HUBUNGAN DAN PETA SEBARAN MALARIA DI KOTA AMBON TAHUN 2014 THE RELATTIONSHIP ANDASSOCIATED AND DISTRIBUTION MAP OF MALARIA IN AMBON CITY IN 2014 Marisca Jenice Sanaky 1, Arsunan,A.A 1,Anwar,Daud 2 1 Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 2 Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi : Marisca Jenice Sanaky Perintis Kemerdekaan 12 No.102 HP: 082188199983 Email: marisca.sanaky@yahoo.com
Abstrak Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di wilayah Indonesia Timur, Provinsi Maluku yaitu Kota Ambon masih tergolong daerah endemis malaria tinggi. Penelitian ini bertujuan mengetahui Analisis hubungan kondisi fisik rumah, perkembangbiakan nyamuk, kebiasaan keluar pada malam hari, penggunaan kelambu berinteksida,penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria serta membuat peta sebaran malaria di Kota Ambon. Jenis penelitian ini adalah cross sectional study dengan jumlah populasi sebanyak 1.588 orang. Jumlah sampel sebanyak 254 yang di tarik secara Purposive Sampling. Uji statistik bivariat dengan Chi Square dan multivariat dengan regresi logistic. Hasil Penelitian menunjukan bahwa faktor kondisi fisik rumah (p= 0,000), tempat perkembangbiakan nyamuk (p=0,000), penggunaan obat nyamuk semprot dengan kejadian maria (p= 0,000) berhubungan dengan kejadian malaria dan kebiasaan keluar rumah malam hari (p = 0,619) dan penggunaan kelambu berinsektisida (p=1,000) tidak berhubungan dengan kejadian malaria sedangkan Jarak Puskesmas dan kejadian malaria tidak dapat dilakukan analisis. Hasil uji multivariat logistik regresi ditemukan bawa kondisi fisik rumah merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria ( wald = 52,466 dan p = 0,000). Kata kunci : Kejadian Malaria, pemetaan, GIS Abstract Malaria is still a problem of Indonesian people specially in region of east Indonesian, province of Molucas, Ambon city. Still classified high endemic area of Malaria. The aim of the research as to investigate the relationship between physical condition of houses, the breeding of mosquitoes, the habit of going out at night, the use of insecticide mosquito nets, and the use of mosquito repellent and the occurrence of malaria.the research was a cross sectional study. The population consisted of 1.588 people and the sample consisted of 254 people selected using purposive sampling method. The date were analyzed using bivariate statistic test with chi square and multivariate with logistic regression. The results of the research indicate that the factors of physical condition of houses (p=0.000), the use of mosquito repellent (p=0.000) have a relationship with the occurrence of malaria, while the habit of going out at night (p=0.619) and the use of insecticide mosquito nets (p=1.000) do not have a relationship with the occurrence of malaria. The distance to health centers and the occurrence of malaria can not be analyzed. The result of regression logistic multivariate indicates that the physical condition of houses is the most dominant factor affecting the occurrence of malaria (wald = 52.466 and p =0.000). Key words: The occurrence of malaria, mapping, GIS
PENDAHULUAN Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia meskipun umumnya terdapat di daerah berlokasi antara 600 Lintang Utara dan 400 Lintang Selatan katulistiwa. Malaria hampir ditemukan diseluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. (Arsin, 2012). WHO menyebutkan bahwa tahun 2009 terdapat 1.100.000 kasus klinis malaria di Indonesia dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1.800.000 kasus dengan Insiden Parasit Malaria (API) dalam satu tahun terakhir (2009-2010) 24 per 1000 penduduk dengan tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3 %. Dalam pengendalian malaria, sasaran WHO dan the roll back malaria partnership adalah menurunkan angka kesakitan malaria menjadi separuhnya pada tahun 2010 dengan tujuan mencapai target MDGs pada tahun 2015. Perhatian khusus perlu diberikan pada wanita hamil dan anak-anak. Faktor kesehatan lingkungan fisik, kimia, biologis, dan sosial budaya sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria di Indonesia. Faktor lainnya adaiah konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang berbeda dan bervariasi seperti karakteristik demografi. Kemampuan bertahannya penyakit malaria di suatu daerah ditentukan oleh berbagai faktor yang meliputi adanya parasit malaria, nyamuk Anopheles, manusia yang rentan terhadap infeksi malaria, lingkungan dan iklim (Friyaraiyatini, dkk., 2006). Adanya perumahan masyarakat yang memiliki kondisi rumah yang terbuka tanpa plafon, ventilasi tanpa dipasang kawat kasa dan kondisi dinding rumah yang berlubang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kejadian malaria. Hal ini disebabkan karena nyamuk sangat mudah masuk ke dalam rumah yang keadaannya tidak tertutup seperti dinding yang ada lubang. Hasil penelitian (Lamaka, 2009) di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Ubun mendapatkan bahwa kondisi rumah yang tidak terlindungi merupakan faktor risiko kejadian malaria dengan besar risiko 2,41 (p=0,0001). Malaria muncul sebagai hasil interaksi agent (Plasmodium), proses transmisi dan host (manusia dan nyamuk anopheles) yang semuanya dipengaruhi oleh lingkungan (Suharjo, 2009). Infeksi malaria adalah masuk dan berkembangnya agen yang terinfeksi ke dalam host dan lingkungan baik fisik dan sosiokultural mempunyai peranan yang sangat penting dalam distribusi malaria. Penelitian yang dilakukan oleh Arsin (2006) menemukan bahwa curah hujan berhubungan dengan kejadian malaria. Dimana curah hujan yang tinggi mengakibatkan banyak genangan air yang muncul secara tiba-tiba yang digunakan nyamuk sebagai tempat perindukan (breeding place).
Habitat perkembangbiakan nyamuk anopheles adalah genangan-genangan air baik air tawar maupun air payau yang harus selalu berhubungan dengan tanah. Tempat perkembang biakan nyamuk anopheles air payau terdapat di muara-muara sungai dan rawarawa yang tertutup. Penelitian yang dilakukan oleh (Kazwaini, 2006) menemukan bahwa tempat perindukan nyamuk anopheles berupa laguna menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk baik dengan kondisi keruh maupun jernih. Sungai, sawah, kanal dan genangan air di sekitar kebun berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk anopheles. Penelitian yang dilakukan oleh (Boewono, 2004) menemukan bahwa genangan air, selokan dan rawa di sekitar kebun dengan spesifikasi genangan air berupa parit dengan kedalaman 5-25 cm, lebar 1 m, air jernih dan banyak sampah daun berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk anopheles.sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran muasyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat anti nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (Husin, 2007). Berdasarkan data dari Bagian Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Dinas Kesehatan Kota Ambon, Kasus malaria di Kota Ambon tahun 2010 tercatat malaria klinis 8.257 dan malaria positif sebanyak 3.490 kasus dengan Annual Parasite Incidence (API : 2,18 %), Pada tahun 2011 meningkat sebanyak 5.592 kasus dan malaria positif sebanyak 1.662 kasus dengan API 4,73 %. pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi malaria klinis 6.648 kasus dan malaria positif 1.660 kasus dengan API 4,49, sedangkan tahun 2013 terjadi penurunan menjadi malaria klinis 5.845 kasus dan malaria positif 1.588 kasus dengan API 4,14 %.Dinkes Kota Ambon 2012. Hingga saat ini pengolahan data Malaria di Kota Ambon masih terbatas dalam bentuk analisis tabular dan grafik. Pemetaan adalah salah satu cara pendataan dalam upaya untuk manajemen lingkungan dan merupakan bagian dari pengelolaan penyakit berbasis wilayah. Salah satu cara membuat pemetaan sebaran penyakit malaria yaitu dengan mengunakan sistem informasi geografis (SIG). SIG memberikan informasi data secara spasial/keruangan sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana pendukung upaya pengendalian ataupun pencegahan penyakit Malaria. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadian Malaria dan mengetahui peta sebaran malaria di Kota Ambon. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di 22 Puskesmas Di Kota Ambon. Desain penelitian observasional dengan rancangan studi Cross Sectional. Populasi dan Sampel Populasi adalah Populasi pada penelitian ini adalah Semua kasus Malaria Tahun 2013 di seluruh puskesmas Kota Ambon. Sampel penelitian berjumlah 254 responden. Metode pengumpulan data Data Primer : Wawancara dan observasi kondisi lingkungan rumah pasien Malaria, Titik-titik koordinat lokasi kasus malaria dengan menggunakan Global Psitioning System (GPS) Data Sekunder : Data Penderita malaria dari Dinas Kesehatan Kota Ambon dan Puskesmas Kota Ambon, Peta dasar daerah penelitian yang didapatkan dari instansi terkait (Bakosurtanal, Bappekot, BNPS dan BPS) Metode Analisis Data Penyuntingan Data untuk mengoreksi secara langsung kesalahan-kesalahan pada pengisian kuesioner, Koding dilakukan dengan memberi kode pada semua variabel yang ada dalam kuesioner, dan Pemasukan Data ke Komputer diinput secara lengkap melalui program SPSS. HASIL Penyakit Malaria disebabkan oleh suatu agent tertentu yang infektif oleh parasit plasmodium dengan perantaraan nyamuk anopheles yang dapat disebarkan dari satu sumber infeksi kepada manusia. Faktor kesehatan lingkungan fisik, kimia, biologis, dan sosial budaya sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan faktor-faktor yang diduga erat kaitannya dengan kejadian malaria. Beberapa faktor yang dimaksud adalah kondisi fisik rumah, tempat perkembangbiakan nyamuk, kebiasaan keluar rumah malam hari, penggunaan kelambu berinsektisida, penggunaan obat nyamuk semprot dan jarak puskesmas.
Kondisi Fisik Rumah Penilaian kondisi fisik rumah berdasarkan bahan lantai, dinding, atap rumah, keberdaan jendela, dan kondisi pencahayaan, keberadaan ventilasi dan ventilasi dengan kawat kassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanding antara responden dengan kondisi fisik yang baik dan tidak baik, yaitu sebanyak 127 orang (50%). Hasil analisis hubungan dengan uji statistik Chi Square diperoleh nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian malaria.hasil penelitian kondisi fisik rumah dengan kejadian malaria Kota Ambon terlihat dalam Gambar 1. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Jarak tempat perkembangbiakan nyamuk adalah adanya genangan air yang berpotensi sebagai tempat hidup dan berkembang biak nyamuk malaria yang berada dalam jarak dekat 500 m dan jauh > 500 m dari rumah tempat tinggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya lokasi rumah responden berada < 500 m dari tempat perkembangbiakan nyamuk yaitu sebanyak 227 orang (89,4%) dan lokasi rumah responden > 500 m sebanyak 27 orang (10,6%). Hasil analisis hubungan dengan uji statistik Chi Square diperoleh nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tempat perkembangbiakan nyamuk dengan kejadian malaria. Hasil penelitian tempat perkembangbiakan nyamuk dengan kejadian Malaria di Kota Ambon terlihat dalam Gambar 2. Kebiasaan Keluar Rumah Malam Hari Kebiasaan keluar rumah malam hari merupakan kebiasaan seseorang sering beraktifitas di luar rumah (alam terbuka) setelah matahari terbenam hingga larut malam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat memiliki kebiasaan keluar rumah yaitu sebanyak 250 orang (98,4%) dan yang tidak memiliki kebiasaan keluar rumah sebanyak 4 orang (1,6%). Hasil analisis hubungan dengan uji statistik Fisher s Exact diperoleh nilai p sebesar 0,619 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah malam hari dengan kejadian malaria. Hasil penelitian kebiasaan keluar rumah malam hari dengan kejadian Malaria di Kota Ambon terlihat dalam Gambar 3. Penggunaan Kelambu Berinsektisida Penggunaan kelambu merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh sampel untuk menghindari kontak atau gigitan dari nyamuk anopheles pada saat tidur dengan menggunakan kelambu berinsektisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat tidak menggunakan kelambu berinsektisida pada saat tidur malam hari yaitu responden yang rutin menggunakan kelambu berinsektisida yaitu sebanyak 54 orang (21,3%)
sedangkan yang tidak pakai kelambu sebanyak 200 orang (78,7%). Hasil analisis hubungan dengan uji statistik (chi square) nilai p sebesar 1,000 (p > 0,05), dengan demikian maka Ho diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria. Hasil penelitian penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian Malaria di Kota Ambon terlihat dalam Gambar 4. Penggunaan Obat Nyamuk Semprot Yang dimaksud dengan penggunaan obat nyamuk semprot adalah cara untuk menghindari kontak atau gigitan dari nyamuk anopheles pada saat malam hari dengan menggunakan obat nyamuk semprot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden tidak menggunakan obat anti nyamuk semprot pada malam hari, yaitu sebanyak 221 orang (87,0%) sedangkan yang menggunakan obat anti nyamuk semprot sebanyak 33 orang (13,0%).Hasil analisis uji statistik (chi square) nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05), dengan demikian maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk semprot dengan kejadian malaria. Hasil penelitian penggunaan obat nyamuk semprot dengan kejadian Malaria di Kota Ambon terlihat dalam Gambar 5. Jarak Puskesmas Yang dimaksud dengan jarak puskesmas Yaitu jarak antara puskesmas dengan rumah pasien Malaria yang diukur dalam satuan waktu tempuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan jarak puskesmas dengan lokasi tempat tinggal responden 100 % terjangkau. Sedangkan pada penelitian ini Hasil analisis uji chi square tidak dapat dilakukan antara variabel jarak puskesmas dengan kejadian malaria, oleh karena pada variabel jarak puskesmas terdapat 1 kategori yang memiliki jumlah responden 0. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanding antara responden dengan kondisi fisik yang baik dan tidak baik, yaitu sebanyak 127 orang (50%).Hasil analisis hubungan dengan uji statistik Chi Square diperoleh nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian malaria.hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (oleh Frits, 2004) yang mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara rumah responden dengan kondisi fisik bangunan rumah berisiko sebagai tempat hinggap, istirahat dan menggigit nyamuk malaria sebagai vektor penular malaria dengan nilai OR = 3,07. Berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh (Lamaka, 2009), dan (Maricar,2005) yang menyatakan bahwa kondisi fisik rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria. Jarak rumah yang berdekatan atau
berjarak sekitar 500 m dengan hutan atau sungai sebagai tempat perindukan nyamuk berhubungan dengan kejadian malaria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya lokasi rumah responden berada < 500 m dari tempat perkembangbiakan nyamuk yaitu sebanyak 227 orang (89,4%) dan lokasi rumah responden > 500 m sebanyak 27 orang (10,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Yawan, 2006), (Supardi, 2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna secara statistik keberadaan tempat perkembangbiakan nyamuk dari rumah tempat tinggal responden dengan kejadian malaria. Kebiasaan keluar rumah pada malam hari merupakan saat yang efektif untuk terjadinya penularan. Nyamuk anopheles betina mengigit manusia atau hewan untuk perkembangan telurnya. Hasil analisis hubungan dengan uji statistik Fisher s Exact diperoleh nilai p sebesar 0,619 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah malam hari dengan kejadian malaria. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Munawar, 2005) dan (Sunarsih,dkk., 2009) yang menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan keluar rumah malam harimempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 3,82 kali lebih besar dari pada yang tidak melakukan aktifitas keluar rumah malam hari. Penggunaan Kelambu dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat tidak menggunakan kelambu berinsektisida pada saat tidur malam hari yaitu responden yang rutin menggunakan kelambu berinsektisida yaitu sebanyak 54 orang (21,3%) sedangkan yang tidak pakai kelambu sebanyak 200 orang (78,7%). Hasil analisis hubungan dengan uji statistik (chi square) nilai p sebesar 1,000 (p > 0,05), dengan demikian maka Ho diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan terbalik yang tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian (Husin, 2007) menyatakan kebiasaan tidur menggunakan kelambu pada malam hari mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria di wilayah Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut, dimana risiko terkenamalaria pada orang yang tidak memakai kelambu saat tidur malam 5,8 kali dibandingkan dengan yang mempunyai kebiasaan memakai kelambusaat tidur malam. Berbeda pula dengan penelitian (Munawar, 2005) di Desa Sigeblog Wilayah Puskesmas Banjarmangu I Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah, dimana orang yang tidur malam tidakmenggunakan kelambu punya risiko terkena malaria 8,09 kali lebih besardari orang yang tidur menggunakan kelambu pada malam hari.
Penggunaan obat anti nyamuk adalah cara untuk menghindari kontak atau gigitan dari nyamuk anopheles pada saat malam hari dengan menggunakan obat anti nyamuk, baik yang berupa obat anti nyamuk bakar, semprot, elektrik, atau repellent. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden tidak menggunakan obat anti nyamuk semprot pada malam hari, yaitu sebanyak 221 orang (87,0%) sedangkan yang menggunakan obat anti nyamuk semprot sebanyak 33 orang (13,0%). Hasil analisis uji statistik (chi square) nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05), dengan demikian maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk semprot dengan kejadian malaria. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Erdinal dkk., 2006) bahwa terdapat hubungan yang bermakna, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Harmendo, 2008) yang mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk dimana p=0,25. Jarak puskesmas dengan tempat tinggal respon sangat berpengaruh untuk membatasi kemampuan dan kemauan seseorang untuk mencari pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit, dan di daerah tersebut tidak terdapat rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan jarak puskesmas dengan lokasi tempat tinggal responden 100 % terjangkau. Sedangkan pada penelitian ini Hasil analisis uji chi square tidak dapat dilakukan antara variabel jarak puskesmas dengan kejadian malaria, oleh karena pada variabel jarak puskesmas terdapat 1 kategori yang memiliki jumlah responden 0. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa kejadian Malaria paling banyak menyebar di desa batu gajah yaitu sebanyak 74 orang (23,9%). Ada hubungan kondisi fisik rumah, tempat perkembangbiakan nyamuk, penggunaan obat nyamuk semprot dengan kejadian malaria dan Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria adalah variabel kondisi fisik rumah. Tidak ada hubungan kebiasaan keluar rumah malam hari dan penggunaan kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria. Jarak Puskesmas dan kejadian malaria tidak dapat dilakukan analisis pada tabel 2 x 2. Peneltian ini diharapkan Pemerintah dan Dinas Kesehatan Kota Ambon harus mengembangkan program rumah sehat di lingkungan masyarakat guna pencegahan secara prenventif serta melaksanakn program pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria harus dilaksanakan secara berkesinambungan terintegrasi dan terpadu.
DAFTAR PUSTAKA Arsin, A.A. (2006). Analisis pengaruh faktor iklim terhadap kejadian malaria di pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Sulawesi Selatan. Jurnal Kedokteran YARSI. 1: 46-54 Arsin, A.A. (2012). Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar Masagena Press. Boewono, Damar tri. (2004). Studi Bioekologi Vektor Malaria di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Simposium Nasional Hasil Hasil Litbangkes. Erdinal, Dewi Susanna dan Ririn Arminsih. (2006). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar. Makara Kesehatan. 2:64-70. Frits, Wamaer. (2004). Hubungan Kondisi Fisik Bangunan Rumah dan tempatperindukan Nyamuk dengan Kejadian Malaria Pada Anak Umur 6-59 Bulan di Unit Pelayanan Kesehatan di Distrik Fakfak. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Friyaraiyatini, dkk.,(2006). Pengaruh Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Malaria di Kabupaten Barito Selatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2: 121-128. Harmendo, (2008). Faktor Risiko kejadian Malaria di Wilayah Kena Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka. Tesis tidak diterbitkan. Semarang Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Husin, Hasan. (2007). Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu Propinsi Bengkulu. Tesis. Semarang Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Kazwaini, dkk., (2006). Tempat Perindukan Vektir, Spesies Nyamuk, Anopheles, dan Pengaruh Jarak Tempat. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1: 130-140. Lamaka, Budi. (2009). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Bunobogu Kabupaten Buol. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana UNHAS Maricar, H. (2005). Analisis Faktor Iklim, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku yang berhubungan dengan Kejadian Malaria di Desa Ureng Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2005. Tesis. Makassar Program Pascasarjana UNHAS. Munawar, (2005). Faktor Risiko kejadian Malaria di Puskesmas Benteng kecamatan Nusaniwe. Tesis. Semarang Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Suharjo, dkk., (2009). Community Knowledge about Malaria Treatment, Batealit and Mayong Subdistricts, Jepara Regency. Media Litbang Kesehatan. 29: S43-S48. Sunarsih Elvi, dkk., (2009). Hubungan Kebiasaan keluar malam dan tempat perkembangbiakan nyamuk dengan kejadian malaria. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2: 50-60. Supardi Ahmad (2008) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Tesis. Jakarta Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Yawan Ikrayama (2006), Hubungan Kondisi Fisik Bangunan Rumah dan tempat perindukan Nyamuk dengan Kejadian Malaria di kecamatan Nusaniwe. Tesis. Jakarta Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Peta Sebaran malaria Di Kota Ambon Tahun 2014 Gambar 1 : Peta Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria Gambar 2 : Peta Hubungan antara Kebisaan Keluar Rumah Malam Hari dengan Kejadian Malaria Gambar 3 : Peta Hubungan antara Penggunaan Kelambu Berinteksida dengan Kejadian Malaria
Gambar 4 : Peta Hubungan antara Penggunaan Anti Nyamuk dengan Kejadian Malaria Gambar 5 : Peta Hubungan Tempat Perkembangbiakan Nyamuk dengan Kejadian Malaria