KINERJA ANGGOTA POLRI APA, BAGAIMANA, DAN CARA PENGEMBANGANNYA. Oleh Suryana Sumantri (Guru Besar Psikologi, Universitas Padjadjaran)



dokumen-dokumen yang mirip
PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

(PSIKOLOGI SDM) MSDM

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Adaptational Outcomes pada Remaja di SMA X Ciamis yang Mengalami Stres Pasca Aborsi

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB II LANDASAN TEORI

KONFLIK ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari angkatan darat, angkatan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Guna memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan kelangsungan

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat menginjak masa dewasa, individu telah menyelesaikan masa

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting karena merupakan bekal bagi

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

EFEKTIVITAS STRATEGI COPING SKILLS UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR (BURNOUT) SISWA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi yang terjadi di Indonesia saat ini memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Manajemen Strategik dalam Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelayanan masyarakat (public service) (Maslach dalam Jones,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Persaingan yang semakin tajam sebagai dampak globalisasi dan

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

Transkripsi:

1 KINERJA ANGGOTA POLRI APA, BAGAIMANA, DAN CARA PENGEMBANGANNYA Oleh Suryana Sumantri (Guru Besar Psikologi, Universitas Padjadjaran) ABSTRAK Reformasi Polri telah berlangsung selama delapan tahun, Polri sendiri telah melakukan perubahan pada aspek struktural, instrument dan kultural. Perubahan ini merupakan usaha sistematis untuk melakukan perencanaan kembali organisasi Polri dengan suatu carayang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan reformasi. Akan tetapi proses perubahan dari budaya yang lama menjadi budaya Polri yang baru sesuai dengan tuntutan reformasi memerlukan waktu yang cukup panjang. Selama ini telah terjadi perilaku anggota Polri yang keluar/menyimpang dari tujuan luhur reformasi, selain itu juga banyak ditemukan perilaku anggota Polri yang kurang berkenan dan tampaknya telah membudaya yang dapat menimbulkan antipati dan menurunkan citra Polri. Kemungkinan besar beban dan tuntutan tugas serta tuntutan di luar tugas melebihi kemampuan yang dimiliki para anggota, kondisi ini akan memberikan dampak pada munculnya stress kerja yang berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini dapat mengubah perilaku anggota menjadi perilaku yang tidak diterima di lingkungan tugas maupun di luar lingkungan tugas. Hubungan antar sesama anggota menjadi kurang harmonis, penuh kecurigaan yang dapat menimbulkan kemarahan serta perilaku agresi, seperti yang telah ditunjukkan oleh beberapa anggota Polri. Untuk membangun kembali citra Polri, perlu dilakukan program intervensi yang tepat, baik bagi anggota yang mengalami stress yang berkepanjangan dan juga bagi anggota lainnya untuk meningkatkan kompetensi kepolisian agar sesuai dengan tujuan reformasi Polri yang luhur. Kata kunci: reformasi Polri, perubahan, stres, sumber stres, kompetensi, program intervensi

2 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu dan terlebih lagi dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah antara lain reformasi dibidang politik, pertahanan dan keamanan, Polri menjadi berdiri sendiri terpisah dari ketiga angkatan yang lain (Angkatan Darat, Laut dan Udara), hal ini dilakukan untuk lebih memfokuskan tugas masing-masing kesatuan. Polri sendiri telah melakukan berbagai perubahan baik pada aspek struktural, instrumen, maupun kultural. Perubahan yang direncanakan ini merupakan suatu usaha sistematis untuk melakukan perencanaan kembali organisasi Polri dengan suatu cara yang dapat membantu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan reformasi dan untuk mencapai sasaran baru. Proses perubahan ini serta merta akan mengubah pula budaya Polri. Akan tetapi proses perubahan dari budaya yang lama menjadi budaya Polri yang baru sesuai dengan tuntutan reformasi memerlukan waktu yang cukup panjang. Sosialisasi mengenai perubahan Polri, tugas dan fungsinya, masih harus dilakukan, baik bagi seluruh anggota Polri maupun kepada masyarakat umum. Apalagi pada masyarakat umum telah terbentuk citra Polri yang kurang baik. Seharusnya Polri adalah pengayom masyarakat, pada kenyataannya citranya bertolak belakang. Banyak kejadian yang membuat citra Polri menjadi negatif, Perilaku oknum Polri yang kurang baik, menjadikan citra institusi Polri menurun dan cenderung menjadi negatif. Perubahan organisasi Polri ini dihayati oleh anggotanya tidak selalu positif, sebagian anggota menghayatinya sebagai suatu tekanan, bahkan ancaman akan keberlangsungan hidupnya maupun posisinya. Orang tidak mau dan/atau tidak mampu untuk mengubah sikap dan tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaannya (adanya pengaruh budaya dan sistem kerja yang lama). Hambatan lain dalam proses perubahan adalah penolakan dari anggota organisasi untuk berubah, adanya konflik kepentingan, sikap apriori

3 atau curiga terhadap perubahan, struktur organisasi yang kaku, dan keterbatasan sumber daya. Di sisi lain dari perubahan adalah beban tugas dan kondisi tekanan dari lingkungan yang juga bisa menjadi situasi yang menekan. Situasi ini bisa menjadikan sebagian anggota Polri mengalami kondisi stres/tertekan. Peristiwa yang menghebohkan, khususnya dikalangan anggota Polri yang menyangkut perilaku anggota Polri yang jauh dari tujuan reformasi Polri seperti yang telah digulirkan delapan tahun yang lalu. Peristiwa tersebut antara lain, penembakan Wakapoltabes Semarang yang dilakukan oleh anak buahnya, di NTB anggota Polri menembak istrinya dan teman laki-lakinya, ia sendiri bunuh diri, di Papua anggota Polri menembak mantan anak buahnya, anggota Polri dikeroyok warga karena mabuk, dan masih banyak lagi peristiwa yang lain yang menunjukkan kondisi psikologi yang rapuh. Menurut Robbins (2001), berdasarkan hasil penelitiannya, sikap individu terhadap perubahan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian, dan kebutuhan. Oleh karena itu dampak perubahan kebijakan suatu organisasi terhadap kinerja seseorang tergantung juga pada kondisi individu itu sendiri. Salah satu faktor dalam diri seseorang dalam menyikapi suatu perubahan antara lain kemampuannya dalam beradaptasi dengan situasi baru. Sementara banyak pula faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam beradaptasi, antara lain komitmen dan kompetensi pribadi yang dimilikinya. Di sisi lain ada teori yang mengungkapkan bahwa individu yang tahan terhadap perubahan adalah mereka yang memiliki orientasi berprestasi yang tinggi. KINERJA ANGGOTA POLRI Pada organisasi pemerintahan, industri manufaktur, pelayanan jasa maupun organisasi lainnya termasuk ABRI maupun Polri, sumber daya

4 manusia memiliki peranan yang sangat menentukan bagi pengembangan kualitas kerja anggota. Pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi sejak tahun 1973 telah dikembangkan di Amerika Serikat, didasarkan kenyataan bahwa untuk memprediksi tingkat keberhasilan pegawai dalam bekerja, paling baik menggunakan pendekatan kompetensi. Pendekatan ini mempunyai prinsip bahwa manusia dan kerja dalam satu kesatuan, dan pengamatan dilakukan secara terus menerus terhadap karakteristika manusia yang berhasil yang ada di lingkungan tersebut. Langkah ini diambil karena dengan menggunakan pendekatan psikometrik tampaknya kurang begitu cocok untuk memprediksi kemampuan seorang pegawai dalam bekerja. Pegawai dengan prestasi akademik dan hasil psikotes yang baik, belum tentu memberikan kinerja yang unggul. Untuk itu masih diperlukan suatu program pengembangan SDM berbasis kompetensi melalui program rekrutmen, seleksi dan penempatan, suksesi, penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan, serta program kompensasi (Purnomo Yusgiantoro, 2003). Demikian pula pemberian motivasi, pengembangan keterampilan dan pengetahuan pegawai, serta pengembangan kompetensi merupakan syarat untuk mencapai tujuan usaha yang bersifat strategik dari suatu organisasi (Stone, 1998). Dalam rangka meningkatkan citra organisasi, setiap organisasi harus memiliki dan menciptakan keunggulan bersaing organisasi agar mampu sejajar bahkan lebih unggul dari organisasi yang lain, termasuk citra Polri. Dua komponen yang diakui dan telah terbukti mampu menciptakan keunggulan kompetitif suatu organisasi adalah komitmen dan kompetensi dari anggotanya yang terlibat. Komponen ini disebut Intellelectual Capital (Ulrich, 1998). Komitmen yang tinggi diakui mampu membangkitkan kedekatan emosional anggota terhadap organisasi, sehingga semangat juang untuk terus melakukan perbaikan telah menyatu dalam diri mereka, perlaku anggota Polri yang menjadi rumor selama ini semakin lama akan semakin berkurang, dan bahkan akan hilang sama sekali. Dengan demikian citra Polri

5 akan semakin meningkat dan menjadi kepercayaan masyarakat, Polri adalah mitra dan pengayom masyarakat. Tingkat komitmen yang tinggi akan menghasilkan loyalitas yang lebih tinggi, menumbuhkan kerjasama dan meningkatkan harga diri dan rasa memiliki yang lebih besar, kewibawaan, keterlibatan psikologik, dan merasakan suatu kesatuan yang bersifat integral dengan organisasi (Stone, 1998). Bahkan aktivitas apapun dalam suatu organisasi mensyaratkan komitmen yang tinggi dari anggotanya mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Komitmen saja tanpa didukung oleh kompetensi akan berakibat fatal, organisasi hanya akan dipenuhi oleh orangorang yang setia, loyal dan taat, tetapi tidak memiliki kemampuan yang memadai, sehingga kreativitas dan inovasi di dalam organisasi menjadi suatu yang langka. Sementara itu organisasi dengan banyak pegawainya yang berbakat dan memiliki kompetensi yang tinggi, namun tanpa komitmen yang kuat, hanyalah sekumpulan orang hebat yang kemungkinan besar tidak melakukan apapun, karena tidak memiliki komitmen. Berbicara mengenai kinerja anggota Polri, tentunya tidak terlepas dari bagaimana anggota Polri berperilaku di tempat tugas maupun di luar tugas masing-masing. Pada dasarnya perilaku merja itu diawali dari adanya motivasi disertai dengan sikap kerja yang positif, persepsi, nilai-nilai yang dianut, serta kemampuan atau kompetensi yang dimiliki para anggota Polri. Tanpa aspek tersebut (tentunya yang termasuk kategori baik), mustahil akan dihasilkan kinerja yang baik yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pekerjaan/tugas (Suryana S, 2003). Akan tetapi karena berbagai keadaan dan tuntutan serta pengaruh dari lingkungan, serta kondisi kepribadian yang cenderung kurang kuat, akan berakibat kurang baik dalam kehidupan sehariharinya di lingkungan tugas maupun di luar tugas. Perilaku mereka akan menjadi berbeda dengan perilaku rekan-rekan sesama anggota Polri. Perilaku mereka lebih dipengaruhi emosi yang mendalam yang berkaitan

6 dengan kondisi tertekan/stres (stress emotions), yang akan memunculkan perasaan marah, takut, cemburu, cemas, merasa bersalah, murung, sedih, malu, merupakan produk dari relasi yang stressful dengan lingkungan. Cenderung tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia berada. Selain itu juga akan memunculkan perubahan fisologis (physiological changes), dapat menimbulkan ganguan fisik, meningkatnya detak jantung, mulut terasa kering, perut tegang, sakit perut, migraine, hipertensi. Ada lagi penyakit pencernaan, gatal, alergi, dan rentan terhadap infeksi. Pada kondisi seperti ini, walaupun memiliki kemampuan, motivasi kerja yang tinggi tidak akan muncul dalam bentuk kinerja yang unggul, akan tetapi akan memunculkan kinerja yang buruk dan dapat membahayakan dirinya sendiri juga orang lain. Para akhli psikologi atau ilmu perilaku, menyebutkan kondisi yang bersangkutan telah masuk pada kondisi stres yang berat. Lain halnya apabila beban kerja atau tuntutan yang tidak menyebabkan stres yang berat, kondisi ini justru akan memacu kinerja yang lebih baik. Stres sendiri dapat dijelas sebagai berikut: a. sebagai stimulus, menekankan pada lingkungan. Situasi atau keadaan yang dipersepsikan sebagai ancaman atau bahaya, akan menghasilkan perasaan tegang, dan hal tersebut disebut sebagai stressor. Bencana alam, peristiwa-peristiwa besar dalam hidup (kehilangan pekerjaan dan kematian orang yang dicintai). Asumsi situasi tertentu berpeluang memunculkan kondisi stressful. b. Sebagai respon, menekankan pada reaksi orang teradap stressor. Bila kita berusaha mendefinisikan stres sebagai respon, maka kita tidak akan memiliki cara sistematik utuk menjelaskan apa yang menjadi stressor dan yang bukan stressor. Sampai kita mendapatkan reaksi (respon) atas suatu situasi. Respon memiliki dua komponen yang saling berhubungan, yaitu

7 psikologis dan fisiologis. Komponen psikologis: tingkah laku, pola pikir, emosi pada saat tegang. Sedangkan komponen fisiologis mencakup meningkatnya mekanisme tubuh: detak jantung, mulut terasa keing, perut tegang, dan berkeringat. Respon fisiologis dan fisiologis terhadap stressor ini disebut sebagai strain. c. Sebagai bentuk interaksi, menekankan pada interaksi antara individu dengan lingkungannya yang berlangsung secara kontinu, yang saling mempengaruhi satu sama lain. Terkait dengan pendekatan ini, stress tidak hanya dipandang sebagai stimulus atau respon, namun lebih sebagai suatu proses dimana individu sebagai perantara yang aktif dapat mengurangi tekanan stressor melalui tingkahlaku, pikiran, dan strategi emosional Stres terjadi jika pada individu terdapat tuntutan yang membebani atau melampaui sumber daya yang dimiliki oleh individu untuk menyesuaikan diri. Kondisi stres terjadi bila ada kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan. (Lazarus & Folkman. 1984). Keadaan tersebut akan menimbulkan sumber stress yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, dan responnya pun akan berbeda pula. TUTUTAN SEBAGAI STRESSOR Tuntutan memiliki potensi dapat membangkitkan stres atau menjadi potential stressor, bila tuntutan tersebut melibatkan/memunculkan hal-hal berikut : 1. Frustrasi dan ancaman Frustrasi merupakan suatu kondisi dimana individu menghadapi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan.

8 Sedangkan ancaman merupakan suatu kondisi dimana kerugian belum muncul, namun sudah diperkirakan munculnya. 2. Konflik Merupakan kondisi dimana individu dihadapkan pada suatu keharusan untuk memilih salah satu antara kebutuhan atau tujuan. Biasanya pilihan terhadap salah satu alternatif akan menghasilkan frustrasi bagi pilihan terhadap alternatif lainnya, sehingga stres tidak dapat dielakan lagi 3. Tekanan Merupakan suatu kondisi di mana individu mendapat tekanan atau paksaan untuk mencapai suatu hasil tertentu dan/atau untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sumber tekanan bisa berasal dari lingkungan Walaupun secara umum hal-hal ini akan menimbulkan stres, namun penilaian anggota Polri tentang kuatnya hubungan hal-hal tersebut dengan kesejahteraan dirinya akan berperan dalam menentukan derajat stres yang terjadi. Seberapa jauh tuntutan menyebabkan stres dapat dikatakan relatif sifatnya. Sekelompok orang (anggota Polri) menilai tuntutan itu tinggi dan sangat menekan, sehingga menunjukkan stres yang tinggi, akan tetapi sekelompok orang menilai tuntutan itu merupakan kondisi yang tidak membahayakan kesejahteraannya, maka derajat stresnya pun relatif rendah, malah memacunya untuk pencapaian prestasi kerja yang tinggi. Kondisi stres yang dialami tergantung pada penilaian dalam transaksi dengan lingkungan. Ketika individu menilai adanya keseimbangan/kecocokan antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki, maka ia akan mengalami sedikit atau tidak stres, apabila hasil penilaian menunjukkan adanya ketidakseimbangann, maka ia

9 akan merasa sangat stres. Penilaian ini disebut penilaian kognitif (Lazarus & Folkman, 1984) Penilaian kognitif merupakan proses yang penting yang mengantarai individu dengan lingkungnan karena dua hal, yaitu dalam situasi yang sama kita dapat melihat bahwa anggota Polri yang satu akan memberikan penilaian yang berbeda dengan anggota yang lain dan kita juga dapat melihat reaksi yang berbeda-beda antara anggota yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu meninjau faktor individu dengan faktor eksternal menjadi kunci dalam pemahaman proses penilaian kognitif ini. Apakah satu tuntutan mengancam kesejahteraannya, merupakan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapinya, penilaian dilakukan dengan membandingkan situasi dengan pengalaman, sehingga dapat diukur apakah situasi itu mengganggu atau tidak. (penilaian primer) atau apakah sumber daya yang dimilikinya mampu memenuhi tuntutan tersebut (penilaian sekunder) (Lazarus & Folkman, 1984) Situasi penilaian primer yang dihayati individu dibedakan menjadi tiga yatitu, (1) tidak relevan (situasi dihayati sebagai sesuatu yang tidak bermakna atau tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan dirinya), (2) baik-positif, bermakna positif dan dapat meningkatkan kes ejahteraannya, (3) menimbulkan stres (stressful), dihayati bermakna negati f dan dapat menimbulkan kerugian, kehilangan dan gangguan pada diri individu. Stressful meliputi : - Harm/loss (kerusakan/kehilangan) penilaian terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh sumber stres. Akan mengakibatkan cacat, kehancuran harga diri baik sosial maupun personal, atau kehilangan sesuatu yang berharga dan dicintai.

10 - Threat (ancaman), penilaian akan kerusakan yang mungkin timbul di masa mendatang, individu akan melakukan antisipasi terhadap kerusakan atau kehilangan yang mungkin muncul, biasanya dicirikan dengan emosi negatif, seperti rasa takut, cemas, dan marah - Challenge (tantangan), pemaknaan akan kemungkinan mengatasi permasalahan bahkan mendapatkan keuntungan dari permasalahan tersebut, penilaian ini memungkinkan mobilisasi usaha untuk penanggulangan stres, dicirikan dengan emosi yang menyenangkan, kemauan untuk berusaha, antusias, dan rasa senang. Munculnya emosi negatif dan perubahan fisiologis mungkin mengarahkan individu pada hal-hal berikut (dalam banyak kasus sering terjadi, seperti dicontohkan oleh anggota Polri di Semarang, NTB, dan Papua): 1. Munculnya keganjilan tingkah laku, menyimpang dari tingkal laku yang biasa, tingka lakunya mungkin ganjil, aneh, ofensif, atau gila, akan membuat orang lain tidak percaya, takut, atau jengkel dan akhirnya mengkhawatirkan/menyusahkan orang lain dalam konteks sosial. 2. Melemahnya keefektifan dalam menangani tuntutan lingkungan atau mencapai tujuan pribadi. Misalnya menghindar dari lingkungan sosial, kecemasan dalam menghadapi situasi evaluatif (ujian, seleksi dsb) yang dapat mengarah pada terganggunga kinerja ybs. Kemarahan akan mengakibatkan individu melakukan tindakan-tindakan yang tidak layak terhadap orang lain, kelelahan menyebabkan kesulitan untuk mengikuti kegiatan, memiliki pengetahuan tapi tetap diam dan tidak dapat mengungkapkan kepada orang lain. Kurang efektif dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

11 3. Distress yang subyektif, secara terus menerus merasa cemas, bahkan panik atau mungkin sering merasa murung, merasa bersalah, atau marah, tanpa memahami secara jelas apa yang menyebabkannya. PENGEMBANGAN PERILAKU Apabila kita simak bersama, oleh sebagian orang stres seringkali disebut mengganggu, akan tetapi hal ini tergantung pada individu masingmasing bagaimana menanggapi sumber stres. Pada kadar stres yang tinggi, kondisi tersebut membuat para anggota bekerja tidak maksimal, bahkan dapat merugikan dirinya, orang lain dan bahkan lingkungan fisik disekitarnya akan terganggu serta kerusakan peralatan kerja. Untuk itu diperlukan program intervensi bagi yang mengalami stres yang berat, agar mampu menyesuaikan kembali dengan baik di lingkungan kerja maupun lingkungan sosialnya. Program intervensi diberikan pula bagi para anggota yang mengalami stres pada taraf ringan untuk memacu bekerja lebih baik. 1. Program konseling pribadi dilakukan bagi yang mengalami stres pada kondisi berat, untuk memulihkan kepercayaan dirinya dan kemampuan untuk menyesuaikan diri di lingkungan kerja maupun lingkungan sosialnya. Program konseling harus ditangani oleh ahlinya (konselor) yang berlatar belakang psikologi (klinik), atau mereka yang telah memiliki keahlian untuk konseling pribadi. 2. Program pengembangan kompetensi berkelanjutan, diperuntukkan bagi yang mengalami stres taraf ringan, dan yang telah selesai mengikuti program konseling. Program ini diperlukan dalam rangka meningkatkan kemampuan/kompetensi dan untuk membangun kembali citra Polri di mata masyarakat. Program-program intervensi yang dapat diberikan antara lain: pelatihan, magang, pendidikan lanjutan, yang sesuai dengan tujuan reformasi Polri,

12 Polri sebagai abdi dan pengayom masyarakat. Peningkatan kompetensi pelayanan yang prima, tampaknya sangat penting dan perlu mendapat prioritas yang tinggi, tanpa mengecilkan peran kompetensi yang lain. Kompetensi yang diperlukan selain keahlian dibidang kepolisian, adalah (1) Kemampuan merencanakan untuk eningkatan p prestasi dan mengimplementasikan (achievement & action), (2) Kemampuan melayani (helping & human service), (3) Kemampuan memimpin (impact & influence), (4) Kemampuan mengelola (managerial), (5) Kemampuan berpikir (cognitive), dan (6) Kemampuan bersikap dewasa (personal effectiveness) (Spencer & Spencer, 1993). Program lain yang dapat dilakukan adalah: 1. Program peninjauan ulang beban kerja serta kemampuan anggota Polri yang memikul beban tersebut. Program ini dilakukan agar beban kerja tidak melebihi kemampuan anggota untuk memikulnya, untuk menghindari munculnya stress berkepanjangan yang memberikan dampak pada menurunnya kinerja serta gangguan hubungan antar anggota. 2. Program sosialisasi mengenai tujuan reformasi Polri yang luhur, dalam rangka mengubah budaya yang kurang baik, dan mengembangkan budaya yang sudah baik menjadi lebih baik untuk membangun kembali citra Polri Perubahan perilaku ke arah perilaku yang diharapkan oleh Polri sesuai dengan visi dan misi Polri harus memenuhi proses seperti berikut (Suryana S. 2002): 1. Pencairan (unfreezing) yaitu penerimaan secara jelas terhadap kebutuhan akan perubahan sehingga individu, kelompok, atau

13 organisasi siap melihat dan menerima bahwa perubahan harus terjadi 2. Pengubahan (changing) yaitu suatu proses menemukan dan 'mengadopsi' sikap, nilai, dan tingkah laku baru dengan bantuan agen perubahan terlatih, yang memimpin individu, kelompok, atau seluruh organisasi melalui proses tersebut. Anggota organisasi akan menyesuaikan diri dengan nilai, sikap, dan tingkah laku dari orang yang memimpin atau membimbing proses perubahan dalam situasi organisasi, menyerapnya, setelah mereka menyadari keefektifan dalam pelaksanaan kerja 3. Pemantapan (refreezing) berarti meneguhkan pola tingkah laku baru pada tempatnya dengan cara mendukung atau memperkuat, sehingga menjadi norma yang baru. Untuk itu memerlukan komitmen bersama dari seluruh jajaran Polri dari tingkat pimpinan tertinggi sampai dengan tingkat yang paling bawah, serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat. KEPUSTAKAAN 1. Lazarus, Richard S. & Susan Folkman. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York: Springer Publishing Company 2. Purnomo Yusgiantoro, 2002. Konsep Kebijakan Pengembangan SDM Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Dep.ESDM. Jakarta 3. Robbins, Stephen P. (2001), Organizational Behavior. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. 4. Setyo Riyanto. 2002. Pengaruh Komitmen dan Kompetensi Pegawai Terhadap Kepuasan Pelanggan dan Nilai Pelayanan serta Dampaknya Terhadap Loyalitas Pelanggan. Disertasi, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasikan 5. Spencer, Lyle M. and Signe M. Spencer, 1993. Competence at Work: Model for Superior Performance. New York : John Willey & Sons, Inc. 6. Stone, 1998. Human Resource Management, Third Edition. Brisbane ; John Willey & Sons Australia, Ltd

14 7. Suryana Sumantri. 2002. Program Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Fakultas Psikologi Unpad 8. Suryana Sumantri. 2003. Pidato Pengukuhan Guru Besar Unpad, Universitas Padjadjaran 9. Ulrich, Dave. 1998. Intellectual Capital = Competence x Commitment. Sloan Management Review