DATA DAN KARAKTERISTIK VAKSIN BAKTERI UNTUK BABI YANG BEREDAR DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI. Unit Uji Bakteriologi

Patogenisitas Isolat Lokal Bordetella bronchiseptica pada Babi Anak

PERMASALAHAN PENYAKIT SEBAGAI KENDALA USAHA PETERNAKAN ITIK (IMPORTANT DISEASES IN DUCK FARMING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

BAB I PENDAHULUAN. Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus atau biasa disingkat MERS-

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT

Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Khairul Daulay, Sarji, Deden Amijaya, Neneng Atikah, Meutia Hayati, Ernes Andesfha

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang secara ekonomi paling penting pada babi di dunia (Fenner et al., 2003)

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berbentuk coccus (Rosenkranz et al., 2001). Secara serologis, sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi dalam usaha

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

Resistensi antimikroba pada hewan: Perspektif produksi ternak global dan korelasinya dengan penggunaan antimikroba

PEMBERANTASAN PENYAKIT DAN VAKSINASI HOG CHOLERA PADA TERNAK BABI DI DESA KELATING TABANAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

EFIKASI VAKSIN MYCOPLASMA GALLISEPTICUM UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PERNAFASAN MENAHUN PADA AYAM BURAS DI LOKASI PENGEMBANGAN BIBIT TERNAK

Pemanfaatan Plasma Nutfah Mikroba Bordetella bronchiseptica sebagai Perangkat Deteksi Antibodi

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN VAKSIN BAKTERI ACTINOBACILLUS PLEUROPNEUMONIAE SEROTYPE 1, 2, 3, 4, 5, DAN 7

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

I. PENDAHULUAN. banyak dipelajari sejak salah satu strain anggotanya diisolasi pertamakali oleh

KAJIAN PENGUJIAN MUTU VAKSIN CORYZA DAN KEJADIAN PENYAKIT DI LAPANGAN ISTIYANINGSIH

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INFEKSI VIRUS TRANSMISSIBLE GASTROENTERITIS PADA BABI

B A B 1 PENDAHULUAN. menginfeksi manusia. Menurut Tuula (2009), bakteri ini berada di kulit (lapisan

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

Gambaran Patologi Kasus Kolibasilosis pada Babi Landrace

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

Di dalam pelaksanaannya, petugas karantina ikan hams mengetahui jenisjenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan komoditas perikanan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya,

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan konsumsi air

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

tudi Epidemiologi Penyakit Tuberculosis pada Populasi Sapi di Peternakan

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ERYSIPELAS PADA HEWAN DAN ERYSIPELOID PADA MANUSIA (SEBUAH ZOONOSIS) Devi Y.J.A. Moenek ABSTRACT PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.271, 2010 KEMENTERIAN PERTANIAN. Komoditas Pertanian. Pelarangan. Jepang.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

PENGKAJIAN KUALITAS VAKSIN INFECTIOUS BRONCHITIS (IB) AKTIF di BEBERAPA PROVINSI di INDONESIA EMILIA, YUNI YUPIANA, NENI NURYANI, YATI SURYATI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

... "". t'..' KEMUNGKINAN Pasteurella multocida SEBAGAI ZOONOSIS B NASIP BIN ELI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR.

AKABANE A. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERLAKUAN SEDIAAN ENROFLOKSASIN TERHADAP KOLIBASILOSIS PADA AYAM PEDAGING STRAIN COBB

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit. sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

Transkripsi:

DATA DAN KARAKTERISTIK VAKSIN BAKTERI UNTUK BABI YANG BEREDAR DI INDONESIA MEUTIA HAYATI Unit Uji Bakteriologi Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunungsindur Bogor, Indonesia 16340 ABSTRAK Vaksinasi dilakukan sebagai upaya pencegahan penyakit pada babi sehingga menurunkan penggunaan antibakteri. Vaksin Bakteri yang beredar di Indonesia yaitu, Mycoplasma hyopneumoniae Bordetella bronchiseptica, Pasteurella multocida, Actinobacillus pleuropneumoniae, Haemophilus parasuis dan Erisipelas. Selama ini jenis vaksin untuk penyakit pernafasan Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC) banyak digunakan, hal ini dikarenakan kasus PRDC menjadi masalah penting di peternakan babi. Pangsa pasar vaksin untuk babi sangatlah besar, akan tetapi semua vaksin yang ada di Indonesia merupakan vaksin impor, sehingga pengembangan jenis vaksin ini di Indonesia perlu dilakukan. Dengan menggunakan isolat lapang dari wilayah Indonesia diharapkan efikasi vaksin akan lebih baik dan tepat sasaran terhadap peternakan babi yang ada di Indonesia. ABSTRACT Vaccination is done as a prevention action against pig diseases which could reduce the use of antibacterial drugs. Bacterial vaccines circulating in Indonesia, namely, Mycoplasma hyopneumoniae Bordetella bronchiseptica, Pasteurella multocida, Actinobacillus pleuropneumoniae, Haemophilus parasuis and Erysipelas. Vaccine for Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC) is widely used due to the case of PRDC becomes an important issue in pig farms. Market share of pig vaccines is very large, however most pig vaccines available in Indonesia are still imported, so the development of these vaccines in Indonesia needs to be done. By using isolates obtained from the fields, it is expected that the efficacy of vaccines is better and right on target to pig farms in Indonesia. PENDAHULUAN Populasi ternak babi di Indonesia setiap tahunnya terjadi peningkatan, pada 2010 diprediksi jumlah ternak babi mencapai 8.667.250 ekor dengan peningkatan sebesar 8,65 % dari tahun sebelumnya. Jumlah populasi ini telah mencukupi kebutuhan dalam negeri

sehingga tidak membutuhkan impor ternak dari luar. Dengan jumlah populasi tersebut Indonesia telah menjadi pengeksport ternak babi, dengan nilai ekspor yang cukup tinggi sebagai penyumbang devisa bagi Indonesia. Dari Tabel 1 terlihat bahwa tahun 2004 sampai dengan 2008 nilai ekspor Indonesia telah terjadi peningkatan cukup tinggi hingga mencapai dua kali lipat dari 20.415.100 US$ menjadi 42.048.960 US$ (4). Melihat hal tersebut, nilai ekonomis peternakan babi sangat signifikan sehingga perkembangannya ke depan cukup menjanjikan. Peluang ekport ke mancanegara masih sangat besar terutama dengan keunggulan Indonesia yang memiliki status bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Peternakan babi yang paling intensif dan modern di Indonesia terletak di pulau Bulan, Kepulauan Riau yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar Singapura dan negara sekitarnya. Tercatat jumlah ekspor ke Singapura mencapai 1000 ekor perhari dari perusahaan tersebut (2). Untuk dapat meningkatkan produktivitas babi berbagai program pemeliharaan dilakukan, antara lain; program higiene kandang, pemberian pakan ternak dan program pemeliharaan kesehatan. Biaya program pemeliharaan kesehatan pada peternakan babi sekitar 4,5% dari total biaya produksi (8). Biaya ini meliputi program vaksinasi dan pengobatan. Di Indonesia, perkembangan vaksin bakteri untuk babi sangat baik. Dengan banyaknya vaksinvaksin jenis baru dan pilihan produk yang lebih beragam. Informasi atau data mengenai vaksin babi yang beredar di Indonesia perlu diperbanyak dan diperluas sehingga menjadi acuan bagi peternak babi di Indonesia. Penggunaan vaksin bakteri untuk babi Program pengobatan sebagai bagian dari program pemeliharaan kesehatan biasanya menggunakan antibakteri. Penggunaan antibakteri pada ternak babi selain sebagai pengobatan juga sebagai pencegahan telah secara luas dilakukan selain itu antibakteri juga digunakan sebagai perangsang pertumbuhan. Akibat penggunaan antibakteri tanpa pengawasan dan terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya resistensi bakteri dan residu pada produk peternakan. Residu pada produk peternakan dapat membahayakan manusia yang mengkonsumsinya dan juga mengakibatkan penolakan dari negara tujuan eksport. Sedangkan resistensi bakteri mengakibatkan kesulitan dalam pengobatan sehingga perlu dicari alternatif jenis antibakteri yang lain. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan juga akan menambah biaya produksi dan akan menurunkan produktivitas ternak (16). Alternatif pencegahan penyakit bakterial pada babi dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin bakteri. Program vaksinasi dilaksanakan untuk pencegahan penyakit

sehingga morbiditas dan mortalitas ternak dapat ditekan seminimal mungkin. Vaksin bakteri dapat berupa vaksin aktif dan inaktif. Vaksin aktif disiapkan dari isolat lapang agen penyebab penyakit yang memiliki virulensi rendah atau lemah. Vaksin ini harus aman dan efektif jika diaplikasikan pada rute yang ditentukan dan hewan yang terpapar akan kebal serta tidak mengakibatkan penyakit. Vaksin aktif disiapkan dari isolat agen penyakit yang telah dimodifikasi dengan pasase pada hewan laboratorium, media kultur atau sel kultur agar virulensinya berkurang. Vaksin inaktif dapat mengandung: 1). Kultur mikroorganisme yang telah diinaktivasi secara kimia atau cara lainnya; 2). Toksin inaktif; 3). Subunit (bagian antigen mikroorganisme). Vaksin bakteri untuk babi telah banyak dikembangkan di dunia antara lain; vaksin Mycoplasma hyopneumoniae, Bordetella bronchiseptica, Haemophilus parasuis, Actinobacillus pleuropneumoniae, Leptospira sp, E. coli, Streptococcus suis, Salmonella cholerasuis dan Pasteurella multocida. Bentuk sediaan vaksin ada yang berupa vaksin aktif maupun inaktif. Jenis vaksin babi yang telah beredar di Indonesia. Peredaran vaksin bakteri untuk babi cukup signifikan. Setiap tahunnya BBPMSOH sebagai institusi yang bertugas menguji dan mengeluarkan sertifikat obat hewan di Indonesia menerima sampel vaksin bakteri baik untuk sertifikasi ulang maupun pendaftaran baru vaksin bakteri untuk babi. Selama kurun waktu 5 tahun ini (Tahun 2006-2011) telah ada 5 vaksin baru yang masuk ke Indonesia melalui proses uji dan sertifikasi di BBPMSOH yaitu, Mycoplasma hyopneumoniae, kombinasi Bordetella bronchiseptica dan Pasteurella multocida, dan terakhir Actinobacillus pleuropneumoniae dan Haemophilus parasuis. Jenis vaksin untuk babi yang beredar di Indonesia didominasi oleh vaksin inaktif, hanya M. hyopneumoniae yang berupa vaksin aktif. Tabel 1. Vaksin Bakteri untuk Babi yang beredar di Indonesia tahun 2006-2011 Jenis penyakit Kandungan vaksin Strain Jenis vaksin Jumlah Produksi Enzootic Mycoplasma Strain P-5722-3 inaktif 3 Impor pneumonia* hyopneumoniae Enzootic Mycoplasma Strain J aktif 1 Impor pneumonia* hyopneumoniae Athropic rhinitis* Bordetella - inaktif 2 Impor bronchiseptica dan Pasteurella multocida

Erisipelas* Erysipelothrix rusiopathie Porcine Actinobacillus pleuropneumoniae pleuropneumoniae Glässer's disease Haemophilus parasuis *Sumber: Indeks Obat Hewan Indonesia 2010 CN-3461 dan inaktif 2 Impor AN-4 serotipe 2 Strain inaktif 1 Impor 1,2,3,4,5,7 - inaktif 1 Impor Dari Tabel 1 diatas terlihat bahwa vaksin bakteri untuk babi yang beredar di Indonesia tahun 2006-2011, ternyata mayoritas ditujukan untuk menahan serangan dari bakteri yang menyerang pernafasan babi, yaitu Mycoplasma hyopneumoniae Bordetella bronchiseptica, Pasteurella multocida, Actinobacillus pleuropneumoniae dan Haemophilus parasuis. Terlihat dari perkembangan vaksin bakteri untuk babi di Indonesia, masalah penyakit pernafasan merupakan problem penting bagi peternakan babi. Selain penyakit pernafasan, penyakit lain yang telah ada vaksinnya adalah Erisipelas. Vaksin erysipelas telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1990-an. Erysipelas pada babi telah ditemukan di Indonesia sejak tahun 1964. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Erysipelothrix rhusiopathiae ini telah menimbulkan kerugian ekonomi karena sifatnya yang kronis dan akut dapat mewabah terus menerus disuatu daerah endemik. Sifat akut ditandai dengan septikemia, demam akut dan mati mendadak. Pada stadium subakut akan menyebabkan kenaikan suhu tubuh, eritema dan urtikaria pada kulit dan apabila berjalan terus menerus akan terjadi arthritis dan endokarditis (9). Penanggulangan penyakit erysipelas dilakukan melalui pengobatan dan pencegahan. Pengobatan biasanya tidak memberikan hasil yang baik karena sifatnya yang akut. Oleh karena itu pencegahan dengan vaksinasi merupakan cara yang terbaik. Respon antibodi yang ditimbulkan vaksin berbanding lurus dengan kemampuan untuk mencegah terjadinya gejala klinis erysipelas (14). Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC) Penyakit pernafasan ini biasa disebut dengan Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC). Porcine Respiratory Disease Complex merupakan masalah yang perlu diperhatikan karena dapat mengakibatkan kerugian ekonomis yang sangat berarti. Penyakit ini ditandai secara klinis dengan pertumbuhan lambat, penurunan efisiensi pakan, anorexia, lethargy, demam, batuk, kesulitan bernafas dan biasanya terjadi pada babi usia 10-20 minggu (6). Porcine Respiratory Disease Complex dapat terjadi akibat beberapa jenis penyakit yang terjadi secara sendiri-sendiri tetapi seringkali adalah gabungan berbagai infeksi penyakit

tersebut. Agen infeksius PRDC dapat berupa bakteri dan virus atau gabungan keduanya. Virus yang terlibat yaitu PRRS atau PCV. Bakteri Mycoplasma hyopneumoniae, Actinobacillus pleuropneumoniae dan Bordetella bronchiseptica biasanya sebagai agen primer penyebab PRDC sedangkan Pasteurella multocida, Streptococcus suis, Haemophillus parasuis, Actinobacillus suis dan Salmonella cholerasuis sebagai agen sekunder (10). Dari penelitian yang dilakukan oleh Siti Chotiah dan Sobironingsih S. (1993) di Jakarta dan Tangerang diperoleh hasil bahwa dari sampel paru-paru babi yang menderita pneumonia dapat diisolasi bakteri Mycoplasma sp., Bordetella bronchiseptica, dan Pasteurella multocida dengan tempat teratas disebabkan oleh infeksi Mycoplasma sp. dan juga ditemukan lesi kombinasi bakteri Mycoplasma sp. dan Bordetella bronchiseptica serta Mycoplasma sp. dan Pasteurella multocida. Mycoplasma hyopneumoniae adalah penyakit yang bersifat kronis dengan angka kematian sangat rendah. M. hyopneumoniae menyerang silia pada sel epitel saluran pernafasan yang mengakibatkan kerusakan pada silia. Jika silia yang berperan penting untuk mencegah material asing masuk ke saluran pernafasan dalam rusak, maka infeksi bakteri sekunder akan mudah menyerang yang akan menambah parah keadaan sehingga menjadi penyebab kematian yang tinggi pada babi (9). Penggunaan vaksin dapat meningkatkan pertumbuhan berat badan dan angka konversi pakan, mengurangi gejala klinis dan lesi pada paru-paru. Bordetella bronciseptica juga mengakibatkan kerusakan sel epitel silia di saluran pernafasan sehingga infeksi sekunder mudah terjadi. Pada anak babi, infeksi bakteri ini biasa disebut pulmonary bordetellosis sedangkan jika menyerang babi dewasa disebut athropic rhinitis. Pengujian untuk mengetahui efikasi vaksin Bordetella bronciseptica telah dilakukan oleh Goodnow dkk, (1979) dari pengujian yang dilakukannya diperoleh hasil bahwa vaksinasi Bordetella bronchiseptica dapat mengurangi gejala klinis athropic rhinitis pada babi yang diinokulasikan hingga 90 %. Selain itu titer antibodi babi meningkat cukup tinggi yang secara signifikan berkorelasi dengan penurunan tingkat kerusakan saluran pernafasan pada babi. Infeksi Haemophilus parasuis juga mengakibatkan penurunan produksi pada babi. Bakteri ini merupakan bakteri pathogen bagi pernafasan babi. Dan biasa dikenal sebagai penyakit Glasser s yang mengakibatkan polyserositis, arthritis dan meningitis dan juga pneumonia serta mengakibatkan kematian mendadak pada babi (Disease of swine). Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan vaksinasi yang dapat menurunkan tingkat kejadian penyakit ini sampai 57 % (11).

Kerugian ekonomi akibat Actinobacillus pleuropneumoniae (App) sangat besar yaitu mengakibatkan kerusakan pada paru-paru. Babi yang terinfeksi App tidak akan berkembang dengan baik, pertambahan bobot rata-rata akan menurun dan angka konversi pakan akan meningkat. Kerugian yang lain akibat penyakit App antara lain kematian, penambahan biaya produksi dan pemotongan cepat (17). Pengembangan vaksin App dengan menggunakan vaksin subunit yang mengandung toksin Apx dapat member pertahanan silang terhadap bakteri tipe heterolog. Sehingga menurunkan gejala klinis dan meningkatkan performa hewan. Potensi Pengembangan vaksin bakteri untuk babi di Indonesia. Melihat perkembangan vaksin bakteri untuk babi yang telah beredar di Indonesia selama ini dipenuhi oleh vaksin dari atau yang diproduksi luar negeri, sedangkan pangsa pasar vaksin tersebut sangat besar. Hal ini terlihat dari jumlah populasi ternak babi di Indonesia yang akan terus meningkat, terutama di wilayah Kepulauan Riau. Maka potensi pengembangan vaksin bakteri untuk babi untuk dapat diproduksi di Indonesia sangat baik dengan menggunakan isolat lapang dari wilayah Indonesia. Dengan menggunakan isolat lapang dari Indonesia diharapkan akan semakin meningkatkan efikasi vaksin. Dari penelitian yang dilakukan oleh Siti Chotiah (2008), vaksin erysipelas dengan menggunakan isolat lapang yang telah mereka uji memiliki antigen protektif dan imunogenik sehingga dapat dijadikan kandidat vaksin di Indonesia. Isolasi bakteri Bordetella bronchiseptica dan Mycoplasma sp. isolat lapang yang diperoleh dari Tangerang dan Jakarta Barat telah dilakukan oleh BBalitvet (13) dimana plasma nutfah ini siap dikembangkan di dalam negeri. Kesimpulan Perkembangan vaksin bakteri untuk babi di Indonesia sangat baik. Vaksinasi dilakukan sebagai upaya pencegahan penyakit pada babi sehingga menurunkan penggunaan antibakteri. Selama ini jenis vaksin untuk penyakit pernafasan PRDC banyak digunakan, hal ini dikarenakan kasus PRDC menjadi masalah penting di peternakan babi. Pangsa pasar vaksin untuk babi sangatlah besar, akan tetapi semua vaksin yang ada di Indonesia merupakan vaksin impor, sehingga pengembangan jenis vaksin ini di Indonesia perlu dilakukan. Dengan menggunakan isolat lapang dari wilayah Indonesia diharapkan

efikasi vaksin akan lebih baik dan tepat sasaran terhadap peternakan babi yang ada di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA 1. Alexander M, Ilse D, Jacobsen, Jochen M, and Gerald FG. 2006. Use of an Actinobacillus pleuropneumoniae Multiple Mutant as a Vaccine That Allows Differentiation of Vaccinated and Infected Animals. Infection and Immunity Vol. 74 (7): 4124-4132 2. Anonimous. 2005. Masih Ada Peluang Peternakan Babi di Indonesia Berkembang. Infovet 127 (42-43). 3. Anonimous. 2008. Principles of Veterinary Vaccine Production. OIE Terrestrial Manual 4. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Indeks Obat Hewan Indonesia. Kementerian Pertanian RI. 5. Ditjen Peternakan. 2009. Statistika Peternakan 2009. Departemen Pertanian RI. 6. Eileen Thacker and Thanawongnuwech, R. 2002. Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC). Thai J. Vet. Med. 32 (Supplement). 7. Goodnow RA, Shade FJ, Switzer WP, Goodnow RA, Shade FJ, and Switzer WP. 1979. Efficacy of Bordetella bronchiseptica Bacterin in Controlling Enzootic Atrophic Rhinitis in Swine. Am J Vet Res.: 40(1): 58-60 8. Greg W. 2009. Cost Benefit of Vaccines and Medication - Nickels and Dimes. London Swine Conference Tools of the Trade. 9. Howard WD, and Leman, AD. 1978. Disease of Swine. The Iowa State University Press. 10. Bochev I. 2007. Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC): A Review. I. Etiology, Epidemiology, Clinical Forms and Pathoanatomical Features. Bulg. J. Vet. Med. 10 (3) :131 146 11. Olvera, Pina S, Pérez-Simó, Aragón V, Segalés J, and Bensaid A. 2011. Immunogenicity and Protection Against Haemophilus parasuis Infection After Vaccination with Recombinant Virulence associated trimetric Auto-transporters (VtaA). Journal of Veterinary Sciences. Volume 14 (1): 111-116.

12. Pichai J. 2008. Efficacy of a subunit vaccine against Actinobacilluspleuropneumoniae in an endemically infected swine herd. J. Swine Health Prod.: 16(4):193 199. 13. Chotiah S, dan Sobironingsih S. 1996. Deteksi Bakteri dan Mikoplasma Patogenik dari Paru-paru Babi Penderita Pneumonia dan Gambaran Perubahan Histopatologik. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2 (1): 50-53 14. Chotiah S, dan Tarmudji. 2007. Patogenisitas isolat lokal Bordetella bronchiseptica pada Babi Anak. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 12 (4): 318-326. 15. Chotiah S. 2008. Studi Vaksin Erysipelas: Immunogenitas Tiga Fraksi Kultur Isolat Lokal Erysipelothrix rhusiopathiae Serotipe 2 pada Babi. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 13 (1): 74-81. 16. Soeripto. 2001. Vaksin Bakteri untuk Ternak. Infovet 83: 40-41. 17. Thomas AM, dan Fenwick B. 1999. Actinobacillus pleuropneumonia disease and Serology.J. Swine Health Prod.7 (4): 161-165.