Beberapa Catatan tentang Perubahan. pada Buku II Edisi Revisi 2009

dokumen-dokumen yang mirip
Adapun dari sisi materi, perubahan materi buku II Edisi Revisi 2009, dibandingkan dengan Buku II Edisi 2009, adalah sebagai berikut :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding:

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

ADMINISTRASI PERKARA KEPANITERAAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

Perkara Tingkat Pertama Cerai Gugat. Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

PENGADILAN AGAMA CIREBON KELAS IB Jl. Dr. Ciptomangunkusumo No. 42 Telp./ Fax Cirebon 45131

STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PERADILAN AGAMA (KMA

EVALUASI PENETAPAN KINERJA 2016

STANDAR.OPERASIONAL.PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PERDATA NO. URAIAN KEGIATAN WAKTU PENYELESAIAN KETERANGAN

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

4. SOP KEPANITERAAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI SEMARANG

ALUR PENDAFTARAN GUGATAN PERMOHONAN DI PENGADILAN NEGERI

I. TEKNIS ADMINISTRASI A. PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR IYAH 1. Penerimaan Perkara a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama 1) Sistem pelayanan

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

PENGGUGAT/ KUASANYA. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim, dan Panitera menunjuk Panitera Pengganti. Kepaniteraan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PIDANA

PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B MANUAL MUTU PENJAMINAN MUTU PENGADILAN

BIAYA PERKARA UNDANG-UNDANG NO. 50 TAHUN 2009

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT SOP PENYELESAIAN BERKAS PERKARA GUGATAN

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAGAN ALUR PROSEDUR PENDAFTARAN PERKARA GUGATAN

PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PERDATA PENGADILAN NEGERI TANAH GROGOT. No AKTIVITAS PROSEDUR WAKTU

Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama; Pajak jo Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008; MEMUTUSKAN

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

STANDAR PELAYANAN PERKARA PERMOHONAN

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN UMUM

I. TEKNIS ADMINISTRASI A. PENGADILAN AGAMA 1. Penerimaan Perkara a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama 1) Petugas Meja I menerima gugatan,

CATATAN UNTUK TIM PENYUSUN BUKU II EDISI REVISI TAHUN 2014

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA KETUA PENGADILAN NEGERI BANJARNEGARA KELAS II DAN KETUA PENGADILAN AGAMA BANJARNEGARA KELAS I A

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

REVIU INDIKATOR KINERJA UTAMA PENGADILAN AGAMA WATAMPONE TAHUN 2016

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

SURAT EDARAN Nomor : 1 Tahun 1990 Tentang Petunjuk Pembuatan Penetapan Eks Pasal 71 ayat (2) Dan Akta Cerai Eks Pasal 84 ayat (4)

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

Prosedur berperkara pada Pengadilan Agama Sungai Penuh, adalah sebagai berikut:

Tahapan Berperkara TAHAPAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA. {tab=pendaftaran Tingkat Pertama} PENDAFTARAN PERKARA TINGKAT PERTAMA

BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PERDATA PENDAFTAAN KASASI

SOP PENERIMAAN PERKARA PENINJAUAN KEMBALI

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA No. 10 Tahun 2010

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PERDATA PELAYANAN PERKARA PRODEO

SILABUS SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI PENGADILAN AGAMA (SIADPA Plus) PADA KOMPETENSI TENAGA TEKNIS PERADILAN AGAMA

PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008

A. BUNDEL A TERDIRI DARI 1. Surat Gugatan/ Permohonan 2. Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

ADMINISTRASI MEDIASI DI PENGADILAN

Petugas / Penanggung Jawab. Waktu Penyelesaian. No Uraian Kegiatan Uraian Pelayanan. Ket

LAPORAN KEUANGAN PERKARA PADA WILAYAH MAHKAMAH SYAR'IYAH /PENGADILAN AGAMA... BULAN...TAHUN...

HASIL KEPUTUSAN SIDANG KOMISI II BIDANG BINDALMIN SIADPA PLUS

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PANJAR BIAYA PERKARA PADA PENGADILAN AGAMA MAKASSAR

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Alur Mediasi Awal Litigasi

PENGADILAN NEGERI ARGA MAKMUR Jln. Jend. Sudirman No. 226 (0737) , Home Page:

MEMUTUSKAN. Menetapkan

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG Nomor : W13-A35/0162/HK.00.8/SK/I/2016

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2015

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Penerimaan Perkara Peninjauan Kembali

P U T U S A N Nomor : 52/Pdt.G/2010/PA.Sgr.

STANDAR OPERATION PROCEDURE (SOP) PENGADILAN NEGERI HAM, PHI, PERIKANAN DAN NIAGA MEDAN

Pelayanan Perkara Pidana

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

PENGADILAN AGAMA SINJAI Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Telp. (0482) 21054, Fax SINJAI 92651

P U T U S A N Nomor : 06/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

V. STANDARD OPERATING PROCEDURES ( SOP ) KEPANITERAAN PERDATA

INDIKATOR KINERJA UTAMA PENGADILAN AGAMA TUAL IKU. JLN. JEND. SOEDIRMAN, OHOIJANG LANGGUR Telp/Fax. (0916) 23572,

PROSEDUR BERPERKARA PENGADILAN TINGKAT PERTAMA

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

Nomor: 0220/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

Tugas dan Tanggungjawab PM Hukum

RUMUSAN HASIL KOMISI BIDANG TEKNIS YUSTISIAL. : 1. Pengarahan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MARI

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PERKARA TINGKAT PERTAMA PERMOHONAN CERAI TALAK PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

SOP TATA CARA PEMBUATAN LAPORAN PERKARA PADA PENGADILAN TINGKAT PERTAMA PADA PENGADILAN AGAMA TABANAN

PENGADILAN AGAMA TANGERANG Jl. Perintis Kemerdekaan II Cikokol Tangerang, Telp./ Fax / website :

PENETAPAN Nomor: 0025/Pdt.G/2013/PA.Ntn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

1 jam perkara sesuai dengan nomor urut perkara 4. Membuat formulir penetapan Ketua Pengadilan Negeri tentang

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN

Dra. Hj. Ernida Basry, M.H NIP PANITERA Judul SOP Pencabutan Perkara Tingkat Pertama

REKAPITULASI TEMUAN PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS POLA BINDALMIN DAN HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TAHUN 2009 TEMUAN - TEMUAN

PENGADILAN AGAMA SINJAI Jl. Jenderal Sudirman No. 5, Telp. (0482) 21054, Fax SINJAI 92651

Tugas Pokok dan Fungsi. Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

BAB VII PERADILAN PAJAK

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SALINAN P E N E T A P A N

Transkripsi:

Sekilas Buku II Beberapa Catatan tentang Perubahan pada Buku II Edisi Revisi 2009 Bagi tenaga teknis peradilan (hakim dan kepaniteraan), keberadaan Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama yang lebih dikenal dengan Buku II sangat penting keberadaannya. Buku II ini menjadi salah satu acauan melaksanakan tugas di bidang administrasi maupun teknis peradilan. Hingga kini, Buku II ini mengalami beberapa kali revisi. Terakhir, Pemberlakuan Buku II sebagai pedoman di lingkungan Peradilan Agama atas dasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006. Buku II yang diberlakukan dengan SK KMA tersebut dikenal dengan Buku II Edisi 2007. Sosialisasinya dilakukan saat Rakernas Akbar, Agustus 2008, di Jakarta. Seiring dengan perjalanan waktu, di bidang hukum pun banyak terjadi perkembangan seperti lahirnya Perma Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Perma Nomor 2 Tahun 2009 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya ataupun perkembangan di bidang administrasi peradilan, sehingga beberapa materi dalam Buku II Edisi 2007 dilakukan revisi menyesuaikan dengan perkembangan tersebut. Oleh karena itu, lahirlah Buku II Edisi 2009 yang disosialisasikan pada saat Rekernas MARI 2009, pada bulan Oktober 2009, di Palembang. Pada saat Rapat Koordinasi Ditjen Badilag dengan Ketua dan Pansek PTA Se-Indonesia, 19 Februari 2010 yang lalu, MA (Uldilag) kembali mensosialisasikan Buku II yang disebutnya sebagai Buku II Edisi Revisi 2009. Buku ini merupakan penyempurnaan dari Buku II Edisi 2009, karena lahirnya paket undang-undang di bidang kekuasaan kehakiman, antara lain UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Materi Perubahan Perubahan waktu minutasi dari 30 hari menjadi 14 hari, adalah salah satu perubahan yang diatur dalam Buku II Edisi Revisi 2009 ini. Perubahan ini sejalan dengan ketentuan Pasal 64A ayat (2) UU Nomor 50 Tahun 2009. Selain hal tersebut, terdapat pula penegasan keharusan mencatat segala perkembangan hukum atas putusan hakim dalam catatan kaki putusan (hal 37-39). Perubahan-perubahan lainnya bersifat penagasan terhadap ketentuan yang sudah ada, seperti pencabutan perkara pada tingkat banding, kasasi dan PK, uraian tentang register mediasi, prosedur prodeo, mediasi dan lain-lain. Berikut ini diuraikan secara lebih detai perubahan yang terdapat pada Buku II Edisi Revisi 2009

Penampilan Fisik Dari sisi penampilan fisik, Buku II Edisi 2009 kelihatan cukup tebal, uraian materinya menghabiskan 315 halaman, sedangkan pengantar buku yang terdiri dari kata pengantar, beberapa surat keputusan, dan daftar isi, terdiri dari 21 halaman (rumawi kecil). Sedangkan Buku II Edisi Revisi 2009 kelihatannya lebih ramping. Materi buku tersebut diuraikan dalam 269 halalman, ditambah 24 halaman pengantar. Berkurangnya 46 halaman pada buku II Edisi Revisi 2009 ini, bukan karena banyak materi yang dihilangkan, akan tetapi karena perubahan penataan halaman seperti line spacing yang dikurangi dari edisi sebelumnya. Perubahan Materi Adapun dari sisi materi, perubahan materi buku II Edisi Revisi 2009, dibandingkan dengan Buku II Edisi 2009, adalah sebagai berikut : 1. Penambahan 1 (satu) poin pada bagian Teknis Administrasi, Pengadilan Agama, sub bahasan Pendaftaran Permohonan Banding, yakni angka (19) tentang pencabutan permohonan banding (halaman 8-9). Redaksi lengkapnya sebagai berikut : 19). Pencabutan permohonan banding dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Pembanding mengajukan permohonan pencabutan kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah; b) Apabila permohonan pencabutan dilakukan oleh kuasanya, harus diketahui oleh pihak principal; c) Panitera membuat akta pencabutan banding yang ditandatangani oleh Panitera dan Pembanding; d) Pencabutan permohonan banding tersebut harus diberitahukan kepada pihak terbanding; e) Dengan surat pengantar yang ditandatangani Ketua atau Panitera Pengadilan Agama, pencabutan permohonan banding disertai dengan akta pencabutan banding dan pemberitahuannya ke pihak Terbanding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi Agama.

2. Penambahan 1 (satu) poin pada bagian Teknis Administrasi, Pengadilan Agama, sub bahasan Pendaftaran Perkara Kasasi, yakni angka (29) tentang pencabutan permohonan perkara kasasi (halaman 14). Adapun redaksi lengkapnya sebagai berikut : 29). Pencabutan permohonan perkara kasasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Permohonan pencabutan diajukan oleh Pemohon Kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama yang memeriksa perkara dan disetujui Termohon Kasasi; b) Panitera Pengadilan Agama membuat Akta Pencabutan Kasasi yang ditandatangani Panitera, Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi; c) Pengadilan Agama mengirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI cq. Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MARI dengan lampiran hurup a) dan b) (Vide: Surat Tuada Uldilag MARI No. 08/TUADA- AG/VII/2001 tanggal 5 Juli 2001). 3. Penambahan 2 (dua) poin pada bagian Teknis Administrasi, Pengadilan Agama, sub bahasan Pendaftaran Permohonan Peninjauan Kembali, yakni angka (17) dan (18), dengan redaksi lengkapnya sebagai berikut : 17) Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama yang ditandatangani oleh pemohon peninjauan kembali. Apabila pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan oleh kuasanya, maka pencabutan harus diketahui oleh pihak prinsipal; 18) Pencabutan permohonan peninjauan kembali harus segera dikirim oleh Panitera Pengadilan Agama kepada Ketua Mahkamah Agung disertai akta Akta Pencabutan Permohonan Peninjauan Kembali yang ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Agama. 4. Perubahan ketentuan angka 2 (dua) pada bagian Teknis Administrasi, Pengadilan Agama, sub bahasan (f) Register Perkara (hal. 22-23), sebagai berikut : - Penambahan kalimat penjelasan pada hurup (m) Register Mediasi, yang kolomnya terdiri dari nomor urut, nomor perkara, para pihak, nama mediator, hasil mediasi, dan keterangan; - Penghapusan hurup (n) Register Mediator;

5. Penambahan 1 (satu) poin pada bagian Teknis Administrasi, Pengadilan Agama, sub bahasan (3) Pelaksanaan Persidangan, hurup (d) Putusan (hal. 37-38), sebagai berikut : 4). Pada putusan dibuat catatan kaki putusan berkenaan: a) Segala perkembangan hukum atas putusan hakim; b) Adanya perintah pemberitahuan isi putusan, contoh : memerintahkan kepada JS/JSP (PA tersebut) untuk memberitahukan putusan ini kepada Tergugat dan memerintahkan pula agar kepada Tergugat dijelaskan segala hak-haknya seseuai ketentuan yang berlaku. Apabila PBT telah dilaksanakan, Panitera membuat catatan kaki di bawahnya, contoh: Dicatat di sini : Putusan telah diberitahukan kepada Tergugat tanggal...; c) Adanya permohonan banding atau kasasi. Contoh, Dicatat di sini : Tergugat telah mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut tanggal...(ditandatangani oleh Panitera); d) Telah BHT-nya putusan. Contoh : Dicatat disini: Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal... (ditandatangani Panitera). Catatan kaki BHT ini menjadi dasar: terjadinya cerai (CG), penetapan sidang ikrar thalak (CT), dan eksekusi. 6. Perubahan ketentuan pada bagian Teknis Administrasi, Pengadilan Agama, sub bahasan (3) Pelaksanaan Persidangan, hurup (f) Minutasi berkas perkara, angka 2) (hal. 39), sebagai berikut : 2) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan, berkas perkara harus sudah selesai diminutasi (Sesuai ketentuan Pasal 64A ayat (2) UU Nomor 50 Tahun 2009) 7. Perubahan/penambahan 4 (tiga) poin pada bagian Teknis Peradilan, Pedoman Beracara pada Pengadilan Agama, sub bahasan hurup (d) Perkara Prodeo (hal. 67-68), sehingga berbunyi sebagai berikut : - Angka 9) diganti: 9) Permohonan beracara secara prodeo dapat juga diajukan untuk tingkat banding dan kasasi;

10) Permohonan beracara secara prodeo untuk tingkat banding dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Permohonan izin beracara secara prodeo disampaikan kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara disertai dengan Surat Keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan atau yang setingkat (Banjar, Nagari dan Gampong) yang diperkuat oleh camat yang mentarakan ketidakmampuan Pemohon; b) Permohonan tersebut dicatat oleh Panitera dalam daftar; c) Dalam tenggat waktu 14 (empat belas) hari sejak permohonan itu dicatat oleh Panitera, Hakim yang ditunjuk (Hakim yang menyidangkan pada tingkat pertama) memerintahkan Panitera untuk memberitahukan permohonan itu kepada pihak lawan dan memerintahkan untuk memanggil kedua belah pihak supaya datang di muka hakim untuk dilakukan pemeriksaan tentang ketidakmampuan Pemohon; d) Hasil pemeriksaan Hakim dituangkan dalam Berita Acara; e) Dalam tenggat waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pemeriksaan dilampiri permohonan izin beracara secara prodeo dan surat keterangan kepala desa/kelurahan atau yang setingkat harus dikirim ke PTA bersama-sama dengan bundel A; f) Permohonan dan berita acara hasil pemeriksaan akan diperiksa oleh PTA dan dituangkan dalam bentuk Penetapan yang salinannya disampaikan kepada Pengadilan Agama; g) Setelah Pengadilan Agama menerima penetapan PTA dan permohonan izin beracara secara prodeo dikabulkan, Pengadilan Agama memproses lebih lanjut permohonan banding yang akan diajukan Pembanding; h) Untuk lebih jelasnya, lihat Pasal 12,13 dan 14 UU Nomor 20 Tahun 1947. 11) Apabila permohonan beracara secara prodeo diajukan pada tingkat kasasi, maka: a) Permohonan diajukan kepada Ketua MA melalui Ketua PA dengan dilampiri surat keterangan tidak mampu dari kelurahan/desa/banjar/nagari/gampong;

b) Permohonan beracara secara prodeo dan keterangan tidak mampu serta berkas perkara dan surat-surat terkait dikirim ke MA. 12) Untuk permohonan beracara secara prodeo yang dikabulkan, semua biaya yang timbul dalam perkara tersebut dibebankan kepada Negara melalui DIPA (Vide : Pasal 60B ayat (2) UU Nomor 50 Tahun 2009 dan Pasal 2 ayat (4) Perma Nomor 2 Tahun 2009); 13) Apabila permohonan prodeo ditolak, maka gugatannya hanya dapat didaftarkan bila sudah dibayar verskot biaya perkara; 8. Perubahan/penambahan 4 (empat) poin pada bagian Teknis Peradilan, Pedoman Beracara pada Pengadilan Agama, sub bahasan hurup (q) Perdamaian/Mediasi (hal. 90), sehingga berbunyi sebagai berikut : - Angka 10) diganti: 10) Pada sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi (Pasal 7 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2008); 11) Jika pada hari sidang yang telah ditetukan Tergugat tidak hadir sekalipun telah dipanggil secara patut, tidak diadakan mediasi, dan selanjutnya perkara diputus secara verstek; 12) Jika tergugat lebih dari satu, dan yang hadir hanya sebagian, mediasi tetap dijalankan dengan memanggil lagi Tergugat yang tidak hadir secara patut dengan bantuan Ketua Majelis, dan jika Tergugat yang bersangkutan tetap tidak hadir, mediasi berjalan antara Pengugat dan Tergugat yang hadir. Jika antara Penggugat dan Tergugat yang hadir tercapai kesepakatan perdamaian, Penggugat mengubah gugatannya dengan cara mencabut gugatan terhadap Tergugat yang tidak hadir; 13) Jika para pihak/salah satu pihak menolaj untuk mediasi setelah diperintahkan Pengadilan, maka penolakan para pihak/salah satu pihak untuk mediasi dicatat dalam berita acara sidang dan putusan (Dalam Edisi 2009, terdapat pada poin (10); 14) Apabila mediasi gagal atau tidak berhasil, maka majelis hakim pada persidangan selanjutnya tetap mengusahakan perdamaian pada setiap sidang pemeriksaan (Pasal 82 (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tnteng Peradilan Agama). (Dalam Edisi 2009, terdapat pada poin (11);

15) Dalam hal terjadi perdamaian di tingkat banding, kasasi, atau PK, agar dalam kesepakatan perdamaian dicantumkan kalimat bahwa kedua belah pihak mencantumkan klausula yang berisi bahwa kedua belah pihak mengesampingkan putusan yang telah ada. Demikian, catatan sederhana ini semoga bermanfaat (asnoer) sumber Badilag MARI