BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN Bandar Setia dengan memberikan 10 soal tentang materi operasi hitung

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika mempunyai peran penting dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika yang ada di SD Negeri 2 Labuhan Ratu khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SIMETRI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KREATIF DENGAN PERMAINAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Oleh karena itu keberhasilan anak didik sangat

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN METODE MONTESSORI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENGURANGAN PADA PESERTA DIDIK TUNARUNGU KELAS I SDLB

BAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DALAM BIDANG BERHITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Riska Nur Azizah, 2014 PENERAPAN METODE DRILLDALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PERAWATAN TANAMAN HIAS

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS MISPERSEPSI GUNA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN DATAR DAN KETRAMPILAN MATEMATIKA SISWA SMP TERBUKA NEGERI 1 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam masyarakat tentang matematika sebagai pelajaran yang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kondisi pembelajaran saat ini memberikan peran lebih banyak pada para

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

laku baik intelektual, moral maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas- kualitas

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik yang dikehendaki dunia kerja (Career Center Maine Department

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan berpotensi. Melalui pendidikan akan terjadi proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam. pendidikan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.

BAB I PENDAHULUAN. abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi. yang pemenangnya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat hak atas pendidikan bagi anak penyandang kelainan atau ketunaan diterapkan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, social. Ketetapan Undang-Undang tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena member landasan yang kuat bahwa anak berkebutuhan khusus perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Siswa tunagrahita adalah anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendah (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangnaya memerlukan bantuan atau layanan khusus termasuk didalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya. Bratanata (dalam Efendi, 2009, hlm. 88) The American Association on Mental Deficiency (AAMD) memberikan justifikasi tentang anak tunagrahita dengan merujuk pada kecerdasan secara umum dibawah rata-rata. Dengan kecerdasan yang sedemikian randah menyebabkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap fase perkembangannya Hallahan dan Kauffman,1986, (dalam Soemantri, 2007,hlm. 104) Berdasarkan kapabilitas kemampuan yang bisa dirujuk sebagai dasar pengembangan potensi anak tunagrahita dapat diukur dengan menggunakan

2 tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC) yang diklasifikasikan menjadi: (a) anak tunagrahita ringan menurut Stanford Binet IQ 68-52 dan WISC IQ 69-55, (b) anak tunagrahita sedang menurut Stanford Binet IQ 51-36 dan WISC IQ 54-40, (c) anak tunagrahita berat menurut Stanford Binet 35-20 dan WISC IQ 39-25, (d) tunagrahita sangat berat menurut Stanford Binet >19 menurut WISC > 24 Blake (dalam Somantri, 2007, hlm. 108) Mata pelajaran matematika diberikan untuk membekali anak berkebutuhan khusus tunagrahita ringan dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi ini diperlukan, agar mereka dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah-ubah, tidak pasti, dan kompetitif (Direktur PSLB, 2006, hlm. 101). Untuk dapat memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi serta memahami struktur dan hubungan yang terdapat dalam matematika diperlukan penguasaan konsep-konsep matematika.konsep operasi bilangan dalam matematika adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Pada umumnya pembelajaran konsep operasi bilangan bagi sebagian anak berkebutuhan khusus tunagrahita ringan memerlukan penanganan khusus dan latihan yang berulang-ulang, terutama dalam menyelesaikan operasi pembagian yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibandingkan konsep operasi hitung lainnya (penjumlahan, pengurangan, dan perkalian). Hal ini tampak pada saat mereka harus menyelesaikan operasi pembagian. mereka beranggapan penyelesaian dari operasi pembagian sangat panjang dan melelahkan. Sehingga jawaban yang di didapat tidak sesuai dengan keinginan, dikarenakan mereka asal menjawab, atau adanya keengganan untuk menyelesaikannya. Selain itu juga tidak menutup kemungkinan cara

3 penyampaian guru dalam mengajar berakibat munculnya keenganan bagi peserta didik. Kemampuan dalam penyampaian dan penguasaan materi berperan penting pada pemahaman peserta didik dalam proses belajar mengajar. Metode yang sering diterapkan untuk mengajarkan pembagian pada tahap awal yang dianggap sesuai adalah dengan menghubungkan pembagian ke dalam konsep pengurangan, yaitu dengan memandang pembagian sebagai pengurangan beruntun. Atau dengan memandang pembagian sebagai invers (operasi kebalikan) perkalian, Alexander (2009, hlm. 1). Melalui kedua cara tersebut, guru berharap semua siswa mampu melihat hubungan yang erat antara pembagian dan operasi dasar matematika yang lain. Penggunaan konsep ini sering diterapkan di sekolah, namun sering menimbulkan ketidaksukaan pada peserta didik tunagrahita ringan. Siswa tunagrahita ringan pada dasarnya telah mengenal konsep penjumlahan dan pengurangan sejak mereka kelas II SDLB.Mereka juga telah memahami konsep perkalian sejak kelas III SDLB, serta dikenalkan konsep pembagian sejak awal masuk kelas IV SDLB hingga bilangan 10 pada semester 1. Artinya, ke-empat konsep dasar operasi bilangan sudah dikenalkan dan diterapkan. Namun mereka masih memiliki hambatan untuk menyelesaikan soal-soal pembagian ketika jumlah bilangan yang harus dihitung semakin banyak dan bilangan pembaginya semakin bervariasi. Jumlah peserta didik tunagrahita ringan di kelas IV SDLB-BC Sukamandi ada tiga siswa, mereka masih mengalami hambatan ketika menyelesaikan soal-soal pembagian. Jika menyelesaikan soal pembagian dengan menerapkan metode pengurangan beruntun, hanya bisa dilakukan pada pembagian bilangan sampai 10. Lebih dari bilangan 10, siswa terlihat bingung dengan banyaknya angka yang harus dikurangi. Sehingga ada saja

4 bilangan yang lupa atau terlewatkan untuk dikurangi, yang pada akhirnya siswa merasa lelah dan bosan. Sedangkan jika diterapkan metode pembagian sebagai invers dari perkalian, siswa paling tidak telah menguasai perkalian 2.. Dengan catatan seluruh perkalian setiap bilangan akan diingat-ingat, sehingga memakan waktu yang cukup lama. Demikian juga jika diterapkan dengan metode pembagian dengan teknik ke bawah. Metode ini memiliki tahapan yang cukup panjang untuk diterapkan pada anak dan masih membingungkan mereka, karena menggunakan tiga operasi hitung bilangan. Dari hasil tes yang dilakukan pada peserta didik, nilai rata-rata yang diperoleh 46,6 Adapun indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah 60 dari seluruh siswa yang mendapat nilai 60 ada 2 orang, dengan menggunakan metode kebalikan dari perkalian, berbagai upaya telah dilakukan untuk memecahkan permasalahan ini. Keadaan seperti inilah yang membuat guru ingin melakukan tindakan alternatif dengan menggunakan media himpunan garis yang diharapkan memberikan kemudahan bagi siswa, sehingga pemahaman konsep pembagian bilangan benar-benar dapat dikuasai siswa sesuai dengan kemampuan yang telah dimilikinya. Dinyatakan oleh Alexander (2009, hlm. 1), bahwa:... tahap untuk mengajarkan anak-anak mengenai konsep pembagian bergantung pada kemampuan (bukan pada umur) anak tersebut secara unik sehingga tidak dapat dipaksakan dalam proses pengajarannya. Sangat disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda di dalam menyerap dan menerima pelajaran matematika khususnya dalam operasi pembagian bilangan. Dari ketiga siswa tunagrahita kelas IV SDLB-C keseluruhannya berbeda dalam memahami konsep pembagian. Namun keseluruhannya memiliki dasar membilang yang telah dikuasai dengan cukup baik, maka guru menggunakan media himpunan garis

5 untuk membantu meningkatkan kemampuan anak berkebutuhan khusus tunagrahita kelas IV dalam memahami konsep pembagian. Penggunaan media himpunan garis dapat diterapkan dalam bentuk permainan yang diharapkan memberikan kemudahan saat siswa tunagrahita ringan menyelesaikan soalsoal pembagian. Dalam hal ini digunakan warna-warna yang berbeda pada setiap himpunan yang menunjukkan bilangan pembagi, sedangkan garisnya peneliti menggunakan stik untuk memberikan kemudahan saat siswa tunagrahita ringan menghitung bilangan yang akan dibagi. Penggunaan media himpunan garis, akan terasa seperti bermain bagi siswa tunagrahita ringan. Sehingga mereka akan lebih bersemangat, bergembira, dan tumbuh motivasi yang tinggi pada saat menyelesaikan soal-soal pembagian. B. Sasaran Tindakan Berdasarkan fakta di lapangan peneliti menemukan peserta tunagrahita ringan kelas IV SDLB BC Sukamandi yang belum mampu memahami konsep pembagian. Sedangkan menurut kurikulum untuk siswa tunagrahita ringan kelas IV, pokok bahasan pembagian pada semester 1 sudah mulai dipelajari sampai pada membagi bilangan sampai 10. Setelah melakukan pengamatan dan disebabkan karena mereka belum memahami tentang konsep pembagian dan setelah peneliti amati ternyata cara menghitung siswa masih menggunakan cara tradisional yaitu dengan membuat pagar-pagar atau garis sebagai pembilang sehingga merasa bingung apabila harus membuat garisgaris yang lebih banyak. Selain dari permasalahan tersebut, permasalahan lainnya yang peneliti amati adalah guru mengajar dengan metode ceramah ketika mengajarkan teknik membagi, guru kurang menggunakan media pembelajaran yang dapat memacu semangat siswa untuk belajar. Siswa hanya diberikan tugas untuk mengisi buku tugasnya. Siswa terlihat kurang memiliki

6 semangat untuk mengikuti pelajaran matematika. Ketika peneliti bertanya tentang matematika, siswa berkata matematika adalah pelajaran yang sulit dimengerti. Permasalahan ini akhirnya menyebabkan pemahaman siswa khususnya pada pembagian menjadi rendah. dalam proses pembelajaran, Dari hasil pengamatan dalam pembelajaran matematika, siswa sudah mempelajari perkalian sampai 5, tetapi ada beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menghitung hasil perkalian. Sedangkan untuk pembagian siswa masih menggunakan cara-cara tradisional yang menurut penulis masih perlu dikembangkan agar proses belajar dapat berjalan dengan baik dan dengan perasaan yang gembira. Cara belajar pembagian di kelas IV masih dengan pengurangan berulang misalnya 20 : 2 maka penyelesaiannya adalah dengan mengurangi 10 dengan angka 3 sampai menghasilkan angka 0. Namun metode ini kurang efektif karena terlalu memakan waktu yang lama, mulai dari melakukan pengurangan yang berulang kali sampai dengan menghitung berapa kali pengurangan dilakukan. Selain itu sering merasa malas karena harus menyelesaikan soal dalam waktu yang lama. Dengan keadaan seperti itu, guru memberikan alternatif lain dengan menggunakan cara tradisional yang lain sebagai contoh 10 : 2, maka siswa membuat pagar sebanyak 10 kemudian melingkari setiap 2 pagar. Setelah itu siswa menghitung berapa banyak lingkaran yang dihasilkan untuk dijadikan jawaban. Masalah-masalah yang dihadapi dengan metode ini siswa sering melakukan kesalahan dalam menuliskan jumlah pagar yang harus dibuat kadang terlalu banyak atau sedikit. Sehingga siswa menjadi bingung dan malas dengan banyaknya pagar yang harus dibuat. Maka dari itu diperlukan cara lain untuk dapat mengoptimalisasikan pembelajaran operasi pembagian di sekolah.

7 C. Identifikasi Masalah Pembagian adalah konsep matematika yang dipelajari anak tunagrahita sejak kelas IV SDLB. Setelah menerima pelajaran penjumlahan, pengurangan dan perkalian pada kelas-kelas sebelumnya. Sebagaimana diungkapkan Alexander (2009, hlm. 1) bahwa, Pembagian adalah konsep matematika utama yang seharusnya dipelajari oleh anak-anak setelah mereka mempelajari operasi penambahan, pengurangan, dan perkalian. Sekalipun konsep pembagian telah diterima siswa kelas IV SDLB, namun kemampuan mereka dalam membagi bilangan masih sangat rendah dan masih mengalami kesulitan. Terutama untuk membagi bilangan di atas 10. Hal ini dikarenakan minat mereka yang rendah terhadap soal-soal pembagian. Minat yang rendah tumbuh, karena mereka merasa kesulitan menyelesaikan tugas-tugas dan selalu membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga timbul rasa bosan dan keengganan untuk menyelesaikan tugas. Kalaupun pada akhirnya mereka mau menyelesaikan tugas, hasil yang dicapaipun tidak optimal dan masih banyak kesalahan-kesalahan pada setiap poin soal yang dikerjakan siswa. Konsep pembagian adalah dasar keterampilan matematika yang harus dikuasai siswa tunagrahita ringan untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya (SMPLB dan SMALB) dan sangat berguna bagi kehidupan seharihari mereka nantinya. Namun, hal ini kurang mendapat respon penting dari siswa di kelas IV SDLB di SLB BC Sukamandi. Sehingga setiap mendapat tugas untuk menyelesaikan soal-soal pembagian, terjadi tawar menawar (keinginan untuk tidak mendapatkan tugas) dari siswa atau tawaran dari siswa untuk beralih pada penyelesaian tugas yang lain. Misalnya menyelesaikan soal penjumlahan atau soal pengurangan.

8 Kejadian ini sangat menarik untuk dicermati guru, sebagai salah satu permasalahan pembelajaran yang harus segera dicari jalan keluarnya. Untuk itu guru berupaya meningkatkan kemampuan siswa tunagrahita ringan kelas IV SDLB C dalam memahami konsep pembagian bilangan bulat pada mata pelajaran matematika dengan menerapkan kelompok garis. D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Penggunaan media himpunan garis dapat meningkatkan kemampuan siswa tunagrahita ringan kelas IV SDLB C dalam memahami konsep pembagian bilangan bulat sampai 20 di SLB BC Sukamandi? Selanjutnya penulis ajukan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi awal siswa tunagrahita ringan kelas IV SDLB BC Sukamandi dalam memahami konsep pembagian bilangan bulat sampai 20, sebelum menggunakan media himpunan garis? 2. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran dalam memahami konsep pembagian bilangan bulat sampai 20 dengan menggunakan media himpunan garis pada siswa kelas IV SDLB-C di SLB BC sukamandi 3. Bagaimanakah hasil belajar siswa tunagrahita ringan kelas IV SDLB BC Sukamandi dalam memahami konsep pembagian bilangan bulat sampai 20 sesudah menggunakan media himpunan garis? E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang tercantum dalam tujuan umum dan khusus penelitian. Berikut ini uraian tentang tujuan dari penelitian ini.

9 a. Tujuan Umum Untuk mengetahui penggunaan media himpunan garis dalam meningkatkan pemahaman konsep pembagian bilangan bulat sampai 20 siswa kelas IV SDLB-C. b. Tujuan khusus 1) Ingin mengetahui informasi tentang kondisi awal siswa tunagrahita ringan kelas IV SDLB- C dalam memahami konsep pembagian bilangan bulat sampai 20 sebelum menggunakan media himpunan garis 2) Ingin memperoleh gambaran tentang jalannya proses pelaksanaan pembelajaran konsep pembagian bilangan bulat sampai 20 dengan menggunakan media himpunan garis. 3) Ingin memperoleh gambaran tentang peningkatan hasil belajar siswa tunagrahita ringan dalam memahami konsep pembagian bilangan bulat sampai 20. 2. KegunaanPenelitian Manfaat atau Kegunaan hasil penelitian dapat diklasifikasikan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis. a. Manfaat teoritis Artinya hasil penelitian bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan obyek penelitian dalam pembelajaran matematika, khususnya tentang pemahaman konsep pembagian bilangan bulat. b. Manfaat praktis Bermanfaat memberikan pengetahuan dan pengalaman terhadap pribadi danbagi berbagai pihak yang memerlukannya

10 untuk memperbaiki kinerja, terutama bagi sekolah, guru, dan siswa serta seseorang untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain: 1) Bagi Guru atau Calon Peneliti Sebagai sumber informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian tindakan kelas dan menumbuhkan budaya meneliti agar terjadi inovasi pembelajaran. 2) Bagi Siswa Meningkatkan hasil belajar dan solidaritas siswa untuk menemukan pengetahuan dan mengembangkan wawasan, meningkatkan kemampuan menganalisis suatu masalah melalui pembelajaran dengan model pembelajaran yang inovatif. 3) Bagi Sekolah Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk memperbaiki praktek-praktek pembelajara agar menjadi lebih efektif dan efisien sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa meningkat. 4) Bagi Peneliti Sebagai sarana belajar untuk mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan dengan terjun langsung sehingga dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan selama ini sudah efektif dan efisien.

11