HUBUNGAN ANTARA JUMLAH ROKOK YANG DIHISAP DAN LAMA MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI (Studi pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya)

dokumen-dokumen yang mirip
BEBERAPA FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA SUPIR TRUK

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dapat timbul akibat perkembangan jaman. adalah gaya hidup tidak sehat yang dapat memicu munculnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TEKANAN DARAH MENINGKAT KARYAWAN LAKI-LAKI DI NASMOCO SEMARANG

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU SENJA CERIA SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

Fakultas Farmasi, Universitas Jember Jln. Kalimantan No. 37 Jember RSD dr. Soebandi Jember korespondensi:

BAB I PENDAHULUAN. setelah stroke dan tuberkulosis dan dikategorikan sebagai the silent disease

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

ANALISIS FUNGSI FAKTOR KELUARGA DAN PERSEPSI FATWA HARAM MEROKOK PEGAWAI TERHADAP PERILAKU PELAKSANAAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UMY TENTANG MEROKOK

HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER (Studi Pada Pasien Klinik Penyakit Dalam RSUD dr. Soekardjo) Tahun 2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dampak dari pembangunan di negara-negara sedang berkembang. sebagaimana juga hal ini terjadi di Indonesia, terutama di daerah Jawa

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

Stikes Muhammadiyah Gombong

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

Kata Kunci: Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok, Riwayat Keluarga, Kejadian Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

PERBEDAAN NILAI TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI NADI ANTARA PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK. Oleh : HEERASHENE SITHASIVAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

PREVALENSI PENYAKIT HIPERTENSI PENDUDUK DIINDONESIA DAN FAKTOR YANG BERISIKO

ABSTRAK. EFEK AIR KELAPA (Cocos nucifera L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA POLISI LALU LINTAS

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menular juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

INTISARI. Kata Kunci : Hipertensi, Pelayanan Komunikasi, Informasi Dan Edukasi.

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Mengetahui Hipertensi secara Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

BAB I PENDAHULUAN.

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SMA TENTANG BAHAYA ROKOK DI KOTA DENPASAR PASCA PENERAPAN PERINGATAN BERGAMBAR PADA KEMASAN ROKOK

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA WANITA USIA SUBUR DI PUSKESMAS UMBULHARJO I YOGYAKARTA TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. PENGARUH BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata Kunci: Obesitas, Natrium, Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH ROKOK YANG DIHISAP DAN LAMA MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI (Studi pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya) Feni Hermawatiningsih 1) Siti Novianti dan Sri Maywati 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi Universitas Siliwangi 1) (fenihermafeni@yahoo.com) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi Fakultas Ilmu Kesehatan Univesitas Siliwangi 2) ABSTRAK Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada masyarakat dunia. Hipertensi seringkali disebut pembunuh gelap (silent killer) karena tanpa disertai gejala lebih dulu sebagai peringatan bagi korbannya. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada kelompok umur lebih dari 18 tahun mencapai angka 26,5% dari semua penduduk, itu artinya 1 dari 4 orang dewasa mengalami hipertensi. Kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok adalah salah satu faktor hipertensi. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok dan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada sopir angkot kota Tasikmalaya. Metode penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 102 orang diperoleh dari populasi sebanyak 1128 orang dengan teknik accidental sampling. Instrumen dalam penelitian ini ialah kuesioner, sphygmomanometer, stetoskop, microtoise, dan timbangan berat badan digital. Data dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 66 sopir (64,7%) mengalami hipertensi. Hasil analisis univariat menunjukkan proporsi perokok ringan (1-10batang/hari) 10,8%, perokok sedang (11-20 batang/hari) 67,6%, perokok berat (>20 batang/hari) 21,6%, lama merokok 10 tahun 16,7% dan lama merokok >10 tahun 83,3%. Hasil analisis chi-square (p<0,05) menunjukkan ada hubungan antara jumlah rokok dengan hipertensi p value = 0,035 dengan OR1 = 2,1 dan OR2 = 4,6. Ada hubungan antara lama merokok dengan hipertensi p value = 0,000 dengan OR = 15,3. Disarankan agar sopir yang masih merokok sampai saat ini untuk berhenti merokok dan menjalani gaya hidup sehat. Kepustakaan : 2000-2015 Kata kunci : hipertensi, jumlah rokok, lama merokok.

CORRELATION BETWEEN NUMBER OF CIGARETTE SMOKED AND DURATION OF SMOKING WITH HYPERTENSION (Study On The Transport Driver In Tasikmalaya City) Feni Hermawatiningsih 1) Siti Novianti dan Sri Maywati 2) Student Of Faculty Health Sciences Epidemiology Siliwangi University 1) The Epidemiology Supervisor Professor Faculty of Health Sciences Siliwangi University 2) ABSTRACT Hypertension is one of the major causes of death in the world. Hypertension is often called the assassin (silent killer) because without prior symptom as a warning to the victim. Hypertension is the main risk factor for heart disease, stroke, and kidney disease. The prevalence of hypertension in Indonesia at range of age more than 18 years old has reached 26,5% of the population, that s mean 1 of every 4 adult has hypertension. The bad living habit such as smoking is a one of all factors of hypertension. The purpose of this study was to know correlation between number of cigarettes and duration of smoking with hypertension on the transport driver in Tasikmalaya city. The research method using a cross sectional. Sample of 102 people drawn from a population of 1128 people taken by accidental sampling technique. The instrument of this research were questionnaire, sphygmomanometer, stethoscope, microtoise, and body scale digital. Data were analyzed using chi-square test. The results showed many of 66 driver (64,7%) had hypertension. Univariat analysis showed of proportion mild smoker (1-10 stick/days) 10,8%, moderate smoker (11-20 stick/days) 67,6%, severe smoker (>20 stick/days) 21,6%, duration of smoking 10 years 16,7% and duration of smoking >10 years 83,3%. The results of chi-square analysis (p < 0,05) shown there is significantly association between number of cigarettes with hypertension p value = 0,035 with OR1 2,1 and OR2 = 4,6. There is significantly association between duration of smoking with hypertension p value = 0,000 with OR = 15,3. It is recommended that driver still smoking until today to stop smoking and lead a healthy lifestyle. Bibliography : 2000-2015 Keyword : hypertension, number of cigarette, duration of smoking.

1. PENDAHULUAN Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organorgan vital seperti jantung dan ginjal (Depkes, 2013). Kriteria hipertensi yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistole 140 mmhg atau tekanan darah diastole 90 mmhg (JNC VII, 2003). Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit jantung koroner, infark miokard, penyakit kardiovaskular, gagal jantung kongesif, stroke, dan penyakit ginjal (Houston, 2009). Dalam statistik kesehatan dunia 2012 WHO melaporkan bahwa hipertensi adalah suatu kondisi berisiko tinggi yang menyebabkan sekitar 51% dari kematian akibat stroke dan 45% dari penyakit jantung koroner (Kemenkes RI, 2015). Prevalensi hipertensi di Indonesia pada kelompok umur 18 tahun sebesar 26,5% (Riskesdas, 2013). Di kota Tasikmalaya pada tahun 2015, hipertensi menduduki peringkat pertama penyakit tidak menular dengan total 19.847 kasus (Dinkes Kota Tasikmalaya, 2015). Sebanyak 27 dari 34 partisipan atau sebesar 79% sopir mempunyai tekanan darah diatas normal (120/80 mmhg - 139/90 mmhg) pada saat survey awal penelitian. Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti status gizi, kebiasaan makan, pola kerja, aktivitas fisik, dan gaya hidup (Yang, 2006). Faktor risiko terjadinya hipertensi, secara umum terbagi menjadi faktor risiko yang dapat dikontrol atau dapat diubah (changeable), seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok serta konsumsi alkohol dan garam dan tidak dapat dikontrol atau tidak dapat diubah (unchangeable), seperti keturunan, jenis kelamin, dan usia (Astawan & Andre, 2008).

Faktor jenis pekerjaan seseorang ternyata memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mencetuskan hipertensi. Profesi sebagai sopir memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan pekerja lainnya. Tingginya kejadian hipertensi pada sopir dipengaruhi oleh beberapa hal seperti aktivitas fisik, stres akibat tekanan kerja, faktor lingkungan, dan faktor gaya hidup (Nasri dan Moazenzadeh, 2006). Gaya hidup yang biasa ditemui pada sopir yaitu kebiasaan merokok. Terbukti pada survey awal penelitian, sebanyak 32 (94%) dari 34 partisipan merupakan perokok aktif. Kebiasaan ini tentu saja dapat memicu terjadinya berbagai penyakit antara lain hipertensi karena setidaknya ada 4000 zat kimia yang ada di dalam sebatang rokok. Klasifikasi perokok berdasarkan jumlah rokok yang dihisap meliputi, perokok ringan apabila merokok 1-10 batang perhari, perokok sedang apabila merokok 11-20 batang perhari, perokok berat apabila merokok>20 batang perhari (Sitepoe, 2000). Klasifikasi perokok berdasarkan lama merokok meliputi, 10 tahun dan >10 tahun (Suheni, 2007). 2. METODE Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok dan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada sopir angkot kota Tasikmalaya, menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh sopir angkot di kota Tasikmalaya dengan populasi sebanyak 1128 orang. Sampel yang didapatkan setelah melakukan perhitungan dengan rumus Notoatmodjo sebanyak 102 sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Variabel bebas adalah jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok terhitung dari sejak usia pertama kali merokok sampai saat penelitian dilaksanakan. Variabel terikat adalah hipertensi yaitu tekanan darah sistol 140

mmhg dan tekanan darah diastol 90mmHg. Variabel lain yang turut mempengaruhi kejadian hipetensi yang juga diukur dalam penelitian ini adalah kebiasaan makan tinggi natrium dan lemak, serta yang dikendalikan adalah IMT, umur, genetik dan kebiasaan konsumsi alkohol. Data yang terkumpul dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji kai-kuadrat pada taraf signifikansi 0,05. 3. HASIL PENELITIAN a. Analisis Univariat 1) Jumlah Rokok yang Dihisap Setiap Hari Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Jumlah Rokok yang Dihisap Perhari Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Tahun 2016 Kategori Jumlah Rokok Jumlah Presentase Perokok Berat (>20 batang/hari) 22 21,6 Perokok Sedang (11-20 batang/hari) 69 67,6 Perokok Ringan (1-10 batang/hari) 11 10,8 Total 102 100 Responden yang termasuk dalam kategori perokok ringan sebanyak 11 responden (10,8%), responden yang termasuk kedalam kategori perokok sedang sebanyak 69 responden (67,6%) dan responden yang termasuk kategori perokok berat sebanyak 22 responden (21,6%). 2) Lama Merokok Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Lama Merokok Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Tahun 2016 Kategori Lama Merokok Jumlah Presentase >10 tahun 85 83,3 10 tahun 17 16,7 Total 102 100 Responden yang termasuk dalam kategori >10 tahun berjumlah 85 responden (83,3%) dan 10 tahun berjumlah 17 responden (16,7%).

b. Analisis Bivariat 1) Hubungan Jumlah Rokok dengan Kejadian Hipertensi Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Tabel 3.3 Hubungan Jumlah Rokok dengan Kejadian Hipertensi Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Tahun 2016 No. Kategori Kejadian Hipertensi Jumlah Hipertensi Tidak Total Rokok n % n % n % 1 >20 12 54,5 10 45,5 22 100 batang/hari 2 11-20 50 72,5 19 27,5 69 100 batang/hari 3 1-10 4 36,4 7 63,6 11 100 batang/hari Total 66 64,7 36 35,5 102 100 P Value 0,035 OR OR 1 2,1 OR 2 4,6 Hipertensi banyak terjadi pada responden dengan kategori perokok 11-20 batang perhari, Hal ini dikarenakan banyaknya responden yang merokok 11-20 batang perhari. Pada kategori perokok yang merokok >20 batang sehari dari total 22 responden, sebanyak 12 responden (54,5%) mengalami hipertensi dan 10 responden (45,5%) tidak hipertensi. Kategori perokok 11-20 batang perhari didapati sebanyak 50 responden (72,5%) mengalami hipertensi dan 19 responden (27,5%). Sedangkan hipertensi tidak banyak dialami oleh perokok dengan kategori merokok 1-10 batang perhari, sebanyak 4 responden (36,4%) mengalami hipertensi dan 7 responden (63,6%) tidak mengalami hipertensi. Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P = 0,035 (P value 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jumlah batang rokok yang dihisap perhari dengan kejadian hipertensi. Seseorang yang merokok lebih dari 20 batang perhari berisiko terkena hipertensi 2 kali lebih besar daripada seseorang yang

merokok 10 batang perhari (OR = 2,1). Sedangkan seseorang yang merokok 11-20 batang perhari berisiko 4,6 kali lebih besar terkena hipertensi (OR = 4,6). 2) Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Tabel 3.3 Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Tahun 2016 No. Kategori Kejadian Hipertensi Total Lama Hipertensi Tidak Merokok n % n % n % 1 > 10 63 74,1 22 25,9 85 100 tahun 2 10 3 17,6 14 82,3 17 100 tahun Total 66 64,7 36 35,3 102 100 P Value OR 0,000 15,3 Lama merokok dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori 10 tahun dan >10 tahun. Dari tabel diatas dapat dilihat kejadian hipertensi pada kelompok >10 tahun lebih besar dibandingkan dengan kelompok 10 tahun. Pada kelompok >10 tahun sebanyak 63 responden (74,1%) mengalami hipertensi dan 22 responden (25,9%) tidak mengalami hipertensi. Sedangkan hipertensi tidak banyak dialami oleh kelompok perokok yang merokok 10 tahun. Sebanyak 14 responden (82,3%) tidak mengalami hipertensi dan 3 responden (17,6%) mengalami hipertensi. Nilai P value yang diperoleh dari analisis Chi-Square adalah 0,000 (P value 0,05), yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi. Nilai OR 15,3 yang berarti responden yang merokok lebih dari 10 tahun memiliki risiko 15,3 kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingakan dengan responden yang merokok 10 tahun.

4. PEMBAHASAN a. Hubungan Jumlah Rokok dengan Kejadian Hipertensi Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Hasil Penelitian hubungan antara jumlah rokok dengan hipertensi menggunakan uji statisktik Chi-Square didapatkan hasil nilai P 0,05 (P value = 0,035) yang berarti ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi. Seseorang yang merokok lebih dari 20 batang perhari berisiko terkena hipertensi 2 kali lebih besar daripada seseorang yang merokok 10 batang perhari (OR = 2,1). Sedangkan seseorang yang merokok 11-20 batang perhari berisiko 4,6 kali lebih besar terkena hipertensi (OR = 4,6). Risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang yang merokok lebih dari satu bungkus rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan daripada mereka yang tidak merokok (Bustan, 2000). Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) perhari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok (Sitepoe, 2000). b. Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi Pada Sopir Angkot Kota Tasikmalaya Hasil Penelitian hubungan antara lama merokok dengan hipertensi menggunakan uji statisktik Chi-Square didapatkan hasil P value 0,05 (P value = 0,000) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi. Seseorang yang merokok >10 tahun berisiko terkena hipertensi 15,3 kali lebih besar daripada seseorang yang merokok 10 tahun (OR =15,3). Dampak rokok memang akan terasa 10-20 tahun pasca penggunaan. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia mulai

merokok, semakin sulit untuk berhenti merokok, maka semakin lama seseorang akan memiliki kebiasaan merokok. Hal itu menyebabkan semakin besar pula risiko untuk menderita hipertensi (Bustan, 2000). Dampak rokok bukan hanya untuk prokok aktif tetapi juga perokok pasif, walaupun dibutuhkan waktu 10-20 tahun tetapi terbukti merokok mengakibatkan 80% kanker paru dan 50% terjadinya serangan jantung, impotensi dan gangguan kesuburan (Sitepoe, 2000). 5. SIMPULAN a. Proporsi perokok 72,5% dengan jumlah rokok yang dihisap sebanyak 11-20 batang perhari. b. Proporsi lama merokok >10 tahun 74,1%. c. Responden yang mengalami hipertensi sebanyak 66 orang (64,7%). d. Ada hubungan antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi (nilai P=0,0035, OR1=2,1 dan OR2=4,6). e. Ada hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi (nilai P=0,000, OR=15,3) 6. SARAN a. Bagi Sopir Angkot Mengurangi atau menghindari faktor risiko terhadap kejadian hipertensi merupakan upaya yang baik. Melakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala dan melakukan pengobatan bagi sopir yang memiliki hipertensi agar tidak berlanjut menjadi penyakit degeneratif yang lebih parah. Membiasakan pola hidup sehat untuk mengurangi risiko hipertensi. Tidak mengkonsumsi rokok/berhenti merokok dalam kehidupan sehari-hari merupakan perilaku yang bijaksana. Untuk perokok addict, bulatkan tekad untuk berhenti merokok dan atur target waktu untuk berhenti merokok.

b. Bagi Peneliti Lain Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan cara menganalisis atau mengendalikan variabel pengganggu yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan merupakan faktor risiko hipertensi dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Astawan M, & Andre LK. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Bustan, M N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta. Rineka Cipta Dinkes Kota Tasikmalaya. 2015. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2015. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar RISKESDAS Indonesia Tahun 2013. www.depkes.go.id (diakses 23 Nopember 2015) Joint National Committee VII. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U. S. D E Partme Nt Of Health and Human Services Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Buku Saku Waspadai Hipertensi, Kendalikan Tekanan darah. Jakarta: Kemenkes RI Nasri and Moazenzadeh. 2006. Coronary Artery Disease Risk Factor In Driving Versus Other Occupation. ARYA Journal 2006 (Summer); Volume 2, Issue 2 (diakses pada 12 Oktober 2015) Sitepoe, Mangku. 2000. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta: Gramedia Suheni, Yuliana. 2007. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-laki Usia 40 Tahun keatas di Badan RS Daerah Cepu. Semarang: Jurnal UNS WHO. 2001. World Health Organization-International Society of Hypertension Guidelines far the Management of Hypertension 2001; 17: 151-183 Yang, Haiou, dkk. 2006. Work hours and self-reported hypertension among working people in California. Hypertension. 2006;48:144-750. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16940208 (diakses pada 23 Nopember 2015)