NILAI NUTRISI PAKAN KOMPLIT BERBASIS JERAMI FERMENTASI UNTUK RUMINANSIA SECARA IN VITRO (In Vitro Nutrition Value of Complete Feed Based on Fermented Straw for Ruminant) LYDIA ANDINI, FIRSONI dan C. ELLEN K. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jl. Lebak Bulus Raya, No. 49 Jakarta Selatan. ABSTRACT Research were done to measure in vitro nutrition value of complete feed based on fermented straw for ruminant containing combination of fermented straw, field grass, leaves with high protein content such as Tithonia diversifolia and Moringa oleifera and commercial concentrate. Five levels of combination were observed, i.e. A1 (0 : 60 : 10 : 30); A2 (5 : 55 : 10 : 30); A3 (10 : 50 : 10 : 30); A4 (15 : 45 : 10 : 30) and A5 (20 : 40 : 10 : 30). Parameters observed are ph, NH3, VFA, crude fiber, gross energy, gas production, and mass production of microbes using Hohenheim methods. Results showed the highest VFA value was found at treatment A5 (7,20 mm) and highest gross energy value at treatment A5 (3511,21 kkal/kg), while the highest gas production was found at treatment A2 (35 ml/mgbk) and ammonia NH3 production was also found at A2 (28,64 mg/100 ml). In conclusion the addition of fermented straw will increase quality of feed for ruminant. Kata Kunci: Fermentation Sorgum Straw, Ruminant, In Vitro ABSTRAK Penelitian telah dilakukan secara in vitro untuk mengukur nilai nutrisi dari pakan komplit yang berbasis jerami fermentasi untuk ruminansia yang mengandung kombinasi perlakuan hijauan berkualitas yaitu jerami fermentasi, rumput lapang, konsentrat berkualitas yang terdiri dari hijauan berprotein tinggi antara lain daun Tithonia diversifolia dan Moringa oleifera) dan konsentrat komersial. Lima tingkat kombinasi yang diteliti yaitu, A1 (0 : 60 : 10 : 30); A2 (5 : 55 : 10 : 30); A3 (10 : 50 : 10 : 30); A4 (15 : 45 : 10 : 30) dan A5 (20 : 40 : 10 : 30). Parameter yang diukur adalah ph, NH3, VFA, serat kasar, renergi total, produksi gas dan produksi massa mikroba menggunakan metode Hohenheim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VFA tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan A5 (7,20 mm) dan energi total tertinggi juga terdapat pada A5 (3511,21 kkal/kg), sementara produksi gas tertinggi terdapat pada A2 (35 ml/mgbk) dan produksi ammonia NH3 juga terdapat pada A2 (28,64 mg/100 ml). Hasil yang didapat secara umum adalah dengan penambahan jerami fermentasi akan meningkatkan kualitas dari pakan ruminansia. Kata Kunci: Jerami Sorgum Fermentasi, Ruminansia, In Vitro PENDAHULUAN Keterbatasan dan ketersediaan pakan ternak secara kualitas maupun kuantitas di Indonesia masih rendah, sehingga menghambat peningkatan produksi serta populasi ternak ruminansia. Beberapa cara yang sudah dilakukan antara lain dengan penambahan pakan konsentrat dan suplemen pakan selain pakan basal rumput. Pakan basal atau hijauan masih belum bisa mencukupi karena kualitas dan kuantitasnya rendah dengan harga yang mahal. Segala macam jerami serta beberapa jenis sumber serat kasar lainnya sebagai hasil samping pertanian dapat ditingkatkan kualitasnya dengan melakukan fermentasi. (MATONDANG dan FADWIWATI, 2003; ANDINI et al., 2008; SASONGKO et al., 2008). Pada musim kemarau jerami sorgum, jerami jagung dan rerumputan sulit didapat dan kualitasnya rendah. Oleh karena itu, supaya kualitas pakan meningkat dapat dilakukan antara lain dengan cara fermentasi. Jerami sorgum fermentasi dengan polikultur mikroba dan urea pada berbagai konsentrasi telah dilakukan pada percobaan sebelumnya 529
(MATONDANG dan FADWIWATI, 2003). Fermentasi dilakukan dengan pemberian urea yaitu sumber N nonprotein serta polikultur mikroba pada limbah pertanian atau dalam bentuk jerami, sehingga akan meningkatkan kualitas, daya cerna serta efisiensi pakan di dalam rumen yang diharapkan akan meningkatkan produksi ternak. Sorgum merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan serta dapat tumbuh di lahan yang bersifat masam. ataupun untuk diversifikasi pangan, sedangkan daun atau jeraminya bisa digunakan untuk pakan ternak ruminansia (ANDINI, 2008]. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai nutrisi dan evaluasi biologinya secara in vitro pada pakan komplit yang mengandung jerami sorgum fermentasi dan konsentrat berkualitas. MATERI DAN METODE Rumput lapang, hijauan berkualitas terdiri dari jerami sorgum fermentasi. Sedangkan konsentrat berkualitas terdiri dari daun berprotein tinggi yaitu daun Tithonia diversifolia serta daun Moringa oleifera. Penelitian in vitro dengan metode HOHENHEIM yang berdasarkan produksi gas dari tiap kombinasi pakan perlakuan seperti pada Tabel 1 (MENKE et. al., 1979; KRISNAMOORTHY, 2001; ANDINI et al., 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai nutrisi kombinasi pakan komplit berbasis pakan hijauan dan konsentrat berkualitas secara in vitro dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai ph antara 7,26 7,33 artinya nilai tersebut masih dalam kisaran normal. Sedangkan nilai VFA berkisar antara 5,1 7,2 mm; produksi NH 3 berkisar antara 15,20 16,44 mg%, hal ini berarti degradasi protein menjadi NH 3 tertinggi adalah sebesar 16,44 mg% yang dicapai pada perlakuan A5 yaitu perlakuan dengan kombinasi perlakuan HB 20%, rumput 40%, KB 10% serta NKB 30%. Serat kasar tertinggi pada perlakuan A1 yaitu pakan yang terdiri rumput sebanyak 60%, KB 10% serta NKB 30%. Hal ini disebabkan perlakuan A1 mengandung lebih banyak rumput yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi. Sedangkan perlakuan A5 karena mengandung HB lebih tinggi maka kadar serat kasarnya lebih rendah daripada perlakuan yang mengandung rumput tinggi serat kasarnya tinggi pula. Sedangkan produksi massa mikroba tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan A2 dengan kandungan HB sebanyak 5% yaitu sebesar 65,28 mg. Nilai KCBO tertinggi pada perlakuan A3. Sedangkan protein tertinggi pada perlakuan A5 yaitu sebesar 0,350 mg. Produksi gas tertinggi pada perlakuan A2 yaitu sebesar 47,10 ml/200mg BK, sedangkan terendah pada perlakuan A5 yaitu sebesar 33,99 ml/200mg BK. Hal ini berarti A5 mempunyai kualitas pakan lebih baik daripada A2 karena mengandung lebih banyak hijauan berkualitas yaitu sebanyak 20%. Pada Tabel 2 dapat dilihat Produksi VFA dan gross energy tertinggi pada perlakuan A5 Pada Tabel 2 dapat dilihat Produksi VFA dan gross energy tertinggi pada perlakuan A5 berarti sesuai dengan yang dikatakan Tabel 1. Kombinasi perlakuan hijauan dan konsentrat berkualitas pada pakan komplit secara in vitro Perlakuan HB Rumput KB NKB Total A1 0,00% 60,00% 10,00% 30,00% 100% A2 5,00% 55,00% 10,00% 30,00% 100% A3 10,00% 50,00% 10,00% 30,00% 100% A4 15,00% 45,00% 10,00% 30,00% 100% A5 20,00% 40,00% 10,00% 30,00% 100% R: Rumput; HB: Hijauan berkualitas; KB: Konsentrat berkualitas; NKB: Konsentrat komersial 530
Tabel 2. Nilai nutrisi kombinasi pakan komplit berbasis pakan hijauan dan konsentrat berkualitas secara in vitro Parameter A1 A2 A3 A4 A5 ph 7,330 7,260 7,310 7,250 7,290 VFA (mm) 5,550 5,100 5,550 6,600 7,200 NH 3 (mg/%) 15,600 15,870 16,110 15,200 16,440 Seratkasar (%) 30,360 28,420 27,440 28,310 29,560 Gross energy (kkal/kg) 3415,440 3351,280 3481,620 3426,140 3511,210 Mikroba (mg) 52,420 65,280 47,240 48,890 61,940 KCBK (%) 57,550 58,300 58,440 58,240 58,480 KCBO (%) 59,130 45,090 60,110 59,740 60,020 Protein (mg/%) 0,334 0,258 0,304 0,256 0,350 Produksi gas (ml/200mgbk) 42,700 47,100 40,330 37,610 33,990 A1 A5: Kombinasi perlakuan HB dan KB dengan berbagai konsentrasi ARORA bahwa VFA merupakan sumber energi bagi ruminansia, karena gross energy perlakuan A5 tinggi maka. produksi VFA juga tinggi. Asam lemak terbang (VFA) adalah sumber energi bagi ruminansia, VFA merupakan produk akhir fermentasi gula sebagian besar berupa asetat, propionat dan butirat. Produk VFA ini tergantung dari pakan ternaknya. Apabila pakan terdiri dari pakan serat tinggi akan lebih banyak menghasilkan asetat, sedangkan dengan pakan yang banyak mengandung pati atau pakan yang mudah terserap akan menghasilkan propionat yang relatif lebih tinggi. Produksi VFA dan sel mikroba dalam rumen juga tergantung dari kecernaa TDN dari pakan (ARORA, 1995). DEWHURT et al. (2000) menyatakan bahwa dalam rumen pada ternak ruminansia, pada dasarnya adalah fermentor alami yang mengubah tanaman menjadi protein mikroba selanjutnya diubah menjadi protein pada daging atau susu. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi NH 3, protein serta KCBK tertinggi pada perlakuan A5. Pada perlakuan A5 mempunyai kandungan hijauan berkualitas sebanyak 20%. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi penggunaan HB makin tinggi pula nilai nutrisi dari pakan tersebut. Hal tersebut juga tergantung dari kualitas cairan rumen yang digunakan dimana terdapat banyak populasi mikroba pencerna serat atau protein yang akan mendegradasinya sehingga terjadi fermentasi yang baik dan menyebabkan efisiensi pakan yang akan meningkat. (MUNASIK, 1998 dan SIRAPPA et al., 2003) menyatakan bahwa efisiensi transfer nitrogen oleh ruminansia 20 30% ke susu dan 10 20% ke daging. Produksi protein tertinggi adalah sebesar 0,350 mg/% terdapat pada perlakuan A5. Seluruh protein yang berasal dari makanan pertama kali dihidrolisa oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisa protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar amonia yang dihasilkan. Bakteri maupun protozoa di dalam rumen dapat mencerna protein karena memiliki enzim proteolitik yaitu proteinase dan peptidase yang berfungsi memecah protein dari pakan yang ada di dalam rumen. Hidrolisa protein menjadi asam amino diikuti oleh proses deaminase untuk membebaskan amonia. Kecepatan deaminase biasanya lebih lambat daripada proteolisis. Oleh karena itu, konsentrasi asam asam amino dan peptida lebih besar setelah makan, baru kemudian diikuti oleh konsentrasi amonia kira-kira 3 jam setelah makan. (ARORA, 1995). Sintesa protein mikroba tergantung pada kecepatan pemecahan nitrogen makanan, kecepatan absorpsi amonia dan asam asam amino, kecepatan alir bahan keluar dari rumen berdasarkan jenis makanan. Kualitas dari sumber protein juga penting karena 50% nitrogen tanaman diubah menjadi protein mikroba. 531
Pengaruh dari sintesa protein adalah pembentukan protein yang memiliki nilai hayati lebih tinggi dari protein yang bernilai hayati rendah. Alasan inilah yang mengesampingkan kebutuhan asam amino pada ruminansia. Pada Gambar 1 menunjukkan produksi gas yang dihasilkan pada perlakuan A1 A5. Pada Gambar tersebut dapat dilihat bahwa produksi Gas tertinggi pada perlakuan A2, sedangkan terendah pada perlakuan A5. Perlakuan A5 mempunyai kandungan HB tinggi yaitu 20% sehingga produksi gas rendah, karena HB yang terdiri dari jerami fermentasi sudah mengalami degradasi terlebih dulu sebelum difermentasi oleh mikroba rumen. Pakan yang digiling cenderung menyebabkan kembung. Sedangkan ransum yang berupa pelet lebih sulit menimbulkan kembung daripada non-pelet, karena pakan berupa gilingan akan mengurang protozoa. KESIMPULAN Hasil yang didapat menunjukkan bahwa nilai VFA, NH 3, GE, KCBK serta Protein tertinggi pada A5 yaitu berturut turut sebesar 7,20 mm, 16,44 ml/%, 3511,21 kkal/kg, 58,48% dan 0,350 mg/%, sedangkan produksi gas tertinggi pada perlakuan A2 yaitu sebesar 40,83 ml/200mg BK dan makin lama makin turun yaitu pada A5 terendah yaitu sebesar 47,10 ml/200mg BK Asupan sorgum fermentasi dan konsentrat berkualitas pada pakan komplit berpotensi meningkatkan nutrisi pakan ruminansia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Hj. Titin Maryati, Edy Irawan K., H. Ibrahim Gobel, Adul, Dedi Ansori, Udin, Nassan dan semua fihak yang membantu penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA AERTS, R.J., T.N. BARRY and W.C. MCNABB. 1999. Polyphenols and agriculture: beneficial effects of proanthocyanidins in forages. Agric. Ecosyst. Env. 75: 1 12. ANDINI, L., A. KURNIAWATI dan W.T. SASONGKO. 2008. Pengaruh fermentasi pada kecernaan jerami sorgum mutan oleh mikroorganisme rumen secara in vitro. Sorgum Fermentasi Pros. Apisora. 2008. ANDINI, L., SHINTA dan SUHARYONO. 2009. Nilai biologis substitusi suplemen pakan multinutrien pada hijauan sorgum sebagai pakan ternak ruminansia secara in vitro. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 13 14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 201 207. Produksi gas (ml/200 mg BK) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 2 4 6 8 10 12 24 48 Lama inkubasi Gambar 1. Produksi gas pada masing-masing perlakuan (5 macam) pakan hijauan berkualitas secara in vitro. 532
ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. p. 114. DEWHURT, R.J., J.M. MOORBY, M.S. DHANOA, R.T. EVANS and W.J. FISHER. 2000. Effects of altering the energy and protein supply to dairy cows during the dry period I intake body condition score and milk production. J. Dairy Sci. 83(2000): 1782 1794. KRISNAMOORTHY. 2001. RCA Training Workshop on in vitro Techniques for Feed Evaluation IAEA. Jakarta. Indonesia. 2001. pp. 54. MENKE, K.H., RAAH, L., SALEWSKI, A., STEINGASS, H., FRITZ, D. dan SCHENEIDER, W., 1979. The estimation of the digestibility and metabolizable energy content of ruminant feedstuffs from the gas production when they are incubated with rumen liquor in vitro. J. Agric. Sci. Cambridge 92: 217 222. MUNASIK, M.P., C.H. PRAYITNO, T. WIDIYASTUTI dan A. MARMONO. 1998. Upaya Penggunaan Hijauan Sorgum Manis (Sorghum bicolor l. Moench) Varietas Rio sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. R.H. MATONDANG dan A.Y. FADWIWATI. 2003. Pemanfaatan jerami jagung fermentasi pada sapi dara bali (sistem Integrasi jagung sapi). Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. SIRAPPA, M.P. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan dan Industri. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. J. Litbang Pertanian. 533