambar 2.1 menunjukkan sebuah grafik perilaku karakteristik pada baja. Pada gambar tersebut ditunjukkan beberapa perilaku daerah perilaku dari baja yang berbeda yaitu : daerah plastis (the elastic range), daerah plastis (the plastic range), daerah pengerasan regangan (the strain-hardening range) dan daerah luluh (the necking and failure range) (Tall, 1974). 6

7 Stress f Plastic range Strain-hardening Necking and failure Elastic range Strain, Gambar 2.1 Grafik Tegangan-Regangan Untuk Baja (Tall, 1974) Profil C merupakan salah satu profil yang dibuat secara dingin (cold formed shapes). Hal yang penting pada profil ini ialah profil ini memiliki rasio lebar dan tebal yang besar. Ini merupakan hasil yang timbul dari penggunaan logam tipis (0,012 inchi) dimana dimensinya sama dengan profil yang dibuat sengan cara bentukan panas (hot rolled shapes). Proses dari pembentukan secara dingin mengubah bahan dasar, biasanya meningkatkan tegangan lelehnya. Gambar 2.2 menunjukkan efek dari proses bentukan dingin pada profil C. Nilai yang ditunjukkan pada gambar tersebut merupakan nilai kekerasan bahan yang dinyatakan dalam Diamond Penetration Numbers (DPN) (Tall, 1974).

8 Gambar 2.2 Efek dari Pembuatan Material Cara Dingin (Tall, 1974) Oleh karena profil giling ataupun profil tersusun terdiri dari elemen-elemen plat, kekuatan penampang kolom yang didasarkan pada angka kelangsingan keseluruhan hanya dapat tercapai jika elemen plat tersebut tidak tertekuk setempat. Tekuk setempat elemen plat dapat mengakibatkan kehancuran penampang keseluruhan yang terlalu dini atau paling sedikit menyebabkan tegangan menjadi tidak merata dan mengurangi kekuatan keseluruhan. (Salmon dan Johnson, 1986) Tegangan tekuk elastis teoritis untuk plat dinyatakan sebagai : F cr 2 π E = k (2-1) 12 t ( 1 ν 2 )( b / ) 2 dengan k adalah konstanta yang tergantung pada jenis tegangan, kondisi tumpuan tepi dan rasio panjang dengan lebar (rasio segi) plat, modulus elastisitas E, angka Poisson µ dan rasio lebar dengan ketebalan b/t. Gambar 2.3 memperlihatkan variasi k terhadap saio segi a/b untuk kondisi tepi ideal yang umum, yaitu jepit, tumpuan sederhana dan bebas. (Salmon dan Johnson, 1986)

9 Gambar 2.3 Koefisien Tekuk Elastis untuk Tekanan pada Plat Segi Empat Datar (Salmon dan Johnson, 1986) Untuk harga b/t yang rendah, pengerasan regangan tercapai tanpa terjadinya tekuk. Untuk harga b/t yang sedang, tegangan residu dan ketidaksempurnaan menyebabkan tekuk inelastis yang dinyatakan oleh kurva transisi dan untuk b/t yang besar maka nilai tegangan kritisnya akan semakinkecil sehingga akan jauh di bawah tegangan lelehnya. (Salmon dan Johnson, 1986) Syarat dasar AISC-1.9 menetapkan bahwa tegangan tekuk kristis tidak boleh lebih kecil dari tegangan leleh pada elemen plat. Dengan kata lain, tekuk dicegah

10 sebelum tegangan rata-rata sebesar Fy tercapai dengan menerapkan batasan dasar. (Salmon dan Johnson, 1986) Sinaga (2005) menguji perilaku lentur profil C dengan memberi perkuatan tulangan arah vertikal. Hasil yang didapatkan ialah dengan menambah perkuatan vertikal dengan berbagai variasi jarak dapat menambah tegangan lenturnya dari 69,29 % hingga 153,34%.. Variasi jarak 1,0 h dianggap sudah cukup efektif untuk menambah kekuatan lentur dari profil C. Wigroho dan Wibowo (2007) menguji profil C sebagai balok dengan memberi perkuatan tulangan vertikal pada sayap terbukanya dan memberi cor beton pengisi pada rongganya. Hasil dari penelitian tersebut ialah dengan penambahan tulangan vertikal saja pada profil tanpa memberi isi cor beton tidak menunjukkan penambahan kekuatan balok profil C secara signifikan. Beda dengan balok profil C yang diberi cor beton pengisi mampu meningkatkan kekuatan balok profil C hingga 3,73 kali dibanding dengan balok profil C yang tidak diberi pengisi cor beton. Pola retak beton profil tanpa perkuatan dimulai dari daerah dekat tumpuan sedangkan pada profil dengan perkuatan dimulai dari daerah dekat beban pusat. Hal ini menunjukkan bahwa perkuatan tulangan dapat mengurangi kegagalan geser. Haribhawana (2008) menguji profil C sebagai kolom dengan penguat transversal dengan berbagai variasi jarak tanpa isi cor beton. Hasilnya yang diperoleh adalah dengan menambah penguat transversal dengan jarak 50 mm mampu meningkatkan kemampuan kolom profil C dalam menahan beban maksimum sebesar 6,76 % dibandingkan dengan kolom profil C yang tidak diberi penguat.

11 2.2. Kolom Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi daripada komponen struktur lainnya. Kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, juga bertugas menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur. Dengan kata lain, kolom juga harus diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu. (Dipohusodo, 1994) Kolom pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekanan aksial saja. Namun, bila pembebanan ditata sedemikian rupa hingga pengekangan (restraint) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batang-batang yang bertemu di ujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan tekanan langsung, maka batang tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris. Pada kolom yang berujung sendi yang tidak memiliki pengekang rotasi merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Ujung yang tidak mengekang momen merupakan keadaan terlemah untuk batang tekan bila translasi salah satu ujung terhadap ujung lainnya dicegah. (Salmon dan Johnson, 1986) Rasio kelangsingan bergantung hanya pada dimensi kolom. Sebuah kolom yang panjang dan langsing akan mempunyai rasio kelangsingan tinggi sehingga mempunyai tegangan kritis rendah. Sebuah kolom yang pendek dan gemuk akan mempunyai rasio kelangsingan rendah sehingga akan menekuk pada tegangan tinggi. Kolom panjang dengan rasio kelangsingan besar akan mengalami tekuk pada harga

12 tegangan tekan rata-rata P/A yang rendah. Tegangan hanya dapat diperbesar dengan mengurangi rasio kelangsingan L/r atau dengan menggunakan bahan dengan modulus elastisitas E yang lebih besar. (Gere dan Timoshenko, 1984) Apabila suatu elemen struktur tekan sangat pendek, maka elemen tersebut akan gagal secara leleh dan hancurnya bahan. Kolom dengan rasio kelangsingan menengah gagal secara tekuk inelastis yang berarti bahwa tegangan maksimum ada di atas limit proporsional ketika tekuk terjadi. Jika panjang kolom sangat kecil, maka kolom akan gagal secara tekan langsung. Jika kolom lebih panjang, maka ia akan gagal secara tekuk inelastis. Jika kolom lebih panjang lagi, maka ia akan gagal secara tekuk elastis. Perilaku ini dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Diagram Tegangan Tekanan Rata-rata P/A Terhadap Rasio Kelangsingan (Gere dan Timoshenko, 1984) Beban kritis pada sebuah kolom sebanding dengan rigiditas lentur EI dan berbanding terbalik dengan kuadrat terpanjangnya. Rigiditas lentur dapat

13 ditingkatkan dengan menggunakan bahan yang lebih kaku (bahan dengan modulus elastisitas E lebih besar) atau dengan mengatur bahan sedemikian hingga meningkatkan momen inersia penampang I. Momen inersia diperbesar dengan mendistribusi bahannya lebih jauh dari pusat berat penampang. Komponen struktur berlubang lebih ekonomis untuk digunakan sebagai kolom dibandingkan dengan komponen struktur solid yang mempunyai luas penampang sama. (Gere dan Timoshenko, 1984) Menurut Bowles (1985), tegangan residu mempunyai peranan dalam perancangan kolom baja. Nilai tegangan residu yang diambil sebesar 0,3 tegangan lelehnya. Tegangan kristis yang diambil sebesar setengah dari tegangan lelehnya. Menurut SNI 03-2847-2002, nilai kekakuan untuk bahan komposit tidak sama dengan bahan dari baja. Komposit merupakan perpaduan dari dua buah bahan atau lebih sehingga nilai kekakuannya merupakan perpaduan dari dua buah bahan atau lebih. 2.3. Beton Beton didapat dari bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah,atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, di antaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran,

14 pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan pengerasannya. (Dipohusodo, 1994) Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton mampu diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerjasama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan tarik. (Dipohusodo, 1994) 2.4. Material Pembentuk Beton Beton mempunyai beberapa material pembentuk seperti semen, agregat dan air. Tiap material pembentuk mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri untuk membentuk beton yang baik. 2.4.1. Semen Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah Semen Portland atau Semen Portland Pozzolan, berupa semen hidrolik yang berfungsi sebagai bahan perekat bahan susun beton. Semen Portland maengandung kalsium dan aluminium silika. Dibuat dari bahan utama limestone yang mengandung kasium oksida (CaO) dan lempung yang mengandung silika dioksida (SiO 2 ) serta aluminium oksida (Al 2 O 3 ). Semen Portland yang dipakai harus memenuhi syarat SII 0013-81 dan Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI) 1982, sedangkan Semen Portland Pozzolan harus memenuhi syarat SII 0132-75. (Dipohusodo, 1994)

15 Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia (PUBI- 1982) dibagi menjadi 5 jenis, yaitu (Tjokrodimuljo, 1992): Jenis I : Semen Portland untuk pengguanaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang diisyaratkan pada jenisjenis lain. Jenis II : Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang. Jenis III : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Jenis IV : Semen Portland yang dalam dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah. Jenis V : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat 2.4.2. Agregat Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton (Tjokrodimuljo, 1992). Umumnya agregat ini menempati ± 70-75% dari seluruh volume massa padat beton. Untuk mencapai kuat beton perlu diperhatikan kepadatan dan kekerasan massanya, karena umumnya semakin padat dan keras massa agregat akan makin tinggi kekuatan dan durabilitynya, yakni daya tahan terhadap penurunan mutu akibat pengaruh cuaca. Nilai kuat beton sangat dipengaruhi oleh mutu bahan agregat ini (Dipohusodo, 1994).

16 Syarat-syarat agregat untuk bahan bangunan antara lain (Tjokrodimuljo, 1992): a. Butir-butirnya tajam, kuat, dan bersudut. Ukuran kekuatan agregat dapat dilakukan dengan pengujian ketahanan aus dengan mesin uji Los Angeles, atau dengan bejana Rudeloff. Persyaratan menurut konsep Pedoman Beton 1989 dapat dibaca dalam Tabel 2.1.. Tabel 2.1 Persyaratan Kekerasan Agregat untuk Beton (Tjokrodimuljo, 1992) Kelas dan Mutu Beton Bejana Rudeloff. Maksimum bagian yang hancur menembus ayakan 2 mm (%) UkuranButir 19 30 mm Ukuran Butir 9,5 19 mm Mesin Los Angeles. Maksimum bagian yang hancur menembus ayakan 1,7 mm (%) Kelas I, mutu B 0 serta B 1 Kelas II, mutu K 125 K 225 Kelas III, Mutu beton diatas K 225 30 32 50 22 24 40 14 16 27 b. Tidak mengandung tanah atau kotoran lain yang lewat ayakan 0,075 mm. Pada agregat halus jumlah kandungan kotoran ini harus tidak boleh lebih dari 5 persen untuk beton sampai mutu k-125, dan 2,5 persen untuk mutu beton yang lebih tinggi. Pada agregat kasar kandungan kotoran ini dibatasi sampai maksimum 1 persen. Jika agregat mengandung kotoran lebih dari batas-batas maksimum, maka harus dicuci dengan air bersih.

17 c. Harus tidak mengandung garam-garam yang menghisap air dari udara. d. Harus benar-benar tidak mengandung zat organis. Kandungan zat organis dapat mengurangi mutu beton. Bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna pembanding. e. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit (untuk pasir modulus halus butirnya antara 1,50 3,80). Pasir yang seperti ini hanya memerlukan pasta semen yang sedikit. f. Bersifat kekal, tidak hancur atau berubah karena cuaca. Sifat kekal tersebut diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut : 1). Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 persen. 2). Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 18 persen. Untuk agregat kasar, tidak boleh mengandung butiran-butiran yang pipih dan panjang lebih dari 20 persen dari berat keseluruhan. 2.4.3. Air Air diperlukan dalam campuran beton untuk bereaksi dengan semen, serta menjadi pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 30 % berat semen (Tjokrodimuljo, 1992). Tjokrodimuljo (1992) menambahkan bahwa kelebihan air dalam campuran adukan beton akan menyebabkan turunnya kekuatan beton dan akan terjadi bleeding yang kemudian menjadi buih dan merupakan lapisan tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antara lapisanlapisan beton dan merupakan bidang sambung yang sangat lemah. Secara umum air

18 yang dapat dipakai untuk bahan pencampur beton ialah air yang bila dipakai akan menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90% kekuatan beton yang memakai air suling. Syarat pemakaian air untuk campuran beton adalah sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1992) : a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) > 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dsb) > 15 gram/liter. c. Tidak mengandung klorida (Cl) > 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat > 1 gram/liter.